You are on page 1of 5

Perdagangan elektronik atau e-dagang (bahasa Inggris: Electronic commerce, juga ecommerce) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran

barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. Edagang dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis. Industri teknologi informasi melihat kegiatan e-dagang ini sebagai aplikasi dan penerapan dari e-bisnis (e-business) yang berkaitan dengan transaksi komersial, seperti: transfer dana secara elektronik, SCM (supply chain management), e-pemasaran (e-marketing), atau pemasaran online (online marketing), pemrosesan transaksi online (online transaction processing), pertukaran data elektronik (electronic data interchange /EDI), dll. E-dagang atau e-commerce merupakan bagian dari e-business, di mana cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekedar perniagaan tetapi mencakup juga pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan dll. Selain teknologi jaringan www, e-dagang juga memerlukan teknologi basisdata atau pangkalan data (databases), e-surat atau surat elektronik (e-mail), dan bentuk teknologi non komputer yang lain seperti halnya sistem pengiriman barang, dan alat pembayaran untuk e-dagang ini. E-dagang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 pada saat pertama kali bannerelektronik dipakai untuk tujuan promosi dan periklanan di suatu halaman-web (website). Menurut Riset Forrester, perdagangan elektronik menghasilkan penjualan seharga AS$12,2 milyar pada 2003. Menurut laporan yang lain pada bulan oktober 2006 yang lalu, pendapatan ritel online yang bersifat non-travel di Amerika Serikat diramalkan akan mencapai seperempat trilyun dolar US pada tahun 2011.

Sejarah perkembangan
Istilah "perdagangan elektronik" telah berubah sejalan dengan waktu. Awalnya, perdagangan elektronik berarti pemanfaatan transaksi komersial, seperti penggunaan EDI untuk mengirim dokumen komersial seperti pesanan pembelian atau invoice secara elektronik. Kemudian dia berkembang menjadi suatu aktivitas yang mempunya istilah yang lebih tepat "perdagangan web" pembelian barang dan jasa melalui World Wide Web melalui server aman (HTTPS), protokol server khusus yang menggunakan enkripsi untuk merahasiakan data penting pelanggan. Pada awalnya ketika web mulai terkenal di masyarakat pada 1994, banyak jurnalis memperkirakan bahwa e-commerce akan menjadi sebuah sektor ekonomi baru. Namun, baru sekitar empat tahun kemudian protokol aman seperti HTTPS memasuki tahap matang dan banyak digunakan. Antara 1998 dan 2000 banyak bisnis di AS dan Eropa mengembangkan situs web perdagangan ini.

Masalah e-commerce
Beberapa permasalahan hukum yang muncul dalam bidang hukum dalam aktivitas ecommerce, antara lain: 1. otentikasi subyek hukum yang membuat transaksi melalui internet;

2. saat perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum ; 3. obyek transaksi yang diperjualbelikan; 4. mekanisme peralihan hak; 5. hubungan hukum dan pertanggungjawaban para pihak yang terlibat dalam 6. transaksi baik penjual, pembeli, maupun para pendukung seperti perbankan, 7. internet service provider (ISP), dan lain-lain; 8. legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tanan digital sebagai alat bukti. 9. mekanisme penyelesaian sengketa; 10. pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian 11. sengketa. 12. Penipuan dengan cara pencurian identitas dan membohongi pelanggan. 13. Hukum yang kurang berkembang dalam bidang e-commerce ini.

Isu Hukum e-Commerce dan e-Contract di Indonesia


y Adanya permasalahan-permasalahan baik yang bersifat teknis maupun yuridis. Permasalahan teknis adalah permasalahan reliabilitas teknologi elektronik itu sendiri sebagai core technology beserta piranti-piranti pendukungnya dalam hubungannya dengan penggunaannya sebagai media niaga. Permasalahan non teknis adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan implikasi-implikasi yang terlahir dari pengaplikasian teknologi elektronik dalam dunia perdagangan (M. Arsyad Sanusi, ECommerce : Hukum dan Solusinya) Karakter internet atau cyber space yang bersifat global atau universal, maka permasalahan-permasalahan yang timbul pun memiliki kecenderungan untuk juga berkarakter global dan universal. Contoh: permasalahan Hukum Perdata Internasional. Permasalahan dalam e-commerce dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu permasalahan yang bersifat substantif dan permasalahan yang bersifat prosedural Indonesia saat ini sangat membutuhkan suatu undang-undang yang akan mengatur tentang legalitas kontrak-kontrak bisnis elektronik (business e-contract), verifikasi tanda tangan elektronik, pengaturan tindak kejahatan cyber (cyber crime), dan sebagainya. Para pelaku tindak kejahatan tersebut dapat dengan mudah lolos dari jerat hukum karena tidak adanya aturan hukum dan peraturan perundang-undangan yang mengatur permasalahan tersebut di Indonesia.

y y

Tidak adanya ketentuan hukum dan perundang-undangan


Seringkali pengadilan di Indonesia berpandangan bahwa karena Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang melarang tindakan cybersquating sebagai tindakan yang melawan hukum, maka terdakwa harus dibebaskan. Legalitas Kontrak Elektronik Keyakinan/Kepercayaan Konsumen

Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Meningkatnya Angka Kejadian Cybercrime

CONTOH KASUS E-COMMERCE

Sekilas Kejahatan E-COMMERCE Di Indonesia


Dalam beberapa dekade terakhir ini, banyak sekali perbuatan-perbuatan pemalsuan (forgery) terhadap surat-surat dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan bisnis. Perbuatanperbuatan pemalsuan surat itu telah merusak iklim bisnis di Indonesia. Dalam KUH Pidana memang telah terdapat Bab khusus yaitu Bab XII yang mengkriminalisasi perbuatanperbuatan pemalsuan surat, tetapi ketentuan-ketentuan tersebut sifatnya masih sangat umum. Pada saat ini surat-surat dan dokumen-dokumen yang dipalsukan itu dapat berupa electronic document yang dikirimkan atau yang disimpan di electronic files badan-badan atau institusiinstitusi pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Seyogyanya Indonesia memiliki ketentuan-ketentuan pidana khusus yang berkenaan dengan pemalsuan surat atau dokumen dengan membeda-bedakan jenis surat atau dokumen pemalsuan, yang merupakan lex specialist di luar KUH Pidana. Di Indonesia pernah terjadi kasus cybercrime yang berkaitan dengan kejahatan bisnis, tahun 2000 beberapa situs atau web Indonesia diacak-acak oleh cracker yang menamakan dirinya Fabianclone dan naisenodni. Situs tersebut adalah antara lain milik BCA, Bursa Efek Jakarta dan Indosatnet (Agus Raharjo, 2002.37). Selanjutnya pada bulan September dan Oktober 2000, seorang craker dengan julukan fabianclone berhasil menjebol web milik Bank Bali. Bank ini memberikan layanan internet banking pada nasabahnya. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar dan mengakibatkan terputusnya layanan nasabah (Agus Raharjo 2002:38). Kejahatan lainnya yang dikategorikan sebagai cybercrime dalam kejahatan bisnis adalah Cyber Fraud, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan melakukan penipuan lewat internet, salah satu diantaranya adalah dengan melakukan kejahatan terlebih dahulu yaitu mencuri nomor kartu kredit orang lain dengan meng-hack atau membobol situs pada internet. Menurut riset yang dilakukan perusahaan Security Clear Commerce yang berbasis di Texas, menyatakan Indonesia berada di urutan kedua setelah Ukraina (Shintia Dian Arwida. 2002). Cyber Squalling, yang dapat diartikan sebagai mendapatkan, memperjualbelikan, atau menggunakan suatu nama domain dengan itikad tidak baik atau jelek. Di Indonesia kasus ini pernah terjadi antara PT. Mustika Ratu dan Tjandra, pihak yang mendaftarkan nama domain tersebut (Iman Sjahputra, 2002:151-152). Satu lagi kasus yang berkaitan dengan cybercrime di Indonesia, kasus tersebut diputus di Pengadilan Negeri Sleman dengan Terdakwa Petrus Pangkur alias Bonny Diobok Obok. Dalam kasus tersebut, terdakwa didakwa melakukan Cybercrime. Dalam amar putusannya Majelis Hakim berkeyakinan bahwa Petrus Pangkur alias Bonny Diobok Obok telah membobol kartu kredit milik warga Amerika Serikat, hasil kejahatannya digunakan untuk

membeli barang-barang seperti helm dan sarung tangan merk AGV. Total harga barang yang dibelinya mencapai Rp. 4.000.000,- (Pikiran Rakyat, 31 Agustus 2002). Namun, beberapa contoh kasus yang berkaitan dengan cybercrime dalam kejahatan bisnis jarang yang sampai ke meja hijau, hal ini dikarenakan masih terjadi perdebatan tentang regulasi yang berkaitan dengan kejahatan tersebut. Terlebih mengenai UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Internet dan Transaksi Elektronika yang sampai dengan hari ini walaupun telah disahkan pada tanggal 21 April 2008 belum dikeluarkan Peraturan Pemerintah untuk sebagai penjelasan dan pelengkap terhadap pelaksanaan Undang-Undang tersebut. Disamping itu banyaknya kejadian tersebut tidak dilaporkan oleh masyarakat kepada pihak kepolisian sehingga cybercrime yang terjadi hanya ibarat angin lalu, dan diderita oleh sang korban. Upaya penanggulangan kejahatan e-commerce sekarang ini memang harus diprioritaskan. Indonesia harus mengantisipasi lebih berkembangnya kejahatan teknologi ini dengan sebuah payung hukum yang mempunyai suatu kepastian hukum. Urgensi cyberlaw bagi Indonesia diharuskan untuk meletakkan dasar legal dan kultur bagi masyarakat indonesia untuk masuk dan menjadi pelaku dalam pergaulan masyarakat yang memanfaatkan kecanggihan dibidang teknologi informasi. Adanya hukum siber (cyberlaw) akan membantu pelaku bisnis dan auditor untuk melaksanakan tugasnya. Cyberlaw memberikan rambu-rambu bagi para pengguna internet. Pengguna internet dapat menggunakan internet dengan bebas ketika tidak ada peraturan yang mengikat dan memaksa. Namun, adanya peraturan atau hukum yang jelas akan membatasi pengguna agar tidak melakukan tindak kejahatan dan kecurangan dengan menggunakan internet. Bagi auditor, selain menggunakan standar baku dalam mengaudit sistem informasi, hukum yang jelas dan tegas dapat meminimalisasi adanya tindak kejahatan dan kecurangan sehingga memberikan kemudahan bagi auditor untuk melacak tindak kejahatan tersebut. Adanya jaminan keamanan yang diberikan akan menumbuhkan kepercayaan di mata masyarakat pengguna sehingga diharapkan pelaksanaan e-commerce khususnya di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Kasus-kasus cybercrime dalam bidang e-commerce sebenarnya banyak sekali terjadi, namun ditengah keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia aparat hukum dibidang penyelidikan dan penyidikan, banyak kasus-kasus yang tidak terselesaikan bahkan tidak sempat dilaporkan oleh korban, sehingga sangat dibutuhkan sekali kesigapan sistem peradilan kita untuk menghadapi semakin cepatnya perkembangan kejahatan dewasa ini khususnya dalam dunia cyber. Untuk mencapai suatu kepastian hukum, terutama dibidang penanggulangan kejahatan ecommerce, maka dibutuhkan suatu undang-undang atau peraturan khusus mengenai cybercrime sehingga mengatur dengan jelas bagaimana dari mulai proses penyelidikan, penyidikan sampai dengan persidangan. Diharapkan aparat penegak hukum di Indonesia lebih memahami dan mempersenjatai diri dengan kemamampuan penyesuaian dalam globalisasi perkembangan teknologi ini sehingga secanggih apapun kejahatan yang dilakukan, maka aparat penegak hukum akan dengan mudah untuk menanggulanginya dan juga tidak akan terjadi perbedaan persepsi mengenai

penerapan suatu undang-undang ataupun peraturan yang telah ada, dan dapat tercapainya suatu kepastian hukum di tengah-tengah masyarakat Indonesia. http://balianzahab.wordpress.com/artikel/sekilas-kejahatan-e-commerce-di-indonesia/

You might also like