You are on page 1of 10

Sejarah pertanian

Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan agraris. Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia. Agak sulit membuat suatu garis sejarah pertanian dunia, karena setiap bagian dunia memiliki perkembangan penguasaan teknologi pertanian yang berbeda-beda. Di beberapa bagian Afrika atau Amerika masih dijumpai masyarakat yang semi-nomaden (setengah pengembara), yang telah mampu melakukan kegiatan peternakan atau bercocok tanam, namun tetap berpindahpindah demi menjaga pasokan pangan. Sementara itu, di Amerika Utara dan Eropa traktortraktor besar yang ditangani oleh satu orang telah mampu mendukung penyediaan pangan ratusan orang. B. Revolusi Hijau di Indonesia Teknologi genetika memicu terjadinya Revolusi Hijau (green revolution) yang sudah berjalan sejak 1960-an. Dengan adanya Revolusi Hijau ini terjadi pertambahan produksi pertanian yang berlipat ganda sehingga tercukupi bahan makanan pokok asal serealia. Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur. Grakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras. Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara negara berkembang dan Indonesia dijalankan sejak rejim Orde Baru berkuasa. Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebab sebelum Revolusi Hijau dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965. Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan karena produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan kesuburan tanah. ++++ REVOLUSI hijau (green revolution) telah menjadi icon dalam pembangunan pertanian pada awal tahun tujuhpuluhan hingga delapan puluhan. Revolusi hijau dianggap sebagai juru

selamat bagi sektor pertanian, khususnya di negara berkembang yang kala itu dicirikan oleh: produktivitas rendah, umur panjang, pertumbuhan yang rendah serta kesejahteraan petani yang minim. Oleh karena itu, tanpa revolusi hijau sulit dibayangkan bagaimana produksi pertanian akan mampu memberi makan bagi penduduk yang jumlahnya semakin meningkat. Di Indonesia, gerakan revolusi hijau tidak lepas dari peranan Clifford Geerts melalui tulisannya Involusi Pertanian. Geerts melihat bahwa pertanian di Indonesia saat itu mengalami apa yang disebutnya involusi, suatu ungkapan untuk menyatakan bahwa perkembangan pertanian seperti jalan di tempat. Menyadari akan fenomena tersebut disertai gencarnya gerakan revolusi hijau dunia, maka pemerintah orde baru meresponsnya dengan program intensivikasi pertanian. Maka dilaksanakanlah program Bimbingan Massal (Bimas), intensivikasi Massal (Inmas), Intensivikasi Khusus (Insus ), Supra Insus dan seterusnya. Melalui revolusi hijau ini perubahan wajah pertanian sangat kelihatan, mengubah Indonesia dari pengimpor utama hingga berhasil swasembada beras tahun 1994/1995. Ciri yang sangat menonjol dari revolusi hijau adalah penggunaan benih (varietas) unggul. Pada tahun 1967/ 1968 diluncurkan benih PB 5 dan PB 8 yang dikenal sebagai bibit ajaib karena hasilnya yang spektakuler. Disusul benih-benih unggul yang dikeluarkan oleh International Rice Research Institute (IRRI) yang ada di Filipina seperti IR 36, IR 48, IR 54, IR 64, dan lain-lain menggantikan bibit lokal seperti bengawan, rajalele, unus, mentik, cianjur, dsb. Benih unggul ini membutuhkan sistem pengairan yang teratur sehingga pembangunan infrastruktur irigasi dilakukan secara besar-besaran. Introduksi benih baru juga membawa konsekuensi baru dalam penggunaan input kimia secara besar-besaran dan berlebihan seperti pupuk Urea, TSP, KCL dan pestisida. Sejak tahun 90an, gerakan revolusi hijau seperti mengalami titik balik. Kritik tajam hingga gerakan anti revolusi hijau kemudian bermunculan. Ongkos yang harus dibayar oleh program revolusi hijau ini adalah hilangnya institusi lokal, musnahnya keanekaragaman sumber daya hayati, menurunnya kualitas tanah, serta menurunnya kualitas lingkungan secara keseluruhan. Bahkan, meskipun revolusi hijau telah berhasil meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian secara menakjubkan, akan tetapi gagal dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan kemandirian pertanian. Inilah ongkos terbesar yang harus dibayar karena pertanian di Indonesia menjadi sangat bergantung pada industri raksasa pertanian dunia mulai dari pengadaan benih, pupuk, pestisida, hingga mesin-mesin pertanian. Apalagi hampir semua proyek-proyek besar pertanian (seperti pembangunan irigasi, pembelian alat-alat pertanian, dll) harus dibayar dengan utang. Sejak saat itulah kemandirian bangsa menjadi sirna karena bangsa ini tidak lagi mampu menghasilkan sendiri sampai pada iput dasar sekalipun.

Masa Depan Penyuluhan Pertanian dan Pedesaan


Penyuluhan pertanian yang secara umum dimaknai sebagai kegiatan menyebarluaskan informasi pertanian serta membimbing petani, dalam perkembangannya di Indonesia telah mengalami masa pasang dan surut. Dinamika penyuluhan pertanian bergerak sejalan dengan dinamika sosial, politik dan ekonomi nasional. Ketika kebijakan nasional memberi prioritas yang tinggi pada pembangunan pertanian maka aktivitas penyuluhan berkembang dengan sangat dinamis, dan sebaliknya ketika prioritas pembangunan pertanian tidak menjadi agenda utama maka penyuluhan pertanian mengalami masa suram dan stagnasi.

Kejayaan Masa Lalu Terlepas dari kontraversi dampak revolusi hijau (green revolution) terhadap aspek sosial, ekonomi dan lingkungan sumberdaya, fakta sejarah telah mencatat masa kejayaan penyuluhan pertanian di Indonesia dalam mensukseskan program revolusi hijau. Berbagai dokumentasi badan internasional maupun nasional mencatat prestasi yang gemilang atas peran penting penyuluhan pertanian. Sejak awal tahun 1970-an para petugas penyuluh dalam berbagai level di bawah program bimbingan massal (BIMAS) bahu membahu memberikan bimbingan teknis (know-how) kepada petani di penjuru desa-desa untuk mempraktekan budidaya padi terpadu yang dikenal dengan panca usaha tani. Dengan dukungan politik dan finansial yang sangat baik, petugas penyuluh dapat menjalankan fungsinya dengan lancar. Sistim penyuluhan latihan dan kunjungan (training and visit) yang diadopsi dari model Bank Dunia-FAO juga dapat dikembangkan dengan sangat efektif. Penyuluhan pertanian yang sangat sistematis tersebut merupakan salah satu faktor penentu kesuksesan menggenjot produkivitas padi. Sebelum introduksi revolusi hijau, produktivitas padi yang utamanya menggunakan benih lokal dan teknik produksi tradisional hanya berkisar pada 12 ton/ha. Penggunaan input dan sistim budidaya padi modern telah mampu meningkatkan produktivitas menjadi 2-4 ton/ha. Pencapaian swasembada beras pada tahun 1984 yang dipandang merupakan catatan penting dalam sejarah pertanian di Indonesia juga tidak terlepas dari peran penyuluhan pertanian yang telah dilembagakan dengan sistematis.
2. keterkaitan peternakan daalam bidang pertanian

3.faktor penghambat

ang menjadi salah satu potensi yang dimaksud diatas ialah banyaknya tumbuh rumput hijauan sebagai pakan ternak misalnya rumput gajah (Pannicetum purpureum), rumput benggala (Pannicum maximum), kolonjono (Braceria Decumbens), pohon gamal (Grilicidia maculate) dan lain sebagainya. Potensi lain yang menjadi pendukung yaitu tingkat keinginan masyarakat enrekang yang begitu tinggi untuk menggeluti usaha peternakan sapi potong. Namun demikian itu semua tidaklah mampu menjalankan suatu usaha peternakan yang maju dan modern jika tidak diimbangi dengan modal dan prasarana dan sarana penunjang pengembangan usaha ternak potong itu sendiri. Yang menjadi salah satu hal penting yang perlu mendapatkan perhatian dari seorang peternak ialah bagaimana untuk membuat suasana dan kenyamanan ternak sapi dalam hal penenganan baik dari hal pemberian pakan maupun dalam kenyamanan kandang yang baik.

Namun disini terdapat beberapa perbedaan mendasar pada dua perusahaan peternakan sapi potong di daerah enrekang yang seharusnya menjadi perhatian baik oleh pengusaha ternak dalam hal ini sebagai pengelolah maupun pihak-pihak pemerintah yang berkompeten dalam bidang ini. Tujuan dan Kegunaan Tujuan pelaksanaan observasi ini ialah dapat melihat dan mampu menyebutkan beberapa yang menjadi pembeda antar dua usaha peternakan sapi potong di daerah enrekang dan bagaimana solusi yang dapat diberikan untuk menunjang pengembangan dan kelancaran usaha peternakan di daerah tersebut. Kegunaan pelaksanaan ini ialah agar peternak maupun masyarakat mampu mengembangkan usaha peternakannya untuk menjadi lebih maju dan baik. Sasaran yang ingin dicapai Melalui kegiatan observasi dan study banding diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan membedakan beberapa criteria yang baik untuk melaksanakan dan mengembangkan usaha peternakan yang baik dan berkelanjutan. Permasalahan Terdapatnya beberapa yang menjadi permasalahan yang akan diangkat dan dibahan dalam makalah ini yaitu mengenai beberapa Factor Penghambat Kelancaran Dan Perkembangan Peternakan di daerah enrekang sulawesi selatan. Dari sisi lain ditemukan beberapa kekurangan kekurangan yang dihadapi oleh peternak di daerah itu dan kini membutuhkan penanganan-penanganan khusus dari pemerintah dan tentunya dari peternak dan pegelolah itu sendiri. Sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan industri peternakan yang sangat memperhatinkan di daerah tersebut yang tentunya harus mendapat perhatian dari pemerintah daerah tersedut yang mana industri merupakan sumber pendapatan daerah. faktor ekonomi dan biaya besar faktor social budaya

Faktor Penghambat Kelancaran dan Perkembangan Peternakan di Daerah Enrekang Sulawesi Selatan Tingkat kepekaan masyarakat yang kurang dalam menghadapi kemajuan teknologi dan kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh lading ternak Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi kini sangat berkembang pesat dalam dunia industri apatah lagi di dunia perindustrian peternakan. Namun akibat tingginya dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan ini akan memberatkan peternak untuk mengadakan dana tersebut. Maka akibat yang dapat ditimbulkan ialah usaha peternakan tidak dapat berkembang pesat belum lagi harus menyiapkan bakalan sapi potong yang unggul untuk dikembagbiakkan dalam peternakan range.

Hasil observasi yang dilakukan dan dapat dibandingkan antara Animal Breeding Centre dan ladang ternak maiwa kota enrekang dimana bahwa dalam Animal Breeding centre masih terdapat kekurangan yang sangat besar jika dibandingkan dengan usaha peternakan yang modern di negara-negara berkembang disini dapat terlihat pada perlengkapan penenganan sapi potong misalnya pada cattle yard yang umurnya sudah sangat tua lebih-lebih pada bagian lain dari animal breeding centre yang umur cattle yardnya sudah sangat tidak layak pakai karena dapat menyebabkan peternak terluka pada saat penenganan karena racenya yang sudah rapu. Ternak-ternak sapi potong di ladang ternak maiwa masih kurang mendapat perhatian oleh para peternak ini terlihat pada banyaknya luka caplak yang terdapat pada tubuh ternak yang sudah sangat parah dan belum lagi di daerah ini lahan penggembalaannya boleh dikatakan masih sangat kecil dab tidak terawat. Beberapa jenis sapi potong yang dipelihara yaitu sapi bali asli, peranakan sapi simental dengan sapi bali, dan sapi sahiwal dan sapi bali. Faktor Ekonomi dan Biaya yang Besar dalam Menjalankan Usaha Peternakan Sapi Potong Salah satu faktor yang menjadi penyebab kegagalan atau ketidak sanggupan menjalankan usaha peternakan sapi potong di daerah ini ialah faktor ekonomi dan biaya yang cukup besar, ini terlihat pada luas tanah yang harus disediakan oleh peternak untuk memulai peternakan ini belum lagi membutuhkan ternak yang cukup banyak. Solusi Memadukan semua keunggulan yang kita miliki menjadi kekuatan produksi ternak potong yang handal dan berdaya saing tinggi serta berbasisi peternakan rakyat yang tidak meninggalkan kesinergisan dengan pertanian secara global dan selalu beriorientasi pada kelestarian lingkungan (ramah lingkungan), konsistensi dan terjamin kontinyuitasnya. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan dan kemajuan usaha peternakan Bangunan dan Kandang Menjalankan usaha peternakan sapi potong perlu menyiapkan bangunan baik itu bangunan untuk tempat usaha misalnya office, security, park, gudang peralatan cattle yard dan bangunan kandang. Range yang baik adalah range yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai dan tenaga kerja. Maka dengan demikian dari hal tersebut diatas maka animal breeding centre dan ladang ternak maiwa dapat dikatakan belum memadai sebagai ladang ternak ini terlihat pada bangunan yang

ada kurang ditambah bangunannya sudah mulai rapuh dan tidak efektiflagi disamping itu kandang ternak yang belum memenuhi kriteria kandang yang baik oleh karena itu ada beberapa solusinya diantaranya penegelolah animal breeding centre perlu melakukan kiat-kiat yaitu dengan meningkatkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada di daerah tersebut serta mengefektifkan swadaya masyarakat pedesaan untuk membantu pelaksanaan peternakan. Cattle Yard adalah salah satu perlengkapan dalam menjalankan usaha peternakan di lapangan dimana cattle yard memiliki komponen-komponen pendukungnya misalnya forcing yard, receving yard, race, crush, timbangan, gat/bail, dipping, drying pen, loading. Gudang Makanan merupakan tempat penyimpanan makanan ternak berupa rumput hijauan maupun rumput kering seperti silase dan hay. Perlengkapan terdiri dari berbagai macam peralatan yang sangat diperlukan dalam penanganan ternak sapi potong misalnya cap bakar manual, electric brander, electrik horn brander, aear tatto, gergaji, electrik dehorning tools,n calf dehorning, dehorning pasta, tang burdizzo, elastator, prum hidung, top cattle mouth gag dan lain sebagainya. Padang gembalaan merupakan padang atau daerah yang mana tempat grazing atau merumputnya ternak. Sumber air minum adalah dapat berupa sungai-sungai kecil sebagai sumber perairan dan air minum untuk ternak sapi. Faktor Sosial Budaya Sosial dan kebudayaan yang ada di daerah enrekang adalah merupakan salah satu pendukung kegiatan pelaksanaan usaha peternakan sapi potong di daerah ini, dimana sosial di masarakat enrekang sangat peka dan mau peduli dan menjalankan usaha peternakan ini disamping itu usaha ini adalah salah satu mata pencaharian masyarakat di daerah tersebut. Beberapa yang menjadi jalan keluar dalam menghadapi kesulitan peternakan. 1. Perlu adanya penyuluh di daerah tersebut yang akan memberikan pengarahan bagaimana menjalankan usaha peternakan yang lebih baik serta kiat-kiatnya. 2. Memperdaya gunakan sumber daya manusia di daerah tersebut dan sumber daya yang lainnya guna meningkatkan efisiensi usaha peternakan. 3. Mengenai masalah pembiayaan peternakan dapat dilakukan memalui peminjaman kredit pada lembaga pemerintah setempat. 4. Lebih menjaga kebersihan dan kesehatan ternak maupun kandang dengan begitu tingkat kerugian yang akan dihadapi akan lebih kecil akibat kematian dari ternak. 5. Menjalankan program pencegahan dengan kegiatan vaksinasi secara berkesinambungan guna mencegah terjangkitnya berbagai macam penyakit menular dan virus yang kini mujlai meraja rela seperti antraks. 6. Pengembangan mutu sapi potong melalui kegiatan inseminasi buatan (IB) sebagai salah satu untuk meningkatkan populasi ternak potong di daerah tersebut denganhasil yang labih baik dengan ternak yang menghasilkan daging yang bermutu tinggi dengan berat badan yang ideal. 7. Pelaksanaan sinkronisasi birahi yang baik dengan mengawinkan pertama kali sapi yang baik pada umur 15 sampai 18 bulan agar menghasilkan keturunan yang tepat waktu dan mengefisisensiukan waktu untuk berproduksi.

Kesimpulan 1. Animal Breeding Centre merupakan salah satu industri pengembangan sapi potong di daerah enrekang sulawesi selatan meskipun masih tergolong dalam industri yang sederhana berbasis industri rakyat, begitu halnya pada ladang ternak maiwa. 2. Sarana dan prasarana sebagai penunjang dalam menjalankan usaha peternakan masih dapat dikatakan belum maju karena terlihat kurang layaknya alat-alat ini untuk digunakan dalam penanganan ternak.. 3. Peningkatan mutu sapi ternak dapat dilakukan melalui kegiatan Inseminasi Buatan (IB) yang dijalankan memalui program pembibitan sapi unggul yang dapat mendatangkan keuntungan ekonomi.
4. Pemanfaatan sumber daya yang ada sangat diperlukan dalam melaksanankan kegiatan

peternakan ini sehingga dapat meningkatkan sumber dan pendapatan ekonomi di daerah tersebut. 5. Luas lahan yang ada di aerah tersebut pada peternakan ini masih sangat kecil sehingga mendapatkan efisiensi peternakan belum tercapai dan ladang rumput yang sempit menjadi kendala dalam meningkatkan populasi jumlah ternak sapi potong di ladang ternak maiwa.

ZAMAN KERAJAAN-KERAJAAN TUA Di zaman kerajaan-kerajaan tua di Indonesia usaha peternakan belum banyak di ketahui. Beberapa petunjuk tentangmamfaat ternak di zaman itu serta perhatian pemerintah kerajaan terhadap bidang peternakan telah muncul dalam berbagai tulisan prasasti atau dalam kitab-kitab cina kuno yang diteliti dan dikemukakan oleh para ahli sejarah. Sangat menarik apa yang dikatakan oleh para ahli sejarah tentang kegunaan ternak di zaman kerajaan-kerajaan Taruma Negara, Sriwijaya, Mataram, Kediri, Sunda, Bali dan Majapahit. Ternak di zaman kerajaan-kerajaan tua ini telah memilki tiga peranan penting dalam masyarakat dan penduduk, uaitu sebagai perlambang status social, misalnya sebagai hadiah Raja kepada penduduk atau pejabat yang berjasa kepada raja. Peranan kedua adalah sebagai barang niaga atau komoditi ekonomi yang sudah diperdagangkan atau dibarter dengan kebutuhan hidup yang lainnya. Dan peranan ketiga adalah sebagai tenaga pembantu manusia baik untuk bidang pertanian maupun untuk bidang transportasi. Tarumanegara Kerajaan yang berpusat di jawa barat ini telah member perhatian terhadap ternak, terutama ternak besar. Hal ini terdapat pada prasasti batu. Pada upacara pembukaan saluran Gomati yang dibuat sepanjang sebelas kilometre, Raja Purnawarman yang memerintah Tarumanegara dimasa itu telah menghadiahkan seribu ekor sapi kepada kaum Brahmana dan para tamu kerajaan. Sriwijaya Salah satu kegemaran penduduk Sriwijaya adalah permainan adu ayam. Oleh karena itu ternak ayam sudah mendapat perhatian. Disamping itu ternak babi juga banyak dipelihara oleh penduduk. Sebagaimana kita tahu bahwa kerjaan Sriwijaya sangat luas daerah kekuasaanya dimasa itu. Terdapat petunjuk bahwa ternak kerbau dan kuda sudah diternakkan diseluruh kerajaan Sriwijaya. Ternak sapi baru terbatas di pulau Jawa, Sumatra dan Bali. Mataram Ternak sapid an kerbau adalah dua jenis ternak besar yang memperoleh perhatian rajaraja Mataram pada abadke VIII Masehi. Kedua jenis ternak ini memilki hubungan erat dengan pertanian, disamping perlambang status. Pada tulisan prasasti Dinaya diceritakan bahwa diwaktu peresmian sebuah area didesa Kanjuruhan dalam tahun 760 SM, Raja Gayana yang memerintah Kerajaan Mataram dimasa itu telah menghadiahkan tanah, sapi, dan kerbau kepada para tamu kerajaan dan kepada kaum Brahmana. Terlihat disini, bahwa hadiah kerajaan dalam bentuk ternak, memiliki kesamaan dengan apa yang dilakukan oleh raja Purnawarman dari kerajaan Tarumanegara. Kediri

Kediri adalah suatu kerajaan yang rakyatnya makmur dan sejahtera, karena kerajaan ini telah memajukan berbagai bidang kehidupan termasuk peternakan. Hal ini terdapat di dalam kitab Cina Ling-wai-tai-ta yang disusun oleh Chou-Ku-fei dalam tahun 1178 M. dikatakan bahwa rakyat kerajaan Kediri hidup dalam kemakmuran dan kesejahteraan karena pemerintah kerajaan memperhatikan dan memajukan bidang pertanian, peternakan, perdagangan dan penegakan hokum. Sunda Dimasa kerajaan sunda, kita mulai mengetahui adanya tataniaga ternak. Hal ini disebabkan berkembangnya 6 kota pelabuha di daerah kekuasaan Kerajaan Sunda, yaitu : Bantam, Pontang, Cigede, Tamgara, Kalapa dan Cimanuk. Hasil pertanian termasuk peternakan sangat ramai diperdagangkan dikota-kota pelabuhan ini. Semua ini diceritakan dalam buku petualang Portugis, tome Pires. Dikatakan bahwa kemakmuran kerajaan Sunda terlihat dari hasil pertanian yang diperdagangkan dikotakota pelabuhan, meliputi : lada, sayur-mayur, sapi ,kambing, domba, babi, tuak dan buah-buahan. Karena kerajaan sunda juga memajukan kesenian dan permainan rakyat di waktu itu, maka terdapat petunjuk bahwa permainan rakyat adu-domba telah berkembang dizaman kerajaan sunda. Bali Di zaman kerajaan Bali, kita mulai mengetahui adanya penggunaan tanah penggembalaan ternak atau tanah pangonan. Rakyat kerajaan Bali di zaman pemerintahan raja Anak Wungsu ( 1049-1077 M), memohon kepada raja untuk dapat menggunakan tanah milik raja bagi tempat penggembalaan ternak, karena tanah milik mereka tak dapat lagi menampung ternak yang berkembang begitu banyak. Semua jenis ternak yang telah diternakkan oleh penduduk kerajaan Bali. Yaitu : kambing, kerbau, sapi, babi, kuda, itik, ayam dan anjing. Raja anak wungsu mengangkat petugas kerajaan untuk mengurus ternak kuda milik kerajaan (Senapati Asba ) dan petugas urusan perburuan hewan (Nayakan). Dimasa kerajaan Bali inilah ternak Sapi Bali yang sangat terkenal dewasa ini, mulai berkembang dengan baik. Majapajit Di zaman kerajaan Majapahit kuta mulai diperkenalkan dengan teknologi Luku yang ditarik sapid an kerbau. Penggunaan tenaga ternak sebagai tenaga tarik pedati dan gerobak meliputi ternak kuda, sapid an kerbau. Hasil pertanian melimpah sehingga rakyat Majapahit hidup makmur dibawah pemerintahan raja Hayam Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada. Kerajaan-kerajaan di Pulau Sumatera, jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa, yang berada di bawah kekuasaan majapahit juga meniru teknik pertanian sawah dengan penggunaan tenaga ternak dari kerjaan majapahit. Namun penggunaan ternak sebagai tenaga tarik sudah meluas keseluruh daerah kekuasaan majapahit lainnya di Nusantara.

Menjelang berakhirnya kerajaan Majapahit belum mendapat petunjuk bahwa teknologi luku dengan ternak sapid an kerbau sebagai tenaga tarik sudah masuk ke Kalimantan, Sulawesi dan kepulauan di Indonesia bagian timur lainnya. Maka dapatlah disimpulkan bahwa teknologi sawah dengan sapid an kerbau sebagai penarik luku baru sempat disebarkan di pulau-pulau Sumatra, Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa di Zaman Majapahit. Disamping penggunaan ternak dalam bidang pertanian, ternak gajah dan sapi adalah ternak kebesaran, karena raja-raja Majapahit bila keluar istana dengan naik gajah kehormatan atau naik kereta kerajaan yang ditarik sapi, seperti yang ditulis dalam berita-berita Cina. Dengan demikian dapatlah dikatakan juga bahwa kereta kerajaan dengan kuda sebgai ternak tarik baru muncul pada kerajaan-kerajaan setelah zaman Majapahit.

You might also like