You are on page 1of 4

24-25 OKTOBER 2011

Rapat Koordinasi Regional Rabies dan Flu Burung Se-Kalimantan

RUMUSAN Rapat Koordinasi Regional Rabies dan Flu Burung Se-Kalimantan Hotel Luwansa, Palangka Raya, 24-25 Oktober 2011

Dengan memperhatikan sambutan dari Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah, arahan dari Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, paparan dari narasumber (Direktorat Kesehatan Hewan, BPPV Regional V, PUSVETMA, UPPAI, dan Universitas Airlangga), laporan pelaksanaan penanggulangan dan pemberantasan rabies dari TIKOR Se-Kalimantan, dan diskusi yang berkembang salama berjalannya rapat, Rapat Koordinasi Regional Rabies dan Flu Burung Se-Kalimantan ini mencatat: 1. Bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini, rabies dan avian influenza yang merupakan penyakit hewan menular strategis prioritas masih merupakan masalah di Indonesia dengan adanya kejadian kasus baru di beberapa daerah, baik kasus di daerah yang sebelumnya bebas maupun kasus di daerah yang memang sudah tertular. 2. Bahwa pemerintah mempunyai visi untuk membebaskan Indonesia dari rabies dan AI, untuk kedua penyakit tersebut sedang disusun road map menuju Indonesia bebas rabies dan AI tahun 2020. 3. Bahwa kebijakan Pemerintah dalam pengendalian dan pemberantasan rabies tetap fokus pada pelaksanaan vaksinasi dengan didukung oleh eliminasi tertarget, kontrol populasi, KIE dan penguatan regulasi. 4. Bahwa berdasarkan data BPPV Regional V Banjarbaru, kasus rabies di regional Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur) dalam beberapa tahun terakhir masih cukup tinggi dan berfluktuasi. 5. Bahwa kajian serologis dari BPPV Regional V Banjarbaru yang bertujuan untuk melihat hasil vaksinasi rabies menunjukan hasil yang belum memuaskan dengan masih rendahnya proporsi sampel yang menunjukan hasil seropositif. 6. Bahwa Provinsi Kalimantan Barat sampai saat ini tidak ditemukan kasus rabies sejak kasus rabies terakhir pada tahun 2005, namun demikian masih ada ancaman kemungkinan masuknya rabies dengan ditemukannya kasus-kasus positif di daerah yang berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat. 7. Bahwa berdasarkan hasil surveilans BPPV Regional III Banjarbaru, masih ditemukan adanya kasus AI di seluruh Provinsi di Kalimantan. 8. Bahwa kerjasama dan koordinasi antara kesehatan dan kesehatan hewan dalam penanganan kasus AI sudah berjalan cukup baik dan hal yang sama sudah mulai dikembangkan dalam penanganan kasus rabies seperti yang telah berjalan di Provinsi Bali.

Hotel Luwansa, Palangka Raya, Kalimantan Tengah |

24-25 OKTOBER 2011

Rapat Koordinasi Regional Rabies dan Flu Burung Se-Kalimantan

9. Bahwa lalu lintas hewan merupakan masalah utama dalam penyebaran rabies dan AI di Indonesia. 10. Bahwa selain aspek teknis, aspek non teknis seperti permasalahan sosial, budaya dan ekonomi kadang-kadang menjadi masalah dalam pelaksanaan program pengendalian dan pemberantasan rabies dan AI di Kalimantan. 11. Bahwa dalam rangka optimalisasi program pengendalian PHMS, maka pada tahun 2012 telah dilakukan dekon dana untuk pengadaan vaksin, operasional, pengendalian populasi (khusus rabies), monitoring dan evaluasi, serta pelaporan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Rapat Koordinasi Regional Rabies dan Flu Burung SeKalimantan merekomendasikan: 1. Perlu segera diselesaikan penyusunan road map pembebasan AI dan Rabies 2020 agar menjadi pedoman bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam tahapan pengendalian dan pembebasan kedua penyakit tersebut. Adapun untuk tingkat regional Kalimantan, road map pembebasan perlu segera di buat dengan difasilitasi oleh BPPV Regional V Banjarbaru. 2. Perlu adanya peningkatan cakupan vaksinasi rabies di Kalimantan, agar cakupan vaksinasinya mencapai minimal 70% sehingga dapat menekan kasus positif rabies. Untuk mencapai hal ini perlu perencanaan yang baik antara Pemerintah dan Pemerintah daerah dalam menetapkan jumlah kebutuhan vaksin, rencana kegiatan vaksinasi, kebutuhan dana operasional, penyiapan sumber daya manusia dan fasilitas pendukung lain dalam pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan rabies di Kalimantan. Untuk hal ini diperlukan adanya fasilitasi langsung oleh Pemerintah (Direktorat Kesehatan Hewan dan BPPV regional V Banjarbaru). 3. Penyediaan vaksin dalam rangka pengendalian dan pemberantasan diharapkan dapat dilaksanakan tepat waktu, sasaran dan sesuai dengan kebutuhan. 4. Terkait rekomendasi butir 2 (dua), perlu di cari mekanisme dan kesepakatan dalam cost sharing pengendalian dan pemberantasan rabies di Kalimantan, sehingga secara jelas dipetakan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan lainnya. 5. Perlu adanya kajian terkait situasi rabies di Kalimantan Barat, khususnya dalam rangka penetapan status bebas dan resiko masuknya kembali rabies ke Kalimantan Barat. Kajian yang sama perlu dilakukan untuk daerah-daerah lain (Kabupaten/Kota) yang sudah tidak ada kasus. Kajian dalam rangka pembebasan ini harus sesuai dengan standar internasional (OIE) dan menjadi dasar dalam memberikan/menetapkan status bebas. 6. Perlu ditentukan target pembebasan seluruh provinsi di Kalimantan dalam rangka tahapan pembebasan rabies di seluruh Indonesia, sehingga perlu adanya revisi MoU Gubernur se-Kalimantan dalam rangka pembebasan rabies Kalimantan.

Hotel Luwansa, Palangka Raya, Kalimantan Tengah |

24-25 OKTOBER 2011

Rapat Koordinasi Regional Rabies dan Flu Burung Se-Kalimantan

7. Dalam rangka mendukung target pembebasan rabies di seluruh Kalimantan, perlu adanya regulasi khusus terkait pengendalian rabies di tingkat Pemerintah Daerah melalui Peraturan Gubernur atau bahkan Peraturan Daerah. Regulasi ini harus mencakup semua aspek penting yang diperlukan dalam pengendalian rabies mulai dari penyediaan sarana dan prasarana, pengaturan tentang pemeliharaan HPR, Lalu lintas, surveilans dan hal penting lainnya. 8. Perlu adanya pengawasan lalu lintas yang lebih baik dalam rangka mencegah penyebaran AI dan rabies di Kalimantan dengan memperhatikan aspek teknis kesehatan hewan (analisa resiko), sosial, budaya dan ekonomi. Pengawasan ini dilakukan dengan bekerjasama dengan Karantina Hewan setempat. 9. Perlu adanya koordinasi dan komunikasi intensif antar Provinsi dalam menginformasikan situasi kasus rabies dan AI di wilayah masing-masing, sehingga antisipasi dapat dilakukan khususnya terkait lalu lintas hewan antar provinsi. 10. Terkait lalu lintas hewan, perlu adanya harmonisasi peryaratan kesehatan hewan antar provinsi untuk melalulintaskan hewan dengan penekanan bahwa Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) hanya dapat dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang dengan dilengkapi hasil pemeriksaan laboratorium sesuai peryaratan yang disepakati. 11. Perlu adanya kajian terkait dengan rendahnya titer antibodi hasil vaksinasi rabies di Kalimantan, dengan melihat vaksin yang digunakan, handling vaksin dari pengiriman sampai aplikasinya (termasuk kajian tentang rantai dinginnya). 12. Perlu adanya kajian khusus terkait situasi rabies dan AI di Pulau Tarakan dalam rangka penetapannya sebagai daerah bebas rabies dan AI melalui tahapan surveilans terstruktur dan kajian oleh komisi ahli kesehatan hewan, untuk kemudian direkomendasikan ke Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 13. Perlu adanya penerapan kompertementalisasi bebas AI pada breeding farm di Kalimantan dengan di fasilitasi oleh Pemerintah. 14. Terkait dengan adanya keterbatasan dalam penyediaan vaksin secara nasional, perlu adanya peningkatan kapasitas produksi vaksin di PUSVETMA, koordinasi yang baik antara pusat dan daerah terkait kebutuhan vaksin, peningkatan stok vaksin pusat dan adanya stok cadangan vaksin untuk penanganan wabah. 15. Terkait dengan adanya dana dekon untuk program pengendalian PHMS, maka perlu adanya kesiapan dan pengawasan Pemerintah dan Pemerintah Daerah agar penggunaan dana tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai peruntukannya. 16. Perlu adanya pengembangan koordinasi yang lebih baik antara instansi kesehatan dan kesehatan hewan dalam rangka penanganan kasus dan surveilans terintegrasi untuk AI dan rabies, serta bisa menjadikan kerjasama DSO dan PDSR dalam penanganan AI (seluruh Indonesia) dan rabies (di Bali) sebagai model.

Hotel Luwansa, Palangka Raya, Kalimantan Tengah |

24-25 OKTOBER 2011

Rapat Koordinasi Regional Rabies dan Flu Burung Se-Kalimantan

17. Perlu adanya peningkatan kegiatan surveilans rabies dan AI dengan kerjasama antara Pemerintah Daerah, BPPV Regional V Banjarbaru, serta mengoptimalkan peran dari PDSR dalam mendukung program pengendalian dan pemberantasan rabies dan AI. 18. Terkait surveilans AI, perlu dilakukan surveilans AI pada burung walet mengingat perkembangan budidaya burung walet di Kalimantan. Surveilans dilakukan secara terkoordinasi dengan BPPV Regional V Banjarbaru. 19. Membentuk Komisi Provinsi/Kabupaten Pengendalian Zoonosis sebagai tindak lanjut pembentukan Komisi Nasional Zoonosis. Komisi ini harus melibatkan semua instansi teknis dan non teknis yang diperlukan dalam pengendalian zoonosis. 20. Perlu adanya tindak lanjut hasil pertemuan ini oleh masing-masing Provinsi seKalimantan dengan tetap memperhatikan dan menjalin koordinasi lintas sektoral dan Provinsi. 21. Menunjuk Provinsi Kalimantan Selatan sebagai tuan rumah Rapat Koordinasi Regional Rabies dan Flu Burung se-Kalimantan tahun 2012, sekaligus menjadi koordinator yang bertugas dalam mengadvokasi masalah-masalah strategis rabies dan AI di Kalimantan, serta mengevaluasi tindak lanjut hasil rumusan ini.

Palangka Raya, 25 Oktober 2011 TIM PERUMUS

Hotel Luwansa, Palangka Raya, Kalimantan Tengah |

You might also like