You are on page 1of 7

SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (SVLK) Harapan untuk Pengelolaan Hutan Lestari Oleh : Junaidin, S.

Hut (Calon Widyaiswara Utama BDK Makassaar) Pendahuluan Salah satu indikator pengelolaan hutan lestari adalah kinerja pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang kinerjanya baik dengan menerapkan prinsip-prinsip pengeloaan hutan lestari. Pemanfaatan sumber daya hutan dapat dilakukan secara optimal dengan tidak merubah fungsi (ekologi) hutan. Salah satu aspek penilaian Pengelolaan Hutan Lestari yaitu bukti legalitas kayu (LK) yng dimilki dalam Setiap pengangkutan, penguasaan atau pemilikan hasil hutan yang berasal dari Hutan Negara, yang wajib dilengkapi bersama-sama dengan dokumen yang menunjukkan sahnya hasil hutan. Dalam rangka menuju Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), serta penerapan tata kelola kehutanan, pemberantasan penebangan liar dan perdagangannya, perlu ditetapkan Standard Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) Pada Pemegang Izin Atau Pada Hutan Hak, dengan Peraturan Menteri Kehutanan. Jaminan legalitas produk kayu dibuktikan dengan dengan adanya sistem yang dibangun dalam pergerakan kayu mulai dari hutan sebagai sumber kayu, industri sebagai produsen produk kayu, hingga ke pemasaran hasil olahannya. Atas tuntutan tersebut, Pemegang izin harus dapat memberikan jaminan kepada konsumen bahwa bahan baku kayu yang digunakan berasal dari sumber yang legal. Sertifikasi merupakan salah satu sarana untuk memberikan jaminan legalitas produk kayu sehingga produk tersebut dapat diterima pasar. Maksud dan Tujuan Maskud dari makalah ini adalah untuk memberikan informasi mengenai Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang merupakan suatu sistem untuk Mengetahui aspek legalitas kayu yang ada pada pemegang izin/hak pengelolaan hutan maupun pada industri kayu sebagai salah satu indikator Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHL) sesuai amanat Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009 tentang standard dan pedoman penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu pada pemegang izin atau pada hutan hak.

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk diseminasi informasi mengenai SVLK dan sarana untuk mempercepat penyebarluasan informasi guna mendukung peningkatan kapasitas Sumberdaya manusi Sejarah Penyusunan SVLK Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan alat dan mekanisme untuk menilai atas keabsahan kayu yang diperdagangkan atau dipindahtangankan berdasarkan pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penilaian keabsahan kayu itu dilakukan dari lokasi penebangan, pengangkutan sampai perdagangan. Verifikasi legalitas kayu merupakan instrument kebijakan pemerintah Indonesia untuk merespon permintaan pasar, terutama pasar ekspor bahwa produk industri kehutanan menggunkan bahan baku dari sumber yang legal atau lestari. Sejarah penyusanan draft SVLK dimulai sejak tahun 2003, proses ini diawali dengan MoU antara pemerintah Indonesia dan inggris dalam penanganan masalah illegal logging di Indonesia. Kemudian disususun dratft pengembangan sisem pengawasan peredaran kayu legal versi 1.0. Pada tahun 2005 Departement for International Development (DfiD) bekerjasama dengan Departemen Kehutanan dalam hl ini diwakili oleh Direktorat Jendral Bina Produks Kehutanan (BPK) melakukan kajian draft standar legalitas kayu yang pada intinya melakukan harmonisasi draft versi 1.0 dengan draft internal Dephut yang kemudian menghsilkan draft versi 2.0. Pada tahun 2006 standar versi 2.0 diharmonisasikan oleh tim kecil multistakeholder yang terdiri dari Dephut, APHI, TNC, TFF, LEI, Telapak, IPB dan sucofindo yang melahirkan draft versi 3.3. Pada Tahun 2007 draft versi 3.3 inilah yang disampaikan sebagai draft final kepada dephut yang kemudian disetujui dan dibuatkan payung hukumnya dalam bentuk permenhut no. 38/MenhutII/2009 mengenai Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Dan Verfikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin Atau Pada Hutan Hak. Sedangkan pedoman pelaksanaan VLK diatur pada peraturan direktur jenderal bina produksi kehutanan nomor : P.02/VIBPPHH/2010 tentang pedoman pelaksanaan penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu. Manfaat SVLK Seiring dengan adanya perubahan pola perdagangan kayu dunia yang mensayaratkan hanya kayu-kayu yang berasal dari hutan yang dikelola dengan lestari yang akan diperdagangkan di dunia maka dibutuhkan suatu mekanisme yang dapat menjamin bahwa hasil kayu dari hutan di Indonesia merupakan kayu yang legal dan berasal dari hutan yang dikelola secara lestari. Beberapa Negara yang menjadi pasar produk olahan kayu Indonesia

semakin sensitive terhadap isu lingkungan terutama mengenai kelestarian hutan contohnya beberapa Negara uni eropa melalui Voluntary partnership agreement memberikan persyaratan teknis bagi produk kayu yang berasal dari Indonesia. Amerika serikat dengan Lacey Act juga mensyaratkan adanya self declare dari importer kayu yang menyatakan bahwa hanya kayu legal yang diimpor. Jepang dengan peraturan GOHO Wood juga telah mensyaratkan hanya produk kayu yang legal dan yang dapat masuk ke negaranya. Selain itu berbagai permintaan dari importer produk kayu mensayaratkan adanya sertifikat sustainable forest management untuk setiap produk kayu legal dan lestari. Dengan demikian SVLK merupakan suatu syarat agar produk kayu di Indonesia dapat diterima pasar. Adapun manfaat yang diperoleh oleh unit manajemen yang telah menerapkan SVLK yaitu : 1. memperluas pangsa pasar 2. Dapat melakukan self endorsement untuk unit menajemen yang menggunakan bahan baku dari sumber yang telah bersertifikat PHPL, VLK, dan pencampuran antara PHPL dan VLK. 3. membangun image positif masyarakat internasional 4. sebagi pemenuhan terhadap peraturan pemerintah mengenai leglitas kayu. Bagaimana SVLK Bekerja? Sebagai suatu sistem, SVLK merupakan sebuah sistem yang dirancang agar dapat melibatkan seluruh stakeholder yang berkaitan dengan penatausahaan hasil hutan untuk dapat berperan aktif. SVLK tidak hanya melibatkan pemerintah dan pemegang Izin dalam melaksanakan verifikasi legalitas kayu tetapi juga melibatkan Lembaga Penilai dan verifikasi Independen serta masyarakat (LSM/CSO). Seperti yang dutuangkan dalam P.38/MenhutII/2009 kerangka kerja SVLK dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Kerja SVLK Ada beberapa lembaga yang terkait dengan SVLK, yaitu : Lembaga Penilai (LP) Verifikasi Independen (VI) Komite Akreditasi Nasional (KAN)

LP dan VI merupakan lembga yang dibentuk oleh Badan Usaha Milik Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan masyarakat / organisasi masyarakat sipil. Lembaga ini bersifat independen dan memenuhi kualifikasi, persyaratan dan kemampuan tertentu meliputi aspek management system, SDM dan SOP. Peran LP dan VI yaitu Menilai kinerja pengelolaan hutan lestari atau memverifikasi keabsahan hasil hutan kayu pada pemegang izin atau pemilik hutan hak dan mengeluarkan sertifikat PHLdan LK Sedangkan KAN merupakan lembaga yang akan memberikan akreditsi kepada LP dan VI mengenai kelayakan LP dan VI untuk melakukan sertifikasi/penilaian kepada pemegang IUPHHK Hutan Alam/HT/HTR/Hkm, IUPHHk industri dan Hutan Hak. Peran KAN yaitu: Mengakreditasi LP&VI untuk menilai kinerja pengelolaan hutan lestari ataumemverifikasi keabsahan hasil hutan kayu pada pemegang izin atau pemilikhutan hak.

Menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh LSM atau masyarakat madaniterhadap hasil penilaian yang dilakukan LP&VI.

Prosedur penilaian kinerja PHL dan LK adalah sbb : 1. Sebelum melakukan penilaian, mendapat akreditasi kepada KAN. LP&VI mengajukan permohonan

2. Jika dianggap memenuhi persyaratan, KAN mengeluarkan akreditasi bagi LP&VI yang berlaku selama 4 tahun. Apabila telah mendapatkan akreditasi, Dirjen atas nama Menhut menugaskan kepada LP&VI untuk melakukan penilaian. 3. Tahap berikutnya adalah LP&VI melakukan penilaian terhadap pemegang berdasarkan standard dan pedoman kinerja PHPL dan verifikasi legalitas kayu. 4. Berdasarkan hasil penilaian, LP&VI memberikan sertifikat kepada pemegang berupa sertifikat PHPL dan sertifikat LK. Sertifikat PHPL diberikan dengan predikat Baik atau Buruk. Dalam hal berpredikat Buruk, pemegang izin diberi kesempatan memperbaiki kinerja PHPL. 5. Sertifikat LK diberikan dengan predikat Memenuhi atau Tidak Memenuhi. Dalam hal berpredikat Tidak Memenuhi, pemegang izin diberi kesempatan untuk memenuhi SVLK. 6. Sertifikat PHPL dan LK berlaku selama 3 tahun dan akan dilakukan penilai (surveillance) setiap tahun. Jika setelah dilakukan penilaian ternyata pemegang izin/hak merasa berekeberatan terhadap hasil yang diberikan LP dan VI, pemegang izin dapat mengajukan keberatan dengan cara sebagai berikut : Pemegang izin/hak dapat mengajukan keberatan atas hasil penilaian yang dilakukanoleh LP&VI. Pemegang izin/hak mengajukan keberatan selambat-lambatnya 10 harikerja setelah menerima hasil penilaian dan verifikasi. Atas keberatan tersebut, LP&VImembentuk Tim ad hoc independen dan beranggotakan para pihak dan ahlidibidangnya. Apabila keberatan diterima, LP&VI memperbaiki laporan penilaian danatau laporan verifikasi.

Hasil dari penilaian oleh LP dan VI tetap harus di pantau dan diawasi agar tercipta tata kelola yang transparan. LSM atau masyarakat madani di bidang

kehutanan secara independen dapat memantau proses pembentukan LP & VI dan hasil penilaian PHPL dan/atau verifikasi legalitas kayu yang dilaksanakan oleh LP&VI. Mereka dapat mengajukan keberatan atas proses pembentukan hasil penilaian LP&VI. Prosedur pengajuan keberatan adalah sbb : LSM atau masyarakat madani mengajukan keberatan tertulis dengan disertai data/informasi pendukung kepada LP&VI. Pengajuan keberatan diajukan selambat-lambatnya dalam waktu 20 hari kerja setelah dilakukan penilaian kepada LP&VI untuk mendapat penyelesaian. Apabila LP&VI tidak dapat menyelesaikan keberatan, mereka dapat mengajukan keberatan kepada KAN. KAN menyelesaikan keberatan sesuai prosedur penyelesain keberatan yang berlaku di KAN. Hasil penyelesain keberatan oleh LP&VI atau oleh KAN berupa Corrective ActionRequest (CAR) dan disampaikan kepada pemegang izin atau pemilik hutan hak Apabila pemegang izin atau pemilik hutan hak tidak mampu menyelesaikan CAR, maka LP&VI akan membekukan status Sertifikat PHPL atau Sertifikat LK sampai pemegang izin atau pemilik hutan hak mampu memenuhi. Apabila pemegang izin atau pemilik hutan hak tidak mampu menyelesaikan CAR, maka status Sertifikat PHPL atau Sertifikat LK dibekukan sampai berakhirnya masa berlakunya Sertifikat PHPL atau Sertifikat LK.

Penutup Sebagai sebuah sistem yang baru dibuat, diharapkan SVLk dapat bekerja dengan baik sehingga peredaran dan pengawasan produk kayu yang beredar hanya berasal dari pemegang izin yang melakukan pengelolaaan hutan lestari. Namun sebagai sebuah sistem yang terbilang baru, agar SVLK dapat berjalan baik dibutuhkan kerjasama dan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia pada masing-masing lembaga yang terkait sehingga dapat mendukung pelaksanaan SVLK.

Daftar Pustaka

Booklet Verifikasi kayu dan sertifikasi lacak Balak. 2010 Sucofindo : Jakarta Depertemen Kehutanan P.38/Menhut-II/2009 tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Dan Verfikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin Atau Pada Hutan Hak Sudarsono,Dwi. 2009.SVLK Menuju Pengelolaan Hutan Lestari dan Legalitas Kayu. Yayasan Samanta : Mataram Nusa Tenggara Barat

You might also like