You are on page 1of 4

BATU BARA CAIR

Batubara adalah salah satu penghasil energi yang penting dalam kehidupan manusia. Namun penggunaannya harus dibatasi, mengingat batubara adalah sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Batu bara tidak perlu ditambang habis-habisan seperti sekarang hanya untuk kepentingan ekspor. Batu bara sebaiknya ditambang secukupnya saja dan diolah untuk meningkatkan nilai ekonominya. Caranya adalah dengan mengolah batubara menjadi bahan cair, atau yang dikenal dengan batubara cair. Batu bara cair ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Indikatornya, rakyat bisa memperoleh sumber energi listrik ataupun energi untuk bahan bakar yang murah.Energi murah akan merangsang produktivitas. Daya beli dan kesejahteraan masyarakat pun meningkat. Pemerintah sudah merencanakan pengolahan batu bara ini. Di antaranya membuat rencana induk Program Nasional Pencairan Batu Bara hingga 2025. Direktur Teknologi Pengembangan Sumber Daya Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto mengatakan, teknologi produksi batu bara cair sudah disiapkan. Pemerintah tinggal mengaplikasikannya dengan investasi. Untuk produksi 50.000 barrel per hari dibutuhkan investasi Rp 40 triliun. Afrika Selatan sekarang ini masih menjadi satu-satunya negara yang bisa mewujudkan batu bara cair. Produksinya mencapai 150.000 barrel per hari, kata Unggul. Rakyat Afrika Selatan menerima manfaatnya, antara lain, yaitu mendapat listrik dengan harga lebih murah dibandingkan ketika diproduksi dengan bahan bakar minyak yang harus diimpor. Imbalan bagi negara dari harga energi listrik yang murah yaitu berupa hasil dari kelangsungan industri yang berproduktivitas tinggi. Masyarakat juga mendapatkan bahan bakar minyak dari batu bara cair yang lebih murah jika dibandingkan dengan bahan bakar minyak dari fosil lainnya.

Teknologi Yang Ada


Pembuatan bahan bakar sintesis berbasis batubara telah berkembang pesat, sejak pertama kali dilakukan di Jerman tahun 1900-an dengan menggunakan proses sintesis Fischer-Tropsch yang dikembangkan Franz Fisher dan Hans Tropsch. Pada 1930, disamping menggunakan metode proses sintesis Fischer-Tropsch, proses Bergius mulai dikembangkan pula untuk memproduksi bahan bakar sintetis.

Sumber: www.futurecoalfuels.org

Selanjutnya, Jepang dengan NEDO (the New Energy Development Organization) mengembangan teknologi pencairan batubara kualitas rendah. Hal ini mempertimbangkan hasil identifikasi para peneliti NEDO, bahwa cadangan batubara di dunia pada umumnya tidak berkualitas baik, bahkan setengahnya merupakan batubara dengan kualitas rendah atau berkalori rendah (low rank coal), yakni kurang dari 5.100 kalori, seperti: sub-bituminous coal dan brown coal. Kedua jenis batubara tersebut dikenal lebih banyak mengandung air. Proses pencairan batubara yang dikembangkan mereka diberi nama Brown Coal Liquefaction Technology (BCL). Teknologi Jepang ini mengubah kualitas batubara yang rendah menjadi produk yang berguna secara ekonomis dan dapat menghasilkan bahan bakar berkualitas serta ramah lingkungan. Batubara telah dikonversi menjadi energi bernilai tambah tinggi dengan BCL! Metode pembuatan batu bara cair yang lazim digunakan, adalah dengan cara tidak langsung. Cara itu dengan metode gasifikasi atau dengan cara dijadikan gas terlebih dahulu. Sebelumnya, batu bara dihilangkan kadar airnya dan digiling menjadi serbuk halus sampai satuan satu milimikron. Dengan tekanan tinggi sampai 150 atmosfer dan suhu 450 derajat celsius, akan diperoleh gas hidrogen dan karbon monoksida. Langkah berikutnya, gas itu dicairkan dan diimbuhkan katalis sehingga menghasilkan bahan bakar sintetis atau batu bara cair yang siap digunakan untuk substitusi bensin, solar, dan kerosin atau minyak tanah. Jenis yang dihasilkan ber gantung pada jenis katalis yang digunakan.

Keuntungan:
y Setiap satu ton batu bara padat yang diolah dalam reaktor Bergius dapat menghasilkan 6,2 barel bahan bakar minyak sintesis berkualitas tinggi. Bahan ini dapat dipergunakan sebagai bahan pengganti BBM pesawat jet (jet fuel), mesin diesel (diesel fuel), serta gasoline dan bahan bakar minyak biasa. y Kualitas batubara cair yang dihasilkan sama dengan minyak mentah, namun harga jualnya bisa lebih murah 50 persen dibandingkan BBM biasa. Jadi, kalau solar dijual Rp 6.000 per liter, maka harga solar dari batubara cair hanya Rp 3.000 per liter. y Teknologi pengolahannya juga lebih ramah lingkungan. Dari pasca produksinya tidak ada proses pembakaran, dan tidak dihasilkan gas CO2. Kalaupun menghasilkan limbah (debu dan unsur sisa produksi lainnya), masih dapat dimanfaatkan untuk bahan baku campuran pembuatan aspal. Bahkan sisa gas hidrogen masih laku dijual untuk dimanfaatkan menjadi bahan bakar. y Bila teknologi dan harga jual produksi batu bara cair tersebut dianggap tidak kompetitif lagi, perusahaan dapat berkonsentrasi penuh memperoduksi gas hidrogen dan tenaga listrik yang masih memiliki prospek sangat cerah. Karena dengan memanfaatkan Panel Surya berteknologi tinggi (photovoltaic), energi matahari yang mampu ditangkap adalah 100 kali lipat dibandingkan dengan panel biasa. Setiap panel dapat menghasilkan daya sebesar satu megawatt, dengan biayanya hanya US$ 5 atau 100 kali lebih murah dibandingkan dengan menggunakan instalasi panel surya yang biasa.

Kekurangan:
y Keekonomian Batubara cair akan ekonomis jika harga minyak bumi di atas US $35/bbl, masalahnya harga minyak bumi sangat fluktuatif, sehingga seringkali investor ragu untuk membangun kilang pencairan batubara. y Investasi Awal Tinggi Biaya investasi kilang pencairan batubara komersial, cukup mahal yaitu US $ 1,5 milyar untuk kilang 13.500 barel/hari dan bisa mencapai US $ 2,1 miliar untuk kilang berkapasitas 27.000 barel /hari. y Merupakan Investasi Jangka panjang Break Even Point (BEP) baru dicapai setelah 7 tahun beroperasi, sedangkan tahap pembangunan memakan waktu 3 tahun.

BATUBARA CAIR

Disusun oleh : Andry Jitro 0951050001

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN MESIN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA 2011

You might also like