You are on page 1of 3

Opini Laporan Keuangan: Tidak Memberi Pendapat (Disclaimer of Opinion) dan Tidak Wajar (Qualified of Opinion) mana yang

lebih baik? Oleh: Yuyun Wahyudi, S.E., M.Si., Ak1) Tanggapan atas judul di atas sampai saat ini masih beragam, sebagian orang mengatakan bahwa opini tidak memberi pendapat (disclaimer of opinion) lebih baik daripada tidak wajar (qualified of opinion) sebagian lagi sebaliknya. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan sumbangan pemikiran atas perdebatan tersebut dan berusaha menjawab perdebatan tersebut dari sisi nilai informasi, kualitas informasi, dan pengambilan keputusan atas laporan keuangan. Tulisan ini tidak bermaksud untuk mendukung para pihak yang mengatakan bahwa opini Tidak Wajar (TW) lebih baik daripada Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atau menyudutkan para pihak yang mengatakan bahwa opini TMP lebih baik daripada TW. Tulisan ini murni sebagai tanggapan teoritis berdasarkan landasan teori yang mendasari pengambilan simpulan. Sebelum penulis membahas atau menjawab pertanyaan mana opini yang lebih baik sebagaimana judul di atas, terlebih dahulu akan dibahas kondisi-kondisi yang menyebabkan diberikannya suatu opini atas laporan keuangan. Arens dan Loebbecke (1991) menyatakan bahwa opini atas laporan keuangan terdiri atas: (a) Wajar tanpa pengecualian (WTP) atau unqualified opinion; (b) Wajar dengan pengecualian (WDP) atau qualified opinion; (c) Tidak wajar (TW) atau adverse opinion; dan (d) Tidak memberikan pendapat (TMP) atau disclaimer opinion. Kondisi untuk Opini WTP (Arens dan Loebbecke (1991)): 1. Semua laporan keuanganneraca, laporan laba-rugi (sektor publik: Laporan Realisasi Anggaran(LRA)), Saldo Laba (sektor publik: Laporan Perubahan Ekuitas ), dan laporan arus kas-sudah tercakup dalam laporan keuangan. Catatan: untuk sektor publik dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 laporan keuangan terdiri dari: Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL), Neraca, Laporan Arus Kas, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. 2. Bahan bukti yang cukup telah dikumpulkan dan auditor telah melaksanakan penugasan dengan cara yang memungkinkan baginya untuk menyimpulkan bahwa standar pemeriksaan telah terpenuhi. 3. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Ini berarti bahwa pengungkapan yang memadai telah disertakan dalam Catatan atas Laporan Keuangan dan bagian-bagian lain dalam laporan keuangan. 4. Tidak terdapat situasi yang memerlukan penambahan paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit. Keadaan yang Menyebabkan Penyimpangan dari Opini WTP. Arens dan Loebbecke (1991) meyatakan terdapat 3 (tiga) kondisi yang menyebabkan pengecualian dari Opini WTP, yaitu: Kondisi 1: Pembatasan Lingkup Audit. Jika auditor tidak berhasil mengumpulkan bahan bukti yang mencukupi untuk menyimpulkan apakah laporan keuangan yang diperiksanya disajikan sesuai dengan PABU, yang berarti bahwa lingkup auditnya dibatasi. Ada dua penyebab utama pembatasan lingkup audit: pembatasan yang disebabkan oleh klien dan yang disebabkan oleh kendali di luar kekuasaan auditor maupun klien. Contoh dari pembatasan yang dilakukan oleh klien adalah keengganan manajemen untuk mengizinkan auditor mengkonfirmasi aset yang material dan melaksanakan pemeriksaan aset. Contoh dari pembatasan yang disebabkan oleh keadaan di luar kekuasaan kedua belah pihak adalah jika data aset tidak dapat disediakan sampai dengan masa pemeriksaan berakhir yang disebabkan catatan aset dari departemen-departemen belum disajikan dengan baik. Kondisi 2: Laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan PABU. Sebagai contoh, jika klien memaksa mencatat nilai pengganti sebagai nilai aktiva tetap atau menilai persediaan PDF Creator - PDF4Free v3.0 dan bukan sebesar kos historisnya. http://www.pdf4free.com sebesar harga jualnya

Kondisi 3: Auditor tidak independen. Jika salah satu dari ketiga kondisi di atas, yang menuntut penyimpangan dari opini WTP ditemukan dan dampaknya material, auditor harus memberikan opini selain WTP dalam laporannya. Kondisi untuk Opini WDP Opini WDP hanya dapat diberikan jika auditor yakin bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara wajar. Jika auditor merasa bahwa kondisi yang dilaporkannya sangat material, maka opini TMP atau TW harus dibuat. Oleh karena itu, opini WDP dianggap sebagai bentuk pengungkapan yang paling lunak di antara semua penyimpangan dari opini WTP. Dalam hal ini tersirat bahwa auditor tersebut merasa puas bahwa keseluruhan laporan keuangan adalah wajar kecuali untuk aspek-aspek tertentu. Kondisi untuk Opini TW Opini TW hanya diberikan apabila auditor merasa yakin bahwa keseluruhan dari laporan keuangan yang disajikan memuat salah saji yang material atau menyesatkan sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan atau hasil operasi perusahaan sesuai dengan PABU (kondisi 2). Opini TW ini hanya dibuat jika auditor telah memiliki bahan bukti yang cukup, melalui penyelidikan yang memadai, tentang ketidaksesuaian tersebut. Kondisi untuk Opini TMP Opini TMP dibuat jika auditor tidak berhasil untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa keseluruhan laporan keuangan disajikan secara wajar. Opini TMP timbul karena pembatasan lingkup audit (kondisi 1), atau hubungan tidak independen antara auditor dan klien menurut kode etik profesional (kondisi 3). Masing-masing kondisi tersebut tidak memungkinkan auditor untuk dapat menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan secara keseluruhan. Opini TMP harus dibedakan dengan opini TW karena opini TMP dapat dibuat hanya karena kurangnya pengetahuan pihak auditor, sedangkan untuk mengeluarkan opini TW, auditor harus yakin dan memiliki bukti yang kuat bahwa laporan keuangan disajikan secara tidak wajar atau dapat dikatakan laporan keuangan disajikan tidak sesuai PABU. Baik opini TMP maupun TW hanya dibuat jika keadaannya sangat material. Selanjutnya untuk menjawab pertanyaan judul dari tulisan ini, menurut hemat penulis ada baiknya kita menggunakan sebuah kriteria atas informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Sebagai produk dari akuntansi, informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan agar bermanfaat harus mengandung nilai dan kualitas tertentu. Nilai Informasi Suwardjono (2003: 10) menyatakan bahwa nilai informasi hanya dapat ditentukan secara relatif dalam hubungannya dengan pengambilan keputusan tertentu. Agar dapat dikatakan mempunyai nilai dalam pengambilan keputusan, suatu informasi harus dapat: Menambah pengetahuan pengambil keputusan (baik keputusan masa sekarang maupun mendatang). Menambah keyakinan pemakai informasi mengenai kemungkinan (probabilitas) terealisasinya suatu harapan dalam kondisi ketidakpastian (mengurangi ketidakpastian). Mengubah keputusan atau menyebabkan perubahan perilaku (tindakan). Kualitas Informasi Suwardjono (2003: 10) menyatakan bahwa kualitas informasi berkaitan dengan intensitas informasi dalam memenuhi nilai informasi di atas. Kualitas yang tinggi akan memberikan kepuasan (utility) yang tinggi pula bagi pemakainya. Dengan kata lain, kualitas informasi bergantung pada kebutuhan pemakai (relevan) dan proses penyediaan informasi (reliabilitas). Relevansi dan reliabilitas (keterandalan) merupakan kualitas informasi utama yang dianjurkan oleh Financial Accounting Standards Board (FASB). Simpulan Dengan melihat kriteria informasi yaitu informasi itu harus bernilai dan berkualitas dan kondisi-kondisi atas masing-masing opini di atas dan kaitannya dengan pemakai atau pengguna (users) dari laporan keuangan dalam rangka pengambilan keputusan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa tentu saja opini WTP yang paling baik, setelah itu baru WDP dan terdapat sedikit v3.0 apakah opini TW atau opini TMP. PDF Creator - PDF4Free perbedaan menentukan yang lebih baik, http://www.pdf4free.com Menurut penulis opini TW masih lebih baik daripada TMP dengan alasan bahwa pada opini

mampu memberi opini atas informasi meskipun informasi tersebut tidak sesuai PABU sehingga users masih dapat dan tidak tersesat dalam mengambil keputusan atas laporan keuangan yang disajikan. Sedangkan pada opini TMP, auditor sebagai pihak independen tidak dapat memberi opini, sehingga users dibiarkan ragu dalam pengambilan keputusan atas laporan keuangan dan laporan keuangan tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Mengutip Tohirin (Auditor BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara) (2012) yang menyatakan bahwa jika kita memandang dari sudut pandang investor, sebenarnya opini TW lebih baik dari pada opini TMP. Karena opini TW sangatlah jelas keburukannya, artinya sebagai investor kita bisa dengan cepat mengambil keputusan untuk tidak berinvestasi pada saham perusahaan yang laporan keuangannya tidak wajar daripada perusahaan yang laporan keuangannya mendapat opini TMP.
1)

PNS DPPKA Kab. Barito Utara dan Dosen STIE Muara Teweh

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

You might also like