You are on page 1of 60

KEEFEKTIFAN PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN DALIL PYTHAGORAS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

KELAS VIII SEMESTER 1 SMP N 3 BAE KUDUS TAHUN PELAJARAN 2005/2006

SKRIPSI Diajukan dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata 1 untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Nama NIM : Suci Murtini : 4101401026

Program Studi : Pendidikan Matematika Jurusan : Matematika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2006

ABSTRAK Pokok bahasan dalil Pythagoras adalah materi geometri SMP kelas VIII semester 1 yang banyak menuntut siswa untuk dapat menemukan prinsip dan menggunakan teorema ini dalam menyelesaikan soal-soal bangun ruang atau dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pendekatan kontruktivis guru hanya berfungsi sebagai mediator dan fasilitator yang menyediakan fasilitas dan situasi pendukung sedangkan siswa diharapkan dapat menemukan konsep dan mengembangkan pengetahuannya sendiri sehingga hasil belajarnya menjadi lebih baik. Berdasarkan latar belakang tersebut diangkat permasalahan apakah pendekatan konstruktivis lebih efektif daripada pendekatan konvensional (metode ekspositori) dalam pembelajaran matematika pokok bahasan dalil Pythagoras terhadap hasil belajar siswa kelasVIII semester I SMP N 3 Bae Kudus tahun pelajaran 2005/2006.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran matematika pokok bahasan dalil Pythagoras terhadap hasil belajar siswa kelas VIII semester 1 SMP N 3 Bae Kudus Tahun Pelajaran 2005/2006. Populasi dalam penelitian adalah siswa kelas VIII semester 1 SMP N 3 Bae Kudus tahun pelajaran 2005/2006 yang terdiri dari 5 kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random sampling. Terpilih siswa VIII C sebagai kelompok eksperimen dan siswa VIII B sebagai kelompok kontrol. Instrumen penelitian ini telah diujicobakan, yaitu berupa 30 butir soal obyektif dengan 4 pilihan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran matematika pada kelas eksperimen dan pendekatan konvensional (metode ekspositori) pada kelas kontrol. Setelah dilakukan pembelajaran terlihat bahwa hasil belajar kedua kelompok tersebut berbeda secara signifikan dan dari hasil uji t diperoleh thitung (2,854) > ttabel (1,66) yang berarti bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan pendekatan kontruktivis lebih baik daripada hasil belajar siswa yang menggunakan pendekatan konvensional (metode ekspositori). Rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen= 7,55 sedangkan rata-rata kelompok kontrol =6,85. hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan konstruktivis lebih efektif daripada pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan konvensional. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivis dalam pembelajaran matematika lebih efektif daripada pendekatan konvensional dengan metode ekspositori terhadap hasil belajar siswa kelas VIII semester 1 SMP N 3 Bae Kudus tahun pelajaran 2005/2006. Saran dari penelitian ini yaitu guru dapat mencoba menerapkan pendekatan konstruktivis sehingga siswa tidak terkesan hanya menerima pengetahuan begitu saja dari guru tetapi juga berusaha menemukan dan mengembangkan pengetahuannya sendiri.

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Keefektifan Penerapan Pendekatan Konstruktivis dalam Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Dalil Pythagoras terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Semester 1 SMP N 3 Bae Kudus Tahun Pelajaran 2005/2006 Telah dipertahankan di hadapan Siang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang pada : Hari Tanggal : Rabu : 11 Januari 2006 Panitia Ujian Ketua Sekretaris

Drs. Kasmadi Imam S., M. S NIP. 130781011 Pembimbing Utama

Drs. Supriyono, M. Si NIP. 130315345 Anggota Penguji : 1. Penguji I Drs. Moch. Chotim, M. Si NIP. 130781008 2. Penguji II

Dra. Kusni, M. Si NIP. 130515748 Pembimbing Pembantu

Dra. Nurkaromah D., M. Si NIP. 131876228

Dra. Kusni, M. Si NIP. 130515748 3. Penguji III

Dra. Nurkaromah D., M Si NIP. 131876228

iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO Hidup adalah pilihan dan hidup ini terlalu singkat untuk dijalani dengan pilihan yang salah Who is no ready today, will not be ready tomorrow Kehilangan yang paling besar adalah kehilangan keyakinan terhadap diri sendiri

PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada : 1. Bapak dan Ibu tercinta atas semua doa dan dukungannya. 2. Dik Us dan Dik Rinda yang aku sayangi. 3. Sahabat-sahabatku atas semangatnya. 4. Cah-cah Puri Cempaka. 5. Almamaterku.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Keefektifan Penerapan Pendekatan Konstruktivis dalam Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Dalil Pythagoras terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Semester 1 SMP N 3 Bae Kudus Tahun Pelajaran 2005/2006 . Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan berjalan lancar. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat : 1. Dr. H. A. T. Soegito, S.H., M.M, Rektor Universitas Negeri semarang yang telah memberi kesempatan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Drs. Kasmadi Imam S., M. S., Dekan FMIPA yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi. 3. Drs. Supriyono, M. Si., Ketua Jurusan Matematika yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Dra. Kusni, M. Si, sebagai pembimbing I yang penuh kesabaran telah memberikan bimbingan selama pembuatan skripsi. 5. Dra. Nurkaromah D, M. Si ., sebagai pembmbing II yang penuh kesabaran telah membimbing selama pembuatan skripsi. 6. Watono, S. Pd., Kepala SMP N 3 Bae Kudus yang dengan seijin beliau penulis dapat melaksanakan penelitian.

7. Waryono, A. Md., Guru Matematika SMP N 3 Bae Kudus yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian. 8. Seluruh guru dan pegawai SMP N 3 Bae Kudus yang telah banyak memberi dukungan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian. 9. Siswa-siswi SMP N 3 Bae Kudus yang telah bekerjasama dalam pelaksanaan penelitian. 10. Semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis hanya bisa berharap semoga skripsi ini dapat memberikan nilai tambah bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa jurusan matematika.

Semarang, Penulis

Januari 2006

vi

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ABSTRAK .. HALAMAN PENGESAHAN .... MOTTO DAN PERSEMBAHAN . KATA PENGANTAR . DAFTAR ISI ... DAFTAR LAMPIRAN .. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul B. Permasalahan C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Penegasan Istilah .. E. Sistematika Skripsi .. BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Teori Belajar ..... 2. Pengertian Pembelajaran.... 3. Hasil Belajar ..... 4. Pengajaran Matematika .... 9 9 11 12 14 1 4 5 5 7 i ii iii iv v vii ix

vii

5. Pendekatan Konstruktivis dalam Pembelajaran Matematika . 15 6. Pembelajaran Konvensional .. 7. Dalil Pythagoras ... B. Kerangka Berpikir C. Hipotesis .. BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel B. Variabel Penelitian 33 34 21 23 30 32

C. Rancangan Penelitian 34 D. Metode Pengumpulan Data. E. Instrumen Penelitian . 34 35

F. Analisis Instrumen Penelitian ... 36 G. Metode Analisis Data 40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian . B. Pembahasan .. BAB V PENUTUP A. Simpulan .. B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN .. 50 50 51 53 44 45

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Data Nilai Mid Kelas VIII Semester 1 .. 53 2. Uji Normalitas Data Keadaan Awal Kelas VIII A ... 54 3. Uji Normalitas Data Keadaan Awal Kelas VIII B ... 55 4. Uji Normalitas Data Keadaan Awal Kelas VIII C ... 56 5. Uji Normalitas Data Keadaan Awal Kelas VIII D ... 57 6. Uji Normalitas Data Keadaan Awal Kelas VIII E ... 58 7. Uji Homogenitas Populasi ... 59 8. Uji Kesamaan Awal dari Populasi .. 60 9. Kisi-kisi Soal Uji Coba ........ 63 10. Soal Uji Coba ... 65 11. Kunci Jawaban Soal Uji Coba .. 71 12. Lembar Jawaban Soal Uji Coba ... 72 13. Hasil Analisis Uji Coba Soal .... 73 14. Perhitungan Validitas Butir Soal .. 78 15. Perhitungan Reliabilitas Instrumen .. 80 16. Perhitunan Daya Pembeda Soal ... 81 17. Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ... 82 18. Kisi-kisi Soal Tes Hasil Belajar ... 83 19. Soal Tes Hasil Belajar .. 85 20. Kunci Jawaban Soal Tes Hasil Belajar 90

ix

21. Lembar Jawaban Soal Tes Hasil Belajar ...

91

22. Rencana Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivis . 92 23. Lembar Kerja Siswa ... 104 24. Rencana Pembelajaran Konvensional .... 137 25. Data Hasil Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol .. 155 26. Uji Normalitas Data Hasil Belajar Kelompok Eksperimen ... 156 27. Uji Normalitas Data Hasil Belajar Kelompok Kontrol .. 157 28. Uji Kesamaan Dua Varians Data Hasil Belajar antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 158 29. Uji Perbedaan Dua Rata-rata Data Hasil Belajar antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ..... 159 30. Tabel Nilai Chi Kuadrat . 160 31. Daftar Kritik Uji F (=2,5%) . 161 32. Daftar Kritik Uji F (=5%) .... 162 33. Daftar Kritik Uji t ... 163 34. Surat Usulan Pembimbing . 164 35. Surat Permohonan Ijin Penelitian ... 165 36. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian .. 166

BAB I PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan, dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Karena pendidikan dapat mengembangkan pengetahuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia seperti yang diharapkan. Agar pelaksanaan pendidikan dapat berlangsung sesuai yang diharapkan, maka perlu mendapatkan perhatian yang serius baik oleh pemerintah, masyarakat, orang tua dan guru. Matematika merupakan salah satu unsur dalam pendidikan. Mata pelajaran matematika telah diperkenalkan kepada siswa sejak tingkat dasar sampai ke jenjang yang lebih tinggi, namun demikian kegunaan matematika bukan hanya memberikan kemampuan dalam perhitungan-perhitungan kuantitatif, tetapi juga dalam penataan cara berpikir, terutama dalam pembentukan kemampuan menganalisis, membuat sintesis, melakukan evaluasi hingga kemampuan memecahkan masalah. Dengan kenyataan ini bahwa matematika mempunyai potensi yang sangat besar dalam hal memacu terjadinya perkembangan warga secara cermat dan tepat mampu maupun dalam

mempersiapkan

masyarakat

yang

mengantisipasi

perkembangan dengan cara berpikir dan bersikap yang tepat pula.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika SMP N 3 Bae Kudus, rata-rata hasil belajar siswa pada mid semester I adalah 60. Hasil tersebut tentu masih jauh dari yang diharapkan. Selain itu juga masih banyak siswa yang menganggap mata pelajaran matematika sebagai momok dan merasa kesulitan dalam belajar matematika. Bahkan tidak hanya siswa saja sebagian masyarakat pun masih beranggapan bahwa matematika itu sulit dan menakutkan. Kecemasan seperti inilah yang sangat mempengaruhi terhadap mental siswa dalam belajar matematika, yang pada akhirnya orangtua dan siswa sendiri memaklumi apabila prestasi belajar matematikanya rendah. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah proses belajar mengajar. Pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan oleh guru masih menganut pada teori tabula rasa John Locke (Anita Lie, 2002:2). Teori tersebut menyatakan bahwa pikiran seorang anak adalah seperti kertas kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan gurunya. Dengan kata lain, otak seorang anak adalah ibarat botol kosong yang siap diisi dengan segala ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan guru. Berdasarkan asumsi ini dan asumsi yang sejenisnya, banyak guru yang melakukan kegiatan belajar mengajar sebagai berikut . 1. Memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa. Tugas seorang guru adalah memberi dan tugas seorang siswa adalah menerima. Guru memberi informasi dan mengharapkan siswa untuk menghafal dan mengingatnya.

2. Mengisi botol kosang dengan pengetahuan. Siswa menerima pengetahuan dengan pasif. Guru memiliki pengetahuan yang nantinya akan dihafalkan oleh siswa. 3. Mengkotak-kotakkan siswa. Guru mengelompokkan siswa berdasarkan nilai dan memasukkan siswa dalam kategori, siapa yang berhak naik kelas, siapa yang tidak, siapa yang bisa lulus dan siapa yang tidak. Kemampuan dinilai dengan rangking dan siswa pun direduksi dengan angka-angka. 4. Memacu siswa dalam kompetensi. Siswa bekerja keras untuk mengalahkan teman sekelasnya. Siapa yang kuat dia yang menang. Orangtua pun saling menyombongkan anaknya masing-masing dan menonjolkan prestasi anaknya. Dengan kegiatan belajar mengajar tersebut siswa dianggap sebagai klise orang dewasa yang pasif dan butuh motivasi dari luar. Karena itu guru mengembangkan kurikulum yang terstruktur dan menentukan bagaimana siswa harus dimotivasi, dirangsang dan dievaluasi sehingga berkesan bahwa pembelajaran adalah sekedar pemindahan, penggrojokan pengetahuan dan penyerapan pengetahuan saja sehingga dirasa kurang bermakna bagi siswa. Oleh karena itu saat ini diperlukan pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan kebermaknaan pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivis. Dalam pendekatan konstruktivis pengetahuan ditemukan, dibentuk dan dikembangkan oleh siswa, sedangkan guru hanya berperan sebagai mediator dan fasilitator untuk membentuk dan mengembangkan

pengetahuan itu sendiri, bukan untuk memindahkan pengetahuan.(Suparno, 1997: 11) Pokok bahasan Dalil Pythagoras adalah bagian dari materi geometri SMP kelas VIII semester I yang banyak menuntut siswa untuk dapat menemukan prinsip dan menggunakan teorema ini dalam menyelesaikan soalsoal bangun ruang atau dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran matematika diharapkan siswa dapat menggunakan serta mengembangkan pengetahuannya tersebut untuk

mencapai hasil belajar yang lebih baik. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui keefektifan penerapan pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran matematika pokok bahasan dalil Pythagoras terhadap hasil belajar siswa kelas VIII semester 1 SMP N 3 Bae Kudus tahun pelajaran 2005/2006.

B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan permasalahan yaitu apakah penerapan pendekatan konstruktivis lebih efektif daripada pendekatan konvensional dengan metode ekspositori dalam pembelajaran matematika pokok Dalil Pythagoras terhadap hasil belajar siswa kelasVIII semester I SMP N 3 Bae Kudus tahun pelajaran 2005/2006.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan penerapan pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran matematika terhadap hasil belajar pokok bahasan Dalil Pythagoras siswa kelas VIII semester I SMP N 3 Bae Kudus

2. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: a. guru dalam mengembangkan metode mengajar yang sesuai b. siswa dalam mengembangkan dan meningkatkan hasil belajar yang optimal dalam pelajaran matematika dengan menggunakan metode yang cocok yang diberikan oleh guru.

D. Penegasan Istilah Untuk menghindari salah pengertian mengenai judul skripsi ini, maka beberapa istilah yang terdapat pada judul perlu dijelaskan. Adapun istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut. 1. Keefektifan Keefektifan berasal dari kata dasar efektif, yang berarti dapat membawa hasil; berhasil guna (usaha, tindakan). (Poerwadarminta, 1976: 250). Keefektifan dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu keberhasilan atau ketepatgunaan dari suatu pembelajaran matematika pokok bahasan Dalil Pythagoras.

Indikator keefektifan dalam penelitian ini adalah apabila rata-rata hasil belajar siswa pada pokok bahasan dalil Pythagoras dengan pendekatan konstruktivis lebih dari rata-rata hasil belajar siswa dengan pendekatan konvensional (metode ekspositori). 2. Pendekatan Konstruktivis dalam pembelajaran matematika Pendekatan lebih banyak menunjuk pada strategi guru untuk mengatur jalannya proses pembelajaran (Arikunto, 1995:309).Pembelajaran dapat diartikan sebagai usaha sadar guru untuk membantu siswa atau anak didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya (Darsono, 1996 :26) Menurut Lorsbach (Suparno, 2000:19) konstruktivis dalam

pembelajaran dapat diartikan sebagai siswa sendiri yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dan menyesuaikan terhadap pengalamanpengalaman mereka. Dalam penelitian ini yang dimaksud pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk membantu siswa agar memperoleh pengetahuannya sendiri dalam proses belajar dan

pembelajaran pokok bahasan Dalil Pythagoras. 3. Hasil Belajar Matematika Hasil belajar matematika pada penelitian ini adalah hasil yang dicapai setelah melakukan kegiatan belajar mata pelajaran matematika pokok bahasan Dalil Pythagoras. Hasil belajar ini diukur dengan tes dan hasilnya berupa nilai yang diwujudkan dalam bentuk angka-angka.

4. Dalil Pythagoras Dalil Pythagoras merupakan salah satu pokok bahasan matematika yang diajarkan pada siswa kelas VIII semester I SMP N 3 Bae Kudus.

E. Sistematika Skripsi Skripsi ini terdiri atas beberapa bagian yang masing-masing diuraikan sebagai berikut. 1. Bagian awal skripsi, yang terdiri dari : halaman judul, abstrak, halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi dan daftar lampiran. 2. Bagian isi merupakan bagian yang pokok dalam skripsi yang terdiri dari 5 bab yaitu : Bab I :Pendahuluan berisi tentang alasan pemilihan judul, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika skripsi. Bab II : Landasan teori dan hipotesis berisi tentang teori belajar, pengertian pembelajaran, hasil belajar, pengajaran matematika, pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran matematika, pembelajaran konvensional dalil Pythagoras, kerangka berpikir dan hipotesis Bab III : Metode penelitian berisi tentang populasi dan sampel, variabel pe nelitian, rancangan penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, analisis instrumen penelitian dan metode analisis data.

Bab IV : Laporan hasil peneltian berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya. Bab V : Penutup yang berisi simpulan dan saran. 3. Bagian akhir, berisi daftar pustaka yang digunakan sebagai acuan, lampiran-lampiran yang melengkapi uraian pada bagian isi dan tabel-tabel yang digunakan.

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori 1. Teori belajar Pengertian belajar secara umum adalah terjadinya perubahan pada seseorang yang terjadi akibat pengalaman. Perubahan tersebut dapat terlihat (overt) atau tidak (covert), bertahan lama atau tidak, ke arah positif atau negatif pada keseluruhan pribadi atau pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara sendiri-sendiri. Beberapa teori belajar antara lain. a. Teori belajar David Ausubel Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar. Ausubel (Dimyati,2003:32) membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghafalkannya, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Selain itu untuk dapat membedakan antara belajar menghafal dengan belajar bermakna. Pada belajar menghafal, siswa menghafalkan materi yang sudah diperolehnya, tetapi pada belajar bermakna materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti. 9

10

b. Teori Bruner Di dalam proses belajar mengajar, Bruner (Slameto,2003:2) mementingkan partisipasi aktif tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar mengajar perlu lingkungan yang dinamakan discovery learning environment, ialah lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui . c. Teori Belajar dari Piaget Piaget (Dimyati,2003:13) berpendapat bahwa pengetahuan

dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami

perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Perkembangan intelektual melalui tahap-tahap berikut. 1) Sensori motor (0-2 tahun) Pada tahap ini anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik melalui penglihatan, penciuman,

pendengaran, perabaan dan menggerak-gerakkannya. 2) Pra-operasional (27 tahun) Pada tahap ini anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep

11

sederhana, berpartisipasi, membuat gambar dan menggolonggolongkan. 3) Operasional konkret (711 tahun) Pada tahap ini anak dapat mengembangkan pikiran logis, walaupun kadang-kadang memecahkan masalah secara trial and error 4) Operasi formal ( 11 tahun ke atas) Pada tahap ini anak dapat berpikir abstrak seperti pada orang dewasa. Pengetahuan dibangun dalam pikiran. Setiap individu membangun sendiri pengetahuannya. Pengetahuan yang dibangun terdiri dari tiga bentuk, yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika matematika dan pengetahuan sosial. Belajar pengetahuan meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi, pengenalan konsep dan aplikasi konsep. Dalam fase eksplorasi, siswa mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase pengenalan konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Dalam fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut 2. Pengertian Pembelajaran Kegiatan belajar tidak terpisahkan dengan kegiatan pembelajaran (Darsono,1996:26) disebutkan pengertian pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk membantu siswa agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa. Pembelajaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

12

a. Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja b. Pembelajaran merupakan pemberian bantuan yang memungkinkan siswa dapat belajar c. Pembelajaran lebih menekankan pada pengaktifan siswa karena yang belajar adalah siswa 3. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar (Anni,2004:4). Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. (Satmoko,2000) Ada 9 kategori tipe-tipe hasil belajar khusus (Satmoko,2000:26-27), yaitu: a. Pengetahuan 1) Terminologi 2) Fakta-fakta khusus 3) Konsep dan prinsip 4) Metode-metode dan prosedur-prosedur b. Pengertian 1) Konsep dan prinsip 2) Metode dan prosedur 3) Materi tertulis, grafik, gambar peta, dan data bilangan.

13

c. Aplikasi 1) Informasi aktual 2) Konsep dan prinsip 3) Metode dan prosedur 4) Ketrampilan dalam pemecahan masalah. d. Ketrampilan berfikir 1) Berfikir kritis 2) Berfikir ilmiah. e. Ketrampilan umum 1) Ketrampilan laboratorium 2) Ketrampilan bertindak 3) Ketrampilan komunikasi 4) Ketrampilan konseptual 5) Ketrampilan sosial f. Sikap 1) Sikap sosial 2) Sikap ilmiah g. Minat 1) Minat pribadi 2) Minat pendidikan dan kejuruan h. Apresiasi 1) Literatur, seni, musik 2) Pencapaian sosial dan ilmiah

14

i. Penyesuaian diri 1) Penyesuaian sosial 2) Penyesuaian emosional. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dibedakan menjadi dua (Anni,2004:11) yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor internal 1) Aspek fisik, misalnya kesehatan organ tubuh 2) Aspek psikis, misalnya intelektual, emosional, motivasi 3) Aspek sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan

lingkungan. b. Faktor eksternal, misalnya iklim/cuaca, suasana lingkungan, tingkat kesulitan bahan belajar, tempat belajar, metode pembelajaran yang digunakan, dan sebagainya. 4. Pengajaran Matematika Berdasarkan teori perkembangan intelektual, anak-anak SMP pada umumnya masuk dalam tahap operasi formal. Namun kenyataannya sebagian kemampuan berpikir masih tergolong usia operasi konkret. Dengan demikian, pengajaran matematika jenjang SMP perlu menerapkan cara-cara pengajaran yang sesuai dengan masa transisi Dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran Matematika

(Suherman,2003:58) dikemukakan bahwa tujuan pembelajaran matematika di SMP adalah agar siswa :

15

a. memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika; b. memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah; c. memiliki ketrampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari; d. memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika. Pencapaian tujuan pembelajaran dapat diusahakan melalui

pengajaran matematika yang bertahap dan terarah yang mempermudah dalam belajar mengajar. 5. Pendekatan Konstruktivis dalam Pembelajaran Matematika Menurut kaum konstruktivis (Suparno,1996:61), belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks,dialog, pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain bercirikan sebagai berkut. a. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.

16

b. Konstruksi arti itu adalah proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah. c. Menurut Fosnot belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang. d. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah proses yang baik untuk memacu belajar. e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkungannnya. f. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar: konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari. Menurut Glasserfeld (Suparno,1997) mengajar adalah membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri. Jadi guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Sedangkan fungsi mediator dan fasilitator itu sendiri dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut.

17

a. Menyediakan

pengalaman

belajar

yang

memungkinkan

siswa

bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian. b. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka c. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa berjalan atau tidak. Guru juga membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa. Agar peran dan tugas tersebut berjalan secara optimal, diperlukan beberapa kegiatan dan pemikiran yang perlu disadari oleh guru sebagai berikut. a. Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan. b. Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga siswa benar-benar terlibat. c. Guru perlu belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa, hal ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar di tengah palajar. Artinya guru perlu menyatu dengan siswa misalnya dalam suatu diskusi kelas, guru tidak hanya memonitor jalannya diskusi akan tetapi turut serta dengan memberi masukan atau permasalahan baru. d. Guru ikut terlibat dengan siswa yang sedang mengkonstruksi pengetahuannya serta memberi kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar.

18

e. Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan memahami pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang tidak diterima guru. Menurut Suparno (1997:63), ketika pertama kali memasuki kelas, siswa telah membawa makna tertentu tentang dunianya sebagai pengetahuan dasar untuk dikembangkan menjadi pengetahuan baru. Mereka juga membawa perbedaan tingkat intelektual, personal, sosial, emosional dan kultural yang semuanya dapat mempengaruhi pemahaman mereka. Latar belakang dan pengetahuan yang dibawa siswa tersebut sangat penting dimengerti pendidik agar dapat dikembangkan sesuai dengan pengetahuan yang lebih ilmiah. Sehingga sangatlah penting bagi guru tidak mengajukan jawaban satu-satunya sebagai jawaban yang benar, terlebih dalam persoalan yang berdasarkan suatu pengalaman siswa. Yuwono (2003:3) mendefinisikan pengetahuan awal siswa sebagai fakta, ide-ide atau konsep-konsep, prinsip yang telah dimiliki sebelum secara formal mempelajari konsep-konsep baru. Pengetahuan awal tersebut merupakan pengetahuan pribadi siswa yang terbentuk melalui belajar informal, pengalaman sehari-hari maupun dari belajar formal sebelum mempelajari konsep-konsep baru. Pengetahuan awal siswa mengenai suatu objek disebut dengan konsepsi awal (prakonsepsi), sedangkan pengetahuan awal siswa yang tidak tepat sama dengan pengetahuan yang akan dipelajari disebut miskonsepsi. Pada akhirnya, dalam proses pembelajaran di kelas akan terjadi interaksi antara

19

pengetahuan guru dengan pengetahuan awal siswa yang menghasilkan pengetahuan siswa. Ada beberapa konsep mendasar yang dimunculkan dalam

pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis (Mohammad dkk,2000:5). a. Scaffolding, menurut Vygotsky memunculkan konsep scaffolding memberikan sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan mengurangi bantuan serta memberikan kesempatan kepada siswa tersebut untuk mengambil alih tanggung jawab yang besar setelah ia dapat melakukannya. b. Proses Top Down, ini berarti siswa memulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan memecahkan atau menemukan ketrampilan dasar yang diperlukan. c. Zone of Proximal Development (ZPD), yaitu kemampuan memecahkan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sejawat yang lebih mampu. d. Pembelajaran kooperatif, menurut Vygotsky perlunya kelas berbentuk kooperatif antar siswa, sehingga dapat berinteraksi dalam

menyelesaikan tugas dan dapat saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang lebih efektif di dalam masing-masing zone of proximal development mereka Julyan dan Duckworth (Suparno,1997:68) telah merangkum hal-hal penting yang harus dilakukan seorang guru konstruktivis sebagai berikut.

20

a. Guru perlu mendengarkan secara sungguh-sungguh interpretasi murid terhadap data yang ditemukan sambil menaruh perhatian khusus kepada keraguan, kesulitan dan kebingungan setiap murid. b. Guru perlu memperhatikan perbedaan pendapat dalam kelas dan juga memberikan penghargaan kepada setiap siswa. c. Guru perlu menyadari bahwa ketidaktahuan siswa bukanlah suatu hal yang jelek dalam proses belajar, karena tidak mengerti merupakan langkah awal untuk memulai. Peran guru dalam pembelajaran konstruktivis sangat menuntut penguasaan bahan yang luas dan mendalam tentang bahan yang diajarkan. Pengetahuan yang luas dan mendalam memungkinkan seorang guru menerima pandangan dan gagasan yang berbeda dari murid dan juga memungkinkan untuk menunjukkan apakah gagasan itu jalan atau tidak. Penguasaan bahan memungkinkan seorang guru mengerti macam-macam jalan dan model untuk sampai pada suatu pemecahan persoalan tanpa terpaku pada satu model. Driver dan Oldham seperti yang dikutip oleh Suparno (2000:69) menyatakan beberapa ciri mengajar konstruktivis sebagai berikut. a. Orientasi, siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik. Siswa diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak dipelajari. b. Elicitasi, siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster dan lain lain. Siswa diberi

21

kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasikan dalam wujud tulisan, gambar maupun poster. c. Restrukturisasi ide. Dalam hal ini ada tiga hal yaitu: 1) klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide orang lain atau teman sejawat lewat diskusi atau lewat pengumpulan ide. Berhadapan dengan ide-ide lain, seseorang dapat terangsang untuk

mengkonstruksi gagasannya kalau tidak cocok atau sebaliknya menjadi lebih yakin bila gagasannya cocok. 2) membangun ide yang baru. Ini terjadi bila dalam diskusi itu idenya bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan teman-temannya. 3) mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Kalau

dimungkinkan, ada baiknya bila gagasan yang baru dibentuk diuji dengan suatu percobaan atau persoalan baru. d. Penggunaan ide dalam banyak situasi. e. Review, bagaimana ide itu berubah. Dapat terjadi dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, siswa perlu merevisi gagasannya entah dengan menambah suatu keterangan ataupun mungkin menjadi lebih lengkap. 6. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan

22

oleh guru. Jadi guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan proses belajar termasuk dalam menilai kemajuan siswa. Keuntungan pembelajaran konvensional adalah memudahkan untuk mengefisiensi akomodasi dan sumber-sumber peralatan, dan

mempermudah panggunaan jadwal yang efektif. Tipe pembelajaran seperti ini guru dapat membuat situasi belajar yang berada dari para siswa. Semua rancangan dibuat untuk disesuaikan dengan materi/ bahan yang sedang diajarkan dan tingkat pengalaman belajar siswa. Kelemahan pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut. a. Keberhasilan sangat bergantung pada ketrampilan dan kemampuan guru. b. Metode mengajar aktual yang akan diterapkan mungkin tidak sesuai untuk mengajar ketrampilan dan sikap yang diinginkan. c. Pembelajaran cenderung bersikap memberi dan menyerahkan

pangatahuan dan membatasi jangkauan siswa, sehinggaa siswa terbatas dalam memilih topik yang disukai dan relevan dengan paket ketrampilan yang dipelajari. Metode ekspositori merupakan metode mengajar yang paling umum dilakukan oleh guru. Dalam metode ini, kegiatan belajar mengajar terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (materi pelajaran). Dibandingkan dengan metode ceramah, dominasi guru lebih banyak berkurang karena guru guru tidak terus menerus berbicara. Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal dan pada waktu yang diperlukan saja.

23

Murid tidak hanya mendengar dan membuat catatan. (Suherman, 2001:243) Secara umum, definisi dan rumus diberikan dan dikerjakan oleh guru. Guru memerintahkan apa yang harus dikerjakan dan bagaimana menyimpulkan. Contoh-contoh soal diberikan, kemudian diberi latihan soal. Pola pengerjaan guru diteliti oleh siswa. Siswa hanya sekedar menirukan cara penyelesaian yang dikerjakan guru. Pada akhir pelajaran guru biasanya memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah. 7. Dalil Pythagoras a. Kuadrat dan Akar Kuadrat Suatu Bilangan 1) Kuadrat Suatu Bilangan Kuadrat suatu bilangan adalah perkalian suatu bilangan dengan bilangan itu sendiri. Jadi, untuk sebarang bilangan a, maka a2 = a x a (Adinawan,2004:34) Contoh : 52 = 5 x 5 = 25 2) Akar Kuadrat Suatu Bilangan Akar pangkat dua atau akar kuadrat dapat ditulis
2

, tetapi pada

umumnya pangkatnya tidak perlu ditulis. Sehingga penulisannya cukup dengan .

25 dibaca akar kuadrat dari 25 atau akar pangkat dua dari 25, pada umumnya cukup dibaca akar 25.

24

Hasil akar kuadrat dari bilangan b dengan b 0 adalah bilangan positif atau 0. Jika a2 = b, maka 2004:34). Contoh : 25 = 5 , 52 = 25. b = a dengan a 0 (Adinawan,

b. Luas Daerah Persegi dan Luas Daerah Segitiga Siku-siku 1) Luas Persegi Panjang Luas daerah persegi panjang sama dengan perkalian panjang dan lebarnya. Persegi 2 cm 3 cm panjang di samping ini

panjangnya 3 cm dan lebarnya 2 cm, terlihat luas daerahnya 6 cm2 , 6 = 3 x 2. Dengan demikian jika persegi panjang tersebut panjangnya p dan lebarnya l maka luas daerahnya L= p x l.

2) Luas Daerah Persegi Luas Daerah Persegi = panjang sisi x panjang sisi D C Luas daerah persegi ABCD = AB x BC =AB x AB = AB2. A B

Untuk persegi yang panjang sisinya s, maka L = s x s = s2.

25

3) Luas Daerah Segitiga Siku-siku C Luas daerah segitiga ABC adalah

1 x AB x AC 2

AB dan AC merupakan sisi siku-siku. B

Untuk setiap segitiga siku-siku berlaku: Luas daerah segitiga siku-siku adalah panjang sisi siku-siku lainnya. c. Dalil Pythagoras Bunyi teorema Pythagoras adalah sebagai berikut C
b a

1 x panjang sisi siku-siku x 2

Jika segitiga ABC adalah segitiga siku-siku di C dan


c

panjang

sisi

miring

(hipotenusa),

sedangkan a dan b panjang sisi siku-sikunya B maka kuadrat panjang sisi miring sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi siku-sikunya atau c2 = a2 + b2 (Adinawan,2004:42)

Teorema tersebut telah dibuktikan kebenarannya oleh Pythagoras seorang ahli matematika bangsa Yunani yang hidup sekitar 540 M. d. Pembuktian Teorema Pythagoras Untuk membuktikan teorema Pythagoras ada dua pendekatan yaitu sebagai berikut.

26

1) Cara I Perhatikan gambar di bawah ini E

I S

C Q D O

P H

R A

Gambar (1) Pembuktian Teorema Pythagoras dengan cara I Diketahui : segitiga ABC siku-siku di A. Dibuktikan : a2 = b2 + c2 Bukti : Terlihat pada gambar bahwa SR//CB sehingga membentuk jajar genjang BCSR. Misalkan panjang AR adalah m, maka panjang BR=AB+AR= c+ m. Karena CS // BR maka CS = c+m. Terlihat juga bahwa OR = OS = Hal ini mengakibatkan Luas daerah ACIH = b2 =Luas daerah (AROQ+QOSC + SOPI + PORH) = 4 x Luas daerah AROQ 1 a. 2

27

= 4 x Luas daerah (QAR + QOR)


1 1 1 1 = 4 (m(c + m )) + a x a . 2 2 2 2

1 Jadi b2 = 2 mc + 2m2 + a 2 . 2 Perhatikan jajargenjang BCSR BR= c + m CS= b m BR = CS


c+m=bm m+m=bc 2m = b c m=

(1)

bc . 2

(2)

Dari (1) dan (2) diperoleh


1 b 2 = 2mc + 2m 2 + a 2 2 bc bc 1 2 b 2 = 2 c + 2 + a 2 2 2 b 2 2bc + c 2 1 2 + a b = bc c + 2 2 4 1 1 1 b 2 = bc c 2 + b 2 bc + c 2 + a 2 2 2 2 1 1 1 b2 = c2 + b2 + a 2 2 2 2 1 1 1 b2 b2 = c2 + a 2 2 2 2
2 2 2

28

1 2 1 2 1 2 b = a c 2 2 2 2 2 2 b = a c a2 = b2 + c2. 2) Cara 2 A a c c2 b D

(dikalikan 2)

A b2

a2 B C B C

Gambar (i) Gambar (ii) Gambar (2) Pembuktian teorema Pythagoras dengan cara II Luas daerah yang tidak diarsir pada gambar 2 (i) adalah persegi ABCD ( 4 x luas daerah arsir), maka c2 = (a + b) x (a + b) 4 x c2 = (a + b)2 2 ab. Luas yang tidak diarsir pada gambar 2 (ii) adalah luas persegi ABCD dikurangi 4 x luas daerah yang diarsir. a2 + b2 = ( a + b ) x ( a + b) 4 x a2 + b2 = ( a + b )2 2 ab. Jadi dari gambar 2 (i) : c2 = (a + b)2 2 ab. Dari gambar 2 (ii) : a2 + b2 = ( a + b )2 2 ab. 1 ab 2 1 ab 2

Jadi a2 + b2 = c2 (terbukti)

29

e. Kebalikan Teorema Pythagoras Kata kebalikan di sini dipakai secara khusus dalam arti konverse. Teorema Pythagoras menyatakan : dalam segitiga ABC, bila C sudut siku-siku maka c2 = a2 + b2 Kebalikannya menyatakan : dalam segitiga ABC, bila c2 = a2 + b2 maka C sudut siku-siku Kita mengetahui bahwa teorema benar. Apakah kebalikannya benar? Perhatikan gambar berikut B P

Gambar (i) Gambar (ii) Gambar (3) Pembuktian kebenaran kebalikan dalil Pythagoras Dalam gambar 3 (i) : c = a + b . Apakah BCA = 90? Dalam gambar 3 (ii): QR = b, Pr = a dan QRP siku-siku. Diketahui : c2 = a2 + b2 x2 = a2 + b2 ( Teorema Pythagoras) Maka x2 = c2 dan x = c, mengingat bahwa x positif. Ketiga sisi ABC berturut-turut sama dengan sisi-sisi PQR, jadi kedua segitiga itu kongruen.

30

Maka BCA = QRP = 90. Jadi dalam ABC, bila c2 = a2 + b2, maka C siku-siku. Hal ini berarti bahwa kebalikan teorema Pythagoras dapat dipakai untuk memeriksa apakah segitiga itu siku-siku atau bukan bila diketahui panjang sisi-sisi suatu segitiga. f. Tripel Pythagoras Tiga bilangan a, b, c dikatakan merupakan tripel Pythagoras jika ketiga bilangan tersebut memenuhi hubungan c2=a2 + b2, a2=b2+ c2, b2= a2 + c2 Kegunaan tripel Pythagoras adalah untuk membuktikan apakah suatu segitiga itu siku-siku atau tidak 1) jika dalam ABC berlaku hubungan c2 = a2 + b2 maka segitiga ABC adalah siku-siku (di C) 2) jika dalam ABC berlaku hubungan c2 > a2 + b2 maka segitiga ABC adalah segitiga tumpul 3) jika dalam ABC berlaku hubungan c2 <a2 + b2 maka segitiga ABC adalah segitiga lancip
B. Kerangka Berpikir

Setiap individu membangun sendiri pengetahuannya. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan dan lingkungan tersebut mengalami perubahan. Lingkungan yang mendukung proses belajar mengajar adalah lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru berdasarkan pengalaman yang telah dimilikinya

31

Selain itu proses belajar mengajar juga memerlukan partisipasi aktif dari siswa. Jadi siswa tidak hanya menerima dan menghafalkan begitu saja materi yang diperolehnya dari guru, tetapi siswa dituntut untuk menemukan konsep dan mengembangkannya dengan keadaan lain sehingga belajarnya menjadi lebih dimengerti. Namun saat ini masih banyak guru yang menerapkan pembelajaran konvensional, dimana guru memegang peranan utama sebagai pemberi informasi. Definisi, rumus dan contoh soal diberikan dan dikerjakan oleh guru. Siswa hanya sekedar menirukan cara penyelesaian yang dikerjakan guru. Pembelajaran seperti ini terkesan kurang bermakna dan membatasi pemikiran siswa. Siswa tidak bisa mengeksplorasi ide-idenya karena telah terpaku pada pola pengerjaan jawaban guru dan menganggapnya sebagai satusatunya jawaban yang benar. Pada akhirnya, siswa akan sangat tergantung pada guru, lebih-lebih dalam memecahkan masalah yang kompleks. Pada pembelajaran konstruktivis tugas seorang guru adalah membantu siswa berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri dengan menyediakan pengalaman belajar atau kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa. Guru memberikan sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan mengurangi bantuan serta memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang besar setelah ia dapat melakukannya. Perbedaan pendapat dalam kelas adalah hal yang biasa dan patut dihargai. Justru dengan adanya perbedaan pendapat

32

tersebut dapat merangsang siswa untuk menemukan ide-ide baru yang menambah pengetahuan siswa. Pokok bahasan dalil Pythagoras adalah bagian dari materi geometri SMP kelas VIII semester 1 yang banyak menuntut siswa untuk dapat menemukan prinsip dan menggunakan teorema dalam menyelesaikan soal bangun ruang atau dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran matematika, diharapkan siswa dapat menggunakan serta mengembangkan pengetahuannya tersebut untuk meencapai hasil belajar yang lebih baik.

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis lebih efektif daripada pembelajaran yang menggunakan pendekatan konvensional dengan metode ekspositori terhadap hasil belajar siswa kelas VIII semester 1 SMP N 3 Bae Kudus tahun pelajaran 2005 / 2006.

33

BAB III METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII semester 1 SMP N 3 Bae Kudus tahun pelajaran 2005/2006. Populasinya sebanyak 217 siswa yang terbagi dalam 5 kelas yang terdiri dari kelas VIII A = 44 siswa, VIII B = 43 siswa, VIII C = 44 siswa, VIII D = 43 siswa dan VIII E = 43 siswa. Pengaturan pembagian kelas tersebut adalah secara acak dan tidak berdasar pada rangking sehingga tidak ada kelas unggulan. 2. Sampel Sebelum dilakukan pengambilan sampel secara random sampling maka akan diuji terlebih dahulu apakah populasinya homogen atau tidak. Untuk mengetahui populasi homogen maka dilakukan analisis yang terdiri dari uji normalitas, uji homogenitas varians populasi dan uji kesamaan rata-rata berdasar nilai mid semester 1 mata pelajaran matematika kelas VIII. Berdasarkan analisis pada lampiran 7 dapat disimpulakan bahwa populasi homogen. Dengan demikian dapat dilakukan pengambilan sampel dengan teknik random sampling. Pada penelitian ini diambil siswa dari dua kelas sebagai sampel penelitian, terpilih sebagai sampel siswa VIII C sebagai kelas eksperimen yang dikenai pembelajaran matematika dengan

32

34

pendekatan konstruktivis dan siswa VIII B sebagai kelas kontrol yang dikenai pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional (metode ekspositori).

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika pokok bahasan dalil Pythagoras siswa kelas VIII semester 1 SMP N 3 Bae Kudus tahun pelajaran 2005/2006.

C. Rancangan Penelitian

Rancangan dari penelitian ini adalah: Kelas VIII B VIII C Keterangan : X : Diberi perlakuan dengan pendekatan konvensional Y : Diberi perlakuan dengan pendekatan konstruktivis Perlakuan X Y Tes Tes Tes

D. Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penelitian metode yang digunakan sebagai berikut.

35

1. Metode dokumentasi Metode ini digunakan untuk mendapatkan data nilai mid semester masing-masing kelas VIII SMP N 3 Bae Kudus tahun pelajaran 2005 / 2006 yang akan digunakan untuk uji normalitas, uji homogenitas, dan uji kesamaan rata-rata sebelum dilakukan pengambilan sampel. 2. Metode tes Metode ini digunakan untuk memperoleh data nilai hasil belajar matematika, baik yang diajar dengan pendekatan konstruktivis pada kelas eksperimen maupun yang diajar dengan pendekatan konvensional pada kelas kontrol.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah perangkat tes yang berbentuk tes obyektif dengan 4 (empat) pilihan. Materi yang digunakan untuk tes adalah pokok bahasan dalil Pythagoras Agar tes yang digunakan dapat menghasilkan data yang akurat digunakan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Persiapan a. Menentukan tujuan mengadakan tes. b. Merumuskan indikator dari tiap bagian bahan. c. Membuatkan semua indikator dalam tabel persiapan yang memuat pula aspek tingkah laku yang terkandung dalam indikator tersebut.

36

2. Uji Coba Instrumen Setelah instrumen disusun, kemudian diujicobakan untuk dianalisis tingkat kevalidan , reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal. Pada penelitian ini diambil siswa kelas VIII A sebagai kelas uji coba instrumen.

F. Analisis Instrumen Penelitian

Uji coba tes hasil belajar matematika digunakan untuk mengetahui validitas butir soal, reliabilias instrument, daya pembeda soal dan tingkat kesukaran soal. 1. Validitas butir Untuk mengetahui validitas tiap butir soal digunakan rumus:
rpbis = Mp Mt p St q

(Arikunto,1996:76) Keterangan:
rpbis = Koefisien korelasi biserial

Mp = Rata-rata skor siswa yang pada butir tersebut menjawab benar Mt = Rata-rata skor total St p q = Standart deviasi dari skor total = Proporsi siswa yang menjawab benar = Proporsi siswa yang menjawab salah (q=1-p)

Kriteria:Apabila rPbi > rtabel , maka dikatakan butir soal itu valid.

37

Berdasarkan hasil uji coba soal (lampiran 14) yang telah dilaksanakan dengan n = 44 dan taraf signifikan 5 % diperoleh rtabae = 0,297. Jadi item soal dikatakan valid karena rhitung > 0,297 ( rhitung lebih besar dari 0,297 ). Hasil uji coba dari 40 butir soal didapatkan 31 butir soal yang valid, yaitu soal nomor 2, 4, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,14, 15, 16, 17, 18, 20, 22, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 35, 36, 37, 39, 40. 2. Reliabilitas instrumen Untuk mengetahui reliabilitas instrumen rumus yang digunakan adalah KR-21 yaitu:
k M (k M ) r11 = 1 k .Vt k 1

( Arikunto,1996:185) Keterangan: k : banyaknya butir soal M : rata-rata skor total Vt = varians total Kriteria: Apabila harga r11 > rtabal , maka instrument reliabel. Berdasarkan hasil perhitungan (lampiran 15) r11 = 0,798 dengan taraf signifikan 5 % dan n = 44 diperoleh rtabel = 0,297. Karena r11 > rtabel dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut reliabel.

38

3. Daya pembeda soal Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang

berkemampuan rendah. Rumus yang digunakan adalah: DP = JBA JBB JS A (Suherman,1990:201) Keterangan : DP = Daya pembeda JBA = Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok atas JBB =Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok bawah JSA = Banyaknya siswa pada kelompok atas Klasifikasi daya pembeda adalah sebagai berikut. DP < 0,00 : sangat jelek 0,00 < DP < 0,20 : jelek 0,20 <DP < 0,40 : cukup 0,40 <DP < 0,70 : baik 0,70 <DP < 1,00 : sangat baik

39

Berdasarkan hasil uji coba dari 40 butir soal (lampiran 16) didapatkan:
Kategori Nomor-nomor soal

Sangat jelek Jelek Cukup Baik

3, 5 1, 19, 23, 30, 34, 38 2, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13,14, 15, 17, 18, 20, 24, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 35, 37, 39, 40 12, 16, 22, 25, 33, 36

4. Tingkat kesukaran soal Untuk mengetahui tingkat kesukaran item soal rumus yang digunakan: IK = JBA + JBB JS A + JS B (Arikunto,1995:210) Keterangan: IK = Indeks Kesukaran JBA = Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok atas JBB = Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok bawah JBB = Jumlah siswa kelompok atas Kriteria taraf kesukaran adalah sebagai berikut. 0,00 = IK : terlalu sukar

0,00 < IK < 0,30 : sukar 0,30 < IK < 0,70 : sedang 0,70 < IK < 1,00 : mudah IK =1,00 : terlalu mudah

40

Berdasarkan hasil uji coba dari 40 soal (lampiran 17) diperoleh:


Kategori Nomor-nomor soal

Sukar Sedang Mudah

6, 10, 11, 12, 13, 14, 18 2, 9, 17, 20, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 33, 35, 36 1, 4, 5, 7, 8, 15, 16, 29, 31, 32, 37

G. Metode Analisis Data

Berdasarkan hasil uji normalitas (lampiran 2-6), uji homogenitas (lampiran 7) dan uji kesamaan rata-rata populasi dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok sampel memiliki kemampuan awal yang sama (mempunyai varians dan rata-rata yang sama), selanjutnya dapat dilakukan perlakuan. Kelompok eksperimen diberi perlakuan dengan pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan dengan pendekatan konvensional (metode ekspositori) dalam pembelajaran. Pada akhir pembelajaran pokok bahasan dalil Pythagoras, siswa dari kedua kelompok diberikan tes hasil belajar untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata hasil belajar setelah diberikan perlakuan yang berbeda. 1. Uji Normalitas Uji kenormalan ini digunakan untuk mengetahui apakah data nilai hasil tes belajar pokok bahasan dalil Pythagoras antara kelompok

eksperimen yang menggunakan pendekatan kontruktivis dan kelompok kontrol yang menggunakan pendekatan konvensional berdistribusi normal atau tidak.

41

Rumus yang digunakan adalah uji chi kuadrat yaitu:

x =
2

(Oi Ei )
Ei

i =1

(Sudjana,1996:273) Keterangan: k = jumlah kelas interval Oi = frekuensi hasil pengamatan Ei = frekuensi yang diharapkan Kriteria pengujian jika

x 2 < x 2 tabel

dengan derajat kebebasan dk=k-1

dan taraf signifikan 5% maka populasi berdistribusi normal. 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk menentukan rumus uji t yang akan digunakan dalam uji hipotesis. Hipotesis yang akan diuji adalah : H0 : 12 = 22 H1 : 1222 Keterangan: 12 = varians kelompok eksperimen 22 = varians kelompok kontrol Untuk menguji kesamaan varians tersebut rumus yang digunakan adalah : F hitung = Vb Vk (Sudjana,1996:250)

42

Keterangan: Vb = varians yang lebih besar Vk = varians yang lebih kecil Kriteria pengujian adalah H0 ditolak jika F hitung > F tabel dengan taraf nyata 5% dan dk pembilang = ( nb-1) dan dk penyebut = (nK-1). Keterangan: nb = banyaknya data yang variansnya lebih besar nk = banyaknya data yang variansnya lebih kecil 3. Uji Perbedaan Dua Rata-rata Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan analisis uji perbedaan rata-rata uji satu pihak yaitu pihak kanan dengan rumus uji t. Uji ini selanjutnya digunakan untuk menentukan keefektifan pembelajaran. Hipotesis penelitian dirumuskan sebagai Ha dan hipotesis statistik dirumuskan sebagai H0. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut: Ho : 12 : rata-rata hasil belajar siswa pada pokok bahasan dalil Pythagoras dengan menggunakan pendekatan

konstruktivis kurang dari atau sama dengan rata-rata hasil belajar siswa dengan pendekatan konvensional. Ha : 1>2 : rata-rata hasil belajar siswa pada pokok bahasan dalil Pythagoras dengan menggunakan pendekatan

konstruktivis lebih dari rata-rata hasil belajar siswa dengan pendekatan konvensional.

43

Berdasarkan hasil dari uji normalitas (lampiran 26 dan 27) dan uji homogenitas (lampiran 28) diketahui bahwa sampel berdistribusi normal dan varians dari kedua kelompok sama, sehingga untuk menguji hipotesis digunakan rumus t yaitu: t= x1 x 2 1 1 S nn n2 dengan
S=

(n1 1)s12 + (n2 1)s22


n1 + n2 2

( Sudjana,1996:243) Keterangan:

x1 = mean sampel kelompok eksperimen x2 = mean sampel kelompok kontrol


S2 = simpangan baku s12 = simpangan baku kelompok eksperimen s22 = simpangan baku kelompok kontrol n1 = banyaknya sampel kelompok eksperimen n2 = banyaknya sampel kelompok kontrol Kriteria pengujian adalah Ho diterima jika t <
t1-

dengan peluang (1-

),dengan dk= ( n1+ n2 2 ) dan Ho ditolak jika t mempunyai harga-harga lain.

44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Uji Normalitas Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran 26 dan 27 diperoleh: kelompok eksperimen : 2 = 5,3433 kelompok kontrol : 2 = 7,0962

Sedangkan harga 2 tabel dengan dk=6-3=3 dan =5% adalah 7,81, sehingga diperoleh bahwa 2hitung<2tabel. Karena itu dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2. Uji Kesamaan Dua Varians Berdasarkan hasil penelitian (lampiran 28) diperoleh bahwa Fhitung = 1,008. Dari tabel distribusi F dengan dk pembilang adalah 441=43 dan dk penyebut adalah 43-1=42 maka serta =5 % diperoleh F(0,025)(43:42)=1,84. Terlihat bahwa Fhitung < Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan varians antara kedua kelompok sampel atau dapat dikatakan bahwa kedua kelompok sampel tersebut homogen. 3. Uji Hipotesis Berdasarkan hasil dari uji homogenitas (lampiran 28), diperoleh bahwa tidak ada perbedaan varians dari kedua kelompok, sehingga untuk pengujian hipotesis digunakan uji t. Dari hasil perhitungan (lampiran29) diperoleh thitung=2,854. Untuk =5% dan dk=44+43-2=85 diperoleh 43

45

t(0,95)(85)=1,66. Oleh karena itu thitung > ttabel yang berarti t berada pada daerah penerimaan Ha. Hal ini berarti pembelajaran matematika dengan pendekatan kontruktivis lebih efektif daripada pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional. Dilihat dari rata-rata kedua kelompok tersebut yaitu : Rata-rata kelompok eksperimen adalah 7,55 Rata-rata kelompok kontrol adalah 6,85 Menunjukkan bahwa rata-rata kelompok eksperimen lebih besar daripada kelompok kontrol. Hal ini juga menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan komstruktivis lebih efektif daripada pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional

B. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berangkat dari kondisi awal yang sama, yaitu setelah diadakan uji normalitas (lampiran 2-6) dan uji homogenitas (lampiran 7) yang menunjukkan bahwa kedua sampel berdistribusi normal dan tidak ada perbedaan varians. Kemudian dilakukan uji kesamaan dua rata-rata (lampiran 8), menunjukkan bahwa kedua kelompok sampel mempunyai kesepadanan. Pada kelompok eksperimen dilakukan perlakuan dengan diberikan

pembelajaran dengan pendekatan kontruktivis, sedangkan pada kelompok kontrol dilakukan pembelajaran dengan pendekatan konvensional (metode ekspositori).

46

Proses pembelajaran pada kelompok eksperimen diawali dengan diberinya apersepsi berupa tanya jawab yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajarinya. Kemudian siswa dibagi menjadi 10 kelompok yang masing-masing terdiri dari 3-4 orang. Guru membagikan LKS pada tiap kelompok untuk menuntun siswa menemukan dan mengembangkan pengetahuannya. Pada saat siswa mengerjakan LKS guru berkeliling untuk membantu kelompok yang kesulitan. Setelah selesai mengerjakan LKS, guru meminta salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas. Siswa yang lain memperhatikan dan menanggapi bila terjadi perbedaan pendapat. Sedangkan guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang mengarahkan ke jawaban yang benar. Setelah presentasi selesai, guru bersama siswa membuat simpulan. Setelah dilakukan perlakuan keduanya diadakan tes hasil belajar. Tes hasil belajar ini telah diujicobakan sebelumnya di kelas uji coba, dan dilakukan uji validitas (lampiran14), uji reliabilitas (lampiran 15), daya pembeda (lampiran 16) dan taraf kesukaran item soal(lampiran 17). Diperoleh bahwa tes tersebut reliabel dan item soal yang digunakan memenuhi validitas item. Hasil dari tes hasil belajar kedua kelompok dilakukan uji normalitas (lampiran 26 dan 27), uji kesamaan varians/uji homogenitas (lampiran 28) dan uji hipotesis (lampiran 29). Dari uji normalitas dan uji homogenitas menunjukkan bahwa kedua kelompok berdistribusi normal dan tidak ada perbedaan varians atau homogen.

47

Hasil dari uji hipotesis dengan H0 adalah rata-rata kelompok eksperimen kurang dari atau sama dengan kelompok kontrol dan Ha rata-rata kelompok eksperimen lebih dari kelompok kontrol menunjukkan thitung >ttabel , artinya H0 ditolak. Dengan kata lain bahwa rata-rata kelompok eksperimen lebih dari kelompok kontrol. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan kontruktivis lebih efektif daripada pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional untuk meningkatkan hasil belajar pokok bahasan dalil Pythagoras pada siswa kelas VIII semester 1 SMP N 3 Bae Kudus. Dimungkinkan terdapat beberapa hal yang mempengaruhi antara lain. 1. Dalam pembelajaran kontruktivis guru hanya berfungsi sebagai mediator dan fasilitator yang menyediakan fasilitas dan situasi pendukung, sedangkan siswa dituntut untuk menemukan konsep dan

mengembangkannya sendiri sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih bermakna. 2. Dalam pembelajaran kontruktivis guru mengorganisasi siswa menjadi beberapa kelompok, sehingga antar siswa dapat terjadi interaksi dalam menyelesaikan tugas dan dapat saling memunculkan strategi pemecahan yang efektif. Dalam kelompok tersebut siswa yang kurang mengerti dapat bertanya tanpa perlu merasa takut atau sungkan karena yang ia hadapi adalah teman sebayanya. Sedangkan siswa yang telah mengerti akan

48

menjadi lebih paham lagi karena dapat mentransfer materi kepada temannya. 3. Penggunaan LKS dan alat peraga. Maksud dari pemberian LKS kepada siswa pada awal pembelajaran adalah agar siswa mempunyai gambaran kegiatan belajar mengajar yang akan dilakukan. Selain itu siswa juga diberi kesempatan untuk mengadakan observasi tentang materi dalil Pythagoras. Jadi siswa datang ke sekolah tidak dengan pikiran yang kosong dan menunggu materi diberikan oleh guru. Sedangkan penggunaan alat peraga dapat membantu siswa mengkonkritkan ide-ide atau gagasan yang bersifat konseptual, sehingga mengurangi kesalahpahaman siswa dan merangsang minat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan proses pembelajaran dengan pendekatan konvensional mempunyai tingkat keefektifan lebih rendah daripada pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis karena semua konsep materi diberikan oleh guru sehingga siswa menjadi pasif dan tidak belajar menemukan sendiri. Akibatnya siswa kurang menguasai materi yang diberikan. Selain itu siswa menjadi terpaku dengan pola pengerjaan jawaban guru dan menganggapnya sebagai satu-satunya jawaban yang benar. Adapun kesulitan-kesulitan yang dialami peneliti dalam menerapkan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis antara lain : 1. Peneliti merasa kesulitan untuk mengatur situasi dan kondisi kelas pada saat siswa berada di dalam kelompok. Hal ini menimbulkan suasana gaduh

49

atau ramai di antara siswa sehingga membuat perhatian beberapa siswa terganggu. 2. Penggunaan waktu yang kurang efektif menyebabkan siswa berorientasi pada penyelesaian LKS yang diberikan oleh guru, sehingga diskusi dalam forum kelas dan latihan soal masih kurang. 3. Siswa kurang tertarik dengan pembuktian rumus dan menganggap pembuktian tersebut tidak terlalu diperlukan karena pada akhirnya hanya rumus saja yang digunakan untuk menyelesaikan latihan soal bukan pembuktiannya. Pengambilan taraf signifikan 5% dalam penelitian ini menunjukkan penarikan kesimpulan kemungkinan salah 5%. Dengan kata lain kesimpulan tersebut 95% dapat dipercaya.

50

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran matematika lebih efektif daripada pendekatan konvensional dengan metode ekspositori terhadap hasil belajar pokok bahasan dalil Pythagoras siswa kelas VIII semester 1 SMP N 3 Bae Kudus tahun pelajaran 2005/2006.

B. Saran

1. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa guru dapat mencoba menerapkan pendekatan kontruktivis sehingga siswa tidak terkesan hanya menerima pengetahuan begitu saja dari guru tetapi juga berusaha menemukan dan mengembangkan pengetahuannya sendiri dengan guru sebagai mediator dan fasilitator. 2. Guru hendaknya mampu mendorong seluruh siswa untuk berpartisipasi aktif pada saat pembelajaran, sehingga siswa terlibat secara intelektual dan emosional. 3. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui metode atau pendekatan yang tepat dalam pembelajaran matematika.

49

You might also like