You are on page 1of 6

Aspek Hukum Dalam keperawatan

Minggu, 28 Maret 2010 By Sartikasari, S.Kep, Ns

Pengertian Hukum Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidahkaidah dalam suatu kehidupan bersama; atau keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.

Hukum adalah keseluruhan peraturan yang mengatur dan menguasai manusia dalam kehidupan bersama. Berkembang di dalam masyarakat dalam kehendak, merupakan sistem peraturan, sistem asas-asas, mengandung pesan kultural karena tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Pengertian hukum kesehatan : Adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban baik dari tenaga kesehatan dalam melaksanakan upaya kesehatan maupun dari individu dan masyarakat yang menerima upaya kesehatan tersebut dalam segala aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta organisasi dan sarana. Fungsi Hukum dalam pelayanan keperawatan Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan Membedakan tanggung jawab dengan profesi yang lain Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum dengan

Hak hak pasien Memberikan persetujuan (consent) Hak untuk memilih mati Hak perlindungan bagi orang yang tidak berdaya

Hak pasien dalam penelitian Hak hak perawat Hak perlindungan wanita Hak berserikat dan berkumpul Hak mengendalikan praktek keperawatan sesuai yang diatur oleh hukum Hak mendapat upah yang layak Hak bekerja di lingkungan yang baik Hak terhadap pengembangan profesional Hak menyusun standar praktek dan pendidikan keperawatan

Informed Consent Ada 3 hal yang menjadi hak mendasar dalam Menyatakan Persetujuan Rencana Tindakan Medis yaitu hal untuk mendapatkan pelayanan kesehatan (the right to health care), hak untuk mendapatkan informasi (the right to information), dan hak untuk ikut menentukan (the right to determination) Hak atas informasi Sebelum melakukan tindakan medis baik ringan maupun berat. Pasien berhak bertanya tentang hal-hal seputar rencana tindakan medis yang akan diterimanya tersebut apabila informasi yang diberikan dirasakan masih belum jelas, Pasien berhak meminta pendapat atau penjelasan dari dokter lain untuk memperjelas atau membandingkan informasi tentang rencana tindakan medis yang akan dialaminya, Pasien berhak menolak rencana tindakan medis tersebut Semua informasi diatas sudah harus diterima pasien SEBELUM rencana tindakan medis dilaksanakan. Pemberian informasi ini selayaknya bersifat obyektif, tidak memihak, dan tanpa tekanan. Setelah menerima semua

informasi tersebut, pasien seharusnya diberi waktu untuk berfikir dan mempertimbangkan keputusannya. Informasi yang diperoleh: Bentuk tindakan medis Prosedur pelaksanaannya Tujuan dan keuntungan dari pelaksanaannya Resiko dan efek samping dari pelaksanaannya Resiko / kerugian apabila rencana tindakan medis itu tidak dilakukan Alternatif lain sebagai pengganti rencana tindakan medis itu, termasuk keuntungan dan kerugian dari masing-masing alternatif tersebut Kriteria pasien yang berhak Pasien tersebut sudah dewasa. batas 21 tahun. Pasien dalam keadaan sadar. Pasien harus bisa diajak berkomunikasi secara wajar dan lancar. Pasien dalam keadaan sehat akal. Jadi yang paling berhak untuk menentukan dan memberikan pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medis adalah pasien itu sendiri. Namun apabila pasien tersebut tidak memenuhi 3 kriteria tersebut diatas maka dia akan diwakili oleh wali keluarga atau wali hukumnya. Hak suami/istri pasien Untuk beberapa jenis tindakan medis yang berkaitan dengan kehidupan berpasangan sebagai suami-istri. Misalnya tindakan terhadap organ reproduksi, KB, dan tindakan medis yang bisa berpengaruh terhadap kemampuan seksual atau reproduksi dari pasien tersebut. Dalam keadaan gawat darurat Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan rencana tindakan medis ini bisa saja tidak dilaksanakan oleh dokter apabila situasi pasien tersebut dalam kondisi gawat darurat. Dalam kondisi ini, dokter akan mendahulukan tindakan untuk penyelamatan nyawa pasien. Prosedur penyelamatan nyawa ini

tetap harus dilakukan sesuai dengan standar pelayanan / prosedur medis yang berlaku disertai profesionalisme yang dijunjung tinggi. Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka pasien berhak untuk mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis yang sudah dialaminya tersebut. Tidak berarti kebal hukum Pelaksanaan informed consent ini semata-mata menyatakan bahwa pasien (dan/atau walinya yang sah) telah menyetujui rencana tindakan medis yang akan dilakukan. Pelaksanaan tindakan medis itu sendiri tetap harus sesuai dengan standar proferi kedokteran. Setiap kelalaian, kecelakaan, atau bentuk kesalahan lain yang timbul dalam pelaksanaan tindakan medis itu tetap bisa menyebabkan pasien merasa tidak puas dan berpotensi untuk mengajukan tuntutan hukum. Informed consent tidak menjadikan tenaga medis kebal terhadap hukum atas kejadian yang disebabkan karena kelalaiannya dalam melaksanakan tindakan medis. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat (3)dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.

Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.

UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979 Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980 Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point. Dalam sistem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992, merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional

karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan. Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah : Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya

Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.

You might also like