You are on page 1of 111

MACAM-MACAM METODE DALAM MENGAJAR

MACAM-MACAM METODE DALAM MENGAJAR 1. Metode Seminar Metode seminar adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh beberapa orang dalam suatu sidang yang berusaha membahas / mengupas masalah-masalah atau halhal tertentu dalam rangka mencari jalan memecahkannya atau mencari pedoman pelaksanaanya. Kelebihan metode seminar  Peserta mendapatkan keterangan teoritis yang luas dan mendalam tentang masalah yang diseminarkan  Peserta mendapatkan petunjuk-petunjuk praktis untuk melaksanakan tugasnya  Peserta dibina untuk bersikap dan berfikir secara ilmiah  Terpupuknya kerja sama antar peserta  Terhubungnya lembaga pendidikan dan masyarakat Keleemahan Metode Seminar  Memerlukan waktu yang lama  Peserta menjadi kurang aktif  Membutuhkan penataan ruang tersendiri ( Drs. Ing. S. Ulihbukit Karo-Karo.1981. Metodologi Pengajaran. Salatiga : CV Saudara.Halaman 76-79 ) 2. Metode Kerja Kelompok Metode kerja kelompok adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan menyuruh pelajar (setelah dikelompok-kelompokkan) mengerjakan tugas tertentu untuk mencapai tujuan pengajaran. Merka bekerja sama dalam memecahkan masalah atau melaksanakan tugas. Kelebihan metode kerja kelompok
 Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka  Memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan kemampuan para siswa  Dapat memberikan kesempatan pada para siswa untuk lebih menggunakan

ketrampilan bertanya dalam membahas suatu masalah


 Mengembangkan bakat kepemimpinan para siswa serta mengerjakan ketrampilan

berdiskusi Kelemahan metode kerja kelompok


 Kerja kelompok terkadang hanya melibatkan para siswa yang mampu sebab mereka

cakap memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang


 Keberhasilan strategi ini tergantung kemampuan siswa memimpin kelompok atau

untuk bekerja sendiri-sendiri

 Kadang-kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda dan daya

guna mengajar yang berbeda pula ( Drs. Roestiyah NK. 1991.Strategi Belajar Mengajar.Jakarta : Rineka Cipta ) 3. Metode Kerja Lapangan Metode kerja lapangan merupakan metode mengajar dengan mengajak siswa kedalam suatu tempat diluar sekolah yang bertujuan tidak hanya sekedar observasi atau peninjauan saja, tetapi langsung terjun turut aktif ke lapangan kerja agar siswa dapat menghayati sendiri serta bekerja sendiri didalam pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Kelebihan metode kerja lapangan
 

Siswa mendapat kesemmpatan untuk langsung aktif bekerja dilapangan sehingga memperoleh pengalaman langsung dalam bekerja Siswa menemukan pengertian pemahaman dari pekerjaan itu mengenai kebaikan maupun kekurangannya

Kelemahaan metode kerja lapangan


  

Waktu terbatas tidak memungkinkan memperoleh pengalaman yang mendalam dan penguasaan pengetahuan yang terbatas Untuk kerja lapangan perlu biaya yang banyak. Tempat praktek yang jauh dari sekolah shingga guru perlu meninjau dan mepersiapkan terlebih dahulu Tidak tersedianya trainer guru/pelatih yang ahli ( Drs. Roestiyah NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta )

4.

Metode Sumbang Saran Sumbang saran merupakan suatu cara mengajar dengan mengutarakan suatu masalah ke kelas oleh guru kemudian siswa memjawab mengemukakan pendapat /jawaban dan komentar seshingga masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru. Kelebihan metode sumbang saran
      

Susana disiplin dan demokratis dapat tumbuh Anak-anak aktif untuk menyatakan pendapatnya Melatih siswa untuk berfikir dengan cepat dan tersusun logis Merangsang siswa untuk selalu berpendapat yang berhubungan dengan masalah uang diberikan oleh guru Terjadi persaingan yang sehat Meningkatkan partisipasi siwa dalam menerima pelajaran Siswa yang kurang aktif menapat bantuan dari temannya yang pandai atau dari guru

Kelemahan metode sumbang saran


  

Guru kurang memberi waktu kepada siswa untuk berfikir yang baik Anak yang kurang selalu ketinggalan Kadang-kadang pembicaraan hanya dimonopoli oleh anak yang pandai

Guru hanya menampang pendapat-pendapat tidak pernah merumuskan kesimpulan ( Drs. Roestiyah NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar.Jakarta : Rieka Cipta )

5.

Metode Unit Teaching Metode unit teaching merupakan metode mengajar yang memberikan kesempatan pada siswa secara aktif dan guru dapat mengenal dan menguasai belajar secara unit. Kelebihan metode unit teaching
 Siswa dapat menggunakan sumber-sumber materi pelajaran secara luas  Siswa dapat belajar keseluruhan sesuai bakat  Suasana kelas lebih demokratis

Kelemahan metode unit teaching


 Dalam melaksanakan unit perlu keahlian dan ketekunan  Perhatian guru harus lebih banyak dicurahkan pada bimbingan kerja siswa  Perencanaan unit yang tidak mudah  Memerlukan ahli yang betul-betul menguasai masalah karena semua masalah yang

belum tentu dapat dijadikan unit ( Drs. Roestiyah NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar.Jakarta : Rieka Cipta ) 6. Metode Penemuan (Discovery) Metode penemuan merukan proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu proses atau prinsip-prinsip.(Sund) Kelebihan metode penemuan
 Dapat membangkitkan kegairahan belajar pada diri siswa  Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan

maju sesuai dengan kampuan masing-masing


 Teknik ini mampu membantu siswa mengembangkan, memperbanyak kesiapan

serta penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif atau pengarahan siswa


 Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sebagai sangat pribadi atau individual

sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut Kelemahan metode penemuan
 Ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu meningkatkan proses

pengertian saja
 Teknik ini tidak memberikan kesempatan berfikir secara kreatif  Para siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental  Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini kurang berhasil  Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran

tradisional akan kecewa bila diganti dengan teknik penemuan ( Drs. Roestiyah NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar.Jakarta : Rineka Cipta)

( Martinis Yamin. 2003. Metode pembelajaran Yang Berhasil. Jakarta : Sasama Mitra Sukses)

7. .Metode Eksperimen Metode eksperimen merupakan salah satu cara mengajar dimana seorang siswa diajak untuk beruji coba atau mengadakan pengamatan kemudian hasil pengamatan itu disampaikan dikelas dan di evaluasi oleh guru. Kelebihan metode eksperimen
 Siswa terlatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi segala masalah  Mereka lebih aktif berfikir dan membuktikan sendiri kebenaran suatu teori  Siswa dalam melaksanakan eksperimen selain memperoleh ilmu pengetahuan

juga menemukan pengalaman praktis serta ketrampilan menggunakan alat-alat percobaan Kelemahan metode eksperimen
 Seorang guru harus benar-benar menguasai materi yang diamati dan harus

mampu memanage siswanya


 Memerlukan waktu dan biaya yang sedikit lebih dibandingkan yang lain

( Drs. Roestiyah NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta) 8. Metode Sosiodrama dan Bermain Peran Metode sosiodrama dan bermain peran merupakan suatu metode mengajar dimana siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku atau ungkapan gerak gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia Kelebihan metode sosiodrama dan bermain peran
 Siswa lebih tertarik perhatiannya pada pelajaran  Karena mereka bermain peran sendiri, maka mudah memahami masalah-

masalah sosial tersebut


 Bagi siswa dengan bermain peran sebagai orang lain, maka ia dapat

menempatkan diri seperti watak orang lain itu


 Ia dapat merasakan perasaan orang lain sehingga menumbuhkan sikap saling

perhatian Kelemahan metode sosiodrama dan bermain peran


 Bila guru tidak menguasai tujuan instrusional penggunaan teknik ini untuk sesuatu

unit pelajaran, maka sosiodrama tidak akan berhasil


 Dalam hubungan antar manusia selalu memperhatikan norma-norma kaidah

sosial, adat istiadar, kebiasaan, dan keyakinan seseorang jangan sampai ditinggalkan sehingga tidak menyinggung perasaan seseorang
 Bila guru tidak memahami langkah-langkah pelaksanaan metode ini, maka akan

mangacaukan berlangsungnya sosiodrama

( Drs. Roestiyah NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta)

9. Metode Kasus Metode kasus merupakan metode penyajian pelajaran dengan memanfaatkan kasus yang ditemui anak sebagai bahan pelajaran kemudian kasus tersebut dibahas bersama untuk mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar. Kelebihan metode kasus
 Siswa dapat mengetahui dengan pengamatan yang sempurna tentang gambaran

nyata yang betul-betul terjadi dalam hidupnya sehingga mereka dapat mempelajari dengan penuh perhatian dan lebih terperinci persoalannya
 Dengan mengamati, memikirkan, dan bertindak dalam mengatasi situasi tertentu

mereka lebih meyakini apa yang diamati dan menemukan banyak cara untuk pengamatan dan pencarian jalan keluar (solusi) dari kasus tersebut
 Siswa mendapat pengetahuan dasar atau sebab-sebab yang melandasi kasus

tersebut
 Membantu siswa dalam mengembangkan intelektual dan ketrampilan

berkomunikasi secara lisan maupun tulisan Kelemahan metode kasus


 Guru memerlukan banyak waktu untuk mempersiapkan bahan kasus yang ditemui

dan petunjuk cara pemecahannya yang diperlukan siswa


 Banyak waktu yang digunakan untuk diskusi  Untuk kegiatan kelompok membutuhkan fasilitas fisik yang lebih banyak

( Drs. Roestiyah NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta) 10. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi merupakan metode mengajar dimana seorang instruktur atau tim guru menunjukkan, memperlihatkan suatu proses. Kelebihan metode demonstrasi
 Perhatian siswa lebih dapat terpusatkan pada pelajaran yang diberikan  Kesalahan-kesalahan yang terjadi bila pelajaran itu diceramahkan dapat diatasi

melalui pengamatan dan contoh yang konkrit


 Memberi motivasi yang kuat untuk siswa agar lebih giat belajar  Siswa dapat berpartisipasi aktif dan memperoleh pengalaman langsung

Kelemahan metode demonstrasi


 Bila alatnya terlalu kecil atau penempatannya kurang tepat menyebabkan

demonstrasi itu tidak dapat dilihat jelas oleh seluruh siswa


 Bila waktu tidak tersedia cukup, maka demonstrasi akan berlangsung terputus-

putus atau berjalan tergesa-gesa (Drs. Roestiyah NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta)

11. Metode Inquiry Metode inquiry adalah teknik pengajaran guru didepan kelas dimana guru membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan. Kemudian mereka mempelajari, meneliti, dan membahas tugasnya didalam kelompok kemudian dibuat laporan yang tersusun baik dan kemudian didiskusikan secara luas atau melalui pleno sehingga diperoleh kesimpulan terakhir. Kelebihan metode inquiry
 Mendorong siswa untuk berfikir dan atas inisiatifnya sendiri, bersifat obyektif, jujur,

dan terbuka
 Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang  Dapat membentuk dan mengembangkan sel consept pada diri siswa  Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi belajar yang

baru
 Mendorong siswa untuk berffikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri

Kelemahan metode inquiry


 Siswa perlu memerlukan waktu menggunakan daya otaknya untuk berfikir

memperoleh pengertian tentang konsep (Drs. Roestiyah NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta) 12. Metode Microteaching Metode microteaching merupakan suatu latihan mengajar permulaan bagi guru atau calon guru dengan scope latihan dan audience yang lebih kecil dan dapat dilaksanakan dilingkungan teman-teman setingkat sendiri atau sekelompok siswa dibawah bimbingan dosen pembimbing atau guru pamong. Kelebihan metode microteaching
 Microteaching merupakan pengalaman laboratoris  Microteaching dapat membantu dan menunjang pelaksanaan praktek keguruan  Microteaching dapat mengurangi kesulitan pengajaran di kelas  Microteaching memungkinkan ditingkatkannya pengawasan yang ketat dan

evaluasi yang mantap, teliti, dan obyektif


 Dengan adanya feed back dalam microteaching yang beruupa knowledge of

resulte dapat diberikan langsung secara mendalam


 Diharapkan mahasiswa mempunyai bekal yang lebih kuat, luas, dan mendalam

Kelemahan metode microteaching


 Dapat menimbulkan efek departementalisasi atau ketrampilan mengajar dan bila

tidak diteruskan dengan praktek mengajar secara menyeluruh


 Pengertian microteaching disalah tafsirkan dapat hanya menitik beratkan pada

ketrampilan guru sebagai pengantar saja, bukan guru dalam arti luas

 Microteaching yang ideal memerlukan biaya yang banyak, peralatan mahal, dan

tenaga ahli dalam bidang teknis maupun dalam bidang pendidikan pengajaran pada umumnya dan metodologi pengajaran pada khususnya
 Menuntut perencanaan, pengetahuan, dan pelaksanaan yang cermat,

mendetail, logis, dan sistematis (Drs. Roestiyah NK. 1991. Strtegi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta) 13. Metode Simulasi Metode simulasi merupakan cara mengajar dimana menggunakan tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang dimaksudkan dengan tujuan agar orang dapat menghindari lebih mendalam tentang bagaimana orang itu merasa dan berbuat sesuatu dengan kata lain siswa memegang peranaan sebagai orang lain. Kelebihan metode simulasi
 Dapat menyenangkan siswa  Menggalak guru untuk mengembangkan kreatifitas siswa  Eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya  Mengurangi hal-hal yang verbalistik  Menumbuhkan cara berfikir yang kritis

Kelemahan metode simulasi


 Efektifitas dalam memajukan belajar siswa belum dapat dilaporkan oleh riset  Terlalu mahal biayanya  Banyak orang meragukan hasilnnya karena sering tidak diikutsertakan elemen-

elemen penting
 Menghendaki pengelompokan yang fleksibel  Menghendaki banyak imajinasi dari guru dan siswa

(Drs. Roestiyah NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta) 14. Metode Problem Solving Metode problem solving merupakan metode yang merangsang berfikir dan menggunakan wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan oleh siswa. Seorang guru harus pandai-pandai merangsang siswanya untuk mencoba mengeluarkan pendapatnya. Kelebihan metode problem solving
 Masing-masing siswa diberi kesempatan yang sama dalam mengeluarkan

pendapatnya sehingga para siswa merasa lebih dihargai dan yang nantinya akan menumbuhkan rasa percaya diri
 Para siswa akan diajak untuk lebih menghargai orang lain  Untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan lisannya

Kelemahan metode problem solving

 Karena tidak melihat kualitas pendapat yang disampaikan terkadang penguasaan

materi sering diabaikan


 Metode ini sering kali menyulitkan mereka yang sungkan mengutarakan pendapat

secara lisan (Drs. Roestiyah NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta) 15. Metode Karya Wisata Metode karya wisata merupakan metode mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa kesuatu tempat atau obyek tertentu diluar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu. Kelebihan metode karya wisata
 Siswa dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para

petugas obyek karya wisata itu serta mengalami dan menghayati langsung
 Siswa dapat melihat kegiatan para petugas secara individu atau kelompok dan

menghayatinya secara langsung


 Siswa dapat bertanya jawab menemukan sumber informasi yang pertama untuk

memecahkan segala macam persoalan yang dihadapi


 Siswa memperoleh bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman yang

terintegrasi Kelemahan metode karya wisata


 Karena dilakukan diluar sekolah dan jarak yang cukup jauh maka memerlukan

transport yang mahal dan biaya yang mahal


 Menggunakan waktu yang lebih panjang dari pada jam sekolah  Biaya yang tinggi kadang-kadang tidak terjangkau oleh siswa maka perlu bantuan

dari sekolah (Drs. Roestiyah NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta ; Rineka Cipta) 16. Metode Latihan /Drill Metode latihan merupakan metode mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan latihan agar siswa memiliki ketegasan atau ketrampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari. Kelebihan metode pelatihan
 Ketegasan dan ketrampilan siswa meningkat atau lebih tinggi dari apa yang telah

dipelajari
 Seorang siswa benar-benar memehami apa yang disampaikan

Kelemahan metode pelatihan


 Dalam latihan sering terjadi cara-cara atau gerak yang tidak berubah sehingga

menghambat bakat dan inisiatif siswa


 Sifat atau cara latihan kaku atau tidak fleksibel maka akan mengakibatkan

penguasaan ketrampilan melalui inisiatif individu tidak akan dicapai

(Drs. Roestiyah NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta) 17. Metode Dialog Metode dialog merupakan salah satu teknik metode pengajaran untuk memberi motivasi pada siswa agar aktif pemikirannya untuk bertanya selama pendengaran guru yang menyungguhkan pertanyaan-pertanyaan itu dan siswa menjawab Kelebihan metode dialog
 Tanya jawab dapat membantu tumbuhnya perhatian siswa pada pelajaran serta

mengembangkan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan dan pengalaman, sehingga pengetahuannya menjadi fungsional
 Siswa akan terbuka jalan pikirannya sehingga mencapai perumusan yang baik

dan tepat Kelemahan metode dialog


 Apabila motivasi kurang diberikan maka yang akan aktif hanya mereka yang

pandai menggutarakan pendapat secara lisan


 Sering kali melupakan tujuan yang ingin dicapai karena waktu yang disediakan

habis untuk berdebat mempertahankan pendapat (Drs. Roestiyah NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta) 18. Metode Mengajar Non Directive Metode mengajar non direktive merupakan salah satu metode mengajar dimana siswa melakukan observasi mereka sendiri mampu melakukan analisis mereka sendiri dan mampu berfikir sendiri. Kelebihan metode non direktive
 Guru memberi permasalahan yang merangsang proses berfikir siswa sehingga

obyek belajar berkembang sesuai yang diharapkan


 Siswa menemukan sendiri pengetahuan yang digalinya aktif berfikir dan

menguasahi pengertian yang baik Kelemahan metode non direktive


 Terjadi perbedaan pemahaman karena tingkat intelektual dan cara berfikir siswa

berbeda
 Seorang guru setiap saat harus mengoreksi cara berfikir siswa agar tidak keliru

dalam memahami suatu hal (Nana Sujana. 1989. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta)

19. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab merupakan cara lisan menyajikan bahan untuk mencapai tujuan pengajaran.

Kelebihan metode tanya jawab


 Guru dapat mengetahui penguasaan pelajar terhadap bahan yang telah disajikan  Dapat digunakan untuk menyelidiki pembicaraan-pembicaaraan untuk

menyemangatkan pelajar Kelemahan metode tanya jawab


 Guru hanya memberikan giliran pada pelajar tertentu saja  Hanya dikuasai oleh siswa yang pandai

(Drs. Ing. S. Ulihbukit Karo-Karo. 1981. Metodologi Pengajaran. Salatiga : CV.Saudara. Halaman 18-20) 20. Metode Katekesmus Metode katekesmus merupakan suatu cara menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya sudah ditentukan. Kelebihan metode katekesmus
 Keseragamaan dan kemurnian pengetahuan akan terjamin  Memudahkan cara mengajar guru karena pelajaran telah tertulis dalam buku

Kelemahan metode katekesmus


 Daya jiwa yang dikembangkan hanya ingatan atas jawaban tertentu saja  Kurang memberi rangsangan pada siswa karena bahan sudah tersedia baik pada

guru maupun siswa


 Inisiatif para siswa terkekang

(Drs. Ing. S. Ulihbukit Karo-Karo. 1981. Metodologi Pengajaran. Salatiga : CV. Saudara. Halaman 20-23) 21. Metode Prileksi Metode prileksi merupakan suatu cara menyajikan pelajaran dengan menggunakan bahasa lisan, menyuruh para pelajar mendiskusikan, menganalisa, membandingbandingkan dan akhirnya menarik kesimpulan dari apa yang disajikan untuk mencapai tujuan pengajaran.

Kelebihan metode prileksi


 Pelajar dan guru sama-sama aktif  Menimbulkan kompetisi yang sehat antar siswa

Kelemahan metode prileksi


 Banyak waktu yang digunakan  Kecekatan dan pengetahuan banyak dituntut dari guru dan siswa

(Drs. Ing. S. Ulihbukit Karo-Karo. 1981. Metodologi Pengajaran. Salatiga : CV. Saudara. Halaman 32-35)

22. Metode Proyek Metode proyek adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran yaitu pelajar dihadapkan kepada hal tertentu untuk mempelajari dalam rangka mewujudkan tujuan belajar. Kelebihan metode proyek
 Pelajar menjadi aktif  Terbentuk pribadi yang bulat dan harmonis

Kekurangan metode proyek


 Menghabiskan banyak waktu  Harus ada persiapan yang mantap

(Drs. Ing. S. Ulihbukit Karo-Karo. 1981. Metodologi Pengajaran. Salatiga : CV.Saudara. Halaman 47-50) 23. Metode Penyajian Sistem Regu (Team Work) Metode penyajian sistem regu merupakan metode penyajian dengan seorang guru yang dibantu tenaga teknis atau team guru dalam menjelaskan suatu persoalan atau obyek belajar. Sistem beregu ditangani lebih dari dua orang guru. Kelebihan metode penyajian sistem regu
  

Interaksi belajar mengajar akan lebih lancar Siswa memperoleh pengetahuan yang luas dan mendalam karena diberikan oleh beberapa guru Guru lebih ringan tugas mengajarnya sehingga cukup waktu untuk menyiapkan diri dalam membuat perencanaan

Kelemahan metode penyajian sistem regu




Bila seorang guru yang tidak mendapatkan giliran mengajar tidak memanfaatkan waktu untuk belajar lebih lanjut atau membuat perencanaan lebih matang

(Drs. Roestiyah NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta)

24. Metode Mengajar Berprogama Metode mengajar berprogama adalah cara menyajikan bahan pelajaran dengan menggunakan alat tertentu untuk mencapai tujuan pengajaran. Kelebihan metode berprogama
 Pelajar menjadi aktif karena ikut memperagakan alat tersebut  Pelajar akan cepat mengetahui hasil dan kelemahannya

Kelemahan metode berprogama

 Suka menyusun programa dari setiap mata pelajaran  Memproduksi alat-alat pengajar membutuhkan biaya dan tenaga yang mahal dan

banyak
 Teaching machine itu tidak dapat merasakan apa yang dirasakan pelajar

(Drs. Ing. S. Ulihbukit Karo-Karo. 1981. Metodologi Pengajaran. Salatiga : CV. Saudara. Halaman 84-86) 25. Metode Musyawarah Metode musyawarah adalah cara menyajikan bahan pelajaran melalui perundingan untuk mencapai musyawarah bersama. Kelebihan metode musyawarah
    

Memperluas dan memperdalam pengetahuan pelajar tentang pokok yang telah dimusyawarahkan Memupuk dan membina kerjasama serta toleransi Dapat terintegrasi mata pelajaran-mata pelajaran Mudah dilaksanakan Baik diigunakan untuk saling bertukar pikiran

Kelemahan metode musyawarah


 

Memakan waktu yang banyak Sukar dilaksanakan untuk pelajar yang masih duduk dikelas rendah sekolah dasar, karena mereka belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang banyak Hasil musyawarah belum tentu benar

(Drs. Ing. S. Ulihbukit Karo-Karo. 1981. Metodologi Pengajaran. Salatiga : CV. Saudara. Halaman 74-76) 26. Metode Mind Mapping Pembelajaran ini sangat cocok untuk mereview pengetahuan awal siswa. Sintaknya adalah: informasi kompetensi, sajian permasalahan terbuka, siswa berkelompok untuk menanggapi dan membuat berbagai alternatiu jawababan, presentasi hasil diskusi kelompok, siswa membuat kesimpulan dari hasil setiap kelompok, evaluasi dan refleksi Kelebihan metode mind mapping
   

Permasalah yang disajikan terbuka Siswa berkelompok untuk menanggapi Dapat malatih siswa ntuk saling bekerja sama dalam diskusi Sangat cocok untuk menglang kembali pengetahuan awal siswa

Kelemahan metode mind mapping




Banyak membutuhkan waktu

 

Sulit untuk mengalokasikan waktu Tuntutan bagi siswa terlalu membebani

( http://id.wordpress.com/ ) 27. Metode Quantum Memandang pelaksanaan pembelajaran seperti permainan musik orkestra-simfoni. Guru harus menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. Prinsip quantum adalah semua berbicara-bermakna, semua mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha siswa diberi reward. Strategi quantum adalah tumbuhkan minat dengan AMBak, alami-dengan dunia realitas siswa, namai-buat generalisasi sampai konsep, demonstrasikan melalui presentasikomunikasi, ulangi dengan Tanya jawab-latihan-rangkuman, dan rayakan dengan reward dengan senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan. Rumus quantum fisika asdalah E = mc2, dengan E = energi yang diartikan sukses, m = massa yaitu potensi diri (akal-rasa-fisik-religi), c = communication, optimalkan komunikasi + dengan aktivitas optimal. Kelebihan metode Quantum
  

Suasana yang diciptakan kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai Setiap pedapat siswa sangat dihargai Proses belajarnya berjalan sangat komunikatif

Kelemahan metode Quantum


 

Tidak semua guru dapat menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai Berlabiahan member reward pada siswa

( http://id.wordpress.com/ ) 28. Metode TGT (Teams Games Tournament) Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas. Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangaka mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut: a. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan \mekanisme kegiatan b. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi

dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesewpakatan kelompok. c. Selanjutnya adalah opelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu terttentu (misal 3 menit). Siswa bisda nmngerjakan lebbih dari satu soal dan hasilnya diperik\sa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang dip[erolehnay diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium. d. Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama. e. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan individual. Kelebihan metode TGT (Teams Games Tournament)  Melatih siswa untuk bekerjasama dalam kelompok diskusi  Suasana belajar nyaman, menyenagkan dan kondusif  Tercipta suasana kompetisi antara kelompok diskusikecil Kelemahan metode TGT (Teams Games Tournament)  Tidak efisien waktu  Hanya dilaksanakan pada luang waktu selasai UAS  Belajarnya kurang efektif karena hanya bersifat games ( http://id.wordpress.com/ ) 29. Metode Reciprocal Learning Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mengemukan bahwa belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis. Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD-modul, membaca- merangkum. Kelebihan metode reciprocal learning
 

Mengedepankan bagaimana belajar yang efektif Menekankan pada siswa bagaimana siswa itu belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri Kekurangan metode reciprocal learning Komunikasi kurang terjalin Terlalu berpusat pada siswa ( http://id.wordpress.com/ )

 

30. Metode Diskusi Metode diskusi adalah suatu cara mengajar dengan cara memecahkan masalah yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing mengajukan argumentasinya untuk memperkuat pendapatnya. Tujuan metode ini adalah 1) 2) Memotivasi atau memberi stimulasi kepada siswa agar berfikir kritis, mengeluarkan pendapatnya, serta menyumbangkan pikiran-pikirannya. Mengambil suatu jawaban actual atau satu rangkaian jawaban yang didasarkan atas pertimbangan yang saksama Diskusi informal Diskusi formal Diskusi panel Diskusi simpusium

Macam-macam diskusi yaitu 1) 2) 3) 4)

Kelebihan metode Diskusi


 Terjadi interaksi yang tinggi antara komunikator dan komunikan  Dapat membantu siswa untuk berfikir lebih kritis  Memotivasi atau memberi stimulasi kepada siswa agar berfikir kritis, mengeluarkan

pendapatnya, serta menyumbangkan pikiran-pikiranny Kekurangan metode Diskusi


 Alokasi waktu yang sulit karena banyak memakan waktu  Tidak semua argument bias dilayani atau di ajukan untuk dijawab

( http://sutisna.com/ ) 31. Metode Penugasan Suatu cara mengajar dengan cara memberikan sejumlah tugas yang diberikan guru kepada murid dan adanya pertanggungjawaban terhadap hasilnya. Tugas tersebut dapat berupa y Mempelajari bagian dari suatu teks buku y Melaksanakan sesuatu yang tujuannya untuk melatih kecakapannya y Melaksanakan eksperimen y Mengatasi suatu permasalahan tertentu y Melaksanakan suatu proyek Kelebihan metode penugasan
 

Melatih siswa untuk menjadi tangungjawab Melatih siswa untuk bias belajar mandiri

Kekurangan metode penugasan


 

Kadang siswa kurang memahami tugas yang diberikan guru Membutuhkan waktu relative lama ( http://sutisna.com/ )

32. Metode Ceramah Metode ceramah adalah metode memberikan uraian atau penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu dan tempat tertentu. Dengan kata lain metode ini adalah sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Metode ini disebut juga dengan metode kuliah atau metode pidato. Kelebihan metode ceramah


Materi yang diberikan terurai dengan jelas Kekurangan metode ceramah

 

Guru lebih aktif sedangkan murid pasif karena perhatian hanya terpusat pada guru saja. Murid seakan diharuskan mengikuti segala apa yang disampaikan oleh guru, meskipun murid ada yang bersifat kritis karena guru dianggap selalu benar Untuk bidang studi agama, metode ceramah ini masih tepat untuk dilaksanakan. Misalnya, untuk materi pelajaran akidah. ( http://sutisna.com/ ) 33. Metode Praktek Metode mendidik dengan memberikan materi pendidikan baik menggunakan alat atau benda dengan harapan anak didik mendapatkan kejelasan dan kemudahan dalam mempraktekan materi yang dimaksud. Kelebihan metode Praktek

 

Siswa lebih mudah mengerti dan memahami Sisws bisa langsung mempraktekan setelah mensdapatkan teori Kekurangan metode Praktek

 

Ketidakkesediaan alat peraga atou prasana yang mendukung Biasanya membutuhkan biaya lab. Yang mahal ( http://id.wordpress.com/ ) 34. Metode Koperatif (CL, Cooperative Learning). Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab

bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing. Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.

Kelebihan metode Koperatif (CL, Cooperative Learning)


 Mendorong siswa untuk berfikir dan atas inisiatifnya sendiri, bersifat obyektif, jujur,

dan terbuka
  

Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang Dapat membentuk dan mengembangkan sel consept pada diri siswa Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi belajar yang baru

Kekurangan metode Koperatif (CL, Cooperative Learning)




Siswa perlu memerlukan waktu menggunakan daya otaknya untuk berfikir memperoleh pengertian tentang konsep ( http://id.wordpress.com/ )

35. Metode Berbasis Masalah (PBL, Problem Based Learning) Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal. Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri Kelebihan metode Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)
 Melatih siswa untuk berlatih menyelesaikan masalh dalam kehidupan sehari- hari  Merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi siswa  Suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan

menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal

Kekurangan metode Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)


 Sulitnya membentuk watak siswa dan pembiasaan tingkah laku

( http://id.wordpress.com/ ) 36. Metode Problem Terbuka (OE, Open Ended) Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntuk unrtuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjutynya siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Denga demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentiuk pola pikir, keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir. Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan permasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, kaitakkan dengan materui selanjutnya, siapkan rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri). Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat respon siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan. Kelebihan metode Problem Terbuka (OE, Open Ended)
 melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis,

komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisas


 Siswa dituntuk unrtuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau

pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam Kekurangan metode Problem Terbuka (OE, Open Ended)
 Terlalu mementingkan proses daripada produk yang akan membentiuk pola pikir,

keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir. ( http://id.wordpress.com/ )

KESIMPULAN Semua metode mengajar yang telah disebutkan di atas memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Suatu metode yang cocok diterapkan dalam suatu suasana belajar- mengajar apabila metode tersebut cocok dengan suasana yang sedang berlangsung. Tidak ada metode yang paling baik yang ada hanyalah bagaimana cara seorang pendidik mampu melihat kondisi anak didiknya untuk menerapkan metode mengajar yang paling cocok untuk peserta didiknya.

DAFTAR PUSTAKA
       

Tim D II PGSD. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta : UNS Perss. Gulo ,W . 2002 . Strategi Belajar Mengajar . Jakarta : Grasindo. Karo Karo, Ulihbukit . 1981 .Metodologi Pengajaran.Salatiga:CV Saudara. N.K. Roestiyah. 1991 . Strategi Belajar Mengajar . Jakarta : Rineka Cipta Sudjana, Nana. 1989 . Dasar dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Yamin, Martinis.2003.MetodePembelajaran yang Berhasil. Jakarta:Sasana Mitra Suksesa. http://id.wordpress.com/ http://sutisna.com/

Melatih Tingkat Kejujuran Anak dalam Proses Pendidikan Dasar dan Lajut

Golf Mendidik Mental Seseorang Berlaku Jujur dan Bertindak Secara Tepat Mengajar, Mengembangkan Potensi Siswa Gaya guru dalam mengajar di kelas, pada umumnya dipengaruhi oleh persepsi guru itu sendiri tentang mengajar. Jika seorang guru bepersepsi bahwa mengajar adalah menyampaikan ilmu pengetahuan, maka dalam mengajar guru tadi cenderung menempatkan siswa sebagai wadah yang harus diisi oleh guru. Praktiknya, guru menerangkan pelajaran dan siswa memperhatikan. Pada kesempatan lain, siswa diuji tentang kemampuannya menangkap materi yang telah diajarkan oleh guru. Jika siswa tidak mampu memberikan jawaban secara benar, kesalahan cenderung ditimpakan kepada siswa. Begitu pula jika guru bepersepsi lain, maka gaya mengajarnya pun akan lain. Gaya guru mengajar sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Definisi Mengajar Fox, seorang ahli pendidikan dari Inggris, menemukan bahwa guru-guru mendefinisikan tujuan mengajar berbeda-beda. Dia mengelompokkan definisi-definisi itu ke dalam empat kategori, yaitu: transfer, shaping,travelling, dan growing (dalam Celdic, 1995:23). Berikut adalah penjelasannya: Transfer. Dalam model ini, mengajar dilihat sebagai proses pemindahan pengetahuan (process of transferring knowledge) dari seseorang (guru/dosen) kepada orang lain (siswa). Siswa (anak) dipandang sebagai wadah yang kosong (empty vessel), dan jika pengetahuan tidak berhasil ditransferkan masalahnya cenderung dilihat sebagai kesalahan siswa. Shaping. Pengajaran merupakan proses pembentukan siswa pada bentuk-bentuk yang ditentukan. Di sini siswa diajar keterampilan-keterampilan dan cara-cara bertingkah laku

yang dianggap bermanfaat bagi mereka. Minat dan motif siswa hanya dianggap penting sepanjang membantu proses pembentukan tersebut. Travelling. Dalam model ini pengajaran dilihat sebagai pembimbingan siswa melalui mata pelajaran. Mata pelajaran dipandang sebagai sesuatu yang menantang dan kadang-kadang sulit untuk dieksplorasi. Growing. Model ini memfokuskan pengajaran pada pengembangan kecerdasan, fisik, dan emosi siswa. Tugas guru adalah menyediakan situasi dan pengalaman untuk membantu siswa dalam perkembangan mereka. Ini merupakan model yang berpusat pada siswa (a child-centred model), di mana mata pelajaran penting, tidak sebagai tujuan, tetapi sepanjang sesuai dengan kebutuhan siswa dan berada dalam minat siswa. Menurut Fox, masing-masing model di atas mempunyai pengaruh yang penting pada tindakan dan komitmen guru, dan mendukung terbangunnya etos sekolah. Pertanyaannya, model mana yang seharusnya diikuti oleh kita? Untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut perlu kita analisis beberapa hal yang berkaitan dengan pendidikan di bawah ini. Namun sebelumnya, ada baiknya Anda cermati duludefinisi guru sukses agar pemahaman kita lebih menyeluruh. Hakikat Pendidikan Secara filosofis universal, pendidikan bertujuan untuk perkembangan individu. Hal ini dapat dilihat dari tujuan pendidikan sebagaimana disampaikan oleh Hamm. Dia merujuk pendapat Hirst tentang hakikat pendidikan, yang kemudian membawanya pada kesimpulan bahwa tujuan pendidikan adalah perkembangan. Sejalan dengan pendapat Hirst tadi, John Dewey mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalan pertumbuhan dan perkembangan. Sementara itu menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan. Pendidikan nasional juga berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (pasal 3). Berdasarkan uraian di atas, maka pendidikan dapat dikatakan sebagai usaha untuk mengembangkan potensi peserta didik (siswa) agar menjadi manusia yang dicita-citakan, yang dilakukan secara sadar dan terencana. Karena dalam proses pembelajaran sebagai

proses pendidikan itu terjadi aktivitas mengajar (oleh guru) dan aktivitas belajar (oleh siswa), maka mengajar dapat dimaknai sebagai upaya pengembangan potensi siswa. Jadi, mengajar berarti mengembangkan potensi siswa. Dengan demikian, dari empat definisi di atas, definisi yang paling sesuai adalah definisi yang terakhir yaitu sebagai penumbuhkembangan potensi siswa (growing).

Pemilihan definisi tersebut mengandung implikasi bahwa dalam proses pembelajaran, guru harus memfasilitasi siswa untuk mengembangkan potensi dirinya: bukan sekadar menyampaikan materi pelajaran. Meskipun di dalamnya juga termasuk penyampaian informasi dan pembentukan, namun proses tersebut dikemas dalam pengembangan, dan berpusat pada siswa. Siswalah yang harus mengembangkan potensinya sendiri, guru/dosen hanya memfasilitasi. Karena pendidikan berbentuk proses pembelajaran, yang intinya guru/dosen mengajar dan siswa belajar, maka berdasarkan konteks ini, mengajar seyogyanya dimaknai sebagai penumbuhkembangan potensi siswa. Kenyataannya, banyak guru/dosen memaknai mengajar sebagai menyampaikan materi. Hal ini dapat kita amati dalam praktis pembelajaran sehari-hari. Guru/dosen mengajar siswa dengan cara menerangkan pelajaran, kemudian siswa diharapkan menguasai materi tersebut. Untuk membuktikan bahwa siswa telah menguasai materi yang diajarkan oleh guru/dosen, guru/dosen kemudian mengadakan tes atau ulangan. Hasil dari pekerjaan siswa itulah yang dijadikan pedoman untuk menetapkan apakah siswa telah menguasai materi pelajaran atau belum. Akibat dari proses yang demikian adalah bahwa siswa cenderung dijadikan objek uji coba oleh guru/dosen. Cek juga tentang perlunyamemahami indera belajar siswa ketika mengajar agar kita lebih sukses. Paradigma Baru Sesuai dengan tuntutan reformasi, maka pendidikan perlu merujuk pada paradigma nasional, yaitu demokratisasi dan desentralisasi. Pembelajaran demokratis yang berarti pembelajaran dari siswa, oleh siswa, dan untuk siswa tidak akan terwujud jika guru/dosen menggunakan paradigma mengajar sebagai menyampaikan materi pelajaran. Untuk melengkapi pemahaman Anda tentang apa yang harus dilakukan guru/dosen ketika mengajar, lihat juga artikel tentang peranan guru sebagai agen pembelajaran,

Mengajar dengan Cinta Tugas utama guru/dosen sebagai agen pembelajaran adalah mengajar siswa di kelas yang diampunya. Ketika mengajar, seorang guru/dosen tidak bekerja sendirian melainkan membutuhkan kerja sama orang lain yakni siswa yang diampunya. Sebab itu apabila guru/dosen mampu memasukkan unsur cinta ketika mengajar, maka hasilnya tentu akan lebih baik dan membahagiakan. Mengajar dengan cinta merupakan salah satu upaya untuk memudahkan guru/dosen mencapai keberhasilan. Seperti telah umum kita ketahui, bahwa sebagai agen

pembelajaran, guru/dosen tidak bekerja sendirian. Dia membutuhkan kerja sama dan dukungan dari orang lain, terutama siswa atau peserta didiknya. Melalui siswa inilah keberhasilan atau kegagalan seorang guru lebih mudah diketahui. Boleh dikatakan, keberhasilan seorang guru sangat ditentukan oleh keberhasilan muridmuridnya. Begitu pula, kegagalan guru sering terjadi karena ketidakmampuannya memfasilitasi siswa mencapai hasil belajar secara optimal. Bisa saja, misalnya dalam kondisi tertentu, guru/dosen menyalahkan siswa-siswinya yang tidak mau belajar. Atau bahkan menyalahkan orang tua yang tidak mau membimbing anak-anaknya belajar di rumah. Tapi dalam konteks pembelajaran di sekolah, kesalahan tetap ada pada guru/dosen. Bukankah guru/dosen adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan pembelajaran di kelas? Taruhlah misalnya siswa tidak siap dengan materi pembelajaran, sehingga sulit mengikuti penjelasan guru/dosen. Dalam hal ini, bukankah guru/dosen juga memiliki tanggung jawab untuk mengetahui latar belakang siswanya, sehingga tahu kelebihan dan kekurangannya. Untuk menyegarkan ingatan tentang perlunya memahami indera belajar siswa ketika kita mengajar, coba cek kembali artikel tentang Memahami Indera Belajar Siswa. Dengan demikian, guru dapat mengambil tindakan yang tepat agar siswa dapat mengikuti pelajaran dengan sebaik-baiknya dan mencapai hasil yang terbaik. Jadi, guru/dosen memang harus benar-benar menjadi ayah atau ibu bagi murid-muridnya.

Sebagai orang tua, kita tidak pernah menimpakan kesalahan sepenuhnya kepada anakanak kita ketika mereka melakukan kesalahan. Kita lebih sering mengambil tanggung jawab atas apa yang anak-anak kita tidak sanggup memikulnya. Ya, kita bisa melakukan ini karena kita mencintai anak-anak kita. Guru/dosen pun sesungguhnya dapat melakukan hal yang sama, seperti orang tua berbuat kepada anak-anaknya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui mengajar dengan cinta. Dengan cinta, pembelajaran akan lebih menyenangkan dan bermakna. Dengan cinta, upaya guru dalam memfasilitasi siswa agar berhasil akan lebih bersungguhsungguh, sehingga hasilnya pun akan lebih baik. Dengan cinta pula, guru/dosen lebih terkontrol ucapan dan tindakannya di depan kelas. Ya, cinta memang bisa menjadi sumber energi positif bagi keberhasilan pembelajaran, bahkan bagi manajemen tingkat tinggi sekali pun. Guru/dosen yang mengajar dengan cinta, jelas lebih tinggi pengabdiannya bagi dunia pendidikan. Dengan pengabdian yang tinggi ini, tentunya keberhasilan lebih terjamin. Jelas, guru yang mampu mengajar dengan cinta ini akan menjadi guru/dosen yang profesional sekaligus bermartabat. Cek kembali artikel tentangDefinisi Guru Sukses.

Merancang Pembelajaran Yang Menarik Suatu hari, ketika saya meminta pendapat beberapa siswa kelas V-VI Sekolah Dasar perihal pembelajaran yang menarik sehingga menjadikan mereka berprestasi lebih baik, saya mendapatkan jawaban yang menakjubkan. Betapa tidak, siswa yang rata-rata berumur di bawah 11 tahun itu bisa memberikan jawaban yang cukup lengkap bagi penyelenggaraan proses pembelajaran yang berkualitas, suatu jawaban yang biasanya hanya muncul dari guru-guru berpengalaman. Inilah rangkuman jawaban mereka jika dikalimatkan ulang: Pembelajaran yang menarik adalah pembelajaran yang di dalamnya ada cerita, ada nyanyian, ada tantangan, dan ada pemenuhan rasa ingin tahu siswa. Gurunya santai dan humoris, namun memiliki kesungguhan dalam membantu siswa menguasai materi pelajaran melalui cara-cara yang mudah, cepat, dan menyenangkan. Gurunya mengerti dan memahami kondisi siswa, serta memberikan perhatian penuh kepada kelas. Selain itu guru/dosen juga memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk maju dan berkembang, tidak hanya pada siswa-siswa tertentu saja. Coba kita bandingkan pendapat siswa di atas dengan pengertian dari kamus. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata menarik yang sesuai dalam konteks ini adalah: (1) menyenangkan (menggirangkan hati, menyukakan); dan (2) mempengaruhi atau membangkitkan hasrat untuk memperhatikan (Depdikbud, 2002:1145). Dengan demikian, merujuk pada pengertian kamus tersebut, pembelajaran yang menarik hanya mencakup dua unsur, yaitu: siswa senang dan siswa memperhatikan. Atau dengan kata lain, pembelajaran yang menarik adalah pembelajaran yang menyenangkan hati sehingga siswa mau memperhatikan. Tentu saja pengertian demikian kurang lengkap. Dalam proses pembelajaran, siswa memang harus senang dan memperhatikan. Tetapi kalau ini ukurannya (siswa senang dan memperhatikan), mungkin tujuan pembelajaran tidak tercapai. Pasalnya, siswa bisa saja bertindak seolah-olah (seolah-olah senang atau seolah-olah memperhatikan) untuk membuat guru merasa senang (sehingga tidak marah-marah kepada siswa?). Apalagi jika guru/dosen hanya memilih salah satu saja: siswa senang atau siswa memperhatikan. Jika ini yang terjadi, maka guru/dosen boleh jadi hanya mengajar siswa dengan menyanyi dan tepuk tangan; atau guru/dosen bertindak keras dengan memberikan hukuman bagi siswa yang tidak memperhatikan atau gagal mencapai tujuan belajar. Pendapat siswa tentang pembelajaran yang menarik di atas jelas lebih menyeluruh. Pembelajaran yang di dalamnya ada cerita atau nyanyian atau tantangan yang terjangkau tentu saja akan membangkitkan hasrat siswa untuk mengikutinya karena pada umumnya siswa suka dengan cerita atau nyanyian atau tantangan.

Namun pembelajaran yang menarik bukanlah sekadar menyenangkan yang tanpa target. Ada sesuatu yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran, yaitu pengetahuan atau keterampilan baru. Jadi, pembelajaran yang menarik haruslah memfasilitasi siswa untuk berhasil mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, dengan cara yang mudah, cepat, dan menyenangkan; dan, pendapat ini justru disampaikan oleh siswa. Adapun manfaat dari pembelajaran yang menarik tersebut, karena dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan beban psikiologis siswa, tentunya akan mengefektifkan sekaligus mengefisienkan aktivitas belajar-mengajar di kelas. Kita menyadari bahwa pembelajaran yang efektif dan efisien membutuhkan kerja sama yang kompak antara guru dan siswa. Dalam proses pembelajaran itu harus terjadi interaksi yang intensif antarberbagai komponen sistem pembelajaran (guru/dosen, siswa, materi belajar, lingkungan). Lebih-lebih jika kita menginginkan proses pembelajaran yang standar, yaitu proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik sebagaimana diamanatkan oleh pasal 19 ayat (1) PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, jelas, pertama-tama pembelajaran harus menarik. Empat Hal Dasar Untuk mewujudkan pembelajaran yang menarik (sekaligus efektif dan efisien), William Watson Purkey dalam artikelnya berjudulPreparing Invitational Teachers for Next-Century Schools (dalam Slick, 1995:1-3) menyarankan empat hal yang harus ada dan dipenuhi dalam setiap proses pembelajaran, demi untuk memberikan tujuan dan arah yang jelas. Keempat hal dasar tersebut meliputi: kepercayaan (trust), rasa hormat (respect), optimisme (optimism), dan kesengajaan (intentionality). Kepercayaan. Proses pembelajaran seyogyanya merupakan kegiatan bersama dan saling mendukung antara guru dan siswa, di mana proses sama pentingnya dengan produk. Dalam praktik pembelajaran harus terjadi suatu pengenalan atas saling ketergantungan di antara sesama manusia. Ungkap dia: Attempting to teach students without involving them in the process is a lost cause. Bahkan andaikata usaha untuk membuat siswa melakukan apa yang diinginkan oleh guru tanpa kerja sama mereka dianggap berhasil, energi yang dihabiskan oleh guru biasanya tidak sepadan dengan apa yang dicapai. Rasa hormat. Rasa hormat dapat diwujudkan dengan kepedulian yang mendalam kepada para siswa dan perilaku yang memadai yang ditunjukkan oleh guru. Harus dipahami bahwa setiap orang pasti mampu, bernilai, dan cakap untuk menjadi bertanggung jawab; dan mereka harus diperlakukan secara benar. Rasa saling-menghormati di antara guru dan siswa, adalah dasar bagi terbangunnya tanggung jawab bersama, sebagai unsur sangat penting yang harus ada dalam setiap kelas.

Optimisme. Setiap orang mempunyai potensi yang tak terbatas. Keunikan manusia adalah tidak-adanya batasan yang jelas mengenai potensi yang telah ditemukan. Pembelajaran yang menarik tidak akan ada artinya apabila optimisme mengenai potensi manusia terabaikan. Kesengajaan. Potensi manusia dikenali terutama dengan tempat, proses, dan program yang dirancang untuk merangsang perkembangan; dan ini dapat dilakukan guru yang dengan sengaja membuat dirinya menarik, bagi diri sendiri dan orang lain, secara pribadi maupun secara profesional. Pendekatan Pembelajaran Ada beberapa pendekatan atau model bagi penyelenggaraan proses pembelajaran yang menarik. Misalnya: CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) atau PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Atau yang berasal dari mancanegara (dari buku terjemahan), seperti: Quantum Teaching (DePorter, 2001), Accelerated Learning (Meier, 2002). Guru/dosen dapat mempraktikkan model atau pendekatan pembelajaran seperti disebutkan di atas, termasuk dari buku-buku terjemahan, dengan penyesuaian tertentu. Boleh juga guru/dosen merancang model sendiri, atau memodifikasi model yang sudah ada dan disesuaikan dengan kondisi lapangan. Namun, model apa pun yang digunakan, unsur-unsur seperti yang disarankan oleh Purkey dan pendapat siswa di atas harus dipenuhi. Yang harus dipahami, model atau pendekatan itu hanya alat. Semua kembali kepada siapa yang menggunakan (the man behind the gun). Sebagus apa pun alatnya, kalau tidak didukung dengan kemampuan dan kemauan pemakainya, alat itu tidak banyak gunanya. Dan untuk hal-hal yang menyangkut peningkatan mutu pendidikan, kembalinya adalah pada guru/dosen sebagai pelaksana di lapangan, yaitu guru yang berkualitas dan memiliki komitmen tinggi untuk membantu siswa mencapai keberhasilan. Komitmen di antaranya dipengaruhi oleh kedalaman pemahaman dan keluasan wawasan tentang hal-hal yang terkait dengan tugas. Jika guru/dosen memiliki pemahaman dan wawasan yang baik tentang tugasnya, ia akan memiliki komitmen yang baik pula. Jadi dengan banyak membaca, melihat, merenung atau merefleksi diri, berdiskusi dengan teman sejawat termasuk dengan siswa, atau melakukan penelitian tentang keberhasilan pembelajaran, guru akan mampu menyelenggarakan pembelajaran yang menarik.

METODE MENGAJAR JANGAN MEMBOSANKAN Komandan Komando Pengembangan dan Pendidikan TNI AL (Dankobangdikal) Laksda TNI Sumartono meminta agar dalam proses transfer ilmu pengetahuan, seorang tenaga pendidik harus menguasai materi pelajaran serta dengan menggunakan sistem mengajar yang tidak membosankan. Hal tersebut diungkapkan Dankobangdikal saat menutup Pelatihan Micro Teaching yang diikuti oleh 60 peserta di gedung Ewa Pangalila, Kobangdikal, Surabaya (14/8). Pelatihan yang dilaksanakan selama tiga minggu tersebut merupakan salah satu upaya TNI AL untuk memberikan bekal pengetahuan dan pembelajaran yang baik dan benar kepada personel yang bertugas di lembaga pendidikan agar mampu memiliki kemampuan yang memadai sebagai tenaga pendidik dalam meningkatkan kemampuan prajurit TNI AL. Pelatihan bagi instruktur ini juga merupakan bagian dalam menghasilkan anak didik berkualitas. Untuk itu, kebijakan TNI AL untuk memberdayakan lembaga pendidikan, menggariskan perhatianyang lebih proporsional terhadap kualitas tenaga pendidik dan kependidikan. Perwujudan perhatian diberikan melalui kesempatan untuk mengikuti pelatihan ini dengan orientasi meningkatkan kemampuan profsinya, ujarnya. Dankobangdikal berharap agar pelatihan ini akan memberikan hasil nyata dan bermanfaat bagi peningkatan mutu pembelajaran dalam menghasilkan lulusan prajurit matra laut yang memiliki kompetensi dan lebih berkualitas sehinga siap pakai sesuai kebutuhan organisasi. Keberhasilan tersebut, lanjut orang nomor satu di Kobangdikal itu, tidak terlepas dari atensi dan peran aktif dari seluruh peserta baik saat ceramah maupun lattek mengajar. Semoga ketrampilan mengajar saudara tidak hanya berhenti sampai disini melainkan dapat serus dikembangkan sesuai kebutuhan di lapangan, ujar Dankobangdikal. Selain itu, perlu diperhatikan kemampuan mentarnsfer ilmu kepada siswa dengan baik, menguasai materi dan tidak membosankan. (Penkobangdikal) posted @ Friday, August 14, 2009 11:34 AM by dispenal http://www.tnial.mil.id/Artikel/tabid/61/articleType/ArticleView/articleId/1931/Default.aspx

PERAN GURU SEBAGAI MOTIVATOR DALAM PEMBELAJARAN Hari Senin tanggal 07 Februari 2009 jam pelajaran kedua aku berada kelas 9 b. Hanya dua siswa yang tidak masuk, keduanya ada surat ijin karena sakit. Pelajaran aku mulai dengan apresepsi selama kurang lebih 5 menit. Pada waktu apresepsi sudah selesai siswa putra mulai gaduh saling berebut kertas warna putih. Ku dekati salah satu siswa tersebut. Aku bertanya Apakah yang diperebutkan ? Jawabnya Lembar tugas yang ibu berikan Minggu kemarin, saya meminjam kepunyaan Lina, Bu. Dan ternyata ada delapan siswa putra yang tidak mengerjakan tugas, bahkan lembar kerjanya kesemuanya tertinggal dirumah. Sedangkan tiga puluh dua siswa lainnya mengerjakan tugas dengan baik. Guru sebagai agen pembelajaran mempunyai peran yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini peran guru terkait dengan peran siswa dalam belajar. Pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah peran tersebut sangat tinggi, karena ada gejala pada diri siswa malas belajar, membolos sekolah, menjawab hanya asal kena (clometan), senda gurau, menggunakan HP bila guru menjelaskan bahan-bahan yang sekiranya perlu difahami hal ini merupakan ketidaksadaran siswa tentang belajar.

Siswa dalam belajar memiliki bermacam-macam motivasi. Menurut Biggs dan Telfer motivasi tersebut adalah sebagai berikut: (1) motivasi instrumental; (2) motivasi social; (3) motivasi instriksik. dan (4) motivasi berprestasi. Motivasi instrumental maksudnya bahwa siswa belajar karena didorong adalah hadiah atau menghidari dari hukuman. Motivasi sosial maksudnya adalah siswa belajar penyelenggaraan tugas, berarti keterlibatan pada tugas menonjol. Motivasi instriksik maksudnya belajar karena keinginan dari diri sendiri. Motivasi instrumental dan motivasi social termasuk kondisi eksternal sedang motivasi instriksik dan motivasi berprestasi termasuk kondisi internal. Motivasi berprestasi dibedakan motivasi berprestasi tinggi dan motvasi berprestasi rendah. Siswa memiliki motivasi berprestasi dan motivasi instriksik diduga siswa akan berusaha belajar segiat mungkin. Pada motivasi instriksik maka ditemukan sifat perilaku sebagai berikut: (1) siswa kualitas keterlibatnya dalam belajar sangat tinggi berarti guru tinggal memelihara semangat, (2) Perasaan dan keterlibatan ranah afektif tinggi; dalam hal ini guru memelihara keterlibatan belajar siswa. (3) motivasi ini sifatnya memelihara sendiri. Dengan demikian guru harus memeliharan keterlibatan siswa dalam belajar. Guru harus benar-benar memahami motivasi belajar siswanya dan kemudian memberi motivasi yang tepat. Apabila siswa motivasi berprestasi tinggi, lebih berkeinginan meraih keberhasilan, lebih terlibat dalam tugas-tugas dan tidak menyukai kegagalan, maka dalam hal ini tugas guru menyalurkan semangat kerja keras, dan apabila siswa memiliki motivasi berprestasi rendah, yang pada umumnya lebih suka menghindari dari tugas, maka guru sebaiknya memberi motivasi yang lebih agar siswa tersebut sadar akan belajar dan diharapkan guru mampu berkreasi dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran. http://gurupkn3smp.blogspot.com/2009/02/peran-guru-sebagai-motivator-dalam.html

Agen Pembelajaran Guru/dosen Sebagai Agen Pembelajaran


Banyak tugas harus dilaksanakan oleh guru sebagai orang yang sangat berperan dalam dunia pendidikan. Salah satunya adalah sebagai agen pembelajaran. Guru/dosen sebagai agen pembelajaran berperan memfasilitasi siswa agar dapat belajar secara nyaman dan berhasil menguasai kompetensi yang sudah ditentukan. Untuk itu guru yang agen pembelajaran ini perlu merancang, agar proses pembelajaran berjalan lancar, dan mencapai hasil optimal. Tiga hal harus dipertimbangkan dalam menyusun rancangan pembelajaran, yakni: persiapan, pelaksanaan, dan penilaian. Apabila ketiga hal ini sudah terlaksana, maka satu tambahan yang harus dipertimbangkan agen pembelajaran adalah melakukan refleksi. Berikut ini disajikan penjelasan singkat mengenai hal-hal dimaksud. Persiapan. Apa pun pekerjaan kita, apabila kita menginginkan hasil maksimal, maka kita harus membuat persiapan yang matang. Begitu juga dalam proses pembelajaran. Seorang guru yang menjadi agen (agen pembelajaran) tidak akan dapat melaksanakan tugasnya sebagai agen yang baik tanpa adanya persiapan

yang baik pula. Yang perlu dipertimbangkan agen pembelajaran dalam persiapan ini, terkait dengan kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa, ialah bagaimana menyiapkan materi pembelajaran, fasilitas atau media pembelajaran yang tepat, skenario pembelajaran apa yang akan diterapkan untuk membantu siswa mencapai kompetensi, kemudian bagaimana melaksanakan evaluasinya. Pelaksanaan. Pelaksanaan pembelajaran seyogianya merujuk pada persiapan yang sudah ditentukan, meskipun tidak harus kaku. Dengan merujuk pada persiapan yang sudah ada, tugas guru sebagai agen pembelajaran ini akan lebih mudah, dalam kaitannya dengan pencapaian kompetensi yang harus dikuasai peserta didik atau siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran, siswa biasanya akan bekerja dengan baik jika suasana hatinya memang sedang baik. Artinya, siswa akan bekerja secara maksimal apabila mereka tidak sedang dalam keadaan tertekan. Sebab itu perlu diciptakan suasana yang menyenangkan. Di samping menyenangkan, suasana belajar dan pembelajaran harus pula menantang rasa ingin tahu siswa, memotivasi untuk bekerja terbaik, menginspirasi, dan mampu mengembangkan kreativitas siswa. Penilaian. Setiap kegiatan pembelajaran harus diukur hasilnya. Karena itu agen pembelajaran juga harus melakukan penilaian atas apa yang dilakukan bersama siswa dalam proses pembelajaran. Tolok ukur dalam menyusun alat penilaian adalah kompetensi atau tujuan pembelajaran. Misalnya tujuan atau kompetensinya: siswa mampu menceritakan Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, maka penilaian yang dilakukan pun harus tepat. Misalnya masing-masing siswa disuruh bercerita satu per satu, atau melalui tes tertulis, baik bentuk objektif maupun bentuk uraian. Jelasnya, teknik dan jenis penilaian tergantung pada kebutuhan, terserah agen mau pilih yang mana, yang penting memenuhi unsur validitas dan reliabilitas. Refleksi. Refleksi penting dilakukan untuk tindak lanjut. Apabila dari hasil penilaian diketahui bahwa prestasi siswa sudah sesuai dengan yang diharapkan, atau siswa sudah mencapai kompetensi belajar, maka pelajaran di waktu yang akan datang dapat dilanjutkan ke materi berikutnya. Sebaliknya, apabila dari hasil penilaian itu diketahui bahwa hasil belum sesuai yang diharapkan, maka agen pembelajaran dan siswa dapat mendiskusikan mengenai hal-hal yang membuat siswa belum berhasil. Mungkin pembelajaran harus diulang untuk seluruh kelas, atau siswa yang sudah menguasai kompetensi dapat membantu teman-temannya yang belum menguasai kompetensi tadi agar dapat menguasainya. Selain itu, refleksi juga berguna untuk membiasakan peserta didik melakukan introspeksi, mawas diri, menilai diri sendiri, atau apa pun namanya, sehingga membangun kesadaran untuk menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Apabila guru sebagai agen pembelajaran dapat melaksanakan keempat kegiatan (persiapan, pelaksanaan, penilaian, dan refleksi) dalam setiap proses pembelajaran secara baik, maka berarti tugas guru sebagai agen pembelajaran ini sudah berada pada jalur yang benar. Ini akan semakin memudahkan sang agen dalam

mewujudkan cita-citanya menjadi guru profesional, sebagai bagian dari karakteristik seorang guru yang sukses.
http://www.gurusukses.com/agen-pembelajaran

Kompetensi Dasar Guru sebagai Agen Pembelajaran (Implementasi dari Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen)
4 Votes (Disajikan dalam workshop Bedah Profesionalisme guru pada 7 Maret 2010 di Wonosobo)

Masalah yang terus menjadi masalah dalam dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa kurang di dorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan sistematis. Proses pembejaran lebih diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi. Otak siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi tersebut dan tidak berupaya untuk menghubungkannya dengan kehidupan seharihari. Akibatnya ketika peserta didik kita lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi miskin dalam aplikasi. Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Mata pelajaran sains tidak dapat mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir kritis dan sistematis, karena strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik dalam proses pembelajaran. Mata pelajaran agama, tidak dapat mengembangkan sikap yang sesuai dengan norma-norma agama, karena proses pembelajaran hanya diarahkan agar siswa bisa menguasai dan menghafal materi pembelajaran. Mata pelajaran bahasa tidak diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, karena yang dipelajari lebih banyak bahasa sebagai ilmu bukan sebagai alat komunikasi. Anak hafal masalah perkalian dan pembagian, tetapi mereka bingung berapa harus membayar manakala ia disuruh membeli 2,5 kg telur, dengan harga satu kilogram Rp 12.500,-; Anak juga hafal langkah-langkah berpidato, tetapi mereka bingung ketika mereka disuruh bicara di muka umum. Gejala-gejala seperti ini merupakan gejala umum dari hasil proses pendidikan kita.

Pendidikan di sekolah terlalu menjejali otak siswa dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal. Pembelajaran tidak diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan kata lain proses pendidikan kita tidak pernah diarahkan untuk membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia yang kreatif dan inovatif. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Terdapat beberapa hal yang perlu ditanggapi dari konsep pendidikan menurut undang-undang tersebut. Pertama, pendidikan adalah suatu usaha sadar yang terencana, hal ini berarti proses pendidikan di sekolah bukanlah proses yang dilaksanakan asal-asalan dan untung-untungan, akan tetapi proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa diarahkan pada pencapaian tujuan. Kedua, proses pendidikan yang terencana diarahkan untuk mewujutkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Hal ini berarti pendidikan tidak boleh mengesampingkan proses dan hasil belajar. Akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar yang terjadi pada diri siswa. Dengan demikian, dalam pendidikan antara proses dan hasil harus berjalan secara seimbang. Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan itu harus berorientasi kepada siswa (student active learning). Keempat, akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan siswa memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, membentuk kepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini berarti proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau intelektual, serta pengembangan ketrampilan siswa. Ketiga aspek inilah (sikap, kecerdasan, dan ketrampilan) arah dan tujuan pendidikan yang harus diupayakan. Tampaknya pelaksanaan pendidikan kita di sekolah belum sesuai dengan harapan tersebut. Mengapa demikian?. Banyak komponen yang dapat mempengaruhinya. Dengan tidak mengesampingkan faktor lain, komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen guru. Hal ini memang wajar, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar. Bagaimanapun bagus dan idealnya

kurikulum pendidikan, bagaimanapun lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan, tanpa diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplementasikannya, maka semuanya akan kurang bermakna. Oleh sebab itu, untuk mencapai proses dan hasil pendidikan seperti yang diharapkan, sebaiknya dimulai dengan menganalisis komponen guru. Dalam rangka pencapaian hasil dan proses pembelajaran seperti yang diharapkan, maka upaya pertama yang harus dilakukan adalah memposisikan guru sebagai pekerja yang profesional, mengapa demikian?. Sebab banyak orang termasuk guru sendiri yang meragukan bahwa jabatan guru merupakan jabatan profesional. Ada yang beranggapan bahwa setiap orang bisa menjadi guru. Si Dadap, si Waru, atau siapa saja, walaupun mereka tidak memahami ilmu keguruan dapat saja dianggap sebagai guru, asalkan paham materi pelajaran yang akan diajarkannya. Apakah pandangan seperti itu benar?. Apabila mengajar dianggap hanya sebagai proses penyampaian materi pelajaran, pendapat semacam itu ada benarnya. Konsep mengajar yang demikian, tentunya sangat sederhana, yaitu asal paham informasi yang akan diajarkannya kepada siswa, maka ia dapat menjadi guru. Tetapi mengajar tidak sesederhana itu bukan?. Mengajar tidak sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu dalam poses mengajar terdapat kegiatan membimbing, melatih keterampilan ntelektual, keterampilan psikomotorik, dan memotivasi siswa agar memiliki kemampuan inovatif dan kreatif. Oleh karena itu seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan materi pembelajaran, termasuk di dalamnya memanfaatkan bebagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektifitas pembejaran. Dengan demikian, seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, yaitu kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang lain yang bukan guru. Itulah sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusus hasil dari proses pendidikan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Untuk meyakinkan bahwa guru sebagai pekerjaan profesional, marilah kita tinjau ciriciri pokok dari pekerjaan profesional : (a) Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya. Seorang dokter, psikolog, saintis, ekonom, dan berbagai profesi lainnya dihasilkan dari lembaga-lembaga pendidikan yang relevan dengan profesi tersebut, (b) Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, (c) Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latarbelakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latarbelakang pendidikan akademik sesuai profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya.

Dari ketiga ciri perkerjaan profesional yang disebutkan di atas, lalu apa ciri-ciri guru yang profesional dan apa saja yang harus dibekali oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan untuk menghasilkan calon-calon guru yang profesional? Berikut marilah kita simak ciri-ciri guru yang profesional. Ada tujuh komponen yang harus dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai guru yang profesional, yaitu : a. Guru sebagai sumber belajar; Peran guru sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran dengan baik dan benar. Guru yang profesional manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebagai sumber belajar, guru harus memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan siswanya. Guru harus mampu menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata siswa lainnya.Guru harus mampu melalukan pemetaan materi pelajaran, misalnya dengan menentukan materi inti (core), yang wajib dipelajari siswa, mana materi tambahan, dan mana materi yang diingat kembali karena pernah di bahas. b. Guru sebagai fasilitator; Sebagai fasilitator guru guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilitator, ada beberapa hal yang harus dipahami guru. Pertama, guru perlu memahami bebagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing media tersebut. Pemahaman terhadap media penting, belum tentu suatu media cocok digunakan untuk mengajarkan semua bahan pelajaran. Kedua, guru perlu mempunyai ketrampilan dalam merancang suatu media. Kemampuan merancang media merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional. Dengan merancang media yang cocok akan memudahkan proses pembelajaran, yang pada gilirannya tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal. Ketiga, guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan sebagai sumber belajar, termasuk memanfaatkan teknologi informasi. Perkembangan tehnologi informasi menuntut setiap guru untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi mutakhir. Melalui teknologi informasi memungkinkan setiap guru bisa menggunakan berbagai pilihan media yang dianggap cocok. Keempat, sebagai fasilitator guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. c. Guru Sebagai pengelola; Sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa.

Sebagai menager guru memiliki empat fungsi umum. Pertama, merencanakan tujuan belajar. Fungsi perencanaan merupakan fungsi yang sangat penting bagi seorang manajer. Kegiatan dalam melaksanakan fungsi perencanaan diantaranya memperkirakan tuntutan dan kebutuhan, menentukan tujuan, menulis silabus, menentukan topik yang akan dipelajari, mengalokasikan waktu, serta menentukan sumber yang diperlukan. Melalui fungsi ini guru berusaha menjembatani jurang dimana murid berada dan kemana mereka harus pergi. Keputusan semacam ini menuntut kemampuan berpikir kreatif dan imajinatif. Kedua, mengorganisasikan berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar. Fungsi pengorganisasian melibatkan penciptaan secara sengaja suatu lingkungan pembelajaran yang kondusif serta melakukan pendelegasian tanggung jawab dalam rangka mewujutkan tujuan program pembelajaran yang telah direncanakan. Ketiga memimpin yang meliputi memotivasi, mendorong, dan menstimulasi siswa. Fungsi memimpin adalah fungsi yang bersifat pribadi yang melibatkan gaya tertentu. Tugas memimpin adalah berhubungan dengan membimbing, mendorong, dan mengawasi siswa sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keempat mengawasi segala sesuatu apakah sudah berfungsi sebagaimana mestinya atau belum dalam rangka pencapaiaan tujuan. Fungsi mengawasi bertujuan untuk mengusahakan peristiwaperistiwa yang sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dalam batas-batas tertentu fungsi pengawasan melibatkan pengambilan pengawasan yang terstruktur, walaupun proses tersebut sangat kompleks. d. Guru sebagai demonstrator; Peran guru sebagai demonstrator adalah peran guru agar dapat mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator. Pertama, sebagai demonstrator berarti guru harus menunjukkan sifat-sifat terpuji dalam setiap aspek kehidupan, dan guru merupakan sosok ideal yang dapat diteladani siswa. Kedua, sebagai demonstrator guru harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa. e. Guru sebagai pembimbing; Seorang guru dan siswa seperti halnya petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat tumbuh dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga agar tanamannya itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama dan penyakit yang bisa menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat, hingga tanaman menghasilkan buah. Demikian juga halnya seorang guru. Guru tidak dapat memaksa agar siswanya jadi ini atau jadi itu. Siswa akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Agar guru dapat berperan sebagai pembimbing, ada dua hal yang harus dimiliki. Pertama, guru harus memahami anak didik yang sedang dibimbingnya. Misalnya memahami tentang

gaya dan kebiasaa belajarnya, memahami potensi dan bakatnya. Kedua, guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai, maupun merencanakan proses pembelajaran. Proses bimbingan akan dapat dilakukan dengan baik, manakala sebelumnya guru merencanakan hendak dibawa kemana siswanya, apa yang harus dilakukan, dan lain sebagainya. f. Guru sebagai motivator; Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kurangnya kemampuan. Tetapi disebabkan oleh kurangnya motivasi untuk belajar. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru ituntut kreatif untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Beberapa hal yang patut diperhatikan agar dapat membangkitkan motivasi belajar adalah sebagai berikut : 1) Memperjelas tujuan yang ingin dicapai, (2) membangkitkan minat siswa, (3)Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, (4) Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan siswa, (5) Memberikan penilaian yang positif, (6) Memberi komentar tentang hasil pekerjaan siswa, dan (7) menciptakan persaingan dan kerjasama. g. Guru sebagai evaluator; Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil akhir pembelajaran (berupa nilai atau angka-angka) tetapi juga dilakukan terhadap proses, kinerja, dan skill siswa dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa memegang peranan penting. Sebab melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang diajarkannya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga mereka layak diberikan program pembelajaran baru; atau malah sebaliknya siswa belum bisa mencapai standar minimal, sehingga mereka perlu diberikan remedial. Sering guru beranggapan bahwa evaluasi sama dengan melakukan tes, artinya guru telah melakukan evaluasi manakala ia telah melakukan tes. Hal ini tentu kurang tepat, sebab evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau makna tertentu pada sesuatu yang dievaluasi. Dengan demikian tes hanya salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan makna tersebut. Kelemahan yang sering terjadi dengan pelaksanaan eveluasi selama ini adalah guru dalam menentukan keberhasilan siswa terbatas hanya pada hasil tes yang dilakukan secara tertulis. Akibatnya sasaran pembelajaran hanya terbatas pada kemampuan siswa untuk mengisi soal-soal yang biasa keluar dalam tes. Oleh karena itu evaluasi semestinya juga dilakukan terhadap proses pembelajaran. Hal ini sangat penting sebab evaluasi terhadap proses pembelajaran pada dasarnya evaluasi terhadap keterampilan intelektual secara nyata. Disamping professional guru juga harus memiliki kompetensi social. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar

(Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir d). Karena itu guru harus dapat berkomunikasi dengan baik secara lisan, tulisan, dan isyarat; menggunakan teknologi komunikasi dan informasi; bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik; bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. Ada empat pilar pendidikan yang akan membuat manusia semakin maju:
1. Learning to know (belajar untuk mengetahui), artinya belajar itu harus dapat memahami apa yang dipelajari bukan hanya dihafalkan tetapi harus ada pengertian yang dalam. 2. Learning to do (belajar, berbuat/melakukan), setelah kita memahami dan mengerti dengan benar apa yang kita pelajari lalu kita melakukannya. 3. Learning to be (belajar menjadi seseorang). Kita harus mengetahui diri kita sendiri, siapa kita sebenarnya? Untuk apa kita hidup? Dengan demikian kita akan bisa mengendalikan diri dan memiliki kepribadian untuk mau dibentuk lebih baik lagi dan maju dalam bidang pengetahuan. 4. Learning to live together (belajar hidup bersama). Sejak Tuhan Allah menciptakan manusia, harus disadari bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi saling membutuhkan seorang dengan yang lainnya, harus ada penolong. Karena itu manusia harus hidup bersama, saling membantu, saling menguatkan, saling menasehati dan saling mengasihi, tentunya saling menghargai dan saling menghormati satu dengan yang lain.

Pada butir ke 4 di atas, tampaklah bahwa kompetensi sosial mutlak dimiliki seorang guru. Memang guru harus memiliki pengetahuan yang luas, menguasai berbagai jenis bahan pembelajaran, menguasai teori dan praktek pendidikan, serta menguasai kurikulum dan metodologi pembelajaran. Namun sebagai anggota masyarakat, setiap guru harus pandai bergaul dengan masyarakat. Untuk itu, ia harus menguasai psikologi sosial, memiliki pengetahuan tentang hubungan antar manusia, memiliki keterampilan membina kelompok, keterampilan bekerjasama dalam kelompok, dan menyelesaikan tugas bersama dalam kelompok. Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan dan juga sebagai anggota masyarakat, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Guru harus bisa digugu dan ditiru. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani. Guru sering dijadikan panutan oleh masyarakat, untuk itu guru harus mengenal nilai-nilai yang dianut dan berkembang di masyarakat tempat melaksanakan tugas dan bertempat tinggal. Sebagai pribadi yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru perlu memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat misalnya melalui kegiatan olahraga, keagamaan, dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak, pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.

Bila guru memiliki kompetensi sosial, maka hal ini akan diteladani oleh para murid. Sebab selain kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, peserta didik perlu diperkenalkan dengan kecerdasan sosial (social intelegence), agar mereka memiliki hati nurani, rasa perduli, empati dan simpati kepada sesama. Pribadi yang memiliki kecerdasan sosial ditandai adanya hubungan yang kuat dengan Allah, memberi manfaat kepada lingkungan, dan menghasilkan karya untuk membangun orang lain. Mereka santun dan peduli sesama, jujur dan bersih dalam berperilaku. Sumber kecerdasan adalah intelektual sebagai pengolah pengetahuan antara hati dan akal manusia. Dari akal muncul kecerdasan intelektual dan kecerdasan bertindak yang memandu kecerdasan bicara dan kerja. Sedangkan dari hati muncul kecerdasan spiritual, emosional dan sosial. Sosial inteligensi membentuk manusia yang setia pada kebersamaan. Apabila ada satu warganya yang menderita merupakan penderitaan bersama. Sebaliknya apabila ada kebahagiaan menjadi/merupakan kebahagiaan seluruh masyarakat. Dalam tingkatan nasional, sosial intelegensi membimbing para pemimpin untuk selalu peka terhadap kesulitan rakyatnya dengan mengutamakan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Cara mengembangkan kecerdasan sosial di lingkungan sekolah antara lain: diskusi, hadap masalah, bermain peran, kunjungan langsung ke masyarakat dan lingkungan sosial yang beragam. Jika kegiatan dan metode pembelajaran tersebut dilakukan secara efektif maka akan dapat mengembangkan kecerdasan sosial bagi seluruh warga sekolah, sehingga mereka menjadi warga yang peduli terhadap kondisi sosial masyarakat dan ikut memecahkan berbagai permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat. DAFTAR PUSTAKA: ________. Menjadi Guru Profesional: Sebuah Persfektif Kristiani, Bandung : Kalam Hidup, 1994. Mulyasa, E. Standaar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008. Peraturan Pemerintah RI No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Yamin, Martinis. Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta: Gaung Persada, 2006.
http://sunartombs.wordpress.com/2011/01/05/kompetensi-dasar-guru-sebagai-agenpembelajaran-implementasi-dari-undang-undang-nomor-14-tahun-2005-tentang-guru-dandosen

MEMPERSIAPKAN KOMPETENSI MENUJU SERTIFIKASI GURU


Oleh : Bahtiar Malingi (Dosen IAIN Mataram NTB - sedang menyelesaikan studi S2 di UNY Yogyakarta)

Kompetensi Guru

Sebenarnya apakah seorang guru itu harus profesional? Dalam pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa standar nasional pendidikan yang terdiri atas standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mengisyaratkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai bahwa guru haruslah orang yang memiliki instink sebagai pendidik, mengerti dan memahami peserta didik. Guru harus menguasai secara mendalam minimal satu bidang keilmuan. Guru harus memiliki sikap integritas profesional. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.

Kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, sekurangkurangnya meliputi (1) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, (2) pemahaman terhadap peserta didik, (3) pengembangan kurikulum/silabus, (4) perancangan pembelajaran, (5) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (6) pemanfaatan teknologi pembelajaran, (7) evaluasi proses dan hasil belajar, dan (8) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2. Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup (1) berakhlak mulia, (2) arif dan bijaksana, (3) mantap, (4) berwibawa, (5) stabil, (6) dewasa, (7) jujur, (8) mampu menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, (9) secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan (10) mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

3. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, sekurangkurangnya meliputi (1) berkomunikasi lisan, tulisan, dan/atau isyarat, (2) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional,(3) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta didik, (4) bergaul

secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku, dan (5) menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan dan semangat kebersamaan. 4. Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni yang sekurang-kurang meliputi penguasaan (1) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang diampunya, dan (2) konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang diampu.

Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (diciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (pedagogical content); (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 menyatakan bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban: a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; c. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; d. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai

agama dan e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

etika;

dan

http://bimakab.go.id/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=281

Inovasi Pembelajaran dan Peran Guru sebagai Agen Perubahan


Seiring dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru tidak perlu lagi menjadi pengkhutbah yang terus berceramah dan menjejalkan bejibun teori kepada siswa didik. Sudah bukan zamannya lagi anak diperlakukan bagai keranjang sampah yang hanya sekadar menjadi penampung ilmu. Peserta didik perlu diperlakukan secara utuh dan holistik sebagai manusia-manusia pembelajar yang akan menyerap pengalaman sebanyak-banyaknya melalui proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Oleh karena itu, kelas perlu didesain sebagai masyarakat mini yang mampu memberikan gambaran bagaimana sang murid berinteraksi dengan sesamanya. Dengan kata lain, kelas harus mampu menjadi magnet yang mampu menyedot minat dan perhatian siswa didik untuk terus belajar, bukan seperti penjara yang mengkrangkeng kebebasan mereka untuk berpikir, berbicara, berpendapat, mengambil inisiatif, atau berinteraksi. Saya kira tak ada seorang pun yang bisa membantah bahwa guru memiliki peran yang amat vital dalam proses pembelajaran di kelas. Gurulah yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengevaluasi, menganalisis hasil evaluasi, dan melakukan tindak lanjut. Dalam konteks demikian, gurulah yang akan menjadi aktor penentu keberhasilan siswa didik dalam mengadopsi dan menumbuhkembangkan nilai-nilai kehidupan hakiki. Ketika sang guru masuk kelas dan menutup pintu, di situlah sang guru akan menjadi pusat perhatian berpasang-pasang mata siswa didiknya. Mulai model potongan rambut, busana yang dikenakan, hingga sepatu yang dipakai akan ditelanjangi habis oleh murid-muridnya. Belum lagi bagaimana gaya bicara sang guru, caranya berjalan, atau kedisiplinannya dalam mengajar. Di mata sang murid, guru seolaholah diposisikan sebagai pribadi perfect yang nihil cacat dan cela. Itu juga makna yang tersirat dalam akronim digugu lan ditiru (dipercaya dan diteladani). Tidak heran kalau banyak kalangan yang berpendapat bahwa maraknya tindakan premanisme, korupsi, manipulasi, penyalahgunaan jabatan, pengingkaran makna sumpah pejabat, jual-beli ijazah, dan semacamnya, gurulah yang pertama kali dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap maraknya berbagai ulah anomali sosial semacam itu. Harus diakui tugas guru memang berat. Mereka tidak hanya dituntut untuk melakukan aksi lahiriah dalam bentuk kegiatan mengajar, tetapi juga harus melakukan aksi batiniah, yakni mendidik; mewariskan, mengabadikan, dan

menyemaikan nilai-nilai luhur hakiki kepada siswa didik. Ini jelas tugas dan amanat yang amat berat ketika nilai-nilai yang berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat sudah demikian jauh merasuk dalam dimensi peradaban yang chaos dan kacau. Ketika guru menyatakan bahwa korupsi itu haram dan melawan hukum, tetapi apa yang dilihat oleh anak-anak dalam praktik kehidupan sehari-hari? Ya, mereka bisa dengan mudah menyaksikan dengan mata telanjang betapa nikmatnya hidup menjadi koruptor. Hukum menjadi tak berdaya untuk menjerat mereka. Bahkan, mereka bisa bebas melenggang pamer kekayaan di tengah-tengah jutaan rakyat yang menderita dan terlunta-lunta akibat kemiskinan yang menggorok lehernya. Ironisnya, tidak sedikit koruptor yang justru merasa bangga ketika mereka bisa mempermainkan hukum. Jika keadaan mendesak, mereka bisa pasang jurus sakit pura-pura. (Kalau sakit beneran baru tahu rasa, hehehehe ) Ketika guru mengajak anak-anak untuk melestarikan dan mencintai lingkungan hidup, apa yang mereka saksikan? Ya, para pembalak dan preman-preman hutan ternyata juga setali tiga uang. Hukum seolah-olah telah lumpuh dan tak sanggup menjamah mereka. Jelas-jelas sebuah kondisi yang amat bertentangan secara diametral. Nilai-nilai luhur hakiki yang disemaikan di sekolah benar-benar harus berhadapan dengan berbagai penyakit sosial yang telah bersimaharajalela di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Lantas, bagaimana? Haruskah guru ikut-ikutan bersikap permisif dan membiarkan anak-anak larut dalam imaji amoral dan anomali sosial seperti yang mereka saksikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat? Haruskah gambaran tentang citra koruptor dan pembalak hutan yang hidup bebas dan lolos dari jeratan hukum itu kita biarkan terus berkembang dalam imajinasi anak-anak bangsa negeri ini? Gampangnya kata, haruskah anak-anak kita biarkan bermimpi dan bercita-cita menjadi koruptor dan pembalak hutan? Tunggu dulu! Kalau proses pembelajaran berlangsung monoton dan seadanya; guru cenderung bergaya indoktrinatif dan dogmatis seperti orang berkhotbah, upaya penyemaian nilai-nilai luhur hakiki saya kira akan sulit berlangsung dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Apalagi, kalau anak-anak hanya diperlakukan sebagai objek yang pasif, tidak diajak untuk berdialog dan berinteraksi. Maka, kegagalan penyemaian nilai-nilai luhur kepada siswa didik hanya tinggal menunggu waktu. Dalam konteks demikian, guru perlu mengambil langkah dan inisiatif untuk mendesain proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Guru memiliki kebebasan untuk melakukannya di kelas. KTSP sangat leluasa memberikan kesempatan kepada guru untuk menerapkan berbagai gaya dan kreativitasnya dalam kegiatan pembelajaran. Melalui kegiatan pembelajaran yang inovatif, atmosfer kelas tidak terpasung dalam suasana yang kaku dan monoton. Para siswa didik perlu lebih banyak diajak untuk

berdiskusi, berinteraksi, dan berdialog sehingga mereka mampu mengkonstruksi konsep dan kaidah-kaidah keilmuan sendiri, bukan dengan cara dicekoki atau diceramahi. Para murid juga perlu dibiasakan untuk berbeda pendapat sehingga mereka menjadi sosok yang cerdas dan kritis. Tentu saja, secara demokratis, tanpa melupakan kaidah-kaidah keilmuan, sang guru perlu memberikan penguatanpenguatan sehingga tidak terjadi salah konsep yang akan berbenturan dengan nilainilai kebenaran itu sendiri. Melalui suasana pembelajaran yang kondusif dengan memberikan kesempatan kepada siswa didik untuk bebas berpendapat dan bercurah pikir, guru akan lebih mudah dalam menyemaikan nilai-nilai luhur hakiki. Dengan cara demikian, peran guru sebagai agen perubahan diharapkan bisa terimplementasikan dengan baik. Meskipun korupsi, manipulasi, dan berbagai jenis penyakit sosial menyebar dan meruyak di tengah-tengah kehidupan masyarakat, melalui proses rekonstruksi konsep yang dibangunnya, anak-anak bangsa negeri ini mudah-mudahan memiliki benteng moral yang tangguh dalam gendang nuraninya sehingga pantang untuk melakukan tindakan culas yang merugikan bangsa dan negara. Nah, bagaimana? ***
Sumber: Inovasi Pembelajaran dan Peran Guru sebagai Agen Perubahan | RUANG PAWIYATAN http://pawiyatan.com/2009/04/20/inovasi-pembelajaran-dan-peran-gurusebagai-agen-perubahan/#ixzz1gst5tFoX Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial Share Alike

http://pawiyatan.com/2009/04/20/inovasi-pembelajaran-dan-peran-guru-sebagai-agenperubahan/

Oleh: Dr. ARIFIN, M.Si. (Guru Sosiologi SMA Islam Malang, dan Dosen FISIP Universitas Brawijaya Malang) Pendahuluan Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi membawa pengaruh perubahan yang luar biasa terhadap pola kehidupan ummat manusia di belahan bumi ini. Terjadi transformasi budaya pada seluruh sendi kehidupan masyarakat, sehingga perubahan demi perubahan terus terjadi baik pada ranah kompleks ide, kompleks kelakuan berpola, dan kompleks sistem teknologi (Koentjaraningrat, 1982; Sztompka. 2004). Disamping itu era globalisasi yang ditandai dengan transformasi informasi-tehnologi (IT) mengkondisi proses-proses kehidupan di berbagai bidang berada pada arus high competition yang begitu cepat dan mendasar dengan membawa beragam resiko kehidupan (Giddens, A.. 2001). Perubahan fenomena kehidupan terkini tersebut, ditangkap oleh pemerintah Indonesia dengan melakukan perubahan pada orientasi pembangunan nasional, yaitu dari lebih menekankan pada

orientasi economic recource development, bergeser untuk mulai memperhatikan ke human resource development. Khususnya dibidang pendidikan pemerintah telah menyusun Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, yang kemudian dijabarkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dalam rangka meningkatkan kualitas guru dan dosen, disusun pula Undang Undang No. 14 tahun 2005 tenang Guru dan Dosen, selanjutnya dikeluarkan Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, dan beberapa produk hukum lainnya. yang berkaitan dengan upaya pemerintah dalam mereformasi pembangunan bidang pendidikan. Semua produk hukum yang berkaitan dengan pendidikan tersebut pada dasarnya merupakan realitas teoritik (das sollen ) tentang komitmen pemerintah untuk memajukan sistem pendidikan nasional.

Persoalannya adalah, apa yang tersaji dalam realitas sehari-hari di lapangan (das sain), khususnya tentang kemampuan profesional guru masih belum terberdayakan secara maksimal, sehingga dari aspek pendidik banyak kendala yang muncul di lapangan dalam mengimplementasikan beragam peraturan tersebut (Depdiknas, 2006). Dalam dua tahun terakhir (sejak 2006) pemerintah telah memulai melakukan program sertifikasi guru, dan salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas profesional guru. Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa proses pembangunan pendidikan di Indonesia masih dihadapkan pada persoalan yaitu, adanya kesenjangan antara realitas teoritik (das sollen ) dengan realitas emipirik (das sain) dalam proses kualitas layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan, hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan analisis kajian deskriptif kualitatif, dengan fokus kajian tentang: Apa yang menjadi orientasi teoritik tentang agent of change?; (b) Bagaimana fungsi atau peran guru sebagai agent of change pembelajaran di kelas?; dan (c) Bagaimana langkah strategis dalam meningkatkan peran guru sebagai agent of change pembelajaran?. Tujuan analisis ini adalah ingin memberikan beberapa alternatif pemikiran pada para guru dalam meningkatkan peran mereka sebagai agen perubahan (agent of change) pembelajaran siswa di sekolah.

Orientasi Teoritik Tentang Agent of Change Hakikat pembelajaran adalah suatu proses perubahan tingkah laku anak (Wuryani, 2002; Sagala, S. 2006), yaitu perubahan dari tidak baik menjadi baik, dari tidak bisa mengerjakan sesuatu menjadi bisa mengerjakan sesuatu. Persoalan yang muncul adalah, faktor apakah yang paling menentukan bagi setiap individu mampu melakukan suatu perubahan dalam hidupnya?. Beragam teori telah dikemukakan oleh para ahli untuk menjawab persoalan tersebut, baik teori-teori yang berorientasi pada paham positivisme maupun idealisme (Lauer, R., 1978). Dalam analisis kajian ini, penulis lebih menekankan pada teori-teori yang berorientasi pada pandangan idealisme atau konstruktivisme, yang menempatkan faktor pikiran dan jiwa individu sebagai penentu terjadinya perubahan sosial-budaya (Sztompka. 2004), sedangkan teori-teori yang berorientasi positivis tidak dijelaskan atau tidak dijadikan sebagai orientasi dalam kajian ini. Diantara teori yang berorientasi idealisme dalam memandang makna, penyebab dan agen pendorong perubahan sosial-budaya adalah: Pertama, teori kepribadian kreatif oleh Everette Hagen. Diantara asumsi

dasar teori ini adalah: (a) faktor kunci terjadinya perubahan sosial-budaya ditentukan oleh kondisi psikologi atau kepribadian kreatif individu; (b) kepribadin individu yang selalu mendorong ke arah perubahan adalah kepribadian kreatif atau inovatif; dan (c) ciri kepribadian kreatif atau inovatif adalah menjunjung tinggi pengetahuan, otonomi, keteraturan hidup, humanis dan disiplin nurani serta tegas atau adil (Hagen, E., 1962). Jadi, menurut teori ini faktor kunci terjadinya perubahan sosialbudaya, termasuk aspek pembelajaran budaya di sekolah adalah berkembangnya kepribadian kreatif pada diri warga sekolah (pendidik, tenaga kependidikan dan siswa).

Kedua, teori kebutuhan berprestasi yang dikenal need for achievement atau n-Ach oleh David Mc. Cleeland. Diantara asumsi pokok teori ini adalah: (a) faktor utama penyebab terjadinya perubahan sosial-budaya adalah adanya dorongan dari dalam individu (pikiran dan jiwanya) untuk berkarya secara maksimal; (b) sikap mental selalu ingin berkarya (semangat berprestasi menjadi kebutuhan dasar hidupnya) yang berkembang di masyarakat akan menjadi penyebab perubahan kearah kemajuan; dan (c) mentalitas n-Ach tersebut harus terus ditanamkan sejak masa kanak-kanak (Mc-Clelland, D., 1961). Jadi, sejatinya yang menjadi dasar penyebab atau agen perubahan adalah faktor kualitas mental seseorang untuk selalu ingin berkarya dan berprestasi sepanjang usia hidupnya, kebutuhan untuk berkarya bagaikan darah yang mengalir dalam tubuh.

Ketiga, teori mentalitas modern oleh Alex Inkeles dan David Smith. Diantara ciri mentalitas modern yang mendorong terjadinya perubahan adalah: cinta pada perkembangan Iptek; selalu menjalin kontak dengan pihak lain; mentalitas kompetitif dan inovatif; orientasi hidup ke masa depan dan menghargai harkat martabat orang lain (Budiman, A,. 1995 ). Berdasarkan ketiga teori tersebut dapat disimpulkan, bahwa yang menjadi agen perubahan (agent of change) dalam proses kehidupan adalah para individu yang mempunyai kualitas jiwa, pikiran atau mentalitas positif dalam proses-proses sosialnya.

Diantara sikap mental positif yang akan menjadi penggerak perubahan sosial budaya antara lain: (a) cinta pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; (b) selalu menjalin kontak-komunikasi dengan orang lain atau dunia luar; (c) menjunjung tinggi prestasi orang lain dan pandangan karya untuk karya; (d) menghargai harkat dan martabat orang lain atau bersikap demokratis-humanis; (e) menghargai waktu dan berorientasi hidup ke masa depan; (f) melakukan sesuatu pekerjaan berdasarkan perencanaan yang matang; (g) merasa tidak puas terhadap karya budaya yang telah ada, dan selalu ingin membaharuhi hidup; dan (h) menjunjung tinggi nilai atau prinsip, bahwa upah sesuai dengan karya (Budiman, A,. 1995; Sztompka. 2004). Jadi, ketika seseorang memiliki ciri-ciri: kepribadian kreatif, mentalitas untuk berprestasi, dan mentalitas modern tersebut di atas, maka dia akan mampu berperan sebagai agen perubahan (agent of change) dalam kehidupan kelompoknya (Lauer, R., 1978).

Guru Sebagai Agent of Change Pembelajaran Siswa Dalam Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan Undang Undang No.14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen, bahwa kedudukan, peran dan fungsi guru sangat sentral dalam membangun kualitas pendidikan nasional. Merujuk pada beberapa peraturan perundangan bidang pendidikan tersebut di atas, baik berupa Undang Undang, Peraturan Pemerintah sampai Permendiknas, pada era sekarang dan akan datang setiap guru harus memiliki empat kompetensi dasar, yaitu: (1) Kompetensi pedagogik, meliputi: (a) kemampuan memahami peserta didik; (b) kemampuan memahami prinsip pembelajaran; (c) kemampuan melaksanakan prinsip pembelajaran; (d) kemampuan merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran; dan (e) kemampuan mengembangkan potensi peserta didik; (2) Kompetensi kepribadian, meliputi: (a) kemampuan bertindak sesuai nilai dan norma kehidupan; (b) konsisten membangun sikap mental positif; (c) menjunjung tinggi prinsip kemaslahatan hidup; dan (d) kemampuan mewujudkan akhlak mulia; (3) Kompetensi sosial, meliputi: (a) kemampuan menjalin interaksi sosial dengan peserta didik; (b) kemampuan menjalin interaksi sosial dengan sesama guru; (c) kemampuan menjalin interaksi sosial dengan tenaga kependidikan; (d) kemampuan menjalin interaksi sosial dengan orang tua/ wali siswa; dan (e) kemampuan menjalin interaksi sosial dengan warga masyarakat; (4) Kompetensi profesional, meliputi: (a) kemampuan penguasaan materi pembelajaran; (b) kemampuan menerapkan konsep-konsep keilmuan dengan kehidupan sehari-hari; dan (c) kemampuan dalam membuat karya ilmiah tenang pendidikan. Menyimak beragam teori tentang agen perubahan yang telah diuraikan di atas, kemudian dikomperasikan dengan beragam kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah: (a) guru termasuk salah satu faktor kunci dalam menentukan kualitas dan keberhasilan proses pembelajaran siswa di kelas; (b) guru yang memiliki kualitas kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional, akan mampu berperan sebagai salah satu agen perubahan (agent of change) pembelajaran siswa di kelas; dan (c) guru diharapkan tetap konsisten dalam mengajar, membimbing dan mendidik siswa untuk mengembangkan kualitas intelektual, emosional dan spiritualnya dengan prinsip tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarso sung tulodo. Menurut Chin dan Benne dalam Lauer, R., (1978), ada tiga metode yang dapat digunakan oleh agent of change dalam mendorong atau mempengaruhi terjadinya perubahan sosial budaya, yaitu: (1) metode rasionalempiris; (2) metode normatif edukatif; dan (3) metode paksaankekuasaan. Apabila mencermati paradigma pembelajaran dan sistem evaluasi yang dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka motode yang dapat digunakan oleh guru sebagai agen perubahan (agent of change) dalam mendorong terjadinya perubahan kualitas pembelajaran siswa di kelas adalah metode pertama (metode rasionalempiris) dipadukan dengan metode kedua (metode normatifedukatif) (Depdiknas. 2003; BSNP, 2006)

Strategi Meningkatkan Peran Guru Sebagai Agent of Change Sebagaimana yang telah disinggung di atas, bahwa kondisi kualitas guru di Indonesia secara makro masih belum terberdayakan secara maksimal, dan diantara faktor kunci penyebabnya adalah kondisi mentalitas, motivasi atau dorongon internal guru untuk terus belajar, berinovasi dalam pembelajaran dan terus mengikuti perkembangan Iptek terkini masih relatif rendah (Oemar, H., 2002; Tilaar, 2002;

Wahab, A.A., 2007). Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan dalam meningkatkan peran guru sebagai agen perubahan (agent of change) pembelajaran siswa di kelas antara lain: Pertama, membangun kualitas mentalitas positif guru melalui kegiatan pelatihan motivasi berprestasi dan sejenisnya secara periodik, misalnya pembinaan dan pelatihan ESQ. Meskipun setiap guru secara teoritik telah mengetahui sebagian teori-teori psikologi pembelajaran, dia tetap memerlukan penyegaran orientasi dan wawasan hidup prospektif dari para pakar psikologi atau para motivator dalam menghadapi beragam persoalan pekerjaan sebagai pendidik. Dalam hal ini fokus pelatihan lebih ditekankan pada upaya membangun konsistensi diri sebagai pendidik sepanjang karir profesinya untuk mengembangkan tentang: (a) prinsip selalu belajar (learning principle); (b) prinsip kebutuhan untuk berprestasi (need achievement principle); (c) prinsip kepemimpinan (leadership principle); prinsip orientasi hidup ke depan (vision principle); dan (d) prinsip menjadi pencerah dalam kehidupan kelompok (well organized principle) (Agustian, A.G. 2005; Seligman, M. 2005). Ketika lima prinsip tersebut terinternalisasi dengan baik pada diri setiap guru, maka guru tersebut akan mampu bertindak sebagai agent of change pembelajaran peserta didik, baik pada aspek emosional, kepribadian dan pengetahuan-ketrampilan peserta didik. Demikian juga sebaliknya, ketika kelima prinsip tersebut tidak menyatu dan tidak berkembang pada diri setiap guru, maka kehadiran guru di kelas hakikatnya kurang berfungsi dalam menyiapkan peserta didik untuk menghadapi beragam tantangan hidup di era globalisasi. Kedua, menyikapi kondisi guru yang masih belum memahami beragam inovasi pembelajaran dan arti pentingnya pemanfaatan kemajuan teknologi pembelajaran, maka strategi yang dapat dilakukan adalah setiap satuan pendidikan harus mempunyai tim ahli inovasi pembelajaran. Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan oleh tim ahli inovasi pembelajaran dalam meningkatkan kualitas guru adalah: (a) melakukan diskusi kolegial tentang pengembangan penguasaan konsep-konsep keilmuan dan perkembangan teknologi terkini; (b) melakukan penyusunan soal-soal sesuai dengan standar kompetensi kelulusan BSNP; (c) melakukan penyusunan bahan ajar atau modul dan melakukan pelatihan penggunaan multi media berbasisi IT; (d) melakukan kegiatan penelitian tindakan kelas; (e) melibatkan guru dalam proses evaluasi diri sekolah (school self evaluation); dan (f) memberikan masukan atau diskusi kolegial tentang penerapan metode pembelajaran yang menegakkan pilar-pilar pembelajaran, yaitu: learning to know (belajar mengetahui), learning to do (belajar berbuat), learning to gether (belajar hidup bersama), dan learning to be (belajar menjadi seseorang) (Djohar, 1999). Ketika tim inovasi pembelajaran di setiap satuan pendidikan mampu melaksanakan keenam fungsi tersebut dengan baik dalam pemberdayaan kemampuan guru, maka setiap guru diasumsikan mampu berperan sebagai agent of change pembelajaran siswa di sekolah. Ketiga, membangun mentalitas kerjasama sebagai team work yang kokoh. Semua guru pada satuan pendidikan dalam proses layanan pendidikan harus menyatu bagaikan satu bangunan kokoh (kesatuan sistem). Proses interaksi dissosiatif sesama pendidik dalam pemberian layanan pendidikan harus diminimalisir (Usman, M.U., 2000; Sanjaya, W. 2007). Oleh karena itu, dalam konteks pemberian layanan pembelajaran di satuan pendidikan yang berkualitas, seharunya setiap guru senantiasa belajar untuk memajukan satuan pendidikannya melalui enam konsep yaitu: (1) system thinking; (2) mental models; (3) personal mastery; (d) team learning and teaching; (e) shared vision; dan (6) dialog (Peter dalam Soetrisno, 2002). Dalam membangun kualitas mental guru sebagai suatu team work untuk melaksanakan keenam konsep tersebut, kedudukan dan peran kepala sekolah adalah sangat

sentral. Kepala sekolah harus mampu memainkan peran baru (new rules), ketrampilan baru (new skills), dan mampu mengaplikasikan sarana baru dari permasalahan yang timbul (new tools). Kepala sekolah harus: (a) berperan sebagai perancang (designer) kebijakan strategis terhadap aplikasi keenam konsep tersebut; (b) berfikir integral dalam mencermati tantangan pendidikan ke depan (visioner).; (c) mampu membangkitkan learning organization; (d) mendorong setiap guru untuk mengembangkan potensi profesinya secara maksimal; dan (e) terbuka pada kritik dan saran yang konstruktif; transparan dan tanggungjawab dalam pengelolaan sumber daya sekolah (Arifin, 2007). Ketika guru pada setiap satuan pendidikan mampu menjalin kerjasama dalam mewujudkan keenam konsep tersebut, diasumsikan mereka akan mampu berperan sebagai agent of change pembelajaran siswa di sekolah dengan baik. Pakar psikologi Seligman, M. (2005), mengatakan ketika individu mampu membangun mentalitas positif, misalnya sanggup menjalin komunikasi humanis di setiap kehidupan kelompok, maka individu tersebut akan mampu meraih kebahagiaan dan keberhasilan puncak dalam hidupnya. Keempat. Dinas Pendidikan Kota atau Kabupaten, melalui pengawas sekolah terus melakukan pemantauan atau pembinaan terhadap kinerja guru dalam mengimplementasikan empat kompetensi dasar guru profesional. Ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh pengawas dalam proses pembinaan kinerja profesional guru agar mampu menjadi salah satu agent of change pembelajaran di sekolah, yaitu sosok pribadi seorang pengawas sebagai pembina kinerja guru profesional harus betul-betul berkualitas, antara lain: (a) seorang pengawas harus paham secara teoritis dan aplikatif tentang beragam teori psikologi pembelajaran; (b) seorang pengawas harus berwawasan integral, demokratik, visioner dan mempunyai keunggulan IESQ; (c) seorang pengawas harus punya kemampuan multi, baik menyangkut disiplin keilmuan tertentu, managerial, komunikator/ motivator, dan humanis; (d) seorang pengawas harus menguasai secara konseptual dan aplikatif tentang research pendidikan dengan beragam strategi atau pendekatan research; dan kemampuan lainnya sesuai dengan statusnya sebagai pengawas sekolah. Diantara langkah yang dapat dilakukan pengawas dalam proses pembinaan kualitas profesional guru sebagai agen perubahan pembelajaran di kelas antara lain: (a) membuat instrumen pemantauan kinerja guru profesional, yang memuat empat standar kompetensi (pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional) dan masingmasing kompetensi tersebut dijabarkan secara rinci kedalam beberapa indikator yang terukur. Instrumen tersebut harus disosialisasikan sejak dini pada semua guru untuk dipahami dan dilaksanakan; (b) pelaksanaan pemantauan instrumen kinerja guru profesional tersebut dilakukan secara silang proporsional, yang melibatkan pengawas, kepala sekolah dan teman sejawat (guru) serta peserta didik (siswa); dan (c) pada akhir tahun pelajaran dilakukan evaluasi yang melibatkan pengawas, kepala sekolah dan guru yang bersangkutan secara bijak, artinya baik pengawas, kepala sekolah maupun guru sama-sama melakukan refleksi atau instropeksi tentang optimalisasi kinerja sesuai dengan instrumen standar kompetensi yang telah disusun. Ketika proses pembinaan kualitas kinerja guru berjalan dengan baik, kemudian diikuti dengan peningkatan kualitas kinerja guru berdasarkan instrumeninstrumen kompetensi profesional, maka diasumsikan guru tersebut akan mampu berperan dalam peningkatan kualitas pembelajaran siswa di kelas (Nasution, 2006; Wahab, A.A., 2007; Hamzah.B.U., 2008), hal ini secara otomatis menunjukkan bahwa guru mampu berperan secara positif sebagai salah satu agent of change pembelajaran di sekolah. Kelima, dalam rangka memudahkan aktivitas guru untuk mewujudkan beragam

kompetensi profesinya, maka pemerintah dan warga masyarakat harus tetap punya komitmen dalam penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran dengan baik, karena ketersediaan sarana dan prasarana pembelajaran secara baik akan mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran siswa di sekolah (Atmadi, ed., 2000; Supriadi, D. 2004). Disamping penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran di sekolah secara baik dan lengkap, pemerintah harus tetap konsisten dalam mengupayakan peningkatan kualitas kesejahteraan guru. Untuk merealisaikan dua hal tersebut pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional telah mengeluarkan: (a) Permendiknas nomor 24 tahun 2007 tentang Standar sarana dan prasarana; (b) Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi guru dalam jabatan; (b) Permendiknas Nomor 40 tahun 2007, tentang Sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan. Ketika sarana dan prasarana pembelajaran tersedia dengan baik, kesejahteraan guru terjamin dan diikuti dengan tumbuhnya sikap mental positif pada diri setiap guru sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka diasumsikan guru akan mampu meningkatkan kualitas profesionalnya (Soetjipto dan Kosasi, 1999; Usman, M.U., 2000), sehingga guru akan mampu berperan sebagai agen perubahan (agent of change) pembelajaran siswa di sekolah.

Sebagaimana yang telah diurakan di atas, pada hakikatnya potret seorang guru yang mampu berperan aktif sebagai agen perubahan pembelajaran siswa di kelas, antara lain: (a) mempunyai wawasan yang cukup luas tentang beragam teori psikologi perkembangan atau teori pembelajaran, dan mampu menerapkan secara bijak dalam proses pembelajaran di kelas; (b) mempunyai sikap mental positif terhadap perkembangan Iptek dan selalu berusaha mewujudkan proses pembelajaran di kelas dengan nuansa demokratik, humanis dan multikultural; (c) selalu menjadi contoh teladan terbaik bagi anak dalam segala pola aktivitas hidupnya, baik menyangkut aspek mentalitas, aspek pola prilaku sehari-hari dan pola berpakaian; (d) selalu melakukan pemantauan perkembangn hasil belajar siswa dengan menggunakan sistem evaluasi yang baik dan integral yang menyangkut tujuh aspek yaitu: penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap (afektif), penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil karya siswa (potofolio) dan penilaian diri (self assessment); dan (e) selalu berusaha meningkatkan kualitas diri dalam membuat karya tulis ilmiah yang berkaitan langsung dengan inovasi pembelajaran.

Simpulan Analisis deskriptif kualitatif tentang Strategi Meningkatkan Peran Guru Sebagai Agent of Change Pembelajaran Siswa tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) terdapat beragam paradigma atau teori yang memandang tentang faktor kunci pendorong terjadinya perubahan sosial budaya di masyarakat. Keberagaman paradigma atau teori tersebut disebabkan oleh keberagaman orientasi filosofis dalam memahami hakikat sesuatu; (2) ketika guru mampu meningkatkan kualitas kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesionalnya secara maksimal, diasumsikan guru tersebut akan mampu menjadi salah satu agent of change pembelajaran siswa di kelas dengan baik; dan (3) diantara langkah strategis dalam meningkatkan peran guru sebagai salah satu agent of change pembelajaran siswa di sekolah adalah: (a) membangun kualitas mentalitas positif setiap guru; (b) melalui tim inovasi pembelajaran di setiap satuan

pendidikan, guru dilibatkan secara aktif-kreatif dalam mengembangkan kemampuan prefesionalnya; (c) membangun kerjasama sebagai team work dalam memajukan satuan pendidikan melalui enam konsep; (d) pengawas sekolah melakukan pembinaan secara inten dan sistematis tentang pengembangan kualitas profesional guru; dan (e) meningkatkan kualitas sarana parasarana pembelajaran di sekolah dan meningkatkan kesejahteraan guru. DAFTAR PUSTAKA Agustian, Ary G. 2005. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ). Penerbit ARGA. Jakarta. Arifin, 2007. Problematika SDM Guru Dalam Penerapan KTSP (Sebuah Renungan mencari jalan keluar). Jurnal, Media, Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur. No. 08 /Th.XXXVII / Oktober 2007. hal: 62-65. Atmadi, (ed). 2000. Transformasi Pendidikan Memasuki Milenium. Kanisius dan Unversitas Sanata Dharma. Yokyakarta. BSNP, 2006. Standar Isi. Badan Standar Nasional Pendidikan, Jakarta. Budiman, A,. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Dirjen Dikdasmen. Jakarta (Makalah tidak diterbitkan). Djohar, 1999. Reformasi dan Masa Depan Pendidikan di Indonesia. IKIP. Yogyakarta Giddens, A.. 2001. Runway World. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Hagen, E. 1962. On the Theory of Social Change. Homewood, Dorsey Press. Hamzah.B.U., 2008. Model Pembelajaran. Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif dan Efektif. PT. Bumi Aksara. Jakarta Koentjaraningrat, 1982. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. PT. Gramedia. Jakarta. Lauer, R.H. 1978. Perspectives on Social Change, 2nd edition. Allyn and Bacon. Inc. Boston. Mc-Clelland, D., 1961. The Achieving Society. New York, Rree Press. Nasution, 2006. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. PT. Bumi Aksara, Jakarta. Oemar Hamalik. 2002. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Bumi Aksara. Jakarta. Sagala, S. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran (Untuk membantu memecahkan problematika belajar dan mengajar) Penerbit Alfabeta. Bandung Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Penerbit Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Seligman, Marttin.E.P. 2005. Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to Realize Your Potential For Lasting Fulfillment. Penerjemah. Eva Yulis. Authentic Happiness, Menciptakan Kebahagiaan dengan Psikologi Positif. PT. Mizan Pustaka. Bandung Soetjipto dan Kosasi R. 1999. Profesi Keguruan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Supriadi, D. 2004. Satuan Biaya Pendididkan Dasar dan Menengah. Rujukan bagi Penetapan Kebijakan Pembiayaan Pendidikan pada Era Otonomi dan Manajemen Berbasis Sekolah. PT. Remaja Rosda Karya. Bandung Sztompka. 2004. The Sociology of Social Change. Diterjemahkan Alimandan. Sosiologi Perubahan Sosial. Prenada Media. Jakarta. Tilaar, 2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Rineka Cipta. Jakarta.

Usman, M.U., 2000. Menjadi Guru Profesional. PT. Remaja Rosda Karya. Bandung Wahab, A.A., 2007. Metode dan Model-Model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial. Alfabeta. Bandung Wuryani, S.E.D, 2002. Psikologi Pendidikan. PT. Gramedia Indonesia. Jakarta. *) Artikel Juara ke I, Lomba LKTI Tingkat Regional (Jawa Timur) di Majalah Media Pendidikan, Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur 2009.
http://drarifin.wordpress.com/2009/09/16/29/

Memahami Indera Belajar Siswa


Pada dasarnya orang mengenal dunia luar melalui inderanya. Bagi orang kebanyakan, lima indera yang dikenal dengan sebutan pancaindera merupakan alat yang dianugerahkan Tuhan untuk mengenali dunia luar. Kelima indera itu adalah penglihat (mata), pendengar (telinga), pembau (hidung), pengecap (lidah), dan peraba (kulit). Bagaimana dengan siswa belajar? Bagi siswa, umumnya mereka belajar melalui visual (yang dapat dilihat atau diamati), auditorial (yang dapat didengar), atau kinestetik (yang dapat digerakkan atau dimanipulasi), meskipun kadang-kadang juga menggunakan pengecap dan peraba. Ketiga indera belajar yang sering digunakan ini dikenal dengan sebutan V-A-K (Visual-Auditorial-Kinestetik). Bagi siswa tipe Visual, mereka akan lebih mudah belajar apabila menggunakan grafik, gambar, chart, model, dan semacamnya. Sementara bagi siswa tipe Auditorial, mereka akan lebih mudah belajar melalui pendengaran atau sesuatu yang diucapkan. Sedangkan siswa tipe Kinestetik, mereka akan mudah belajar sambil melakukan kegiatan tertentu, misalnya membongkar dan memasang kembali, membuat model, memanipulasi benda, dan sebagainya. Bagaimana guru memfasilitasi siswa yang beragam potensi dasarnya itu untuk bisa belajar dengan mudah dan mencapai tujuan pembelajaran secara optimal? Tentu saja, hal pertama yang harus dilakukan guru adalah mengenali kemudian memahami indera belajar seluruh siswanya di kelas yang diampunya. Setelah itu, baru guru dapat menentukan media dan metode apa yang digunakan dalam pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan siswa. Yang pasti, seorang guru tidak akan berhasil memfasilitasi seluruh siswa di dalam kelasnya mencapai hasil belajar secara optimal apabila guru tersebut hanya menggunakan satu macam metode saja dalam pembelajaran. Satu macam metode, misalnya metode ceramah, hanya cocok bagi siswa tipe auditorial. Begitu pula, grafik atau chart hanya cocok bagi tipe visual, sementara anak-anak kinestetik juga tidak cocok apabila selama pembelajaran hanya duduk dan mendengarkan ceramah guru.

Oleh karena itu, guru perlu memvariasikan metode dan media dalam pembelajaran. Ketiga tipe siswa sesuai V-A-K tadi harus mendapatkan porsi fasilitasi yang sama dalam belajar. Ini berarti guru harus, paling sedikit, menggunakan tiga bentuk fasilitasi, yakni: yang cocok buat tipe visual, cocok buat tipe auditorial, dan cocok buat tipe kinestetik tadi. Taruhlah misalnya guru ingin mengajarkan materi sejarah perjuangan bangsa (IPS SD dengan topik Detik-detik Proklamasi). Untuk topik ini, guru dapat membuat variasi misalnya dengan ceramah tentang Peristiwa Detik-detik Proklamasi diikuti dengan chart atau peta pikiran yang dibuat di kertas manila atau di papan tulis, memperdengarkan rekaman kaset rekorder tentang topik bersangkutan atau memutar CD perjuangan sesuai topik, menyuruh sebagian siswa untuk melakukan simulasi atau bermain peran, dan menyusun skenario drama satu babak terkait dengan topik untuk dimainkan oleh siswa di kelas itu atau oleh siswa lain. Dengan cara ini, maka siswa-siswa yang beragam potensi dasarnya sesuai V-A-K tadi akan terpenuhi kebutuhannya dalam belajar, sehingga mereka menjadi lebih berhasil. Satu hal lagi, guru harus mengusahakan agar tidak ada siswa yang stress atau tertekan dalam proses pembelajara. Mereka harus diusahakan tetap bersemangat dan enjoy, karena hal ini sangat membantu proses belajar mereka. Ada ungkapan, Siswa akan belajar sangat baik jika dalam keadaan fun. Apabila indera belajar V-A-K siswa sudah terpenuhi, maka sebagian besar siswa di kelas itu akan mendapatkan yang terbaik dari hasil belajarnya. Guru tinggal melanjutkan dengan kegiatan penguatan, misalnya dengan memberikan tugas kepada siswa untuk menceritakan ulang atau mengajar teman-temannya yang belum berhasil, atau melalui kuiz, dan lain-lain. Jika ini bisa dilakukan guru dan siswa berhasil dengan apa yang dilakukan guru itu, maka mengajar tidak akan lagi menjadi beban yang kadang membuat kepala tuingtuing karena siswa seolah tidak bisa diajak berkomunikasi oleh gurunya. Jadi, sekali lagi, kenali dan pahami indera belajar siswa, penuhi kebutuhan mereka agar dapat belajar dengan cara yang terbaik sesuai kemampuan dasarnya sehingga mencapai hasil belajar yang optimal. Apabila sudah demikian, maka predikat menjadi guru yang sukses akan segera dapat dinikmati. Tagged as: auditorial, indera belajar: visual, kinestetik (VAK)
http://www.gurusukses.com/memahami-indera-belajar-siswa

Tiga Hal Bisa Mempercepat Proses Belajar Siswa


Alkisah, seorang psikiater berkebangsaan Bulgaria bernama Georgi Lozanov, melakukan eksperimen menyembuhkan pasiennya dengan musik barok dan pemberian sugesti positif mengenai kesembuhan.

Apa yang dilakukan oleh ahli psikiatri tersebut membawa hasil yang gemilang. Si pasien mengalami kemajuan besar dan sembuh. Keberhasilan menyembuhkan pasien dengan musik dan sugesti tersebut membawanya langkah yang lebih jauh. Lozanov mengira bahwa metode ini juga dapat diterapkan pada pendidikan. Dengan disponsori pemerintah Bulgaria, dia melakukan penelitian mengenai pengaruh musik dan sugesti positif pada pembelajaran, dengan menggunakan bahasa asing sebagai subjek. Dia mendapati bahwa kombinasi musik, sugesti, dan permainan kanak-kanak memungkinkan pelajar untuk belajar jauh lebih cepat dan jauh lebih efektif. Keberhasilan Georgi Lozanov dalam penyembuhan dan (khususnya pembelajaran) tersebut akhirnya menyulut imajinasi guru bahasa dan pendidik di mana-mana untuk melaksanakan proses pembelajaran secara lebih baik. Pelajaran yang bisa dipetik dari cerita di atas adalah bahwa ketenangan (rasa tenang dan nyaman), keyakinan, dan gairah dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran. Inilah yang saya sebutkan dalam judul sebagai tiga hal yang mempercepat proses belajar siswa. Ketiga hal tersebut adalah: kenyamanan, keyakinan, dan gairah. Bagaimana penjelasannya? Musik barok adalah musik klasik, yang jika diputar, bisa menenangkan suasana hati si pendengarnya. Sugesti positif bisa membangun rasa percaya diri dan menguatkan keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu untuk berhasil. Sedangkan permainan kanak-kanak, jelas ini adalah untuk memberikan kegembiraan dan semangat bagi para pelakunya. Semangat ini akan melipatgandakan usaha. Dengan rasa nyaman didukung dengan keyakinan yang kuat akan keberhasilan serta usaha yang sungguh-sungguh, maka seorang siswa akan bisa melakukan tugas belajarnya dengan efektif dan efisien. Artinya, siswa yang belajar dalam kondisi nyaman dan yakin bahwa dirinya bisa berhasil, ditambah dengan usaha maksimal, maka hasilnya pun akan maksimal.
http://www.gurusukses.com/tiga-hal-bisa-mempercepat-proses-belajar-siswa

Kunci Sukses Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual Kreativitas Guru


Suatu hari dalam perbincangan tentang pelaksanaan pembelajaran kontekstual, seorang guru menyampaikan bahwa dirinya merasa mengalami kesulitan ketika

mempraktikkan pembelajaran kontekstual di kelasnya. Pada materi tertentu kita memang bisa melaksanakan pembelajaran kontekstual, tetapi pada materi lain TIDAK BISA, kata guru tersebut. Mendengar perbincangan dengan tema Pembelajaran Kontekstual tersebut saya tertarik, dan ikut bergabung di dalamnya. Beragam argumen bermunculan dalam perbincangan tentang pembelajaran kontekstual itu, baik yang pro maupun kontra. Yang pro tentunya berusaha untuk menjelaskan bagaimana sebuah materi pelajaran bisa disajikan dengan pembel;ajaran kontekstual. Yang kontra juga berusaha untuk menjelaskan bahwa sebuah materi pembelajaran sulit disajikan dengan pembelajaran kontekstual. Apa pendapat Anda tentang pembelajaran kontekstual? Anda termasuk yang pro atau yang kontra? Bagaimana dengan ilustrasi pembelajaran kontekstual berikut: Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup mudah? Sesungguhnyalah, filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham progressivisme John Dewey. Intinya, siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat dalam proses belajar di sekolah. Selain teori progressivisme, teori lain yang juga melatarbelakangi filosofi pembelajaran kontekstual adalah teori kognitif. Siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Siswa menunjukkan belajar dalam bentuk apa yang mereka ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan. Belajar dipendang sebagai usaha atau kegiatan intelektual untuk membangkitkan ide-ide yang masih laten melalui kegiatan introspeksi. Atas dasar pemikiran di atas, maka dua hal penting yang harus diingat agar berhasil dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual adalah: (1) pelajaran harus berhubungan dengan pengalaman siswa, dan (2) siswa harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran, termasuk mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Coba bandingkan dengan Model Pembelajaran Kuantum yang telah terbit. Adakah kesamaannya? Cek juga Tips Melaksanakan Model Pembelajaran Kuantum 3. Bagaimana guru merancang skenario pembelajaran kontekstual agar siswa berhasil? Inilah tugas yang harus dilakukan guru. So, be creative! Kreativitas guru adalah kunci bagi keberhasilan pelaksanaan pembelajaran kontekstual ini. Silakan Anda baca juga Tip Sukses Mengajar 3 .
http://www.gurusukses.com/kunci-sukses-pelaksanaan-pembelajaran-kontekstualkreativitas-guru

Cara Mengatasi Agar Siswa Tidak Ribut Dalam Pembelajaran


Tulisan ini saya buat untuk memberikan tambahan informasi kepada teman yang mencari informasi tentang hal yang sama. Bagaimanaa mengatasi agar siswa tidak ribut dalam pembelajaran? Dalam konsep pembelajaran kuantum kita mengenal prinsip bahwa semuanya bertujuan. Ini berarti bahwa dalam proses pembelajaran harus diupayakan agar semuanya bertujuan bagi terselenggaranya pembelajaran yang efektif, baik yang terkait dengan komunikasi maupun benda-benda di kelas. Siswa ribut biasanya ada sesuatu yang tidak beres dengan proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru. Atau, ada sesuatu yang lebih menarik bagi siswa dibanding proses pembelajaran. Itu sebabnya, maka hal yang membuat siswa lebih tertarik itu harus didayagunakan untuk mendukung proses pembelajaran. Guru harus mampu membaca suasana hati siswa ketika mengajar, kemudian menyesuaikan aktivitas pembelajaran dengan suasana hati siswa. Ini penting, agar proses pembelajaran berlangsung mulus. Idealnya, guru menyesuaikan proses pembelajaran dengan suasana hati setiap siswa di kelas. Namun ini agaknya tidak mungkin. Oleh karena itu cukuplah jika guru menyesuaikan proses pembelajaran dengan suasana hati sebagian besar siswa di kelas. Bagaimana caranya? Pertama, masukilah dunia siswa. Guru dapat memasuki dunia siswa dalam pembelajaran melalui pertanyaan pancingan yang mengarah pada sesuatu yang sedang menjadi topik perbincangan siswa. Atau, guru mencermati apa yang sedang menarik perhatian siswa, kemudian membicarakan sesuatu yang menarik dari apa yang diperhatikan siswa tersebut. Sebentar saja. Tujuannya adalah untuk membawa siswa kepada pelajaran. Selanjutnya, cari hubungkan apa yang diperbincangkan tadi dengan materi pelajaran, sehingga siswa memberikan perhatian kepada pelajaran. Jangan dipaksakan! Jika sebentar saja perhatian siswa kembali ke hal di luar pelajaran, maka berarti pelajaran hari itu memang tidak menarik bagi siswa. Dalam situasi seperti ini guru harus cerdas dan kreatif untuk mengubah pelajaran yang tidak menarik itu menjadi menarik bagi siswa. Temukan, apakah karena metode yang tidak tepat, materi yang terlalu sulit, komunikasi yang monoton tidak menginspirasi, atau karena tidak digunakannya media pembelajaran yang sesuai. Apabila sudah ditemukan penyebab tidak menariknya pelajaran bagi siswa (kalah menarik dibandingkan dengan situasi di luar kelas), maka segera temukan solusinya, dan terapkan dalam pembelajaran. Anda akan menemukan bahwa sebenarnya tidak sulit mengelola situasi di kelas agar fokus pada pembelajaran ketika kita memang sudah mencintai pekerjaan kita, mencintai murid-murid kita, dan

berkomitmen untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan dan keberhasilan murid-murid kita.
http://www.gurusukses.com/cara-mengatasi-agar-siswa-tidak-ribut-dalam-pembelajaran

Definisi Guru Sukses


Definisi Guru Sukses Guru sukses: profesional, bermartabat, sejahtera. Ya, profesional, bermartabat, dan sejahtera adalah tiga kata kunci yang tepat untuk mendeskripsikan siapa guru sukses itu. Betul, guru sukses adalah guru yang profesional, bermartabat, sekaligus sejahtera hidupnya. Kalau begitu, apa definisi guru sukses? Definisi guru sukses: guru sukses adalah guru yang profesional, bermartabat, dan sejahtera. Ini definisi menurut saya. Kalau Anda punya definisi lain tentang guru sukses, silakan tinggalkan komentar di tempat yang tersedia, kemudian tuliskan komentar Anda. Saya mengahargai perbedaan pendapat. Mengapa saya memberikan definisi guru sukses seperti definisi di atas? Inilah penjelasannya. Guru sukses bukan sekadar profesional namun kesejahteraannya memprihatinkan. Guru sukses juga bukan guru sejahtera namun profesionalismenya rendah. Begitu pula, guru sukses bukanlah guru yang profesional dengan kesejahteraan tinggi namun martabatnya rendah. Ketiga kata kunci di atas harus menjadi satu kesatuan yang melekat pada sosok guru sukses. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , sukses (a) berarti: berhasil; beruntung. Merujuk pada pengertian sukses ini, saya memberikan definisi guru sukses sebagai guru yang berhasil sekaligus beruntung. Ya, definisi sukses adalah berhasil dan beruntung. Karena guru adalah sebuah profesi, maka keberhasilan guru sukses haruslah sesuai profesinya itu, profesi guru, bukan profesi bidang lain! Misalnya: guru nyambi dagang (dan sukses dari dagangnya) bukanlah guru suskses, melainkan pedagang sukses. Sebab itu, guru sukses haruslah guru yang profesional, yakni guru yang berhasil (sukses) menjalankan profesinya. Hasil pelaksanaan tugas guru sukses harus mencapai target mutu di atas rata-rata, Sebut saja, hasil kerja guru sukses, misalnya: muridnya sukses mencapai tujuan pembelajaran di atas rata-rata standar minimal atau rata-rata murid yang diajar oleh guru lain. Selanjutnya, keberuntungan guru sukses adalah keberuntungan yang berasal dari profesinya itu. Keberuntungan di sini lebih mengarah pada kesejahteraan, baik terkait dengan kedinasan maupun kesejahteraan hidup secara menyeluruh. Kesejahteraan yang terkait kedinasan bagi guru sukses, misalnya: fasilitas, keamanan dan kenyamanan dalam pelaksanaan tugas, kenaikan pangkat, jabatan, karir pasti, dan semacamnya. Kesejahteraan hidup secara menyeluruh terutama berkaitan dengan penghasilan guru demi menopang kebutuhan hidup rumah tangganya. Dengan demikian saya sebutkan bahwa guru sukses adalah guru yang profesional sekaligus sejahtera. Satu hal lagi, keberhasilan dan keberuntungan guru sukses harus semakin meninggikan martabat guru sebagai profesi. Ya, martabat guru sebagai profesi, bukan martabat guru sebagai pekerja. Guru yang bermartabat tidak harus meminta-minta kesejahteraan kepada pihak lain. Guru bermartabat adalah guru yang memiliki harga diri, guru yang memiliki tingkat derajat kemanusiaan yang tinggi. Inilah inti guru sukses. Seseorang yang memiliki harga diri tidak akan sampai hati melakukan hal-hal yang kontraproduktif dengan upaya peningkatan derajatnya, misalnya dengan meminta-minta sesuatu kepada pihak lain. Sebab itu guru yang masih suka meminta-minta kepada pihak lain belum termasuk guru bermartabat, dan guru demikian, tentunya tidak bisa digolongkan ke jajaran guru sukses. Jadi, sekali lagi, guru sukses adalah guru yang profesional, bermartabat, dan sejahtera. Guru ini memiliki tingkat keprofesionalan yang tinggi dalam bekerja, menjaga diri untuk tetap pada tingkat derajat

(kemuliaan) kemanusiaannya, sekaligus memperoleh kesejahteraan utuh dari profesi yang ditekuninya itu. Akhirnya, kepada para guru di tanah air, baik yang sudah menduduki posisi guru sukses maupun yang masih baru dan sedang belajar menjadi guru sukses, atau kepada siapa saja yang menaruh minat pada kemajuan pendidikan di Indonesia melalui terwujudnya guru sukses yang semakin besar jumlahnya, saya UNDANG Anda untuk berpartisipasi. Definisi, definisi guru sukses. Sekali lagi, definisi guru sukses dengan kata kunci: profesional, bermartabat, dan sejahtera! Ingat selalu! Definisi guru sukses: profesional, brmartabat, dan sejahtera. Masuk akalkah definisi di atas? Atau Anda punya definisi lain? Bergabunglah bersama kami. Mari kita share pengalaman, demi kemajuan dunia pendidikan kita. Berikan komentar pada artikel sesuai topik, dan ajak teman Anda masuk ke SITUS ini untuk ambil bagian melalui: http://www.gurusukses.com. Jadikan diri Anda guru sukses! Sukses sebagai agen pembelajaran, sukses dengan martabat tinggi, dan sukses dalam kesejahteran hidup. Jika Anda sukses sebagai guru, murid Anda pun akan terinspirasi untuk menjadi orang-orang sukses. MERDEKA!!!Source:www.gurusukses.com Read more at: http://gurukuansing.blogspot.com/2011/08/definisi-guru-sukses.html Copyright gurukuansing.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution http://gurukuansing.blogspot.com/2011/08/definisi-guru-sukses.html

Ciri-Ciri Guru Yang Sukses


Ikhlas dalam mengajarkan ilmu-ilmunya. memiliki tekad yang kuat untuk memberi manfaat yang terbaik untuk murid-muridnya, dan berusaha keras mengantarkan mereka kepada ketinggian derajat orang-orang yang berilmu

Ciri-ciri Guru Yang Sukses : 1. Diteladani, disegani, dicintai, dan dihormati oleh murid-muridnya 2. Ikhlas dalam mengajarkan ilmu-ilmunya. memiliki tekad yang kuat untuk memberi manfaat yang terbaik untuk murid-muridnya, dan berusaha keras mengantarkan mereka kepada ketinggian derajat orang-orang yang berilmu 3. Tidak berperilaku yang menakutkan, tidak bersikap kasar, senantiasa menyayangi murid-muridnya dan mereka pun menyayanginya 4. Tekun memperdalam bidang keahlian dan perhatiannya, menonjol dibidangnya, dan menguasai seluruh materinya dengan baik 5. Rajin mengkaji, berwawasan luas, mengenal baik adat bdan budaya masyarakatnya, dan memahami betul permasalahan-permasalahan ummatnya 6. Bersemangat dalam menyampaikan ilmu, memberi motivasi kepada muridmuridnya, dan selalu ramah dan ceria dihadapan mereka 7. Tertib, tepat dalam janjinya, dan rapi dalam setiap pekerjaannya 8. Menjauhi hal-hal yang syubhat (meregukan), meninggalkan setiap perilaku yang buruk, dan bersifat terpuji dalam segala hal 9. Tidak larut dalam canda, kelalaian, kebodohan, perkataan kotor, dan hanya bertutur kata dengan lembut dan santun. http://tanbihun.com/pendidikan/ciriciri-guru-yang-suksesciri-ciri-guru-yang-sukses/
http://tanbihun.com/pendidikan/ciri-ciri-guru-yang-sukses/

TEKNIK DAN MODEL KOMUNIKASI DALAM OPTIMALISASI PROSES BELAJAR MENGAJAR

ABSTRAKSI Proses belajar mengajar (PBM) merupakan suatu bentuk komunikasi yaitu komunikasi antara subyek didik dengan pendidik, antara mahasiswa dengan dosen, antara siswa dengan guru. Di dalam komunikasi tersebut terdapat pembentukan (transform) dan pengalihan (transfer) pengetahuan, keterampilan ataupun sikap dan nilai dari komunikator (pendidik, dosen, guru) kepada komunikan (subyek didik, mahasiswa, siswa) sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. PENDAHULUAN Pada saat ini masih banyak didapati di berbagai institusi pendidikan, pelatihan, termasuk di Perguruan tinggi, yang dalam mengajar masih konvensional. Dalam arti, pengajar (baik guru atau dosen) mengajar secara alami sesuai dengan bakat mengajar yang dimiliki. Ada juga guru/dosen yang mengajarnya cenderung meniru gaya orang yang dahulu pernah menjadi guru atau dosennya.

Kenyataan di atas akan menimbulkan beberapa persoalan, baik bagi pengajar maupun peserta didik. Tipe pertama misalnya, akan minimblukan masalah bagi dosen/guru yang tidak mempunyai bakat mengajar atau mempunyai keterbatasan dalam menyampaikan pesansecara lisan, adapun untuk tipe kedua, jika tidak hati-hati, dosen/guru cenderung akan meniru gaya orang yang diidolakannya, tanpa melihat sisi kelemahannya.

Bekenaan dengan itu, tulisan ini mencoba memberikan beberapa petunjuk bagi para pembaca yang berprofesi sebagai guru/dosen pengajar atau profesi dalam bentuk bahkan lainnya, khususnya bagi mereka yang bukan lulusan Institut keguruan dan ilmu pendidikan atau Perguruan tinggi sejenis. Tulisan ini disajikan berdasarkan pengalaman penulis mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam bidang penyampaian materi dalam mengajar, ditambah pengalaman para penulis menyampaikan materi dalam perkuliahan dan persentasi di berbagai institusi pendidikan dan seminar/pelatihan. PERMASALAHAN Dalam penyampaian materi perkuliahan dan pelatihan kepada peserta didik/audien, ada beberapa factor yang perlu dipertimbangkan, diantaranya adalah peserta didik, ruangan kelas, metode dan materi itu sendiri. Untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada suatu perkuliahan atau pelatihan, metode pembelajaran dan komunikasi harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dalam setiap proses pembelajaran. Metode pembelajaran dan komunikasi tidak selalu harus sama untuk setiap materi. Oleh sebab itu, muncul pertanyaan teknik dan model komunikasi seperti apa yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar ?.

PEMBAHASAN Proses belajar (learning) adalah suatu perubahan yang relatif tetap dalam persediaan tingkah laku, yang terjadi sebagai hasil pengalaman. Ini berarti, hanya dapat dikatakan terjadi proses belajar bila seseorang menunjukkan tingkah laku yang tidak sama. Jika ia dapat membuktikan pengetahuan tentang fakta-fakta baru atau ia bisa melakukan sesuatu, yang sebelumnya ia tidak dapat melakukannya. Jadi, proses belajar menempatkan seseorang dari status kemampuan atau kecakapan (ability) yang satu kepada kemampuan/kecakapan yang lain.

Pola Progresif dalam Belajar Mengajar DRA. RETNO AMBARWATI *) Secara umum, proses pendidikan menuju pada tiga hal pokok yang harus mampu dicapai peserta didik, yaitu Afektif, Kognitif dan Psikomotorik. Afektif berkaitan dengan sikap, moral, etika, akhlak, dan manajemen emosi. Kognitif berkaitan dengan aspek pemikiran, transfer ilmu, logika, dan analisis. Sedangkan Psikomotorik berkaitan dengan praktik atau aplikasi apa yang sudah diperolehnya melalui jalur kognitif. Namun disadari atau tidak, proses pendidikan di sekolah sekarang porsinya lebih pada aspek kognitif atau transfer of knowledge saja. Salah satu hal yang kadang dihadapi guru dalam pembelajaran adalah kurangnya minat dan motivasi peserta didik untuk belajar di kelas. Kadangkala peserta didik mempraktikkan 5 D yaitu Datang, Duduk, Dengar, Diam, dan bahkan mungkin Dengkur. Peserta didik kadangkala merasa terpaksa datang dan menghabiskan waktunya di kelas. Apalagi apabila guru masih terbiasa untuk menjadikan peserta didiknya pendengar yang baik karena guru masih yakin bahwa satu-satunya cara untuk mengajar dengan cepat adalah dengan menggunakan metode ceramah. Pada kegiatan pembelajaran Biologi mencakup dimensi ganda, yaitu proses dan produk. Dengan demikian, peserta didik dituntut untuk melakukan kegiatan dan melakukan intervensi logis sampai ditemukan konsep/aturan/prinsip IPA. Artinya, konsep IPA yang diketahui peserta didik tidak sekadar ingatan semata, akan tetapi konsepsi yang disertai alasan logis. Kesemua ini dilakukan dengan menggunakan perangkat yang lazim disekitar peserta didik, pengalaman dan alam sekitar melalui kegiatan/proses ilmiah. Pada dasarnya hakikat belajar mengajar dengan pola yang lebih progresif berbeda dengan hakikat belajar-mengajar dengan pola tradisional. Pada pola tradisional kegiatan mengajar lebih sering diarahkan pada aliran informasi dari guru ke peserta didik. Pandangan ini mendorong guru untuk berperan sebagai tukang ajar, dimana diibaratkan guru sebagai orang yang mengisi air pada botol yang kosong. Pada pola progresif makna belajar diartikan sebagai pembangunan gagasan/pengetahuan oleh peserta didik sendiri selain peningkatan keterampilan dan pengembangan sikap positif. Guru belum dikatakan mengajar kalau peserta didik belum belajar. Artinya, guru baru mengajar kalau konsep materi yang disajikan dapat menjadi bagian dari struktur kognitif peserta didik. Untuk mencapai tujuan ini, guru tidak cukup hanya berceramah dari menit pertama sampai

menit terakhir kegiatan belajar mengajar. Akan tetapi peserta didik perlu dilibatkan secara aktif dalam kegiatan praktis dalam bentuk pengujian, percobaan atau penelitian sederhana. Sikap mental atau reaksi peserta didik bila dilibatkan secara aktif dalam kegiatan praktis kadangkala tidak menyenangi model pembelajaran peserta didik yang aktif, kadang ada sikap seperti menolak yang diungkapkan lewat sikap acuh tak acuh bila diajak memecahkan masalah, peserta didik ingin agar diterangkan dengan runtut, kemudian peserta didik mencatat dan kadang peserta didik menganggap bahwa hanya dengan membaca saja mereka sudah dapat memahami pelajaran biologi semua berakibat guru mengalami kesulitan mengembangkan pengelolan kelas. Di dalam kelas, guru semakin dituntut untuk mampu menciptakan suasana kelas yang kondusif sesuai semangat KTSP. Suasana kelas harus demokratis, tidak tegang, tetapi harus tetap tertib agar semua siswa bisa optimal dalam menyimak, berbicara, dan mengekspresikan dirinya. Untuk menciptakan kondisi kelas yang kondusif dalam pembelajaran (masalah kognitif) seorang guru mesti mengerahkan semua potensi dirinya, dari segi intelektualitas harus semakin mampu menguasai materi pembelajaran, seorang guru juga mesti diharuskan meningkatkan masalah afektif peserta didik yang kadang lebih banyak menghabiskan waktu dan energi bahkan memerlukan kesabaran yang ekstra menghadapi peserta didik dengan berbagai latar belakang problematika hidupnya. Pendidikan menjalin aspek kognitif dengan aspek afektif sedangkan kegiatan mengajar menjalin aspek kognitif dan psikomotor. Dalam praktek evaluasinya kegiatan pengajaran sering terbatas targetnya pada aspek kognitif.Maka pendidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Sehingga perilaku guru sebagai pendidik yang perlu dikembangkan adalah sebagai mitra peserta didik, disiplin permisif, berdialog dengan pikiran kritis,melakukan dialektika budaya lama dengan nilai-nilai budaya modern, memberikan kesempatan kreatif, berproduksi, dan berperilaku sehari-hari yang positif terhadap peserta didik. Setiap pendidikan bertujuan menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional intelektual juga terjalin alasan yang bersifat moral.(*)

http://www.koranpendidikan.com/artikel/3227/pola-progresif-dalam-belajar-mengajar.html

Pemikiran Sekitar Metode Mengajar Metode dapat diartikan sebagai "teknik", "cara", atau "prosedur". Setiap kegiatan mengajar memerlukan metode yang tepat dan relevan untuk mencapai tujuan. Karena itu, persiapan mengajar dengan target dapat menghasilkan rencana pengajaran, guru harus memikirkan metode secara seksama. Pemikiran itu dimulai dengan tiga pertanyaan penting: 1. Siapakah peserta didik saya? Bagaimana kelompok usia dan perkembangan serta kebutuhan mereka? 2. Apakah tujuan belajar yang saya harapkan dapat dicapai secara konkret (menyatakan perubahan tingkah laku, sikap, dan pemahaman)?

3. Apa saja yang saya perlukan untuk mencapai tujuan belajar? Sumber-sumber bahan bacaan (literatur), informasi, dan alat bantu (media) apa saja yang mungkin saya gunakan guna membantu peserta didik mencapai tujuan? BEBERAPA PRINSIP PEMIKIRAN METODE MENGAJAR 1. Memikirkan soal metode mengajar sangatlah penting dalam tugas pedidikan dan pengajaran karena Yesus Sang Guru Agung telah memberikan teladan keguruan sebagaimana dijelaskan oleh Kitab Injil. Di antara Yesus dengan murid-murid-Nya senantiasa terjadi interaksi dialogis. Lawrence O. Richards, dalam A Theology of Christian Education (1975, h.31), meringkaskan interaksi antara Yesus dengan murid-murid-Nya sebagai berikut: YESUS: ------ menerangkan - bertanya - berbuat - menugaskan MURID-MURID: ------------ mendengar, bertanya - menjawab - mengamati, menirukan - melakukan, bertanya

2. Metode mengajar yang perlu kita pilih dan kembangkan haruslah kreatif sedemikian rupa. Pendekatan mengajar kreatif menekankan kegiatan peserta didik, sebagai pelaku tugas belajar, sementara guru hanya berperan sebagai pembimbing, pemberi arah, dan bantuan seperlunya. Seterusnya, kegiatan belajar kreatif dapat menumbuhkan kreativitas baru dalam pemikiran perasaan, dan sikap peserta didik sehingga setelah mengikuti kegiatan belajar, peserta didik dapat tiba kepada suatu kesimpulan: "Aha, ada sesuatu yang baru yang saya peroleh!" Di samping itu, dengan tugas mengajar kita harus berupaya sehingga peserta didik memperoleh makna dari apa yang telah dipelajarinya. Jika peserta didik mendapatkan "makna praktis dan pribadi" dari apa yang baru dipelajarinya, maka selanjutnya ia akan terdorong untuk belajar lebih giat. Ia akan berharap untuk selalu memperoleh hal-hal baru dan segar. Segar dalam arti mampu "menyentuh" aspek batiniah. 3. Sesungguhnya tidak ada metode mengajar yang dapat dikategorikan paling tepat bagi setiap kesempatan mengajar. Karena itu kita harus selalu selektif. Sehubungan dengan pemilihan dan pengambilan keputusan tentang metode ini, beberapa hal berikut perlu kita perhatikan sebagai alat pemikiran tentang kriteria. Pemilihan metode mengajar yang "tepat" ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu: 1. Kemampuan/ketrampilan guru. Bagaimana kemampuan dan ketrampilan guru dalam menggunakan metode yang ditetapkannya? 2. Kebutuhan peserta didik. Dalam segi apakah guru mengharapkan peserta didik mengalami perubahan? 3. Besarnya kelompok. Cocokkah metode yang dipilih untuk kelompok yang akan dihadapi?

4. Tujuan pelajaran. Apakah metode yang dipilih dan akan dipakai cukup baik untuk membantu tercapainya tujuan belajar? 5. Keterlibatan peserta didik. Mampukah metode yang dipilih membuat para peserta didik aktif belajar? Bisakah diharapkan terjadi suasana atau interaksi dialogis dalam kegiatan belajar-mengajar? 6. Kesesuaian dengan bahan pengajaran. Sesuaikah metode yang dipilih dengan sifat bahan pelajaran? 7. Fasilitas yang tersedia. Cukupkah fasilitas yang tersedia untuk menunjang pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar, sesuai dengan metode yang ditetapkan? 8. Waktu yang tersedia. Mungkinkah suatu metode diterapkan dalam belajar mengajar, dilihat dari segi waktu? Metode karya wisata misalnya, tentu membutuhkan waktu untuk refleksi dan memberikan laporan. 9. Variasi pengalaman belajar. Dalam penetapan metode kita harus mempertimbangkan berapa jauh variasi pengalaman belajar dapat terjadi. Pengalaman belajar bagaimana yang dapat maksimal terjadi? Mendengar sajakah? Melihat sajakah? Berpikir dan berbuatkah? 10. Ketrampilan tertentu dari peserta didik. Metode yang kita tetapkan dalam mengajar hendaklah sedemikian rupa sehingga dapat membangkitkan ketrampilan tertentu. Kalau tidak peserta didik menjadi pasif; hanya tahu teori. Hal ini penting apalagi berkaitan dengan pengajaran yang ingin menanamkan segi-segi "how to" atau "teknik".

4. Pemilihan variasi metode mengajar pada prinsipnya perlu bertitik tolak dari corak komunikasi yang ditimbulkan oleh pemakaian metode itu. Interaksi yang terjadi di antara guru dan peserta didik bisa meliputi dua jenis komunikasi. 1. Satu arah - Yaitu pihak guru kepada peserta didik. Termasuk dalam metode ini adalah: ceramah, kuliah, cerita, demonstrasi, metode audio visual: film, video, poster, dll. - Yaitu dari pihak peserta didik kepada gurunya. Termasuk ke dalam metode ini antara lain: laporan baca, hasil riset, studi kasus, studi kelompok, studi mandiri- buku, percobaan lapangan, suratmenyurat, survai lapangan, mengikuti buku pegangan, hafalan, tes, paper, tulisan reflektif. 2. Dua arah Dimana terjadi relasi dan interaksi dialogis di antara guru dengan peserta didik. Ada tiga kategori metode termasuk dapat menciptakan relasi dan interaksi dialogis ini: - Diskusi kelompok: brainstorming, buzz-group, studi kasus, kelompok kecil, forum, wawancara, diskusi panel, seminar, simposium, kolokium, lokakarya, berbagi rasa, dll.

- Drama: dialog, bacaan dramatis, mimik, pantomim, permainan, permainan peran, sosio-drama, tabloid, dll. - Metode proyek: studi kasus, mentor (bimbingan studi), kelompok kerja, pemecah masalah, dll.

5. Selalu ada tingkat, jenis serta penekanan tertentu dalam proses belajar sebagai tujuan akhir dari hal-hal yang ingin dicapai oleh guru. Sudah tentu hal itu turut berpengaruh atas pemilihan dan penetapan metode. 1. Jika proses belajar ingin menekankan segi peningkatan pengetahuan dan pengertian peserta didik, maka sudah tentu guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip dan pendekatan berikut: - Tekanan diberikan pada keaktifan berpikir (menalar), atau upaya mempertimbangkan dan memahami. - Melibatkan pancaindera dalam kegiatan belajar. - Selalu diberi upaya untuk mengemukakan apa yang dibahas sekarang ini dan yang dibicarakan untuk waktu yang akan datang. Dengan begitu peserta didik mengetahui kesinambungan kemajuan belajarnya. - Tafsirkanlah konsep, ide, gagasan secara kontekstual. Penjelasan terhadap konsep, ide atau gagasan harus diberikan secara jelas dan tuntas. Hal ini dapat mempermudah peserta didik dalam membentuk dan mengembangkan konsepnya sendiri. - Mengemukakan relevansi prinsip dan gagasan terhadap situasi yang dihadapi. Jika peserta didik selalu dapat melihat keterkaitan dari apa yang dipelajari dengan kebutuhan dan situasi yang sedang dihadapi, maka proses transfer dalam belajar dapat dikatakan sudah terjadi. 2. Jika tekanan diberikan kepada pencapaian segi-segi nilai dan moral, maka guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip belajar berikut: - Tekankan contoh-contoh yang konkret dan kontekstual. - Gunakan sumber-sumber otoritatif, seperti biografi, dan ruang kesaksian atau berbagi rasa. - Identifikasi dengan kondisi dan tokoh tertentu, seperti melalui metode drama, pembacaan puisi, atau sorotan terhadap biografi. - Aktifkan refleksi pribadi, klarifikasi nilai (penjelasan tanpa mempertanyakan soal "mengapa") dan diskusi kelompok.

http://www.sabda.org/pepak/pemikiran_sekitar_metode_mengajar

UIN SUNAN KALIJAGA FAKULTAS DAKWAH PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM Proses Pembelajaran

1. Misi Pembelajaran a. Pengembangan Kompetensi Pengembangan kompetensi yang diharapkan mengacu kepada visi dan misi yang telah dirumuskan yakni menjadikan Jurusan KPI berkualitas dalam keilmuan, keislaman, dan keterampilan dalam bidang komunikasi dan penyiaran Islam melalui, tulisan dan media maupun mengembangkan keilmuan komunikasi dan penyiaran Islam melalui kegiatan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan, maka Jurusan KPI menerapkan proses pembelajaran dengan menerapkan proporsi teori dan praktek yang memadai, sehingga mahasiswa memperoleh pengetahuan secara teoritis dan mendapatkan keterampilan yang sesuai dengan misi pembelajaran dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yakni memberikan life skillkepada mahasiswa, yang pada akhir tahun ini berdasarkan pada kurikulum Integrasi dan Interkoneksi yang dikembangkan UIN Sunan Kalijaga. b. Efisiensi Internal dan Eksternal Dalam proses pembelajaran, Jurusan KPI mengupayakan penerapan efisiensi internal dan eksternal. Ini dilakukan dengan cara memberdayakan dan memanfaatkan seluruh potensi yang ada, baik SDM maupun media. Ini juga dilakukan dengan mengusahakan dan mengadakan hubungan ke luar untuk menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga yang dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan proses belajar mengajar yang maksimal.

2. Mengajar a. Kesesuaian Strategi dan Metode Kegiatan belajar mengajar yang diterapkan pada Jurusan KPI tidak hanya bersifat transfer of knowledge, melainkan jugatransfer of value, transfer of attitude dan life skill sesuai dengan ajaran Islam. Untuk itu maka proses kegiatan belajar mengajar mengacu kepada etika, metode dan strategi yang relevan dengan pandangan tersebut.

Metode belajar mengajar yang dilaksanakan oleh dosen Jurusan KPI terdiri dari beberapa metode mengajar, yaitu : ceramah dan tanya jawab, diskusi, kuis, praktek, penugasan, praktik lapangan dan magang. Dari masing-masing metode tersebut melahirkan strategi mengajar, hal ini tentu sesuai dengan pengalaman dan kondisi dosen yang bersangkutan. Untuk tujuan tersebut, telah dibentuk team teaching bagi mata kuliah yang memiliki dosen lebih dari satu atau ada keterkaitan antara satu mata kuliah dengan mata kuliah yang sejenis atau serumpun (lihat Lampiran). b. Kesesuaian Materi Pembelajaran dengan Tujuan Mata Kuliah Materi pembelajaran setiap mata kuliah diberikan kepada mahasiswa dengan berdasarkan kepada kesesuaian antara materi dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai yang target utamanya adalah mengacu kepada pencapaian kompetensi mata kuliah. c. Efisiensi dan produktivitas Dalam mencapai efisiensi dan produktivitas mengajar, beberapa dosen Jurusan KPI ada yang menggunakan beberapa media pembelajaran seperti : LCD, hand out, transparansi, diktat, dan buku ajar. d. Struktur dan Rentang Kegiatan Mengajar Sistem pendidikan yang dipakai di lingkungan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta adalah Sistem Kredit Semester (SKS), yakni pendidikan yang menyatakan beban studi mahasiswa, beban kerja tenaga pengajar, dan beban penyelenggaraan suatu mata kuliah dan program selama 14 minggu dalam satuan kredit. e. Penggunaan Teknologi Informasi Dosen dalam mengajar ada yang menggunakan tehnologi informasi ada juga yang tidak. Penggunaan tehnologi informasi tergantung kepada jenis dan sifat mata kuliah yang diajarkan, tapi pada umumnya media komputer dipergunakan untuk setiap mata kuliah. Media internet juga dipergunakan untuk mencari beberapa informasi yang dibutuhkan. Dalam menyampaikan materi perkuliahan, beberapa dosen menggunakan media LCD, Over Head Proyektor (OHP) dan notebook dengan in-focusnya. 3. Belajar a. Keterlibatan Mahasiswa Dalam meningkatkan kemampuan intelektual dan pengembangan wawasan, dosen dan mahasiswa terlibat secara intens dalam berbagai kegiatan yang dapat menunjang kemampuan dan pengembangan intelektual. Kegiatan ini

seperti melalui kegiatan keilmuan dan pengabdian masyarakat. Kegiatan yang diikuti diantaranya : 1) 2) 3) 4) Studium General, yaitu kegiatan ilmiah yang mengkaji berbagai hal yang berkaitan dengan penambahan dan perluasan keilmuan. Pelatihan-pelatihan dan workshop, yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan dan keterampilan berkarya. Studi Banding, yang dilakukan untuk meningkatkan wawasan serta membuka cakrawala realita empiris diluar kampus. Bakti Sosial, yang dilakukan untuk memberikan pengalaman dan pemahaman serta kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan. b. Bimbingan Skripsi Bagi mahasiswa yang telah menyelesaikan perkuliahan minimal 120 Sks sudah dapat mengajukan topik penelitian (judul skripsi) dengan prosedur sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) Konsultasi topik atau judul dengan Dosen Penasehat Akademik. Membuat dan mengajukan proposal topik penelitian. Penerimaan dan pengesahan topik penelitian. Penunjukan seorang Dosen Pembimbing Skripsi. Seminar Topik Penelitian Proses bimbingan skripsi. Pengajuan ujian skripsi

c. Peluang bagi mahasiswa untuk mengembangkan : 1) Pengetahuan dan pemahaman materi khusus sesuai bidangnya Bagi mahasiswa yang ingin mengembangkan pengetahuan atau pendalaman suatu materi, jurusan memfasilitasi dan memotivasi dengan memberi konsultasi atau membentuk forum komunitas. 2) Keterampilan umum dan yang dapat dialihkan (transferable) Bagi mahasiswa jurusan KPI diberikan keterampilan dalam tulis menulis, seperti pelatihan menulis, pelacakan/peliputan beritadan profesi, seperti pengetahuan tentang media kepenyiaran radio, programer dan presenter televisi, pembuatan naskah film, browsing internet dan komputer sebagai keterampilan yang harus dimiliki mahasiswa. 3) Pemahaman dan pemanfaatan kemampuannya sendiri Guna mengaktualisasikan pemahaman keilmuan dan keterampilan yang dimiliki serta memanfaatkan kemampuan diri, mahasiswa Jurusan KPI diberi ruang untuk mengekspresikannya dalam suatu kegiatan penerbitan (tulis menulis) bulletin RETHOR dan kepenyiaran di RADIO RASIDA,

kegiatan Pecinta

Seni

Suara

Padang

Pasir

(kelompok Al-

Hamro), dan cameraman(pembuatan film INDI). 4) Kemampuan belajar mandiri Mahasiswa Jurusan KPI memiliki kegiatan yang relevan dengan tujuan dan kompetensi bidang keilmuan, pengembangan bakat, dan kepemimpinan. Dalam bidang keilmuan, mahasiswa memiliki kelompok-kelompok studi dan kajian keilmuan yang mereka buat bersama sesama mahasiswa, baik berdasarkan jurusan maupun keterampilan yang dimiliki. Dalam bidang pengembangan bakat, mereka memiliki kelompok kesenian dan media. Dalam bidang kepemimpinan, mahasiswa banyak yang aktif mengikuti kegiatan organisasi baik ekstra, intra maupun keduanya. 5) Nilai, motivasi dan sikap Sistem penilaian yang digunakan adalah Penilaian Berbasis Kelas (PBK), yakni suatu proses pengumpulan, pelaporan dan penggunaan informasi hasil belajar dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat, dan konsisten sebagai akuntabilitas publik. Penilaian dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan belajar mengajar. PBK dilakukan dengan pengumpulan kerja siswa (porto folio), hasil karya/tulis (produk), penugasan (proyek), kinerja (performance), dan tes tertulis (paper and pencil test). Ditinjau dari kompetensi yang ingin dicapai, ranah yang dinilai meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

4. Penilaian kemajuan dan keberhasilan belajar a. Peraturan Penilaian Kemajuan dan Penyelesaian Studi Mahasiswa Untuk menilai prestasi akademik mahasiswa, dilakukan mekanisme serangkaian ujian yang terdiri dari Ujian Tengah Semester (UTS), Ujian Akhir Semester (UAS), serta beberapa tugas. Simbol yang digunakan mengukur prestasi hasil ujian dipergunakan huruf mutu yaitu A, B, C, D dan E dengan bobot nilai 4, 3, 2, 1 dan 0. Dalam sistem penilaian menggunakan Penilaian Angka Normatif (PAN) (lihat lampiran). b. Strategi dan Metode Penilaian Kemajuan dan Keberhasilan Mahasiswa Ketentuan bagi mahasiswa yang dapat melanjutkan studi adalah mahasiswa yang memperoleh IPK semester satu sampai semester empat minimal 2.00. Mereka inilah yang berhak melanjutkan ke semester lima. Sedangkan yang IPKnya kurang dari 2.00 dinyatakandroup out (DO). Beban studi adalah sejumlah bobot mata kuliah yang harus ditempuh mahasiswa selama masa studi. Beban studi yang harus ditempuh pada Jurusan

Komunikasi dan Penyiaran Islam adalah 144 sks. Pendistribusian setiap semester berkisar antara 18-22 sks. Perolehan IPS setiap semesternya dapat digunakan untuk memperoleh jumlah sks pada semester berikutnya. (lihat lampiran). c. Penentuan Yudisium Mahasiswa yang dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar sarjana Komunikasi dan Penyiaran Islam, apabila mereka memperoleh IPK paling kurang 2.00 selama masa studi. Predikat kelulusan Cumlaude hanya diberikan kepada mahasiswa yang memiliki IPK minimal 3.50 dan masa studinya tidak lebih dari 5 tahun, tidak pernah melakukan perbaikan nilai, serta tidak melanggar kode etik kemahasiswaan. d. Penelaahan Mengenai Kepuasan Mahasiswa Mutu lulusan Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dapat dilihat dari perolehan Indeks Prestasi Kumulatif lulusan. Secara umum perolehan nilai prestasi mengalami perubahan seiring dengan perubahan yang terjadi di lingkungan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Perolehan IPK mahasiswa jurusan KPI mayoritas berada pada rentangan 3.00 3.49, yaitu 61.36 persen. Dengan demikian dikatakan bahwa rata-rata mahasiswa lulusan Komunikasi dan Penyiaran Islam memperoleh predikat kelulusan yudisium amat baik/sangat memuaskan http://www.uin-suka.info/joomlakusuka/dakwah/kpi/Proses_Pembelajaran000.htm KOMUNIKASI = KUNCI KEBERHASILAN TRANSFER ILMU Kadang kita tidak menyadari arti pentingnya KOMUNIKASI Kata komunikasi sudah sangat familiar buat kita semua, tapi .... sudahkah kita menyadari arti pentingnya komunikasi buat kita salah satu arti penting tersebut yang langsung bersentuhan dengan kita adalah bagaimana kita mentransfer ilmu kepada sesama

Rekan-rekan di Sabhawana tentunya sangat menyadari bahwa ilmu yang kita terima adalah ilmu yang turun temurun, dan sebagian besar ditularkan kepada kita melalui transfer pengetahuan di kelas. Sebagai seorang Senior yang bertanggung jawab, tentunya besar keinginan kita bahwa ilmu yang kita miliki dapat kita sampaikan kepada Yunior agarSABHAWANA yang kita cintai ini dapat terus berkembang dan makin maju, bukannya stagnan atau bahkan mundur. Salah satu cara untuk memajukan SABHAWANA adalah bagaimana ilmu-ilmu yang pernah kita terima dapat kita transfer secara utuh, atau bahkan kalo kita mampu ilmu tersebut kita tambah atau kembangkan sesuai dengan perkembangan jaman. <?xml:namespace prefix = o ns = "urn:schemas-microsoft-com:office:office" /><o:p> Keberhasilan transfer ilmu terjadi apabila ada KOMUNIKASI dua arah, yaitu komunikasi antara Senior sebagai fihak yang memberikan ilmu dan Yunior sebagai fihak yang menerima

ilmu. Harus kita maklumi, bertindak sebagai pengajar di kelas adalah situasi yang rumit dan kompleks bagi sebagian orang, karena tidak semua orang dilahirkan mempunyai bakat sebagai pengajar atau pendidik yang baik. Apalagi rekan-rekan di Sabhawana, rentang usia antara senior dan yunior amatlah pendek, berkisar antara satu atau dua tahun, sehingga kemungkinan grogi, canggung dan tidak tahu apa yang harus diperbuat di depan kelas sangatlah mungkin. Hal inilah yang sesungguhnya tidak boleh terjadi dan dibiarkan berlarut karena dapat berdampak pada macetnya transfer ilmu di Sabhawana. Berikut ada beberapa TIPS KOMUNIKASI dalam MENGAJAR yang mungkin dapat diterapkan agar transfer ilmu di Sabhawana dapat berkelanjutan. Pertama, TERSENYUMLAH DENGAN TULUS Memulai setiap kegiatan awalilah dengan senyum, karena senyum adalah bahasa komunikasi pertama anda di dalam kelas. Senyuman sudah merupakansapaan awal yang bernilai lebih dari 50 % bahasa komunikasi anda kepada yunior, karena merupakan penghargaan dan penerimaan tersendiri bagi kehadiran mereka di kelas. Kedua, JANGANLAH MEMANDANG RENDAH Ingat, yunior adalah rekan kita juga, dan jangan lupa background pendidikan mereka sebelumnya beragam, tidak jarang ada yunior yang mempunyai wawasan dan pengetahuan yang lebih sehingga mungkin saja sudah mengetahui suatu materi atau bahkan lebih menguasai daripada kita..... maka ada baiknya sebelum mengajar cek terlebih dahulu seberapa jauh pemahaman mereka tentang materi atau topik yang akan disampaikan. Ketiga, GUNAKAN ALAT PERAGA Apabila materi atau topik yang akan diajarkan berhubungan dengan praktek nantinya, maka persiapkan lebih awal alat peraga yang memungkinkan dibawa kedalam kelas. Dan yang paling penting kuasai cara menggunakannya, namun apabila kita kurang mahir penggunaan alat tersebut ada baiknya minta bantuan rekan lain yang lebih menguasai untuk membantu di kelas. Keempat, GUNAKAN GAYA BAHASA YANG LUGAS DAN SEDERHANA Bahasa yang lugas dan sederhana akan mudah dimengerti dan diterima oleh si penerima ilmu daripada bahasa-bahasa tehnis yang terlalu rumit. Adakalanya komunikasi akan lebih efektif apabila dibantu dengan bahasa tubuh, namun jangan berlebihan karena dapat berakibat kontra produktif. Kelima, LIBATKAN MEREKA DALAM MATERI Seperti disampaikan sebelumnya komunikasi akan berhasil apabila terjalin dua arah. Demikian juga halnya dengan transfer ilmu, pelibatan yunior dalam materi akan menimbulkan gairah dan rasa ingin tahu yang lebih tentang materi yang sedang disampaikan. Pelibatan mereka dapat melalui pertanyaan, pengutaraan pendapat dan evaluasi berupa kuis-kuis kecil di akhir materi. Keenam, ANTUSIAS Hai kawan, bagaimana yunior akan suka dan tetap memperhatikan apabila anda sendiri tidak bisa menunjukkan sikap antusias terhadap materi anda. Tampillah enerjik dan tetap semangat dari awal sampai akhir materi. Ketujuh, SELARASKAN POLA PIKIR Materi anda akan menjadi terlalu sulit dimengerti bagi yunior apabila anda tidak mau mengetahui cara pandang mereka terhadap materi yang akan disampaikan. Karenanya cobalah berpikir seperti mereka atau bertindak seperti anda menerima materi itu pada saat anda menjadi yunior sebelumnya, dengan demikian anda akan mengetahui

bagian-bagian mana yang terasa sulit dimengerti yang membutuhkan perhatian lebih dari anda. Kedelapan, LEMPAR, SERAP DAN TAMPUNG Seringkali pada saat mengajar timbul pertanyaan-pertanyaan sulit dari yunior, menghadapi situasi demikian jangan panik, kuasai kelas dengan meminta yunior mengulangi pertanyaan, kemudian lemparkan pertanyaan tersebut kepada yunior lain yang ada didalam kelas (bisa lebih dari satu orang) kemudian serap ide-ide mereka, rangkum dalam satu penjelasan kemudian sampaikan kembali kepada mereka. Namun apabila pertanyaan tersebut terlalu sulit untuk dijawab saat itu, maka ada baiknya tampung pertanyaan tersebut dan sampaikan akan dijawab pada kesempatan yang lain demi kejelasan yang lebih dalam. ( Ingat Jawaban nantinya harus anda dikonsultasikan kepada yang lebih ahli agar dapat memuaskan ). Kesembilan, BAGI WAKTU Sekali lagi ingat bahwa, manusia dalam menerima suatu materi mempunyai batas jenuh, jadi hindari kejenuhan didalam kelas. Sebelum rasa jenuh datang ada baiknya beristirahat terlebih dahulu... cooling down. Untuk itu sebelum mengajar persiapkan waktu sedemikian mungkin, berapa kali istirahat sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia. Kesepuluh, KESIMPULAN Setiap selesai menyampaikan materi, usahakan harus ada kesimpulan dari apa yang telah disampaikan. Apabila materi yang disampaikan belum selesai dalam satu kali pertemuan, tetap jangan lewatkan kesimpulan.... buatlah kesimpulan kecil. Karena dari kesimpulan tersebut kita dapat mengetahui seberapa jauh materi yang telah disampaikan. Kita semua mencintai SABHAWANA Mari kita sedikit peduli kepada rekan-rekan kita dengan mencoba memberikan yang terbaik buat Sabhawana, apa yang telah kita terima, yang jelek kita tinggalkan dan yang baik kita kembangkan, sampaikan kepada yunior yang akan meneruskan derap langkah Sabhawana. Jadi..... mari kita transfer ilmu kita kepada sesama Transfer ilmu akan lebih berhasil apabila direncanakan dan dipersiapkan dengan baik.... salah satu caranya adalah terjalinnya komunikasi dua arah. Salam Rimba S 78514 H</o:p> http://portal.sabhawana.com/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=166

CASE TEACHING METHOD Pelatihan Metode Pembelajaran Berbasis Kasus Efektif 24 jam / 3 hari

Tidak hanya kemampuan menyampaikan konsep yang diperlukan, melainkan juga diperlukan keterampilan memimpin dan menghidupkan diskusi yang berlangsung di kelas. Untuk itu pengajar haruslah cerdas dan efektif dalam melontarkan pertanyaan, mendengarkan peserta, memimpin debat, dan menyimpulkan hasil.

Manfaat apa yang anda peroleh


y y y

Meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan mengajar metode kasus Memahami proses mengajar metode kasus dan persiapan-persiapan yang diperlukan oleh instruktur dan peserta Lebih percaya diri dalam menggunakan metode kasus yang kaya dengan inovasi dan kreasi belajar

Apa yang dibahas


y y y y y

Konsep belajar dan metode kasus Mempersiapkan pengajaran dengan metode kasus Strategi bertanya, mendengarkan, menanggapi, dan menyimpulkan Proses dalam metode kasus: membuka, menutup, dan transisi Praktek mengajar menggunakan kasus

Jadwal

Hari I 08.00 10.00

Topik Metode kasus dan Proses Belajar

Kasus Trouble in Stat 1B (A)

Bahan Bacaan Barriers and Gateways to Learning Premises and Practices of Discussion Teaching

Instr

10.00 10.15 10.15 12.15

Istirahat Persiapan Mengajar Kasus Were Just Wasting Our Time Ishoma Memimpin Diskusi Mengajar Kasus Nissans U-Turn Encouraging Independent 1999-2001 Thinking Istirahat Pusat Kebugaran Jim Talk and Chalk How to Teach a Case

12.15 13.00 13.00 15.00 15.00 15.15 15.15 17.15

Memimpin Diskusi Mengajar Kasus

Hari II 08.00 10.00

Topik Ketrampilan mengajar: bertanya, mendengarkan, dan menjawab

Kasus PT Pos Indonesia

Bahan Bacaan With Open Ears: Listening & the Art of Discussion Leading The Discussion Teacher in Action: Listening, Questioning & Responding

Instr

10.00 10.15 10.15 12.15

Istirahat Proses mengajar: pembukaan, penutupan, dan transisi Assistant Professor Graham & Ms. Macomber (A) Ishoma Persiapan praktek mengajar Tyberg Company First Visayas Holding Company The Offended Colonel (A) Istirahat To See Ourselves As Others See Us: The Reward of Classroom Observation The Dreaded Discussion: Ten Ways to Start Six Common NonFacilitating Teaching Behaviors

12.15 13.00 13.00 15.00

15.00 15.15 15.15 17.15

Kegiatan mandiri persiapan mengajar kasus

Hari III 08.00 10.00 10.00 10.15 10.15 12.15

Topik Kegiatan mandiri persiapan mengajar kasus

Kasus

Bahan Bacaan

Instr

Istirahat Praktek Mengajar Guidelines for Observing and Instructors Case Teaching Approach and Behavior Ishoma Praktek Mengajar Istirahat Praktek Mengajar

12.15 13.00 13.00 15.00 15.00 15.15 15.15 17.15

DISCOVERY INQUIRY Tujuan pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Hal ini berarti bahwa pembangunan tidak hanya mengejar kepuasan lahiriah saja seperti sandang, pangan, papan, dan kesehatan saja ataupun mengejar kepuasan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab dan rasa keadilan saja, melainkan antara pembangunan lahiriah dan batiniah tersebut haruslah berjalan seiring secara serasi. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional seperti yang tercantum di atas, maka sudah barang tentu akan sangat diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam hal ini pendidikan merupakan salah satu sarana untuk menciptakan sumber daya - sumber daya manusia yang berkualitas tersebut. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak dalam kehidupan, baik dalam kehidupan seseorang, keluarga, maupun bangsa dan Negara. Maju mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan bangsa itu (Sudirman N, dkk, 1992 : 3). Tujuan pendidikan dan pengajaran di Indonesia berlandaskan pada falsafah hidup bangsa, yaitu Pancasila. Bila kita kaji lebih jauh lagi apa yang diuraikan dalam Pasal 4 UUSPN No. 2 tahun 1989, maka kita dapat mengetahui apa yang menjadi tujuan pendidikan di Indonesia dimana Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Untuk mecapai tujuan pendidikan nasional tersebut, guru sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan di lapangan sangat menentukan keberhasilannya. Dalam hal ini guru dapat dikatakan sebagai pemegang peranan utama dalam proses pendidikan yang tercermin dalam proses belajar-mengajar di sekolah. Dalam proses belajar-mengajar melibatkan banyak factor. Dari bagan di atas dapat dijelaskan bahwa masukan (raw input) yang merupakan bahan dasar diberikan pengalaman belajar tertentu dalam proses belajar-mengajar, dengan harapan dapat berubah menjadi keluaran (expected) input) yang berupa hasil belajar yang diharapkan. Dalam proses belajar-mengajar diharapkan pula sejumlah factor sarana dan factor lingkungan guna menunjang tercapainya keluaran yang dikehendaki. Pada saat proses belajarmengajar berlangsung di kelas, akan terjadi hubungan timbal balik antara guru dan siswa yang beraneka ragam, dan itu akan mengakibatkan terbatasnya waktu guru untuk mengontrol bagaimana pengaruh tingkah lakunya terhadap motivasi belajar siswa. Selama pelajaran berlangsung guru sulit menentukan tingkah laku mana yang berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa, misalnya gaya mengajar mana yang memberi kesan positif pada diri siswa selama ini, strategi mana yang dapat membantu kejelasan konsep selama ini, media dan metode mana yang tepat untuk dipakai dalam menyajikan suatu bahan sehingga dapat membantu mengaktifkan siswa dalam belajar. Hal tersebut memperkuat anggapan bahwa guru dituntut untuk lebih kreatif dalam proses belajar mengajar, sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan pada diri siswa yang pada akhirnya meningkatkan motivasi belajar siswa. Selanjutnya Djamarah Syaiful Bahri (2005) mengatakan bahwa kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajarmengajar hendaknya dipahami benar oleh

guru. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi, karena ada perangsang dari luar. Sehingga metode dalam hal ini berkedudukan sebagai alat untuk meningkatkan minat belajar siswa dari luar. Dalam menyampaikan suatu bahan pelajaran, guru harus mampu melakukan pengorganisasian terhadap seluruh komponen pelajaran, yang salah satunya adalah metode mengajar. Syaiful bahri Djamarah, (1991) mengemukakan pendapatnya mengenai metode memgajar sebagai berikut : Metode adalah salah satu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar metode sangat diperlukan oleh setiap guru yang penggunaannya sangat bervariasi sesuai dengan karakteristik tujuan yang ingin dicapai setelah pembelajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila tidak memguasai satu pun metode mengajar yang telah dirumuskan oleh para ahli psikologi pendidikan. Pendapat terserbut didukung oleh Karo-karo Ing S. Ulih Bukit (1975) yang mengemukakan bahwa metode mengajar ialah suatu cara tau jalan yang berfungsi sebagai alat yang digunakan dalam pengajaran untuk mencapai tujuan pengajaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode mengajar merupakan suatu teknik atau cara yang ditempuh guru dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa dan melibatkan interaksi yang aktif dan dinamis antara guru dan siswa, sehingga tujuan belajar yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Metode Penemuan (Discovery-Inquiry) Metode penemuan adalah cara penyajian pelajaran yang banyak melibatkan siswa dalam proses-proses mental dalam rangka penemuannya. Menurut Sund (Sudirman N, 1992 ), discovery adalah proses mental, dan dalam proses itu individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip. Istilah asing yang sering digunakan untuk metode ini ialah discovery yang berarti penemuan, atau inquiry yang berarti mencari. Mengenai penggunaan istilah discovery dan inquiry para ahli terbagi ke dalam dua pendapat, yaitu : 1.Istilah-istilah discovery dan inquiry dapat diartikan dengan maksud yang sama dan digunakan saling bergantian atau keduanya sekaligus. 2.Istilah discovery, sekalipun secara umum menunjuk kepada pengertian yang sama dengan inquiry, pada hakikatnya mengandung perbedaan dengan inquiry. Moh. Amin (Sudirman N, 1992 ) menjelaskan bahwa pengajaran discovery harus meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin siswa dapat mengembangkan prosesproses discovery. Inquiry dibentuk dan meliputi discovery dan lebih banyak lagi. Dengan kata lain, inquiry adalah suatu perluasan proses-proses discovery yang digunakan dalam cara lebih dewasa. Sebagai tambahan pada proses-proses discovery, inquiry mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problema sendiri, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan sebagainya. Mengenai kelebihan dan kekurangan metode penemuan/discovery-inquiry diuraikan oleh Sudirman N, dkk (1992) sebagai berikut : Kelebihan metode penemuan/discovery-inquiry : 1. Strategi pengajaran menjadi berubah dari yang bersifat penyajian informasi oleh guru kepada siswa sebagai penerima informasi yang baik tetapi proses mentalnya berkadar rendah, menjadi pengajaran yang menekankan kepada proses pengolahan informasi di mana siswa yang aktif mencari dan mengolah sendiri informasi yang kadar proses mentalnya lebih tinggi atau lebih banyak.

2. Siswa akan mengerti konsep-konsep dasar atau ide lebih baik. 3. Membantu siswa dalam menggunakan ingatan dan dalam rangka transfer kepada siutuasi-situasi proses belajar yang baru. 4. Mendorong siswa untuk berfikur dan bekerja atas inisiatifnya sendiri. 5. Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar yang tida hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar. 6. Metode ini dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari sehingga retensinya 9tahan lama dalam ingatan) menjadi lebih baik. Kekurangan metode penemuan/discovery-inquiry : 1. Memerlukan perubahan kebiasaan cara belajar siswa yang menerima informasi dari guru apa adanya, ke arah membiasakan belajar mandiri dan berkelompok dengan mencari dan mengolah informasi sendiri. Mengubah kebiasaan bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi kebiasaan yang telah bertahun-tahun dilakukan. 2. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar. Inipun bukan pekerjaan yang mudah karena umumnya guru merasa belum puas kalau tidak banyak menyajikan informasi (ceramah). 3. Metode ini memberikan kebebasan pada siswa dalam belajar, tetapi tidak berarti menjamin bahwa siswa belajar dengan tekun, penuh aktivitas, dan terarah. 4. Cara belajar siswa dalam metode ini menuntut bimbingan guru yang lebih baik. Dalam kondisi siswa banyak (kelas besar) dan guru terbatas, agaknya metode ini sulit terlaksana dengan baik. Jenis-Jenis Metode Penemuan (Discovery-Inquiry) Moh. Amin (Sudirman N, 1992) menguraikan tentang tujuh jenis inquiry-discovery yang dapat diikuti sebagai berikut :
y

Guided Discovery-Inquiry Lab. Lesson

Sebagian perencanaan dibuat oleh guru. Selain itu guru menyediakan kesempatan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa. Dalam hal ini siswa tidak merumuskan problema, sementara petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat diberikan oleh guru.
y

Modified Discovery-Inquiry

Guru hanya memberikan problema saja. Biasanya disediakan pula bahan atau alat-alat yang diperlukan, kemudian siswa diundang untuk memecahkannya melalui pengamatan, eksplorasi dan atau melalui prosedur penelitian untuk memperoleh jawabannya. Pemecahan masalah dilakukan atas inisiatif dan caranya sendiri secara berkelompok atau perseorangan. Guru berperan sebagai pendorong, nara sumber, dan memberikan bantuan yang diperlukan untuk menjamin kelancaran proses belajar siswa.
y

Free Inquiry

Kegiatan free inquiry dilakukan setelah siswa mempelajarai dan mengerti bagaimana memecahkan suatu problema dan telah memperoleh pengetahuan cukup tentang bidang studi tertentu serta telah melakukan modified discovery-inquiry. Dalam metode ini siswa harus mengidentifikasi dan merumuskan macam problema yang akan dipelajari atau dipecahkan.
y

Invitation Into Inquiry

Siswa dilibatkan dalam proses pemecahan problema sebagaimana cara-cara yang lazim diikuti scientist. Suatu undangan (invitation) memberikan suatu problema kepada siswa, dan melalui pertanyaan masalah yang telah direncanakan dengan hati-hati mengundang siswa untuk melakukan beberapa kegiatan atau kalau mungkin, semua kegiatan sebagai berikut : a.merancang eksperimen b.merumuskan hipotesis c.menetapkan kontrol d.menentukan sebab akibat e.menginterpretasi data f.membuat grafik
y

Inquiry Role Approach

Inquiry Role Approach merupakan kegiatan proses belajar yang melibatkan siswa dalam tim-tim yang masing-masing terdiri tas empat anggota untuk memecahkan invitation into inquiry. Masing-masing anggota tim diberi tugas suatu peranan yang berbeda-beda sebagai berikut : 1.koodinator tim 2.penasihat teknis 3.pencatat data 4.evaluator proses 6.Pictorial Riddle Pendekatan dengan menggunakan pictorial riddle adalah salah satu teknik atau metode untuk mengembangkan motivasi dan minat siswa di dalam diskusi kelompok kecil maupun besar. Gambar atau peragaan, peragaan, atau situasi yang sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berfikir kritis dan kreatif siswa. Suatu ridlle biasanya berupa gambar di papan tulis, papan poster, atau diproyeksikan dari suatu trasparansi, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan ridlle itu.
y

Synectics Lesson

Pada dasarnya syntetics memusatkan pada keterlibatan siswa untyuk membuat berbagai macam bentuk metafora (kiasan) supaya dapat membuka intelegensinya dan mengembangkan kreativitasnya. Hal ini dapat dilaksankan karena metafora dapat membantu dalam melepaskan ikatan struktur mental yang melekat kuat dalam memandang suatu problema sehingga dapat menunjang timbulnya ide-ide kreatif. Penerapan Pembelajaran Investigasi dalam Pembelajaran Matematika Ditulis oleh Mumun Syaban A. Latar Belakang Masalah klasik dalam pembelajaran matematika di Indonesia adalah rendahnya prestasi murid dan kurangnya motivasi siswa untuk belajar matematika. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pembelajaran matematika di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang ditunjukkan dengan hasil Ujian Akhir Nasional (UAN) juga Nilai Ebtanas Murni (NEM) dari tahun ketahun hasilnya belum menggembirakan jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain, kecuali ditingkat sekolah dasar (Puspendik, 2005). Selain itu, pada tingkat internasional, hasil tes Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2003 yang dikoordinir oleh The International for Evaluation of Education Achievement (IEA) siswa Indonesia berada diperingkat 34 dari 48 negara peserta untuk penguasaan matematika. Skor ratarata yang diperoleh siswa-siswa Indonesia adalah 411. Skor ini masih jauh di bawah skor rata-rata internasional yaitu 467. Selain itu, bila dibandingkan dengan dua negara tetangga, yaitu Singapura dan Malaysia, posisi peringkat siswa kita jauh tertinggal. Singapura berada pada peringkat pertama dan Malayasia berada pada peringkat ke sepuluh (Nandika, 2005).

Sementara dalam Program for International Assessment (PISA) tahun 2003 yang lalu, skor rata-rata siswa usia 15 tahun mengenai literasi matematika (mathematical literacy) 385 dan berada pada peringkat ke 38 dari 40 negara yang berpartisipasi (Organisation for Economic Co-Operation and Development, 2004). Rendahnya hasil belajar matematika dapat disebabkan oleh faktor kemampuan guru dalam menerapkan metode atau strategi pembelajaran yang kurang tepat, misalnya proses pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru sementara siswa lebih cenderung pasif. Akibatnya siswa tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematikanya. Misalnya guru masih menggunakan metode mengajar yang bersifat mekanisitik, jarang memberikan masalah yang tidak rutin, dan lebih menekankan pada drill (Marpaung, 2003). Guru-guru sering dihantui oleh selesai atau tidaknya topik-topik yang harus diajarkan dengan waktu yang tersedia. Akibatnya guru lebih suka mengajar dengan cara tradisional dengan hanya menggunakan metode ceramah serta meninggalkan cara investigasi maupun pemecahan masalah. Pembelajaran dilakukan melalui proses penyampaian informasi atau transfer of knowledge bukan melalui pemerosesan informasi. Akibatnya hasil yang diperoleh dari proses pembelajaran seperti itu adalah berupa akumulasi dari pengetahuan sebelumnya yang satu sama lain terisolasi. Bahkan untuk pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas (SMA), kemampuan matematika siswa kurang dikembangkan. Hal ini dikarenakan guru lebih menyiapkan siswa untuk menghadapi Ujian Akhir Nasional (UAN) dan tes Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Guru cenderung bersifat monoton, hampir tanpa variasi kreatif, kalau saja siswa ditanya, ada saja alasan yang mereka kemukakan, seperti matematika sulit, tidak mampu menjawab, takut disuruh guru ke depan, sehingga adanya gejala ketakutan anak terhadap matematika (phobia matematika) yang melanda sebahagian besar siswa. Selain itu orang tua juga lebih menekankan anak-anaknya untuk mengikuti bimbingan belajar yang lebih menekankan drill daripada problem solving. Salah satu metode mengajar matematika yang dapat diterapkan untuk mewujudkan pandangan konstruktivisme ini antara lain adalah metode investigasi. A. Model Pembelajaran Investigasi Istilah investigasi mulai diperkenalkan dengan diterbitkannya laporan dari Cockcroft (dalam Evans, 1987) menyatakan bahwa pembelajaran matematika harus melibatkan aktivitasaktivitas berikut: 1. Eksposisi (pemaparan) guru; 2. Diskusi diantara siswa sendiri, ataupun antara siswa dan guru; 3. Kerja praktek; 4. Pemantapan dan latihan pengerjaan social; 5. Pemacahan masalah; 6. Investigasi. Investigasi merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan. Kegiatan belajar dimulai dengan diberikan masalah-masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam pelaksanaannya mengacu pada berbagai teori investigasi. Menurut Joyce, Weil dan Calhoun( 2000: 53), model ini sangat mudah disesuaikan dan komprehensip yang menggabungkan tujuan-tujuan akademik investigasi, integrasi sosial dan proses pembelajaran sosial, dan dapat digunakan dalam semua bidang studi, dalam

semua tingkat usia. Menurut Height (dalam Krismanto, 2004), investigasi berkaitan dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis. Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, dapat membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil. Dalam kegiatan di kelas yang mengembangkan diskusi kelas berbagai kemungkinan jawaban itu berimplikasi pada berbagai alternatif jawaban dan argumentasi berdasarkan pengalaman siswa. Akibatnya ialah jawaban siswa tidak selalu tepat benar atau bahkan salah karena prakonsepsi yang mendasari pemikiran siswa tidak benar. Namun dari kesalahan tersebut dengan komunikasi yang dikembangkan dapat memberikan arah kesadaran siswa akan kesalahan mereka, khususnya dimana terjadi sumber kesalahan tersebut. Mereka akan belajar dari kesalahan sendiri dengan bertanya, mengapa orang lain memperoleh jawaban yang berbeda dengan jawabannya. Dengan sikap keterbukaan yang memang harus dikembangkan dalam sikap investigasi tersebut, siswa belajar bukan hanya mencari kebenaran atas jawaban permasalahan itu, tetapi juga mencari jalan kebenaran menggunakan akal sehat dan aktifitas mental mereka sendiri. Ada perbedaan antara investigasi dan pemecacahan masalah. Menurut Evans (1987), di Inggris pemecahan masalah dibedakan dari penyelidikan, sedangkan di Amerika Serikat kedua istilah tersebut tidak dibedakan, dalam arti investigasi dimasukkan kelingkup kegiatan pemecahan masalah yang sejak tahun 1985 sudah menjadi agenda aksi para guru matematika untuk dilaksanakan berdasarkan rekomendasi NCTM, suatu organisasi para guru matematika di Amerika Serikat yang sangat disegani di seluruh dunia. Perbedaan tersebut menurut Evans (1987), pemecahan masalah merupakan kegiatan memusat (convergen activity) dimana para siswa harus belajar mencari penyelesaian. Sedangkan investigasi adalah kegiatan menyebar (divergen activity) dimana para siswa lebih diberikan kesempatan untuk memikirkan, mengembangkan, menyelidiki hal-hal menarik yang mengusik rasa keingintahuan mereka. Dapat saja terjadi si A tertarik pada bagian X untuk diselidiki dan si B tertarik pada bagian-bagian yang lain. Disamping itu si A hanya menyelidiki bagian permukaannya saja, sedangkan si B dengan kemampuan berpikir yang sangat prima menyelidiki hal-hal tersebut secara mendalam dan terinci. Itulah sebabnya penyelidikan ini disebut juga suatu kegiatan terbuka yang tidak terbatas, karena kegiatan ini sangat tergantung pada ketertarikan dan perbedaan kemampuan berpikir setiap siswa yang tentunya sangat berbeda. B. Contoh Model Pembelajaran Investigasi dalam Matematika Contoh berikut ini menunjukkan perbedaan antara investigasi dengan pemecahan masalah. Penyelidikan ini disebut &ldquo;Lompat Katak&rdquo;, dimana tiga batu putih dan tiga batu hitam mewakili dua jenis katak diletakkan di medan permainan seperti ini. Kedua jenis batu itu harus dipertukarkan tempatnya dengan aturan: 1. batu putih hanya bergerak ke kanan dan batu hitam hanya kekiri, 2. batu dapat digeser satu tempat ke tempat kosong di sebelahnya atau melompati satu batu warna lain ke satu tempat kosong berikutnya. Pada kegiatan pemecahan masalah, perintahnya dapat saja berupa pertanyaan seperti berikut: 1. Bagaimana cara menukar tempat 3 batu putih dan 3 batu hitam?

2. Jika ada n batu putih dan n batu hitam, berapa langkah yang kamu butuhkan? 3. Bagaimana jika ada n batu putih dan m batu hitam berapa langkah yang dibutuhkan. Jadi pada pemecahan masalah, hal-hal yang harus dilakukan siswa sudah tertentu dan sudah terarah (terstruktur). Namun, pada investigasi perintahnya hanya &ldquo;selidiki&rdquo; artinya siswa sendirilah yang harus memunculkan pertanyaan dan menentukan satu atau lebih aspek yang akan diselidiki. Itulah sebabnya Bastow (dalam Shadiq, 2000) menyatakan, &ldquo;Investigating is not just getting the right answers but asking the right questions.&rdquo; Suatu proses investigasi dapat saja dimulai dari hal-hal yang sangat sederhana dan mudah. Misalkan para siswa untuk membuktikanya dimulai dengan menggunakan satu batu putih dan satu batu hitam seperti nampak pada gambar di bawah ini. Langkah pertama adalah menggeser batu putih yang ada di petak 1 ke petak 2, diikuti dengan batu hitam melompati batu putih ke petak 1 dan diakhiri dengan menggeser batu putih yang sudah berada di petak 2 ke petak 3. Dengan bimbingan guru, data yang dapat diharapkan akan didapat siswa dari penyelidikan awal tadi. Dari hasil penyelidikan tadi diperoleh data berikut: 1. Dibutuhkan 3 langkah untuk menukar tempat kedua jenis batu itu. 2. Ketiga langkah tersebut adalah menggeser-melompat-menggeser yang dapat dinotasika GL (G = geser; L = lompat). 3. Urutan warna batu yang digerakkan adalah putih-hitam-putih dengan notasi PHP(P = putih dan H = hitam). Berdasarkan data di atas, seorang siswa dapat saja menduga atau membuat konjektur bahwa untuk 2 batu putih dan 2 batu hitam akan dibutuhkan 5 langkah yang terdiri atas GLGLG, dengan urutan warna batu yang digerakkan adalah PHPHP. Setelah diuji dugaan itu salah semua karena dibutuhkan 8 langkah bukan 5 langkah untuk saling menukar tempat kedua jenis batu itu, yang terdiri atas langkah-langkah GLGLLGLG dengan urutan warna batu yang digerakan adalah PHHPPHHP. Perhatika pola menarik pada GLGLLGLG ataupun pada PHHPPHHP. Proses penyelidikan di atas dapat dilanjutkan dengan 3, 4, 5, . . . batu putih dan batu hitam untuk menemukan pola, menggeneralisasi, membuktikan dan mengkomunikasikan proses dan hasil penyelidikan itu. Langkah-langkah pembelajaran investigasi menurut Vui (2001), Langkah 1: Pendahuluan dengan masalah Buatlah siswa tertarik dengan memotivasi yang baik dan membuat situasi yang dapat membangkitkan semangat. Langkah 2: Mengklarifikasi Masalah Gunakan pertanyaan untuk menggambarkan pertanyaan matematika yang pokok yang terdapat dalam masalah. Langkah 3. Mendisain Investigasi Guru membimbing siswa, baik secara individual maupun kelompok untuk memilih pemecahan masalah yang tepat yang paling memuaskan. Contoh: Apa yang akan kita cari dari masalah itu? Bagaimana kita dapat mencoba untuk memecahkan masalah? Apa pemecahan masalah yang tepat yang mungkin berguna? Langkah 4. Melaksanakan Investigasi Para siswa membuat dan menguji hipotesis, mendiskusikan dan guru harus memberi pertanyaanpertanyaan untuk membimbing siswa. Langkah 5: Merangkum Pembelajaran Para siswa membutuhkan waktu untuk mempresentasikan temuan mereka dan menjelaskan beberapa teori yang dimiliki siswa mengenai temuannya. Pertanyaan-pertanyaan dalam kelas mungkin dapat mengikat penemuan ini bersama-sama dan memunculkan prosesproses yang dipakai selama investigasi. C. Kesimpulan Model

pembelajaran investigasi adalah salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan siswa tentang matematika. Dengan jalan memberikan kesempatan menyelidiki situasi-situasi yang menarik hati mereka, sehingga mereka dapat menyusun pola atau keteraturan, menyusun dugaan (conjectures), mencari data yang dapat mendukung dugaan tadi dan membuat simpulan. Dengan pembelajaran investigasi atau eksplorasi, diharapkan siswa dapat menemukan cara-cara baru dalam menggunakan pengetahuan matematika mereka dan menggunakan matematika sebagai alat untuk pemecahan masalah; dan berabstraksi berdasarkan pengalaman dalam pemecahan masalah yang terkait dengan konsep, ide, keterampilan, prosedur, dan struktur yang memiliki tingkat lebih pada aplikasi secara menyeluruh. D. Daftar Pustaka Evans, J. R. (1987). Investigations. The State of The Art Mathematics in School. January, pp 27 &ndash; 30. Joyce B., Weil M., dan Calhoun E. (2000). Model of Teaching. Sydney: Allyn & Bacon. Krismanto, A.. (2003). Beberapa Teknik, Model, dan Strategi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika (PPPG). Marpaung, Y. (2003). Perubahan Paradigma Pembelajaran Matematika di Sekolah. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika di Universitas Sanata Dharma, tanggal 27&mdash;28 Maret 2003. Nandika, D. (2005). Rendahnya Kemampuan Matematika Siswa. [Online]. Tersedia: http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=182149 [23 Pebruari 2005] Organisation for Economic Co-Operation and Development (2004). Learning for Tomorrow&rsquo;s World. Tersedia: http://www.pisa.oecd.org/ dataoecd/1/60/pdf. Puspendik (2005). Informasi Ujian Nasional dan Ebtanas. [Online]. Tersedia: http://www.puspendik. Com. Shadiq, F. (2000). Investigasi dalam Kegiatan Mengajar Matematika. Jurnal Gentengkali, Edisi 5 Tahun III, pp. 35 &ndash; 37. Vui, T. (2001). Mathematical Investigation. Makalah disajikan pada Seameo Recsam, Penang, Malaysia, 26 February &ndash; 7 April 2001. PENINGKATAN PROSES BELAJAR MENGAJAR MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Oleh : Khairul Iksan Abstrak : Proses belajar mengajar akan mengalami peningkatan dari sisi keaktifan, kreatifitas dan kesenangan siswa, karena dalam pembelajaran kontekstual guru berusaha menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Kata kunci : Belajar-mengajar, pembelajaran, pembelajaran kontekstual, Kata kunci : Belajar-mengajar, pembelajaran, pembelajaran kontekstual,

I. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan masalah yang komplek, antara lain ia mencakup soal kurikulum, para guru, keadaan masyarakat dan kiranya juga soal politik. Walaupun kurikulumnya baik, tetapi jika korps guru kurang kemampuannya dalam menyampaikan ilmu kepada anak didiknya,maka kurikulum yang baik itu tidak banyak manfaatnya. Bila kurikulumnya baik para gurupun bermutu, namun jika para murid pada umumnya bersifat santai, malas belajar dan tidak disiplin, maka kedua faktor yang terdahulupun tidak akan banyak manfaatnya. Dan mendangkalnya mutu pendidikan sekarang ini kiranya juga merupakan akibat dari politik Pemerintah yang berupa pemerataan pendidikan yang lebih mengutamakan memperbanyak materi pelajaran daripada menghidupkan kemampuan (kompetensi) anak didik. Alhamdulillah saat ini Pemerintah sudah memandang tiba saatnya untuk memperbaiki mutu pendidikan, misalnya dengan mengadakan berbagai macam workshop kepada para guru dari semua tingkatan perguruan. Pemerintahpun merencanakan memperbaiki penghasilan para guru di tahun depan atau pada masa-masa yang akan datang,sebagaimana yang disebutkan dalam UU tentang Standar Pendidikan Nasional dan UU tentang Guru . Hal ini penting sekali, karena bagaimana mungkin para guru dapat mencurahkan segenap tenaga dan pikirannya kepada tugas-tugasnya bilamana mereka terus dirongrong oleh beban hidup yang berat. Tetapi tindakan perbaikan dari pemerintah saja tidak cukup. Semua wajib membantu usahausaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan para guru dari semua tingkatan perguruan, antara lain wajib bekerja penuh dedikasi, berdisiplin dan senantiasa meningkatkan pengetahuannya, sedangkan para orang tua wajib membantu dalam menegakkan disiplin belajar dan perilaku putra-putrinya. Sekolah Dasar yang merupakan pendidikan awal dan menjadi dasar dari segala pendidikan yang ada diatasnya, diperlukan pendidikan yang profesional, sehingga murid betul-betul bisa melanjutkan pendidikannya kepada pendidikan yang ada di atasnya. Selain iu Sekolah Dasar juga mempersiapkan anak didiknya agar dapat terjun dalam masyarakat dan dapat mengembangkan sikap belajar sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan seumur hidup ( Way of life education ).Hal ini sebagaimana disebutkan dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang berbunyi : Reformasi pendidikan meliputi hal-hal berikut : Pertama ; penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan dan perberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat , dimana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreatifitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreatifitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berahlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang

dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Meskipun demikian, pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional telah banyak berusaha mengatasi permasalahan pendidikan yang dihadapinya terutama masalah relevansi dan kualitas pendidikan pada berbagai tingkat dan jenis pendidikan. Upaya tersebut antara lain berupa pembaharuan kurikulum dan metodologi pengajaran, pengadaan buku pelajaran dan buku bacaan berkualitas, peyelenggaraan berbagai penataran / pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, pengadaan alat peraga, peningkatan manajemen sekolah, pemberian block-grant kepada sebagian sekolah, dan berbagai macam bantuan lainnya. Cukup banyak usaha yang telah dilakukan pemerintah, akan tetapi dampaknya terhadap kualitas proses dan hasil belajar siswa belum optimal. Hal inilah yang membuat pemerintah terus berusaha mencari solusi yang terbaik untuk memecahkan masalah pendidikan tersebut. Salah satu wujud upaya tersebut yaitu berupa pengembangan kurikulum, model-model pembelajaran dan pendekatan atau strategi pembelajaran. Persoalan mendasar yang hingga kini masih sangat dilematis dan kerap dihadapi Guru Sekolah Dasar (SD) di dalam proses belajar mengajar, adalah membangun suasana pembelajaran yang aktif-partisipatif ,yang mampu melibatkan siswa dalam interaksi dialogis dan berkualitas dengan guru, dan atau antar siswa. Akibatnya , iklim kelas pembelajaranpun kurang menarik, menyenangkan, dan membetahkan bagi siswa. Siswa hanya menjadi penerima pasif, kurang responsif, dan ada kecenderungan untuk menolak berinteraksi dengan guru. Persoalan tersebut juga dihadapi oleh para Guru di SD Negeri segugus IV Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan. Dari beberapa kali pengamatan ditemukan fakta bahwa pada setiap proses belajar mengajar, siswa cenderung pasif, kurang menunjukkan gairah,minat, dan antusiasme untuk belajar. Ada indikasi munculnya kejenuhan dan kebosanan pada diri siswa untuk belajar . Interaksi memang kadang terjadi, sejauh karena diminta atau ditunjuk oleh Guru. Dalam suatu kesempatan proses belajar mengajar penulis mencoba berinteraksi dengan para siswa di dalam suatu dialog kelas, dengan mengajukan pertanyaan kepada kelas secara keseluruhan, dengan harapan sedikitnya ada satu dua orang siswa untuk menjawab. Akan tetapi, ternyata tak seorang siswapun yang tampak berupaya untuk merespon pertanyaan kami. Fenomena ini, telah dirasakan berlangsung lama. Untuk mengubah siswa agar mau berpartisipasi-aktif dalam pembelajaran dirasakan sangat sulit. Untuk itu harus ada usaha berkonsultasi dengan orang-orang yang dianggap memiliki kompetensi dalam berbagai pendekatan dan atau strategi pembelajaran atau membaca berbagai buku atau VCD yang berisi penemuan baru tentang pendekatan dan atau strategi pembelajaran. Akhirnya penulis temukan sebuah buku dan CD tentang pendekatan dan atau srategi tentang pembelajaran kontekstual. Setelah membaca penjelasan yang terdapat dalam buku tersebut, penulis berharap inilah pendekatan yang akan mampu membangun kreatifitas murid agar dapat menjadi pembelajar yang aktif-partisipatif. Bertitik tolak dari harapan tersebut, maka penulis tertarik untuk menulis sebuah karya tulis dengan mengambil judul Peningkatan Proses belajar mengajar Melalui Strategi Pembelajaran Kontekstual Dari judul di atas nantinya akan muncul sebuah permasalahan. Sebelum penulis

merumuskan apa permasalahan yang mungkin muncul pada karya tulis ini, terlebih dahulu akan dikemukakan apa yang dimaksud dengan masalah. Masalah adalah sesuatu yang dipertanyakan dan sangat penting untuk dipecahkan (Khairul Iksan, 1991), atau dengan kata lain masalah adalah suatu keadaan yang menimbulkan pertanyaan dalam diri kita tentang bagaimana keadaan suatu kejadian itu timbul yang manakala dibiarkan akan menimbulkan kesulitan bagi manusia, sehingga masalah itu harus diatasi atau dipecahkan oleh manusia, karena masalah itu merupakan tantangan dan rintangan bagi manusia. Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah : Mungkinkah Proses belajar mengajar bisa ditingkatkan Melalui Strategi Pembelajaran Kontekstual ?

A. KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 1. MAKNA BELAJAR DAN MENGAJAR Belajar dan mengajar adalah dua aktivitas yang hampir tidak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya, terutama dalam prakteknya di sekolah-sekolah. Bahkan apabila keduanya telah digerakkan secara sadar dan bertujuan, maka rangkaian interaksi belajar-mengajar akan segera terjadi. Sehubungan dengan hal ini ada baiknya kedua istilah tersebut untuk dibahas. A. Belajar Kita masih ingat bahwa belajar pernah dipandang sebagai proses penambahan pengetahuan. Bahkan pandangan ini mungkin hingga sekarang masih berlaku bagi sebagian orang di negeri ini. Akibatnya, mengajar pun dipandang sebagai proses penyampaian pengetahuan atau keterampilan dari seorang guru kepada siswanya. Pandangan semacam itu tidak terlalu salah, akan tetapi masih sangat parsial, terlalu sempit, dan menjadikan siswa sebagai individu-individu yang pasif. Oleh sebab itu, pandangan tersebut perlu diletakkan pada perspektif yang lebih wajar sehingga ruang lingkup substansi belajar tidak hanya mencakup pengetahuan, tetapi juga keterampilan, nilai dan sikap. Sebagai landasan pembahasan mengenai apa yang dimaksud dengan belajar, berikut ini kami kemukakan beberapa definisi belajar yang dikemukakan oleh Drs.M.Ngalim Purwanto.MP (1990). a) Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975). Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang ( misalnya kelelahan, pengaruh

obat, dan sebagainya ). b) Gagne, dalam buku The conditions of Learning (1977). Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya ( performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. c) Morgan, dalam buku Introduction to Psychology (1978). Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. d) Witherington,dalam buku Educational Psychology. Belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yan menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian. Dari definsi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen yang penting yang merincikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa : a)Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. b)Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman : dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi. c)Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap; harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lam periode waktu itu berlangsung sulit dtentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang, yang biasanya hanya berlangsung sementara. d)Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: Perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah / berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap. B.Mengajar Pada uraian di atas telah dikemukakan bahwa istilah belajar pernah dipandang sebagai proses penambahan pengetahuan. Senada dengan nuansa penafsiran terhadap belajar seperti itu, maka mengajar pun pernah dianggap sebagai proses pemberian atau penyampaian pengetahuan. Pandangan demikian membawa konsekuensi logis terhadap situasi belajar mengajar yang diwujudkan oleh guru, yakni proses belajar-mengajar (PBM) yang terjadi di dalamnya bersifat teacher-centered. Pengajaran menjadi berpusat pada guru mengajar lebih dominan daripada belajar. Guru berperan sebagai pemberi informasi

sebanyak-banyaknya kepada para siswa (information givers) atau dengan nama lain sebagai instructor. Oleh sebab itu, sumber belajar yang digunakan, maksimal hanya sebatas apa yang ada diantara dua kulit buku dan empat dinding kelas. Bahkan, banyak diantara mereka yang menjadikan dirinya sebagai satu-satunya sumber belajar. Akibatnya, siswasiswa menjadi individu-individu yang pasif, kedaulatan merekapun pada akhirnya harus tunduk pada kekuasaan guru. Mereka tidak dididik untuk berfikir kritis, berlatih menemukan konsep atau prinsip, ataupun untuk mengembangkan kreatifitasnya. Mereka tidak dipersiapkan untuk menghadapi kehidupan yang perubahan-perubahannya sangat cepat, bahkan dapat terjadi dalam hitungan detik seperti sekarang ini. Hal ini bisa terjadi pada masa mendatang, karena dengan penerapan konsep mengajar semacam itu, siswa-siswa tidak dididik untuk belajar sebagai manusia seutuhnya, sementara kita berharap agar kelak siswa-siswa menjadi orang-orang yang terdidik, tidak sekedar tersekolah atau belajar. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka mengajar sepantasnya dipandang sebagai upaya atau proses yang dilakukan oleh seorang guru untuk membuat siswa-siswanya belajar. Dalam hal ini guru berupaya untuk membelajarkan siswa-siswanya, dan sebaliknya para siswa menjadi pembelajar-pembelajar yang aktif, kritis dan kreatif. Dengan cara ini interaksi belajar mengajar dapat terjadi, dan pengajaran tidak lagi bersifat teacher-centered, karena telah bergeser pada kontinum pengajaran yang lebih bersifat student-centered. Pertanyaan selanjutnya, yang menggelitik kita selaku guru yang bertugas pada era informasi ini yaitu : Apakah diantara kita yang terlanjur telah menerapkan pengajaran bersifat teachercentered akan segera berubah kearah student-centered ? 2. MAKNA PEMBELAJARAN Istilah pembelajaran mengundang berbagai kontroversi diberbagai kalangan pakar pendidikan, terutama di antara guru-guru di sekolah. Hal ini disebabkan oleh demikian luasnya ruang lingkup pembelajaran, sehingga yang menjadi subyek belajar atau pembelajarpun bukan hanya siswa dan mahasiswa, tetapi juga peserta penataran/pelatihan atau pendidikan dan pelatihan (diklat), kursus, seminar, diskusi panel, symposium, dan bahkan siapa saja yang berupaya membelajarkan diri sendiri. Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatau system atau proses membelajarkan subyek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Depdiknas,Model pembelajaran IPA SD,2003). Dengan demikian, jika pembelajaran dianggap sebagai suatu system, maka berarti pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran. Sebaliknya bila pembelajaran dianggap sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) berikut penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain alat peraga, dan alat-alat evaluasi. Persiapan pembelajaran ini juga mencakup kegiatan guru untuk membaca buku-buku atau media cetak lainnya yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan disajikan kepada para siswa dan mengecek jumlah dan keberfungsian alat peraga yang akan digunakan.

Setelah persiapan tersebut, guru melaksanakan kegiatan-kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran, struktur dan dan situasi pembelajaran yang diwujudkan guru akan banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan meode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komitmen guru yang bersangkutan, persepsi, dan sikapnya terhadap siswa. Jadi semuanya itu akan menentukan terhadap struktur pembelajaran. B. TINJAUAN TENTANG PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL 1. LATAR BELAKANG Pembelajaran kontekstual sebagai salah satu strategi dalam proses pembelajaran bermula dari pandangan ahli pendidikan klasik John Dewey yang pada tahun 1916 mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham progresivisme John Dewey. Intinya, siswa akan belajar dengan baik bilamana apa yang dipelajari oleh mereka berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Diantara pokok-pokok pandangan progresivisme antara lain : 1. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru. 2. Anak harus bebas agar bisa berkembang wajar. 3. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar 4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti 5. Harus ada kerjasama antara sekolah dan masyarakat 6. Sekolah progresif harus merupakan laboratorium untuk melakukan eksperimen. Selain teori progresivisme John Dewey, teori kognitif juga melatarbelakangi filosofi pembelajaran kontekstual. Siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Siswa menunjukkan hasil belajar dalam bentuk apa yang mereka ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan. Belajar dipandang sebagai usaha atau kegiatan intelektual untuk membangkitkan ide-ide yang masih laten melalui kegiatan introspeksi. Sejauh ini pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah sebagai pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, perlu sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.

Berpijak pada dua pandangan itu, filosofi pembelajaran konstrukivisme berkembang. Dasarnya, pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan sedikit demi sedikit. Siswa yang harus mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Melalui landasan filosofi konstrukivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi CTL, siswa diharapkan belajar melalui mengalami, bukan menghafal. Pembelajaran konstektual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antarapengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkannya dalam tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Contructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment). Menurut filosofi konstruktivisme, pengetahuan bersifat non-objektif,temporer, berubah, dan tidak menentu. Kitalah yang memberi makna terhadap realitas yang ada. Pengetahuan tidak pasti dan tidak tetap. Belajar adalah pemaknaan pengetahuan, bukan perolehan pengetahuan dan mengajar diartikan sebagai kegiatan atau proses menggali makna, bukan memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar. Otak atau akal manusia berfungsi sebagai alat untuk melakukan interpretasi sehingga muncul makna yang unik. Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategistrategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan kepada siswa tangga yang dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, tetapi harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut. Dengan paham konsrukivisme, siswa diharapkan dapat membangun pemahamannya sendiri dari pengalaman atau pengetahuan terdahulu. Pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman belajar bermakna ( akomodasi ). Siswa diharapkan mampu mempraktekkan pengetahuan / pengalaman yang telah diperoleh dalam konteks kehidupan. Siswa diharapkan juga melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut. Dengan demikian, siswa dapat memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari .Pemahaman ini diperoleh siswa karena ia dihadapkan kepada lingkungan belajar yang bebas yang merupakan unsur yang sangat esensial. Hakekat teori konstruktivisme adalah bahwa siswa harus menjadikan informasi itu menjadi miliknya sendiri. Teori konsruktivis memandang siswa secara terus-menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama dan memperbaiki aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi. Teori konstruktivis menuntut siswa berperan aktif dalam pembelajaran mereka sendiri. Karena penekanannya pada siswa yang aktif, maka strategi konstruktivis sering disebut sebagai pengajaran yang berpusat pada siswa (

Student centered instruction ). Di dalam kelas yang pengajarannya terpusat pada siswa, peranan guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep, atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan di kelas. Beberapa proposisi yang dapat dikemukakan sebagai implikasi dari teori konstruktivistik dalam praktek pembelajaran di sekolah-sekolah kita sekarang ini adalah sebagai berikut : a. Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru. b. Kebebasan merupakan unsur esensial dalam lingkungan belajar. c. Strategi belajar yang digunakan menentukan proses dan hasil belajar. d. Belajar pada hakekatnya memiliki aspek sosial dan budaya. e. Kerja kelompok dianggap sangat berharga. Dalam pandangan konstrukivistik, kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan karena kontrol belajar dipegang oleh siswa itu sendiri. Tujuan pembelajaran konstruktivistik menekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktivitas yang kreatif dan produktif dalam konteks nyata. Dengan demikian, paham konstruktivistik menolak pandangan behavioristik.

2. PENGERTIAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kontekstual tidak ada sebuah definisi atau pengertian tunggal. Setiap pakar dan komunitas pakar memberikan definisi beragam. Namun mereka bersepakat bahwa hakekat pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang mendorong pembelajar untuk membangun keterkaitan, independensi, relasi-relasi penuh makna antara apa yang dipelajari dengan realitas, lingkungan personal, sosial dan kultural yang terjadi sekarang ini (Moh.Imam Farisi,2005). Beberapa definisi pembelajaran kontekstual yang pernah ditulis dalam beberapa sumber, yang dikemukakan oleh Nurhadi,dkk dalam bukunya Kontekstual dan penerapannya dalam KBK . 1. Sistem CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu, dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, system CTL akan menuntun siswa melalui kedelapan komponen utama CTL: melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerjasama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara/ merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan assessment autentik. 2. Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan diluar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah riel yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai angota keluarga, anggota masyarakat, siswa, dan selaku pekerja. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual menekankan berfikir tingkat

tinggi, transfer pengetahuan melalui disiplin ilmu, dan mengumpulkan, menganalisis dan mensintesiskan informasi dan data dari berbagai sumber dan sudut pandang. 3. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual dilakukan dengan berbasis masalah, menggunakan cara belajar yang diatur sendiri, berlaku dalam berbagai macam konteks, memperkuat pengajaran dalam berbagai konteks kehidupan siswa, menggunakan penilaian autentik, dan menggunakan pula kelompok belajar yang bebas.

3. DELAPAN KOMPONEN UTAMA DALAM SISTEM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections). Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat ( learning by doing ). Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan ( doing significant work ). Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat. Belajar yang diatur sendiri ( self-regulated learning ). Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan : ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya / hasilnya yang sifatnya nyata. Bekerjasama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi. Berfikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif : dapat menganalsis, membuat sintetis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan buki-bukti. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara pribadinya : mengetahui, memberi perhatian, memilki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa. Siswa menghormati temannya dan juga orang dewasa. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Siswa mengenal dan mencapai standard yang tinggi : mengidentifikasi tujuan dan memoivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut excellence . Menggunakan penilaian autentik ( using authentic assessment ). Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari dalam pelajaran sains, kesehatan, pendidikan, matematika, dan pelajaran bahasa inggris dengan mendesain sebuah mobil, merencanakan menu sekolah atau membuat penyajian perihal emosi manusia.

4. MAKSUD KONTEKS Kontekstual adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dengan penuh makna. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual, proses pembelajaran diharapkan mendorong siswa untuk menyadari dan menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan diri dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip kontekstual sangat penting untuk segala situasi belajar. Pertanyaannya, apakah yang dimaksud konteks itu ? Ada sembilan konteks belajar yang melingkupi siswa, yaitu : Konteks tujuan ( tujuan apa yang akan dicapai ? ). Konteks isi ( Materi apa yang akan diajarkan ? ) Konteks sumber ( Sumber belajar bagaimana yang bisa dimanfaatkan ? ) Konteks target siswa ( Siapa yang akan belajar ? ) Konteks guru ( Siapa yang akan mengajar ? ) Konteks metode ( Strategi belajar apa yang cocok diterapkan ? ) Konteks hasil ( Bagaimana hasil pembelajaran yang akan diukur?) Konteks kematangan ( Apakah siswa telah siap dengan hadirnya sebuah konsep atau pengetahuan baru ? ) Konteks lingkungan ( Dalam lingkungan yang bagaimanakah siswa belajar ? ) 5. MENGAPA PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahui-nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita! Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerjasama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (baca: pengetahuan dan keterampilan) datang dari 'menemukan sendiri', bukan dari 'apa kata guru'. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain. Kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan

yang ada. Berikutnya akan dibahas persoalan yang berkenaan dengan pendekatan kontekstual dan implikasi penerapannya. 6. KECENDERUNGAN PEMIKIRAN TENTANG BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut. a. Proses Belajar Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Anak belajar dari mengalami. Anak mencatatr sendiri pola-pola bermakna dasri pengetahuan baru, dan bukan di beri begitu saja dari guru. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki ole seseorang yang terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter). Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi menceerminkan keterampilan yang dapat diterapkan Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru. Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan seiring perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang. Untuk itu perlu dipahami, strategi belajar yang salah dan terus menerus dipajankan akan mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya mempengaruhi cara orang berprilaku.

Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dcengan ide-ide.

Transfer Belajar Sisiwa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari "pemberian orang lain". Keterampilan dan penetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit), sedikit demi sedikit. Yang penting bagi siswa tahu 'untuk apa' ia belajar, dan 'bagaimana' ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.

Siswa sebagai pembelajar Manusia mempunya kecendrungan untuk belajar dalam bidang tertentu , dan seorang anak mempunyai kecendrungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru. Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting. Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara 'yang baru' dan yang sudah diketahui. Tugas guru memfasilitasi : agar informasi baru bermakna, memberi

kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

Pentingnya lingkungan belajar Belajar efektif itu di mulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari "guru akting didepan kelas, siswa menonton: ke "siswa akting bekerja dan berkarya , guru mengarahkan". Pengajaran harus berpusat pada "bagaimana cara" siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya. Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar. Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting. 7. MOTTO STUDENTS LEARN BEST BY ACTIVELY CONSTRUCTING THEIR OWN UNDERSTANDING (CTL Academy Fellow, 1999) (Cara belajar terbaik adalah siswa mengkonstruksikan sendiri secara aktif pemahamannya). 8. KATA-KATA KUNCI PEMBELAJARAN CTL REAL WORLD LEARNING MENGUTAMAKAN PENGALAMAN NYATA BERPIKIR TINGKAT TINGGI BERPUSAT PADA SISWA SISWA AKTIF, KRITIS, DAN KREATIF PENGETAHUAN BERMAKNA DALAM KEHIDUPAN DEKAT DENGAN KEHIDUPAN NYATA PERUBAHAN PRILAKU SISWA PRAKTEK BUKAN MENGHAFAL LEARNING BUKAN TEACHING PENDIDIKAN (EDUCATION) BUKAN PENGAJARAN(INSTRUCTION) PEMBENTUKAN 'MANUSIA' MEMECAHKAN MASALAH SISWA 'AKTING' GURU MENGARAHKAN HASIL BELAJAR DIUKUR DENGAN BERBAGAI CARA BUKAN HANYA DENGAN TEST

9.STRATEGI PENGAJARAN YANG BERASOSIASI DENGAN CTL CBSA PENDEKATAN PROSES LIFE SKILLS EDUCATION AUTHENTIC INSTRUCTION INQUIRY-BASED LEARNING PROBLEM-BASED LEARNING

COOPERATIVE-LEARNING SERVICE LEARNING

10.LIMA ELEMEN BELAJAR YANG KONSTRUKTIVISTIK Menurut Zahorik (1995:14-22) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran konstektual. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).

Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.

Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (1) konsep sementara (hipotesis), (2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge). Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

11.Beberapa strategi pengajaran yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran kontekstual 1. Pembelajaran berbasis masalah Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Setelah itu, tugas guru adalah merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka. 2. Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar `Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan siswa antara lain di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar di luar kelas. Misalnya, siswa keluar dari ruang kelas dan berinteraksi langsung untuk melakukan wawancara. Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran. 3. Memberikan aktivitas kelompok Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan.

4. Membuat aktivitas belajar mandiri Peserta didik tersebut mampu mencari, menganalisis dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Supaya dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji-coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent learning). 5. Membuat aktivitas belajar bekerjasama dengan masyarakat Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung dimana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, kerja sama juga dapat dilakukan dengan institusi atau perusahaan tertentu untuk memberikan pengalaman kerja. Misalnya meminta siswa untuk magang di tempat kerja. 6. Menerapkan penilaian autentik Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002: 165), penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar-mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru adalah portfolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis. Portfolio merupakan kumpulan tugas yang dikerjakan siswa dalam konteks belajar di kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan untuk mengerjakan tugas tersebut supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh kebebasan dalam belajar. Selain itu, portfolio juga memberikan kesempatan yang lebih luas untuk berkembang serta memotivasi siswa. Penilaian ini tidak perlu mendapatkan penilaian angka, melainkan melihat pada proses siswa sebagai pembelajar aktif. Sebagai contoh, siswa diminta untuk melakukan survey mengenai jenisjenis pekerjaan di lingkungan rumahnya. Tugas kelompok dalam pembelajaran kontekstual berbentuk pengerjaan proyek. Kegiatan ini merupakan cara untuk mencapai tujuan akademik sambil mengakomodasi perbedaan gaya belajar, minat, serta bakat dari masing-masing siswa. Isi dari proyek akademik terkait dengan konteks kehidupan nyata, oleh karena itu tugas ini dapat meningkatkan partisipasi siswa. Sebagai contoh, siswa diminta membentuk kelompok proyek untuk menyelidiki penyebab pencemaran sungai di lingkungan siswa. Dalam penilaian melalui demonstrasi, siswa diminta menampilkan hasil penugasan kepada orang lain mengenai kompetensi yang telah mereka kuasai. Para penonton dapat memberikan evaluasi pertunjukkan siswa. Sebagai contoh, siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya dalam pertunjukan drama. Bentuk penilaian yang terakhir adalah laporan tertulis. Bentuk laporan tertulis dapat berupa surat, petunjuk pelatihan teknis, brosur, essai penelitian, essai singkat. Menurut Brooks&Brooks dalam Johnson (2002: 172), bentuk penilaian seperti ini lebih baik dari pada

menghafalkan teks, siswa dituntut untuk menggunakan ketrampilan berpikir yang lebih tinggi agar dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan penjabaran yang telah dikemukakan diatas, kurikulum berbasis kompetensi perlu dikembangkan supaya dapat diterapkan secara efektif di dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai pelaksana kurikulum dapat menerapkan strategi pembelajaran kontekstual supaya dapat memberikan bentuk pengalaman belajar. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat memiliki kecakapan untuk memecahkan permasalahan hidup sesuai dengan kegiatan belajar yang mengarahkan siswa untuk terlibat secara langsung dalam konteks rumah, masyarakat maupun tempat kerja. Keberhasilan penerapan pembelajaran kontekstual perlu melibatkan berbagai pihak. Dalam hal ini, penulis menyarankan supaya pihak sekolah dan masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya beberapa hal, yaitu:sumber belajar tidak hanya berasal dari buku dan guru, melainkan juga dari lingkungan sekitar baik di rumah maupun di masyarakat; strategi pembelajaran kontekstual memiliki banyak variasi sehingga memungkinkan guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang berbeda dengan keajegan yang ada; pihak sekolah dan masyarakat perlu memberikan dukungan baik materiil maupun non-materiil untuk menunjang keberhasilan proses belajar siswa.

PENUTUP A. Simpulan Pembelajaran kontekstual sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran terbukti sangat efektif dan efisien dalam menumbuh kembangkan atau meningkatkan proses belajar mengajar di kelas. Hal ini ditemukan pada beberapa indikator kegiatan belajar siswa diantaranya : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Melakukan hubungan yang bermakna Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan Belajar yang diatur sendiri Bekerjasama Berfikir kritis dan kreatif Memelihara atau mengasuh pribadi siswa Mencapai standar yang tinggi Terdeteksi oleh penilaian autentik

B. Saran-saran Sebagai tindak lanjut dari penulisan karya tulis ini, penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut : Hendaknya setiap pegelola pendidikan khususnya para guru selalu berusaha untuk mengembangkan lagi berbagai strategi atau pendekatan pembelajaran yang ada. Sebaiknya para guru dalam melaksanakan tugasnya berpegang teguh pada prinsip daya

guna ( efisiensi ) dan hasil guna ( efekifitas ) dalam mewujudkan tugas-tugas yang telah direncanakan dalam persiapan pembelajaran dan atau rencana pembelajaran. Hendaknya para guru selalu berusaha untuk lebih memahami faktor-faktor yang dapat mendorong ataupun menghambat terjadinya proses belajar mengajar.

10. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. PT.Rineke Cipta. Jakarta. Depdiknas.2003. Model Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah dasar. Jakarta. Farisi,M.I. 2005. Belajar dan pembelajaran. Paket untuk Mahasiswa program S1 FKIP UIM Pamekasan. Pamekasan : Tidak ditebitkan. Hadi,S.1980. Metodologi Research. Jilid I, Cetakan ke IX. Yogyakarta. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM. Iksan,K. 1991. Pengaruh Tahapan Administrasi Program Pengajaran Terhadap Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Di SDN.Lawangan Daya III Kecamatan Pademawu. Skripsi S1 jur.PAI.IAIN Pamekasan. Tidak diterbitkan. Johnson,E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California : Corwin Press, Inc. A sage Publications Company. Ngalim Purwanto.M. 1990. Psikologi Pendidikan. PT.Remaja Rosdakarya.Bandung. Ngalim Purwanto.M. 1995. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.. PT.Remaja Rosdakarya. Bandung. Nurhadi,Dkk. 2004. Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Universitas Negeri Malang (UMPRESS). Malang. Pusat Data dan Informasi Pendidikan,Balitbang Depdiknas. Peraturan Pemerintah RI Nomer 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. http:// WWW.Depdiknas.or.id. (7 Agustus 2005 ). Pusat Data dan Informasi Pendidikan,Balitbang Depdiknas. Rancangan Undang-undang tentang Guru . http:// WWW.Depdiknas.or.id. (Revisi 06 April 2005 ). D i p o s ka n o le h S T K IP P G RI N G AN J U K d i 13 : 2 8

Guru Sejahtera & Profesional Mengantar Masa Depan Bangsa


Oleh : Prof. Dr.Achmad Mubarok, MA Disampaikan dalam Seminar Pendidikan yang diselenggarakan oleh Kelompok Kerja Pengawas Pendidikan Kandepag Jakarta Barat, Rabu 28 Januari 2009 Pendahuluan Pendidikan bukan hanya transfer ilmu pengetahuan, tetapi justru transfer kebudayaan. Transfer pengetahuan atau pengajaran hanya bisa melahirkan orang pintar, tetapi belum tentu berbudaya. Kepintaran yang dimiliki oleh orang yang tidak berbudaya atau berbudaya rendah bisa menjadi ancaman bagi kehidupan manusia. Budaya adalah konsep, gagasan dan ide yang dianut oleh masyarakat dalam waktu lama dimana konsep dan gagasan itu memandu tingkah laku mereka dalam

memenuhi kehidupan sehari-hari. Membudayakan manusia adalah memasukkan konsep dan gagasan agar dianut. Jika konsep berubah maka perilaku akan berubah. Pergantian orang tanpa perubahan konsep tidak akan mengubah perilaku. Nah memasukkan konsep dan gagasan adalah pekerjaan pendidikan. Jadi pendidikan adalah kegiatan membudayakan manusia. Dalam perspektip ini maka guru menjadi sangat penting. Guru yang berbudaya tinggi akan efektif membudayakan manusia, sedangkan guru yang berbudaya rendah tidak akan efektif dalam membangun manusia yang berbudaya. Konsep Peradaban. Kebudayaan yang bersifat kota disebut peradaban. Kota mengandung arti modern, praktis, dan efektif, sementara desa mengandung konotasi tradisionil, berliku yang oleh karena itu lambat. Nabi Muhammad s.a.w. membangun peradaban manusia dengan konsep al Madinah al Munawwarah, dari kata tamaddun dan nur. Madinah artinya kota yang penghuninya memiliki kebudayaan yang tinggi. Al munawwarah artinya yang disinari. Jadi konsep al madinah al munawwarah adalah masyarakat yang berkebudayaan tinggi yang disinari oleh wahyu. Setiap hari dalam semua aspek kehidupannya, Nabi adalah guru, bukan hanya pengajar. Pengajar mengajarkan ilmu pengetahuan. Ukuran keberhasilan pengajar adalah jika murid yang diajar mengerti akan ilmu yang diajarkan. Tingkatan pengertian murid dapat diukur dengan nilai ujian. Guru mentrasfer perilaku kepada murid. Ukuran keberhasilan seorang guru adalah jika muridnya berperilaku seperti yang dicontohkan oleh guru, oleh karena itu guru yang berkualitas adalah yang bisa di gugu dan bisa ditiru oleh muridnya. Proses Berlangsungnya Pendidikan Dalam ilmu komunikasi dikenal istilah komunikasi intra personal. Seorang murid dalam menerima informasi dari gurunya melalui tahap-tahap sebagai berikut; a. penerimaan stimulus informasi, disebut sensasi b. pengolahan informasi, menjadi persepsi c. penyimpanan informasi di dalam memori, dan d. menghasilkan kembali informasi, melalui proses berfikir. Jadi proses komunikasi intra personal itu meliputi sensasi, persepsi, memori dan berfikir. Tingkatan berfikir Ada empat tingkatan berfikir, yaitu : a. melamun b. Berfikir c. Tafakkur d. Tadabbur Penarik Perhatian Tidak semua yang berharga menarik perhatian, terkadang yang tidak berharga jika disajikan dengan benar bisa lebih menarik dibanding sesuatu yang berharga. Seorang guru harus bisa menarik perhatrian. Jika guru tidak menarik perhatian maka efektifitas pendidikannya rendah. Ada empat faktor penarik perhatian : a. Prinsip gerakan. Gagasan harus dinamis, yang statis tidak menarik. Sesuatu yang kecil yang bergerak, lebih menarik dibanding sesuatu yang besar yang diam. b. Prinsip kebaruan. Terkadang barang lama tapi dengan kemasan baru sudah cukup menarik. Metode harus selalu diperbaharui. c. Prinsip kontras. Guru harus bisa lebih menonjol, suaranya lebih keras, kursinya lebih tinggi, penampilannya paling rapih. d. Prinsip perulangan. Sesuatu yang semula tidak menarik jika diulang-ulang bisa menjadi menarik. Membangun Perilaku Dari penelitian psikologi diketahui bahwa 83 % perilaku manusia dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11 % oleh apa yang didengar dan 6 % sisanya oleh berbagai stimulus. Jadi nasehat guru atau orang tua hanya memiliki efektifitas 11 %, nah contoh teladan yang diberikan oleh orang tua dan guru memiliki tingkat efektifitas 83 %.

Tiga Pilar Masyarakat Bermartabat Masyarakat bermartabat adalah mereka yang dalam kehidupannya menganut kebudayaan dan etika. Pilar masyarakat beretika adalah (a) hormat kepada orang tua,(b) hormat kepada guru, dan(c) hormat kepada pemimpin. Jika dalam suatu masyarakat pemimpin tidak lagi dihormati (seperti sekarang) maka guru pun di demo oleh muridnya, dan nanti pada gilirannya orang tua juga tidak dihormati oleh anaknya. Kehormatan itu melekat pada diri setiap orang. Orang yang terhormat tetap terhormat meski tidak dihormati. Kehormatan guru adalah mana kala hidupnya mencerminkan apa yang selama ini diajarkan kepada murid-muridnya. Guru yang terhormat tetap terhormat meski digaji kecil. Guru adalah guru, bukan sekedar instrumen pendidikan. Guru Profesional Masyarakat kota (peradaban modern) mengenal istilah profesional, dan guru juga dimasukkan sebagai profesi. Menurut standard Bank Dunia, ciri profesional ada tiga; a. Bekerja sesuai dengan latar belakang pendidikannya b. Keahliannya menyebabkan ia menjadi rujukan dalam decision making sistem. c. Waktunya untuk bekerja membawa implikasi nilai keuangan. Jadi guru yang profesional adalah guru lulusan sekolah guru atau fakultas pendidikan, yang diakui keahliannya oleh publik sehingga selalu menjadi rujukan setiap kali ada kasus-kasus yang berhubungan dengan pendidikan. Karena dua hal itulah maka guru itu digaji dengan standard gaji profesional sesuai dengan golongannya. (Bandingkan gaji guru di Malaysia dengan di Indonesia). Konsep Sejahtera Mungkinkah dari pekerjaan sebagai guru hidupnya sejahtera? Standard sejahtera itu berbeda-beda, ada ukuran kalori, ukuran derajat kesehatan, dan ada ukuran psikologis. Ketika tahun 1965 saya menjadi guru SD dengan gaji yang sangat minim (di kampung) saya merasa hidup saya sejahtera, tetapi ketika awal mula menjadi guru pada golongan IIIA (di Jakarta) justeru merasa tidak sejahtera. Hidup sejahtera adalah ukuran terpenuhinya standar hidup minimal disertai apresiasi dalam sistem sosial dimana ia hidup. Sosok guru Omar Bakry itu orang miskin tetapi ia masuk golongan sejahtera. Apresiasi sosial berhubungan dengan integritas guru, sistem pendidikan guru dan sistem birokrasi pemerintah. Sekarang guru belum didukung oleh sistem pendidikan guru, sistem sosial dan sistem birokrasi, sehingga guru bergeser perannya dari guru menjadi instrumen pendidikan. Akibatnya banyak guru merasa hidupnya tidak sejahtera. Jika guru merasa tidak sejahtera maka produktifitas pendidikannya rendah. Dampaknya terasa berupa demoralisasi masyarakat pendidikan, guru, orang tua dan murid. Menggapai Masyarakat Cerdas dan Makmur Konsep masyarakat makmur bisa diambil dari hadis addunya bustanun, tuzuyyinat bi khamsati asyyaa. Jadi pilar masyarakat makmur ada lima atau enam, yaitu : a. Dengan ilmunya ulama, yaitu konstitusinya, peraturannya, strukturnya dan sistemnya harus ilmiah b. Dengan keadilan umara, maksudnya pemerintah harus menjalankan peraturan secara benar c. Dengan kontribusi orang kaya, yakni berlakunya sistim sosial bahwa di dalam harta si kaya ada hak orang miskin. Wafi amwalihim haqqun lissaili wal mahrum. d. Dengan kejujuran pengusaha, yakni trust harus terbangun melalui pengawasan yang ketat dari umara. e. Dengan doa orang miskin, yakni orang miskin tidak dendam kepada orang kaya, tetapi malah mendoakan mereka. f. Dengan disiplin para pekerja. Menegakkan enam pilar ini syaratnya harus ada kepemimpinan (Umara) yang kuat atau sistem (budaya) yang kuat. Guru berada dalam posisi pahlawan tak dikenal. Perannya penting tetapi sering terlupakan. Tetapi tidak ada kebenaran yang hilang. Pada akhirnya guru yang dedikatif akan memperoleh apresiasi hingga ke anak cucunya. Guru Madrasah

Madrasah merupakan sistem pendidikan yang sudah tua di Indonesia, tetapi kurang bisa mengikuti dinamika zaman, karena warisan psikologis periode penjajahan dimana ulama melakukan konfrontasi budaya dengan Belanda yang mewakili budaya modern. Dibutuhkan kesadaran yang kuat untuk kembali mengangkat mutiara-mutuara pendidikan madrasah dari lumpur modernisasi dan globalisasi. Insyaaaalloh kita bisa asal mau bekerja sama karena hanya dengan bersama kita bisa. Wallohu almuwaffiq ila aqwam al thoriq. sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com Wassalam, agussyafii Milis Eramuslim Dikirim oleh: muhamad agus syafii Selasa, 3 Februari 2009

http://www.ilma95.net/guru_sejahtera-profesional.htm

ISI BUKU TAMU

HUBUNGI WEBMASTER

LIHAT BUKU TAMU

http://www.ilma95.net/guru_sejahtera-profesional.htm

Bagaimana Sifat-Sifat Guru Yang Diharapkan Dalam Sistem Pendidikan Islam Dalam Islam, kedudukan seorang guru sangatlah mulia. Dan oleh karena itu pula sudah selayaknya seorang guru juga menjaga kemuliaan dirinya. Ada beberapa sifat yang harapannya bisa menjadi sifat bagi semua guru. 1.Zuhud dalam arti tidak mengutamakan materi, dan mengajar karena mencari keridlaan Allah semata. Berkaitan dengan inilah maka kewajiban negara untuk memberikan penghidupan yang layak bagi para guru dengan seluruh fasilitas kehidupan yang memadai. 2.Kebersihan guru harus senantiasa dijaga. Artinya seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari perbuatan maksiat, dosa, dan kesalahan. Bersih jiwanya, terhindar dari dosa besar, sifat riya, dengki, permusuhan, perselisihan dan sifat-sifat lain yang tercela. Rasulullah saw. bersabda: Rusaknya umatku karena dua macam manusia, yaitu seorang alim yang durjana dan seorang shaleh yang jahil, orang yang paling baik adalah ulama yang baik dan orang yang paling jahat adalah orangorang yang bodoh 3.Ikhlash dalam pekerjaan. Keikhlasan dan kejujuran merupakan kunci bagi keberhasilan seorang guru dalam menjalankan tuganya. Ikhlas artinya sesuai antara perkataan dan perbuatan, melakukan apa yang ia katakan dan tidak malu untuk

menyatakan ketidaktahuan. Seorang alim adalah orang yang selalu merasa harus menambah ilmunya dan menempatkan dirinya sebagai pelajar untuk mencari hakikat, di samping itu ia ikhlas terhadap murid dan menjaga waktunya. Tidak ada halangan seorang guru belajar dari muridnya, karena seorang guru dalam pendidikan Islam adalah seorang yang rendah hati, bijaksana, tegas dalam kata dan perbuatan, lemah lembut tanpa memperlihatkan kelemahan, keras tanpa memperlihatkan kekasaran. 4.Pemaaf. Ia sanggup untuk menahan kemarahan, menahan diri, lapang hati, sabar, dan tidak pemarah. 5.Seorang guru merupakan bapak/ibu, saudara, dan sahabat sebelum ia menjadi guru 6.Seorang guru harus mengetahui tabiat murid 7.Menguasai materi pelajarannya. 8.Kreatif dalam memberikan pengajaran kepada siswanya, sehingga siswa mudah dalam menerima transfer pemikiran yang diberikan. 9.Harus menaruh kasih sayang terhadap murid dan memperhatikan mereka seperti terhadap anak sendiri. 10.Memberikan nasihat kepada murid dalam setiap kesempatan. 11.Mencegah murid dari akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran, terus terang, halus dengan tidak mencela. 12.Guru harus memperhatikan tingkat kecerdasan muridnya dan berbicara dengan mereka dengan kadar akalnya, termasuk di dalamnya berbicara dengan bahasa mereka. 13.Tidak menimbulkan kebencian pada murid terhadap suatu cabang ilmu yang lain. 14.Guru harus mengamalkan ilmu dan selarasnya kata dengan perilaku.
Incoming search terms:
y y y y y y y y y y

SIFAT-SIFAT GURU sifat guru sifat seorang guru sifat guru yang baik karakter seorang guru sifat-sifat seorang guru karakteristik guru yang baik sifat sifat guru sifat-sifat pendidikan sifat-sifat pendidik

http://pendidikan-islam.com/bagaimana-sifat-sifat-guru-yang-diharapkan-dalam-sistempendidikan-islam.html SUDAH ADA MATERI 30 MENIT/45 MENIT CERAMAH DI KELAS SUDAH ADA BAHAN DISKUSI UNTUK WAKTU 30 MENIT/45 MENIT DARI MATERI YANG SAMA DI BAHAS DALAM KELAS SUDAH ADA SOAL LATIHAN DALAM WAKTU 30 MENIT/30 MENIT UNTUK LATIHAN MEMBAHAS KASUS MANDIRI BAGI PESERTA DIDIK DALAM KELAS PADA HARI ITU

Radio panggil
Radio panggil lebih dikenal dengan sebutan pager yaitu alat telekomunikasi pribadi untuk menyampaikan dan menerima pesan pendek. Radio panggil numerik satu arah hanya dapat menerima pesan yang terdiri dari beberapa digit saja, khas layaknya sebuah nomor telepon yang digunakan penggunanya untuk menelepon. Radio panggil alphanumerik juga tersedia dengan sistem dua arah dapat mengirim pesan melalui surat elektronik atau SMS (short massage service).

Radio panggil (pager) sudah jarang ditemukan di peredaran dunia bisnis. Persaingan alat komunikasi yang murah dengan layanan yang semakin canggih, makin tidak terlihatnya keberadaan radio panggil ini. Walaupun dia adalah jejak tertua barang teknologi purbakala di abad ini, tetapi masih tetap terpakai. Terutama pada mereka yang bergerak di bidang jasa terutama di jasa informasi dan jasa kesehatan. Radio panggil adalah barang yang harus dipatuhi, dia selalu menerima pesan apapun, alasan apapun yang dibuat untuk menghindari pesan di radio panggil, selalu menjadi tidak beralasan.

Sejarah Radio panggil ditemukan oleh Multitone Electronic pada tahun 1956 di Rumah Sakit St.Thomas, London oleh dokter-dokter yang sedang bertugas dalam kondisi darurat. Sejak itu, radio panggil berkembang. Jutaan pesan dikirimkan kepada orang-orang yang membutuhkan informasi yang cepat. Di dunia teknologi radio panggil, ada dua kelompok yang jelas dari sistem pengoperasiannya. Ada sistem radio panggil yang hanya bisa digunakan di area rumah sakit saja seperti di Rumah Sakit St.Thomas, tetapi ada juga yang sistem penyebarannya lebih luas yaitu mencakup seluruh wilayah negara, tidak hanya berada pada area sebuah bangunan saja. Bermula beroperasi pada frekuensi AM, lalu pindah ke pola FM yang lebih dulu menjadi bentuk komunikasi yang ada di mana-mana. Dalam beberapa kasus, sebelum datangnya telepon seluler, sistem radio panggil digunakan sebagai pengganti untuk layanan telepon lokal maupun internasional.

Sistem Pengoperasiannya

Radio panggil adalah layanan berlangganan yang menawarkan bermacam pilihan untuk memfasilitasi kebutuhan si pelanggan dan tipe dari alat yang digunakan. Ada tiga tipe pada sistem radio panggil (pager): 1. Radio panggil Numerik adalah tipe yang paling tidak rumit. Di dalamnya hanya tersedia urutan angka dan kode-kode untuk memanggil. 2. Radio panggil Alphanumerik, pada dasarnya sama dengan radio panggil numerik, tetapi kelebihannya terletak pada tersedianya tempat untuk memuat tulisan dan surat elektronik (e-mail) untuk mengirim pesan 3. Radio panggil Alphanumerik dua arah dapat mengirimkan pesan teks dengan hanya menggunakan tombol yang kecil. Sistem radio panggil yang modern menggunakan pengiriman pesan dengan jaringan satelit. Inilah kelebihan dari sistem radio panggil dibandingkan dengan menggunakan jaringan seluler dengan dasar terrestrial untuk pengiriman pesan. Di

setiap pesan yang terhidang di layar pager, ada para operator yang mengedit setiap pesan yang masuk.
Penggunannya di Abad Ke-21

Munculnya telepon seluler dengan beragam layanan yang lebih cepat dan murah mengakibatkan eksisteni radio panggil perlahan-lahan menghilang. Tercatat, sebelum tahun 1997, di Indonesia sendiri, radio panggil memiliki lebih dari 800.000 pelanggan. Namun karena harga perangkat yang terus melambung tinggi menyebabkan jumlah pelanggan yang turun drastis yaitu berkisar 200.000 orang. Tetapi orang-orang yang bekerja pada situasi yang darurat seperti dokter, masih menggunakan radio panggil. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan radio panggil masih digunakan: 1. Radio panggil tetap digunakan untuk memberitahukan situasi darurat, contohnya : para penolong dengan sekoci dan pemadam kebakaran di Inggris. 2. Radio panggil kebanyakan dibawa oleh staf pada bagian kesehatan karena dapat mengumpulkan mereka pada situasi yang darurat 3. Radio panggil juga digunakan pada dunia teknologi informasi, contohnya pada kasus para teknisi perusahaan telepon, di mana terdapat gangguan layanan pada jaringan selular karena berada di luar jaringan. Oleh karena itu, di perusahaan ini, para teknisi biasanya dilengkapi dengan radio panggil/ pager yang menggunakan jaringan yang dapat terjangkau dan tidak terkena gangguan. Sebagai tambahan, beberapa sistem kontrol irigasi dan sinyal-sinyal lalu lintas sekarang dikontrol oleh pengiriman pesan memalui jaringan radio panggil.
Kelebihan Kelebihan pemakaian radio panggil dibandingkan dengan telepon seluler adalah karena sistemnya yang satu arah sehingga lokasinya tidak dapat ditetapkan. Kekurangan Kerugian pemakaian radio panggil adalah pesan dari setiap pengirim dengan radio panggil dapat ditangkap oleh jaringan radio panggil lainnya jika menggunakan layanan nasional sehingga pesan yang terkirim dapat dideteksi oleh para agen kriminal atau hukum yang tidak diinginkan. http://id.wikipedia.org/wiki/Radio_panggil Leon it. Budak smik abg

METODE BELAJAR DENGAN CARA REVOLUSI PERKEMBANGAN POTENSI DIRI A. Ceramah 30 sd 45 menit pertama : (30%) 1. 2. 3. 4. 5. Membangun pola pikir mahasiswa secara universal Membangun cara berpikir mahasiswa secara sistematik pada masalah yang akan diuraikan Membangun cara menemukan solusi pada mahasiswa di dalam melakukan analisis masalah Membangun teknik bagaimana cara mahasiswa mengaplikasikan hasil dari solusi yang ditemukan Membangun kemampuan berpikir mahasiswa untuk pengembangan setiap aplikasi yang dibuat. Pilih yang paling sederhana dari semua fenomena Yang ada F2

Multi-Masalah (N Fenomena) F4 F3

F1

1
Fn Tentu yang pasti ada jawabannya

Kuliah : 1. Ceramah dosen 2. Diskusi Mhs/Dosen 3. Mhs mengembangkan potensi diri Observasi menghasilkan metode/teknik Pemecahan fenomena Pandangan Fox dari pengamatannya Dosen : 1. Transfer (20%) Mhs dianggap otaknya kosong, maka ceramah 2. Shaping (20%) Mhs dapat dibentuk sesuai keinginan dosen 3. Traveling (20%) Anak/mhs diberi ilmu sesuai yang diperlukannya 4. Growing (40%) Mahasiswa harus dapat dibangun potensi dirinya/dosen mitra bagi mhs.

B. Diskusi Mahasiswa dan Dosen 30 sd 45 menit kedua : (30%) 1. Mahasiswa memahami tema didiskusikan dengan materi hari itu 2. Mahasiswa dapat mengungkap makna dari konsep materi yang didiskusikan 3. Mahasiswa tau cara bagaimana melakukan analisis kritis dari tema yang dibahas 4. Mahasiswa dapat melakukan sintesis/Aplikasi/kreasi/inovasi dalam berdiskusi dalam pikiran mereka 5. Mahasiswa mampu membangun berpikir inovasi lebih jauh ke depan dalam berdiskusi dari tema yang dibahas. C. Membuat Analisis Materi dari Konsep/Inovatif 30 sd 45 menit ketiga : (40%) 1. Menuntun cara membuat tabel pola pikir mahasiswa seperti di bawah 2. Menuntun cara berpikir mahasiswa secara sistematik mulai dari mengenal konsep sampai mampu berpikir tentang hal inovatif dari apa yang telah diuraikan 3. Menuntun cara menemukan filosofi pada mahasiswa di dalam melakukan analisis masalah dari bab yang dikaji mulai dari mengenal istilah sampai contoh pengembangannya. 4. Menuntun cara mahasiswa mengaplikasikan hasil dari solusi yang ditemukan menjadi produk akhir 5. Menuntun cara berpikir mahasiswa untuk pengembangan setiap aplikasi yang dibuat menjadi produk inovatif. Tabel.1 Membangun Kemampuan Potensi diri Mahasiswa I
Struktur jangkauan Ilmu Struktur kedalaman ilmu Istilah Java (Lihat kamus or internet) Definisi (Lihat kamus or internet) Pengembangan (Historis) Lihat ttg web Kosep Java Teori Java Aplikasi Java Analisis Java Kreasi Kreatif Dan Inovatif 1 sd Fitur Pengembangan Java Ket

Komponen teori Prog Internet

Kumpulan konsep2 OOP UML

Aplikasi Disain web Produk hasil

Anti hack

Rencana 5 th ke depan

HP Bata

HP SMandi

Efisiensi Ergonomik Produk baru Nilai tambah Praktis dll

Produk Inovatif HP Inovatif (I-PAD)

Tugas selanjutnya: 1. 2. 3. 4. Jelaskan simpulan saudara dari tabel analisis sampai saudara menemukan konsep dan filosofi dari bab yang diskusikan? Apa yang mungkin dari analisis saudara dapat dibuat/inovasi apa yang akan saudara bangun? Apa saran atau komentar saudara dari diskusi yang saudara kerjakan dari bab tersebut? Sekarang lanjutkan utk; bab 2/3, 4/5, 6/7, 8/9

Tabel.2 Membangun Kemampuan Potensi diri Mahasiswa II


Struktur jangkauan Ilmu Struktur kedalaman ilmu Istilah Java (Lihat kamus or internet) Definisi (Lihat kamus or internet) Pengembangan (Historis) Lihat ttg web Kosep Java Teori Java Aplikasi Java Analisis Java Kreasi Kreatif Dan Inovatif 1 sd Fitur Pengembangan Java Ket

Komponen teori Prog Internet

Kumpulan konsep2 OOP UML

Aplikasi Disain web Produk hasil

Anti hack

Rencana 5 th ke depan

Efisiensi Ergonomik Produk baru Nilai tambah Praktis dll

Produk Inovatif

Tabel.3 Membangun Kemampuan Potensi diri Mahasiswa III


Struktur jangkauan Ilmu Struktur kedalaman ilmu Istilah Java (Lihat kamus or internet) Bab 1 (C1) Teori Java Aplikasi Java Analisis Java Kreasi Kreatif Dan Inovatif 1 sd Fitur Pengembangan Java Ket

1.Program Login Logika: Konsep Logika Aplikasi logika 2.Aljabar proposisi

Kumpulan konsep2 OOP UML

Aplikasi Disain web

Anti hack

Rencana 5 th ke depan

3 Definisi (Lihat kamus or internet) Pengembangan (Historis) Lihat ttg web Produk hasil Efisiensi Ergonomik Produk baru Nilai tambah Praktis dll

Produk Inovatif

******* Selamat Bekerja dan Berpikir Kreatif *******

Pandangan Fox dari pengamatan

MEWUJUDKAN TARGET MDGs PENDIDIKAN UNTUK KEMAJUAN PENDIDIKAN MASA DATANG


Target MDGs memuat 8 tujuan yang meliputi; 1) penanggulangan kemiskinan dan kelaparan, 2) mencapai pendidikan dasar untuk semua, 3) kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, 4) mengurangi angka kematian bayi, 5) meningkatkan kesehatan ibu, 6) melawan HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lain, 7) memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan 8) kemitraan untuk pembangunan. Dari ke delapan tujuan tersebut salah satu prioritas yang harus diangkat bagi Indonesia adalah menuntaskan tercapainya target pendidikan dasar untuk semua masyarakat Indonesia. Untuk itu, harus menjadi agenda prioritas bagi presiden periode 2009-2014 dalam meletakkan dasar-dasar dan sistem yang benar, tepat, proporsional dan menyeluruh (universal). Banyak idealisme pendidikan yang menjadi pekerjaan rumah kita semua, terutama bagi presiden sebagai pemangku kebijakan nasional untuk mewujudkan target MDGs pendidikan dasar untuk semua sehingga dapat diwujudkan pada tahun 2015, antara lain: Agenda penting itu diantaranya; (1) pendidikan dan kompetensi pendidik, (2) profesionalisme pendidik, (3) manajemen finansial pendidikan dan manajemen sumber daya manusia, (4) politik pendidikan, (5) paradigma pendidikan, (6) pengembangan organisasi pendidikan, (7) penjaminan kualitas pendidikan, dan (8) pendidikan dan kesetaraan gender. Usaha yang nampak serius dilakukan pemerintah saat ini adalah meningkatkan kompetensi pendidik. Dalam Pasal 1 ayat 6 UU SISDIKNAS menjabarkan kualifikasi pendidik adalah guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarkan pendidikan. Sebagai usaha meningkatkan kualitas pendidikan sebagai instrumen mengukur kompetensi guru dan dosen, misalnya, dikeluarkanlah undang-undang guru dan dosen yang implementasinya adalah pelaksanaan sertifikasi guru dan sertifikasi dosen,

Dalam konteks profesionalisme pendidik yang terus dibutuhkan, Baedowi (2008) menyebutkan, bahwa pendidik profesional adalah pendidik yang memiliki banyak kemampuan dalam; 1) merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil pembelajaran; 2) meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan; 3) bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu,

atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; 4) menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan 5) memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Kualifikasi kemampuan guru sebagaimana disebutkan Baedowi (2008) di atas akan menjadi sinergi dan mendukung peran guru sebagai pendidik apabila syarat-syarat sebagai guru profesional yang baik dapat dipenuhi. Bebeberapa syarat profesionalisme diantaranya; 1) berijazah; 2) sehat jasmani dan rohani; 3) taqwa kepada Tuhan YME dan berkelakuan baik; 4) bertanggungjawab; 5) berjiwa nasional (Ngalim Purwanto (2006:139-142). Terkait dengan manajemen finansial pendidikan adalah manajemen SDM harus menjadi faktor penting dalam suatu organisasi. Menurut Schuler dan Smart (1989) dalam Burhanuddin (2003) menyatakan, bahwa manajemen sumber daya manusia yang harus diperhatikan adalah; 1) perencanaan kebutuhan sumber daya manusia, 2) pengadaan sumber daya manusia dan staf, 3) penilaian dan kompensasi, 4) penilaian dan pengembangan, dan 5) penciptaan dan pembinaan hubungan kerja yang efektif. Kelima fungsi manajemen SDM ini menjadi usaha sungguh-sungguh bidang personalia yang harus dijalankan secara serius dan dikelola secara efektif dan baik serta prosedural agar mencapai tujuan yang diharapkan. Bicara politik pendidikan, maka politik pendidikan di Indonesia masih belum sepenuhnya merdeka. Hal ini bisa kita lihat dari komitmen pemerintah yang masih harus terus dipompa agar terus meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan, dan MDGs pendidikan untuk semua ini harus menjadi target dan prioritas. Rencana strategis (RENSTRA) pemerintah terhadap pendidikan di tahun 2008-2009 terfokus pada tiga sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu; 1) meningkatnya perluasan dan pemerataan pendidikan, 2) meningkatnya mutu dan relevansi pendidikan, dan 3) meningkatnya tata kepemerintahan (governance), akuntabilitas dan pencitraan publik harus kita monitoring dan evaluasi.

Daftar Pustaka Burhanuddin. Manajemen Sumber Daya Manusia-Manejemen Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang. 2003. Baedowi. Strategi Peningkatan Kualitas dan Kompetensi Guru. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. 2008. Huda, Atok Miftachul. Regulasi Collaborative Governance Menuju Pendidikan Yang Berkualitas. Jurnal Ilmiah Bestari UMM edisi nomor 40/Th.XXII, Januari April 2009. __________________. Sekolah Gratis: Konsep Kebijakan Yang Belum Siap . Makalah Seminar. Malang: FKIP Universitas Muhammadiyah Malang. 2009. Karwono. Perlunya Perubahan Paradigma Tentang Pendidikan . http://karwono wordpress.com/2008/09/02/paradigma-baru-tentang-pembelajaran-dan-aplikasinya. diakses tanggal 20 Pebruari 2009, jam 18.30 WIB. Purwanto, M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Penerbit. Rosdakarya. 2006.

Sirozi. M. Politik Pendidikan: Dinamika Hubungan Antara Kepentingan Kekuasaan dan Praktik Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Penerbit RajaGrafindo Persada. 2005. Staker, Peter. Kita Suarakan Millennium Development Goals (MDGs) Demi Pencapaian nya di Indonesia . 2007. Tinuk, Hariati. Meretas Jalan Menuju Masyarakat Madani Melalui Idealisme Pendidikan . Makalah Seminar. Malang: MKPP Program Pasca Sarjana UMM. 2009. Veithzal Rivai. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2006. Wika. Y. Ilham. Realita dan Idealisme Pendidikan Nasional . Online. http://sciantiarum.com/2007/12/10/potret-pendidikan-nasional-realita-dan-idealisme, diakses, 24 Pebruari 2009, jam 19.00 WIB.

Wahab Abdul Aziz. Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta. 2008.

SEMINAR NASIONAL MENUJU PENDIDIKAN INDONESIA YANG BERKARAKTER DAN BERKUALITAS DUNIA
Seminar Nasioanl ini dilengkapi dengan Workshop dan Prosiding (Seminar Pendamping) Pendahuluan

Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang -undang No.20 tahun 2003 pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Maka upgrading terhadap kualitas pendidikan di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan. Kegiatan tersebut adalah bagian integral dari pembangunan Sumber Daya Manusia dalam rangka mewujudkan bangsa Indonesia yang maju dan mandiri serta sejajar dengan bangsa-bangsa yang lain. Cara untuk mempercepat terwujudnya tujuan tersebut adalah dengan membuat langkah strategis revolusioner, cerdas, fokus dan berkesinambungan untuk mengupgrade kualitas segala komponen yang terlibat di dalam pendidikan di Indonesia. Untuk itu, program pemahaman dan pelaksanaan pendidikan berkarakter, TIM-IGI (Template Interaktif Multimedia Ikatan Guru Indonesia), dan SPEC (Simpel dan Cepat) diharapkan merupakan andil anak-anak bangsa yang perlu lebih disosialisasikan agar mendapat dukungan dari segala lapisan masyarakat.

Program pendidikan berkarakter bangsa menjadi semakin diperlukan di negeri ini mengingat derasnya arus informasi dan komunikasi global dengan segala dampaknya. Harapannya, dengan semakin banyak para guru dan tenaga pendidik berkemauan menyampaikan dan mengaplikasikan karakter bangsa dalam setiap kegiatan pembelajarannya akan semakin banyak pula generasi muda berkepribadian yang dapat dihasilkan. Program TIM-IGI (Template Interaktif Multimedia IKatan Guru Indonesia) yang meringkas dan merevolusi pembuatan multimedia pembelaran interaktif bagi para guru dan pemakai ICT based learning yang semula bisa memakan waktu berbulan-bulan dan sering membuat putus asa menjadi hanya dalam hitungan jam akan memacu guru untuk lebih maju dan professional dalam mengajar. Kemajuan dan tingginya profesionalitas yang dimiliki para guru pada gilirannya akan mempercepat terwujudnya tujuan pendidikan di Indonesia. Program SPEC (Simpel dan Cepat) yang merevolusi bagaimana menguasai bahasa Inggris secara simpel dan cepat serta menyenangkan akan menjadi jembatan bagi terbukanya jendela ilmu lebih banyak. Karena hampir semuanya yang baru dan datang dari luar menggunakan bahasa Inggris maka mutlak diperlukan penguasaan bahasa ini Semakin mahir seseorang menguasai bahasa Internasional yang terbanyak dipakai ini maka semakin cepat kemajuan yang diperoleh bangsa ini. Tujuan Umum

Melakukan usaha peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dengan langkah strategis revolusioner melalui penyebaran informasi tentang program pendidikan karakter bangsa, memperkenalkan Revolusi Multimedia Pembelajaran Interaktif, dan Revolusi Pembelajaran Bahasa Inggris. Tujuan Khusus

1. Memberikan informasi dan motivasi kepada masyarakat pendidikan tentang pentingnya peningkatan kualitas Pendidikan Indonesia secara revolusioner dan signifikan melalui pendidikan berkarakter bangsa 2. Meningkatkan kualitas penguasaan ICT based learning para guru melalui program pembuatan media pembelajaran interaktif secara kilat dengan program TIM-IGI (Template Interaktif Multimedia IKatan Guru Indonesia). 3. Meningkatkan penguasaan bahasa Inggris para guru dan siswa secara cepat dan revolusioner melalui program SPEC (Simpel dan Cepat) Waktu dan Tempat

Waktu : Sabtu, 28 Mei 2011 Pukul 08.30-15.30 WIB Tempat : Auditorium SMA Negeri 1 Semarang Jl.Taman Menteri Supeno No. 1 Semarang Pembicara 1. Pembicara 1 2. Pembicara 2 3. Pembicara 3 Ticketing

: Drs. Bunyamin, M.Pd. (Pendidikan Berkarakter) : Mampuono, S.Pd., M.Kom. (Revolusi Multimedia Interaktif) : Hani Sutrisno, S.S. (Revolusi Bahasa Inggris)

1. Seminar: - Tiket A Rp. 50.000,- (Anggota IGI, Mahasiswa D3, S1, D4), atau - Tiket B Rp. 75.000,-(Bukan Anggota IGI) 2. Seminar & Prosiding: Tiket C Rp. 250.000,3. Seminar & Workshop: Tiket D Rp. 100.000,Pendaftaran

Hubungi 1. P Hamrowi-083838720223 2. B Erna-085842515747 Susunan Acara

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Acara Waktu Registrasi & Pembukaan 08.00 08.30 Sambutan-sambutan 08.30 09.00 Pendidikan Karakter 09.00 10.00 Revulosi Multimedia 10.00 11.00 Revolusi Bahasa Inggris 11.00 12.00 Ishoma 12.00 13.00 Paparan Proceeding 13.00 15.30 Workshop 13.00 15.30 Penutup 15.30 16.00

Metode

Dari total waktu 3 jam, pemateri/pembicara diberikan kesempatan untuk menyampaikan materi dengan metode ceramah selama 45menit, sementara seperempat jam berikutnya diisi dengan metode diskusi dan /tanya jawab.

Target Peserta

Jumlah maksimal peserta adalah 500 orang yang terdiri para guru, dosen, mahasiswa, kalangan pemerhati pendidikan, pengusaha dan stake holder di Jawa Tengah. Keterangan Susunan acara bisa saja berubah menyesuaikan dengan kesempatan yang dimiliki masingmasing pembicara namun tetap dengan rentang waktu yang kurang lebih sama. Seminar Nasional IGI Jateng dalam rangka memperingati Hardiknas ini akan dilengkapi dengan kegiatan Seminar Pendamping (Prosiding) dan Workshop English dan ICT. Seminar ini akan diisi oleh para pembicara nasional yang profesionaldan berkompeten di bidangnya. Prosiding

Prosiding ini memberikan kesempatan emas kepada para peserta untuk menjadi pembicara pendamping (prosiding) pada sebuah seminar nasional. Segera daftarkan karya ilmiah Anda untuk dipresentasikan pada event ini. Informasi lebih lanjut bisa dilihat di halaman persyaratan prosiding. Jika Anda ingin tahu lebih lengkap lagi bisa klik link ini. Workshop:

1. SPEC (Simpel dan Cepat Kuasai bahasa Inggris) oleh Hani Sutrisno dan Sukirno Miharjo 2. Produksi soal-soal Ineteraktif dan analisisinya oleh Mampuono dan Triyono 3. E-leaning & Blogging oleh M. Hamrowi dan Eko Nursanty

You might also like