You are on page 1of 31

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS FENOMENA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA MATERI POKOK FLUIDA STATIS

(Penelitian Quasi Eksperimen Kelas XI IPA Semester Genap SMA Negeri 16 Garut Tahu Ajaran 2011/2012) A. Latar Belakang Masalah Rendahnya mutu pendidikan nasional, khususnya pendidikan sains merupakan manifestasi penerapan pola pendidikan yang tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan siswa. Selama ini pola pengajaran yang terjadi terlalu menekankan pada tuntutan akan hasil akhir yang akan diperoleh siswa, tanpa melihat bagaimana proses yang harus dijalani. Dampak dari penerapan pola pengajaran seperti ini adalah siswa tidak memahami dan menguasai konsep yang diajarkan. Rendahnya penguasaan konsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) disebabkan oleh penggunaan pola pikir yang rendah pada pembentukan sistem konseptual IPA (Liliasari, 1996). Time broad education (BBE) Depdikbud (dalam Mia, 2003: 2) menyatakan bahwa pembelajaran di sekolah cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan dimana anak berada, akibatnya peserta didik tidak mampu menerapkan yang dipelajarinya di sekolah guna menyelesaikan atau memecahkan masalah yang di jumpai dalam kehidupannya. Model pembelajaran fisika yang saat ini digunakan guru-guru fisika sekolah menengah dipandang masih jauh dalam memenuhi fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di tingkat SMA yang dicanangkan Depdiknas, fakta tersebut sangat berkaitan dengan bagaimana pembelajaran fisika di kelas, pembelajaran saat ini ternyata masih bersifat tradisional sehingga tidak semua siswa bisa terlibat aktif dalam pembelajaran (Rudi, 2008: 1).

Sanjaya (2006: 1) menyatakn bahwa salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah lemahnya peroses pembelajaran dimana anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir, proses

pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghapal informasi. Oleh karena itu, perlu diterapkannya model pembelajaran yang memfasilitasi untuk melatih kemampuan sains siswa. Fisika merupakan bagian dari pengetahuan sains atau IPA yang didalamnya mengandung komponen proses (ways of finding out), yakni kajiannya melalui empirik, eksperimen, dan sejenisnya; produk (system of ideas), yakni hasil kajian yang berupa hukum, rumus, konsep, dan sejenisnya; dan sikap (attitude). Artinya, pembelajaran fisika tidak cukup dengan hanya terpenuhinya salah satu komponen saja. Hasil observasi yang peneliti lakukan di kelas XI SMAN 16 Garut ditemukan fakta bahwa masalah utama dalam pembelajaran fisika adalah kurangnya keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar terpusat pada guru, sehingga siswa menerima pelajaran secara pasif. Tidak mengherankan apabila konsep yang telah tertanam tidak akan bertahan lama dan akan mudah hilang lagi. Kelemahan lain dalam pembelajaran fisika adalah pengajarannya yang terlampau matematis. Siswa cenderung dituntut untuk menghapal rumus tanpa memahami konsep-konsep yang melatarbelakangi terbentuknya rumus tersebut, sehingga siswa pun sulit menyerap konsep-konsep fisisnya. Gagne (Mia, 2003: 172) menyebutkan bahwa dengan mengembangkan

keterampilan (IPA), anak didik akan dibuat kreatif sehingga mereka akan mampu mempelajari IPA di tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat. Dengan menggunakan keterampilan-keterampilan proses, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai. Seluruh irama, gerak atau tindakan dalam proses belajar seperti ini akan menciptakan kondisi belajar yang melibatkan siswa lebih aktif. Indrawati (1999: 28) menyatakan bahwa keterampilan proses sains harus dilatih dan dikembangkan karena keterampilan proses sains dapat membawa siswa dalam mengembangkan pikirannya dan memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan. Bila melihat semua kenyataan di atas, maka untuk menyikapi persoalan tersebut, agar keterampilan proses sains siswa dapat meningkat dan memahami konsep-konsep fisika dengan baik, maka diperlukan proses pembelajaran yang tepat dan efektif. Artinya, pembelajaran yang dilakukan harus tepat dengan karakteristik materi dan efektif dalam penyampaian sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Sebenarnya dalam pembelajaran fisika, khususnya yang berkaitan dengan konsep-konsep tertentu, terdapat beberapa kejadian atau fenomena yang dapat dimanfaatkan guru untuk proses belajar mengajar. Salah satu model pembelajaran yang inovatif dan kontekstual adalah pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran berbasis masalah ini berawal pada pendidikan medis (kedokteran). Pendidikan medis menaruh perhatian besar terhadap fenomena praktisi medis

muda yang memiliki pengetahuan faktual cukup, tetapi gagal menggunakan pengetahuannya saat menangani pasien sungguhan.(Maxwell, Bellisimo, & Morgendoller, 1999). Yudhiana (2009: 6) menyatakan bahwa pembelajaran siswa lebih diorientasikan pada pola berpikir atau bekerja ilmiah, dan belum terlalu diarahkan pada masalah pemenuhan kebutuhan praktis untuk menangani masalah dalam kehidupan, sehingga akan lebih tepat jika pembelajaran fisika dilakukan dengan berbasiskan fenomena. Fenomena yang dimaksud adalah gejala atau kejadian atau peristiwa yang kerap dijumpai siswa dalam kesehariannya baik yang terjadi di alam maupun perkembangan teknologi. Berangkat dari pemikiran tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan suatu model pembelajaran berbasis fenomena untuk meningkatkan keterampilan proses sains. Model pembelajaran berbasis fenomena ini diadopsi dari model pembelajaran berbasis masalah (PBM; atau Problem Based Learning ) yang merupakan bagian dari pembelajaran kontekstual. Fenomena fisika yang dijadikan dasar pengamatan berupa fenomena-fenomena fisis yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, atau fenomena yang muncul pada suatu demonstrasi sederhana dengan menggunakan media demonstrasi berupa alat-alat sederhana yang mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Malcolm Wells, David Hestenes dan Gregg Swackhamer (1995) mengemukakan bahwa melalui metode pemodelan dalam pengajaran fisika dengan mengkonstruksi dan menggunakan model sains, siswa dapat

menggambarkan, menjelaskan, memprediksi dan menguasai fenomena fisika.

Fakta menunjukkan bahwa metode pemodelan menghasilkan peningkatan gain yang lebih tinggi dibandingkan metode pengajaran alternatif. Penelitian sebelumnya (Yudiana, 2009) yang menunjukkan bahwa penerapan model Pembelajaran berbasis fenomena secara signifikan dapat lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi Fluida dibandingkan dengan penerapan model pembelajaran tradisional. Selanjutnya (Solihat, 2010) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis fenomena secara signifikan dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berfikir kritis siswa pada materi Listrik dinamis. Materi fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep fluida statis. Pemilihan materi tersebut dilakukan karena konsep fluida statis ini banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari siswa, namun tidak jarang siswa mengalami kesulitan dalam memahami fenomena-fenomena yang berkaitan dengan fluida statis. Ini terbukti dari hasil wawancara yang menunjukkan nilai siswa yang tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) khususnya pada materi fluida statis, nilai KKM materi fluida statis yaitu 65, tetapi masih terdapat siswa yang mendapatkan nilai 54. Materi fluida statis juga akan menjadi prasyarat untuk siswa mempelajari materi selanjutnya yaitu materi fluida dinamis. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pembelajaran berbasis fenomena dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran fisika, maka dilakukan penelitian dengan kajian yang diteliti adalah Model Pembelajaran Berbasis Fenomena untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa pada Materi Fluida Statis. (Penelitian dilakukan terhadap kelas XI

SMAN 16 Garut). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan pokok penelitian ini dirumuskan: A. Bagaimanakah aktivitas siswa dan guru pada setiap tahapan dari penerapan model pembelajaran berbasis fenomena? B. Apakah penerapan model pembelajaran fisika berbasis fenomena dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi fluida statis? C. Batasan Masalah 1. Subjek yang diteliti adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 16 Garut semester genap tahun ajaran 2011/2012. 2. Penerapan model pembelajaran berbasis fenomena pada materi pokok Fluida Statis berdasarkan tahapan model pembelajaran berbasis fenomena. 3. Materi pokok Fluida Statis pada pembelajaran berbasis masalah ini dibatasi, yaitu tentang Tekanan Hidrostatis, Hukum Pascal dan Hukum Arcimedes. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Mengetahui aktivitas siswa dan guru pada setiap tahapan model pembelajaran berbasis masalah. 2. Mengetahui Apakah penerapan model pembelajaran fisika berbasis fenomena dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada

materi fluida statis. E. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat yang berguna, antara lain: 1. Bagi siswa, memberikan nuansa baru model belajar yang memungkinkan tiap siswa berkesempatan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa. 2. Bagi para guru memberikan masukan untuk menerapkan model pembelajaran berbasis masalah sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa dalam belajar fisika. 3. Bagi lembaga, dapat memberikan informasi sebagai upaya untuk meningkatkan mutu proses pendidikan. 4. Bagi peneliti, dapat dijadikan dasar kajian bagi penelitian berikutnya. F. Definisi Operasional 1. Model Pembelajaran Berbasis Fenomena Model pembelajaran berbasis fenomena didefinisikan sebagai suatu pembelajaran fisika yang didasarkan pada kejadian atau fenomena fisika yang terjadi. Fenomena fisika ini dapat berupa fenomena alam atau fenomena fisika yang terjadi pada kehidupan sehari-hari. Tahap-tahap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis fenomena secara singkat adalah: (1)

Orientasi siswa pada pengamatan fenomena; (2) mengorganisasi siswa untuk belajar; (3) membimbing penyelidikan individu atau kelompok; (4) menyajikan hasil penyelidikan; (5) memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengkomunikasikan kesimpulan hasil eksperimen, serta menganalisis dan mengevaluasi suatu fenomena fisika. Keterlaksanaan model pembelajaran diamati dengan melakukan observasi pada lembar observasi. 2. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori sains. Indikator keterampilan proses sains yang diharapkan dapat dikembangkan melalui model pembelajaran berbasis fenomena ini adalah (1) melakukan pengamatan; (2) menafsirkan pengamatan; (3) mengkomunikasikan; dan (4) menerapkan konsep atau prinsip. Keterampilan proses sains tersebut diukur dengan menggunakan tes keterampilan proses sains berbentuk soal-soal pilihan ganda yang dilaksanakan pada saat pre test dan post test. 3. Fluida Statis Materi Pokok Fluida Statis adalah salah satu materi yang diajarkan pada kelas XI SMA Semester Genap, berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan kompetensi dasar Menganalisis hukum-hukum yang berhubungan dengan fluida statik dan dinamik serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.. G. Kerangka Berpikir

Fenomena merupakan gejala atau peristiwa yang teramati yang timbul pada suatu objek. Fenomena fisika dimunculkan suatu benda ketika benda tersebut mendapatkan perlakuan tertentu dapat menunjukkan suatu gejala yang bisa dipelajari dan dipahami. Model pembelajaran berbasis fenomena didasarkan pada pengamatan suatu fenomena fisika. Dalam pembelajaran tersebut, siswa mengamati gejala atau peristiwa yang muncul pada suatu fenomena yang ada, kemudian menjelaskan hal apa yang menyebabkan fenomena tersebut muncul atau terjadi. Model pembelajaran berbasis fenomena ini diadopsi dari model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dimana yang menjadi permasalahannya berupa fenomena fisika. Model pembelajaran berbasis fenomena yang diadopsi dari pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik student center pembelajaran difokuskan pada penanaman konsep terlebih dahulu diawal pembelajaran. Siswa

diorientasikan pada fenomena fisis yang sering terjadi di alam maupun pada produk teknologi melalui kegiatan demonstrasi atau praktikum. Anak-anak akan lebih mudah memahami konsep- konsep yang rumit dan abstrak jika disertai contoh- contoh konkrit, contoh- contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dengan mempraktikkan sendiri upaya penemuan konsep melalui perlakuan terhadap kenyataan fisik, melalui perlakuan fisik dan penanganan benda yang benar- benar nyata (Semiawan, 1989 : 14). Pembelajaran berbasis fenomena ini digunakan untuk menggali

keterampilan proses sains yang dapat ditingkatkan melalui penggunaan model pembelajaran ini. Pembelajaran berbasis fenomena ini dilakukan melalui

pendekatan pembelajaran kontekstual, dimana siswa dilibatkan secara penuh dalam proses pembelajaran. Belajar dalam konteks pembelajaran kontekstual bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses pengalaman secara langsung. Melalui proses berpengalaman tersebut diharapkan perkembangan keilmuan siswa terjadi secara utuh, tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor. Gallagher (1975) mengungkapkan bahwa keterampilan-keterampilan proses sains seperti mengamati, mengukur, menarik kesimpulan, meramalkan, merumuskan hipotesis, menyusun definisi operasional, bereksperimen,

menafsirkan data, dan menyusun model, adalah organizing knowledge about the environment

...skill for acquiring and

Menurut Semiawan (1989: 16) bahwa keterampilan proses sains adalah keterampilan yang dimiliki siswa untuk mengelola hasil yang didapat dalam kegiatan belajar mengajar yang memberikan kesempatan yang seluas- luasnya kepada siswa untuk mengamati, menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian, dan mengkomunikasikan hasil

prolehannya tersebut. Dalam pembelajaran sains dengan pendekatan keterampilan proses sains, hendaknya guru bertindak sebagai fasilitator dan berprinsip pada bagaimana siswa belajar dan bukan pada apa yang harus dipelajari siswa. Dalam hal ini, sebaiknya guru tidak memberikan konsep langsung pada siswa, tetapi berusaha untuk membimbing dan menciptakan kondisi belajar yang memungkinkan siswa dapat menguji dan menemukan fakta ataupun konsep-konsep baru (Sidharta, 2005: 14).

Keterampilan proses terdiri dari sejumlah keterampilan yang satu sama lain sebenarnya tidak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam masing-masing keterampilan tersebut. Menurut Rustaman (2005: 80), jenis-jenis keterampilan proses sains dan karakteristiknya dapat dilihat: Tabel 1.1. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains Keterampilan Proses No. 1. Sains Melakukan Pengamatan (Observasi) Karakteristik o Menggunakan indera penglihat, pembau, pendengar, pengecap dan peraba. o Menggunakan fakta yang relevan dan memadai. 2. Mengajukan Pertanyaan o Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan tentang apa, mengapa, menanyakan hipotesis. 3. Menafsirkan Pengamatan (Interpretasi) o Mencatat setiap hasil pengamatan. o Menghubung-hubungkan penga-matan. o Menemukan pola atau keteraturan dari suatu seri pengamatan. Menyimpulkan. 4. Mengelompokkan o Mencari perbedaan. hasil bagaimana latar ataupun belakang

11

(Klasifikasi)

o Mengontraskan ciri-ciri. o Mencari kesamaan. o Membandingkan. Mencari dasar penggolongan atau pola yang sudah ada.

5.

Meramalkan (Prediksi)

o Mengajukan sesuatu

perkiraan belum

tentang terjadi

yang

berdasarkan suatu kecenderungan. 6. Berhipotesis o Menyatakan hubungan antara dua variabel atau memperkirakan

penyebab sesuatu terjadi. 7. Merencanakan Percobaan atau Penyelidikan o Menentukan alat dan bahan. o Menentukan variabel atau peubah. o Menentukan variabel kontrol dan variabel bebas. o Menentukan apa yang diamati, diukur atau ditulis. o Menentukan cara dan langkah kerja. Menentukan cara mengolah data. 8. Menerapkan Konsep atau Prinsip o Menjelaskan dengan sesuatu peristiwa konsep

menggunakan

yang telah dimiliki.

Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru. 9. Berkomunikasi o Membaca diagram. o Menjelaskan hasil percobaan. Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas. grafik, tabel atau

Salah satu model pembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan proses sains adalah model pembelajaran berbasis fenomena .

adapun tahapan dalam pembelajaran ini adalah (1) orientasi siswa pada fenomena; (2) mengorganisasi siswa untuk belajar; (3) membimbing penyelidikan individu atau kelompok; (4) menyajikan hasil penyelidikan; (5) menganalisis dan mengevaluasi penjelasan fenomena yang disajikan pada tahapan (1) (Suhandi, dkk: 2010). Seluruh pola pikir yang merangkum operasional penelitian ini terlihat dalam gambar 1.1 berikut:

13

H. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Ho : Tidak terdapat peningkatan keterampilan proses yang signifikan setelah diterapkan model pembelajaran berbasis fenomena Ha : Terdapat peningkatan keterampilan proses sains yang signifikan setelah diterapkan model pembelajaran berbasis fenomena. I. Metodologi Penelitian Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah: 1. Menentukan Jenis Data Jenis data yang diambil dari penelitian ini yaitu bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang berhubungan dengan angka atau bilangan yang diperoleh dari hasil tes atau format observasi. Data kualitatif adalah data yang tidak berupa angka. Data yang diperoleh dalam penelitian ini Gambar 1. Kerangka Pemikiran diantaranya: a. Data kualitatif berupa data tentang aktifitas siswa dan guru dalam setiap tahapan model pembelajaran berbasis fenomena yang diperoleh dari format observasi. b. Data kuantitaif berupa data tentang gambaran peningkatan

keterampilan proses sains siswa melalui pembelajaran berbasis fenomena pada materi pokok fluida statis, yang diperoleh dari normal gain hasil pre test dan post test.

2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang diambil yaitu SMAN 16 Garut. Peneliti memilih SMAN 16 Garut sebagai lokasi penelitian dikarenakan aspek KPS di SMAN 16 Garut sama sekali belum pernah diteliti dan diterapkan penggunaanya dalam proses pembelajaran. Selain itu juga salah satu alasannya adalah karena laboratorium IPA di SMAN 16 Garut belum digunakan secara efektif dan pembelajaran di SMAN 16 Garut relative menggunakan model pembelajaran yang monoton. 3. Populasi dan Sampel Populasi yang dipilih yaitu seluruh siswa-siswi kelas XI IPA SMAN 16 Garut. Metode penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Penelitian yang dilakukan adalah dengan meneliti perwakilan dari siswa kelas XI IPA. Kelas yang terpilih menjadi sampel adalah kelas XI IPA 1 dengan jumlah siswa adalah 30 orang. 4. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi eksperimen), yaitu penelitian yang dilaksanakan pada satu kelompok siswa (kelompok eksperimen) tanpa adanya kelompok pembanding (kelompok kontrol). Menurut Syambasri Munaf (Fandia, 2001: 30), penelitian semu itu bertujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan yang dapat diperoleh dengan eksperimen sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk

15

mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan. 5. Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah one-group pretestposttest design. Representasi desain one-group pretest-posttest seperti dijelaskan dalam Sugiyono (2009: 74) diperlihatkan pada tabel di bawah ini: Tabel 1.2 Desain Penelitian Pretest O1 Perlakuan X O2 Postest

Keterangan : O1 : Tes awal (pretest), dilakukan sebelum adanya perlakuan X : Perlakuan (treatment), yaitu dengan menerapkan model pembelajaran

berbasis fenomena. O2 : Tes akhir (posttest), dilakukan setelah adanya perlakuan 6. Jadwal dan Waktu Penelitian Jadwal dan waktu penelitian disesuaikan dengan kebutuhan penelitian dan kondisi pengajaran fisika terselenggara. Adapun rencana dari jadwal dan waktu penelitian adalah sebagai berikut:

Hari

Tanggal

Jam

Tempat

Keterangan

Tahap Perencanaan Senin 17 Oktober 08.00 WIBSMAN 16 Observasi dan

2011

10.00 WIB

Garut

wawancara ke SMAN 16 Garut

Jumat

11 November 2011

Kondisional

Kampus UIN SGD Bandung Prodi Pendidikan Fisika Kampus UIN SGD Bandung Prodi Pendidikan Fisika Jurusan MIPA Prodi Pendidikan Fisika Kampus UIN SGD Bandung

Pembuatan proposal Bimbingan proposal Penyusunan instrument ACC dan duplikasi judul Pengesahan judul proposal Daftar seminar proposal Seminar proposal skripsi

Rabu

30 November 2011

10.00 WIB

Senin

05 Desember 2011

Kondisional

Jumat

16 Desember 2011

10.00 WIB

Jumat Senin

06 Januari 2012 14.30 WIB 09 Januari 2012 08.00 WIB

Rabu

11 Januari 2012 08.00 WIB

Tahap Pelaksanaan Rabu 11 April 2012 2 x 45 menit Ruang kelas Pengujian (09.30 Jumat 13 April 2012 XI IPA 1 Pretest 11.00) 2 x 45 menit Ruang kelas Tekanan Hidrostatik (07.00 XI IPA 1 08.30) 2 x 45 menit Ruang kelas Hukum Pascal (07.00 Rabu 18 April 2012 XI IPA 1 08.30) 2 x 45 menit Ruang kelas Hukum (09.30 XI IPA 1 17 soal

Sabtu

14 April 2012

11.00) Jumat 20 April 2012

Archimades

2 x 45 menit Ruang kelas Pengujian soal post test (07.00 XI IPA 1 08.30)

Tahap Pelaporan Kamis 10 Mei 2012 09.00 WIB Kampus UIN Senin 14 Mei 2012 08.00 WIB Bandung Kampus Daftar sidang

SGD munaqasah

Sidang UIN SGD Munaqasah skripsi Bandung

7. Prosedur Penelitian Proses yang ditempuh dalam penelitian terdiri dari tiga tahapan, yaitu: a. Tahap Perencanaan/ Persiapan Penelitian Pada tahap ini ada beberapa proses yang ditempuh, yaitu: 1) Melakukan studi literatur untuk memperoleh teori yang akurat mengenai permasalahan yang akan diteliti, 2) Melakukan telaah kurikulum mengenai pokok bahasan yang dijadikan materi pembelajaran dalam penelitian untuk

mengetahui standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai, agar model pembelajaran dan pendekatan belajar yang diterapkan dalam penelitian dapat memperoleh hasil sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dijabarkan dalam kurikulum, 3) Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat pelaksanaan penelitian,

4) Menentukan kelas yang akan dijadikan tempat dilakukannya penelitian, 5) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan skenario pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran yang digunakan pada penelitian yaitu pembelajaran berbasis fenomena untuk setiap pembelajaran, 6) Menyediakan alat dan bahan yang akan digunakan, 7) Pembuatan perangkat tes, 8) Membuat pedoman observasi , 9) Membuat jadwal kegiatan pembelajaran. b. Tahap Pelaksanaan Penelitian Pada tahap ini dilakukan uji coba model pembelajaran berbasis fenomena yang telah disusun. Pada saat uji coba berlangsung, peneliti dibantu oleh seorang observer yang mengamati proses pembelajaran, aktivitas guru dan aktivitas siswa. Adapun langkah-langkah yang ditempuh pada tahap pelaksanaan ini adalah: 1) Memberikan pretest pada kelas yang dijadikan penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keterampilan proses sains siswa sebelum pembelajaran, 2) Memberikan perlakuan pada kelas yaitu dengan menerapkan model pembelajaran berbasis fenomena pada materi fluida statis, 3) Selama proses pembelajaran berlangsung, observer melakukan

19

observasi tentang keterlaksanaan model pembelajaran berbasis fenomena, 4) Melaksanakan post test, untuk mengetahui tingkat

keterampilan proses sains siswa setelah pembelajaran. c. Tahap Akhir Langkah-langkah yang ditempuh pada tahap akhir ini adalah: 1) Mengolah dan menganalisis data hasil pre test dan post test, 2) Menganalisis hasil penelitian, 3) Menarik kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data untuk menjawab permasalahan penelitian, 4) Memberikan saran-saran terhadap kekurangan yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran. 5) Mengkonsultasikan hasil pengolahan data penelitian kepada dosen pembimbing.

Prosedur penelitian di atas dapat digambarkan dalam bentuk skema penulisan sebagai berikut:

21

8. Instrumen Penelitian a. Jenis Instrumen Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian antara lain berupa tes keterampilan proses sains, dan lembar observasi pembelajaran. 1) Tes Keterampilan Proses Sains Tes ini merupakan tes keterampilan proses sains berbentuk pilihan ganda. Tes ini dibuat untuk menguji keterampilan proses sains siswa dalam menjelaskan fenomena fisika sesuai dengan indikator-indikator keterampilan proses sains yang ditentukan. 2) Lembar Observasi Observasi dilakukan terhadap siswa dan Guru untuk melihat

keterlaksanaan model pembelajaran berbasis fenomena. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran berbasis fenomena dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan kriteria atau batasan yang telah ditetapkan. b. Analisis Instrumen 1) Analisis Lembar Observasi Lembar observasi sebelumnya diuji keterbacaannya oleh observer dan ditelaah oleh ahli (dosen pembimbing) tentang layak atau tidaknya penggunaan lembar observasi yang akan ditanyakan dari aspek materi, konstruksi, dan bahasa.

2) Analisis keterampilan proses sains

1) Analisis Kualitatif Butir Soal Pada prinsipnya analisis butir soal secara kualitatif dilaksanakan berdasarkan kaidah penulisan soal (tes tertulis, perbuatan, dan sikap). Aspek yang diperhatikan di dalam penelaahan secara kualitatif ini adalah setiap soal ditelaah dari segi materi, konstruksi, bahasa/budaya, dan kunci jawaban/pedoman penskorannya. Dalam melakukan penelaahan setiap butir soal, penelaah perlu mempersiapkan bahan-bahan penunjang seperti: (1) kisi-kisi tes, (2) kurikulum yang digunakan, (3) buku sumber, dan (4) kamus bahasa Indonesia. 2) Analisis Kuantitatif Analisis instrumen dilakukan terhadap instrumen butir soal yang digunakan. Untuk mengetahui kualitas soal tes yang digunakan dilakukan analisis butir soa. yang meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kemudahan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Anates V. 4.1.0. a) Uji Validitas Skor tiap soal dalam soal multiple choise didapat berdasarkan benar atau salahnya jawaban yang diberikan. Skor tiap soal dalam soal isian LKS berdasarkan atas jumlah nilai yang didapat berdasarkan atas rentang nilai yang telah ditentukan sebelumnya. Pengujian validitas tiap butir soal multiple menggunakan rumus korelasi biserial, yaitu : choise dilakukan dengan

(Arikunto, 2007: 79) 23

Keterangan: gbis = Koefisien korelasi biserial (validitas item) Mp Mt SD


t

= Mean skor pada tes dari peserta yang menjawab benar = Mean skor total = Standar deviasi dari skor total = Proporsi siswa yang menjawab benar = Proporsi siswa yang menjawab salah (1-p)

p q Setelah didapat nilai validitasnya, kemudian diinterpretasikan terhadap tabel nilai r seperti di bawah ini:

Interpretasi Nilai r
Koefisien Korelasi 0,80 < rxy 1,00 0,60 < rxy 0,80 0,40 < rxy 0,60 0,20 < rxy 0,40 0,00 < rxy 0,20 rxy 0,00 Interpretasi Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Tidak valid (Arikunto, 2007: 79) b) Uji Reliabilitas Mencari reliabilitas Instrumen dengan bentuk soal multipel choise dengan menggunakan rumus rumus K-R 20:
2 n S pq R11 = 2 n 1 S

(Arikunto, 2007 : 100) Keterangan: R11 p = Reliabilitas tes secara keseluruhan = Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar = Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p)

q pq n S

= Jumlah hasil perkalian antara p dan q = Banyaknya item = Standar deviasi dari tes (akar varians) Nilai reliabilitas yang didapatkan kemudian diinterpretasikan berdasarkan

tabel di bawah ini:

Interpretasi Nilai r11


Indeks reliabilitas 0,80 < r11 1,00 0,60 < r11 0,80 0,40 < r11 0,60 0,20 < r11 0,40 0,00 < r11 0,20 Interpretasi Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah (Arikunto, 2007 : 103) c) Daya Pembeda Mengetahui daya pembeda dalam bentuk soal multiple choise pada tes KPS menggunakan rumus :

(Arikunto, 2007: 213) Keterangan: Dp = Daya pembeda BA BB JA = Jumlah jawaban benar dari kelompok atas = Jumlah jawaban benar dari kelompok bawah = Banyaknya peserta kelompok atas

= Banyaknya peserta kelompok bawah JB Setelah didapat hasil daya pembeda, maka diinterpretasikan terhadap tabel di bawah ini:

25

Interpretasi Nilai D
Indeks Daya Pembeda Interpretasi Sangat D = 0,00 0,00 < D 0,20 0,20 < D 0,40 0,40 < D 0,70 0,70 < D 1,00 Jelek Jelek Cukup Baik Sangat Baik

(Arikunto, 2007: 218) d) Uji Tingkat Kesukaran Uji tingkat kesukaran ini dilakukan untuk mengetahui apakah butir soal tergolong sukar, sedang, atau mudah. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00-1,00 dengan menggunakan rumus :

(Arikunto, 2007: 208) Keterangan : P = indeks kesukaran B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar JS = jumlah seluruh peserta tes Dengan kategori seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Kategori Tingkat Kesukaran


Indeks Kesukaran Interpretasi p < 0,30 0,30 p 0,70 0,70 < p 1,00 Sukar Sedang Mudah

( Arikunto, 2007: 210)

9. Teknik Analisa Data a. Jenis Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi nilai tes awal dan tes akhir keterampilan proses sains dan data hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran. b. Pengolahan Data Pengolahan data dimaksudkan untuk mengolah data mentah berupa hasil penelitian supaya dapat ditafsirkan dan mengandung makna. 1) Data aktivitas guru dan siswa Untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa digunakan paparan sederhana hasil analisis lembar observasi setiap pertemuan. Data hasil observasi diperoleh dari lembar observasi guru dan siswa selama pembelajaran. Observasi aktivitas guru dan siswa ini, bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran berbasis fenomena oleh guru dan siswa. Dalam lembar observasi aktivitas guru dan siswa disediakan kolom kritik dan saran. Hal ini dilakukan agar kekurangan atau kelemahan yang terjadi selama pembelajaran bias diketahui sehingga diharapkan pembelajaran selanjutnya lebih baik. 2) Data Keterampilan Proses Sains Untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains melalui

pembelajaran dihitung berdasarkan skor gain yang ternormalisasi. Hal ini 27

2 =

(Oi Ei ) 2 Ei

dimaksudkan untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan perolehan gain masing-masing siswa. Gain yang ternormalisasi dicari dengan menggunakan rumus g factor yang dikembangkan oleh Hake, R. R (Cheng, et al, 2004, dalam Wiyono, 2009), yaitu:

dengan:

SPost = skor tes akhir; SPre = skor tes awal;

SMaks = skor maksimum; dan dengan kategori perolehan N-gain diklasifikasikan pada Tabel 1.7. Tabel 1.7. Klasifikasi N-gain Kategori perolehan N-gain N-gain > 0,70 0,30 < N-gain < 0,70 N-gain < 0,30 Keterangan Tinggi Sedang Rendah (Wiyono, 2009) Uji normalitas distribusi data, uji homogenitas, dan uji perbedaan dua rerata dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS 14.0 for Windows Evaluation Version. Melakukan uji normalitas data dengan menggunakan rumus (Subana, 2005: 170) Keterangan :

2 = Chi Kuadrat
Oi = Frekuensi Observasi Ei = Frekuensi Ekspektasi

F=

Vb Vk

Uji chi kuadrat jika n > 30 Dengan kriteria :


2 2 Jika hitung < daftar, maka distribusi normal 2 2 Jika hitung > daftar, maka distribusi tidak normal

Jika data yang akan diujikan n < 30, maka menggunakan uji normalitas KolmogorovSmirnov, dengan langkah-langkah di bawah ini (Cahyono, 2006: 17): Menyusun data dari nilai terkecil sampai nilai terbesar Menentukan frekuensi pada tiap nilai Menentukan rata-rata dari nilai (

Menentukan Cf (frekuensi kumulatif yang ke-i ke bawah) Menentukan standar deviasi (SD) dengan menggunakan persamaan:

Menentukan nilai Z dengan menggunakan persamaan:

Menentukan nilai Ft berdasarkan dari tabel Z yang telah tersedia Menghitung nilai Fs dengan cara membagi Cf dengan jumlah n, Mencari hasil tertinggi , berdasarkan tabel di atas Menentukan taraf signifikansi yang dipakai Mencari nilai normalitas tabel dengan menggunakan tabel KolmogorovSmirnov. Apabila nilai hitung < nilai tabel, maka data tersebut normal. a) Menentukan uji homogenitas (kesamaan) dua variansi yaitu varian skor tes dengan cara mencari nilai F:

(Subana, 2000: 171) Dengan: Vb = Varian yang lebih besar

29

x1 x2 t= 1 1 dsg + n1 n2

Vk = Varian yang lebih kecil Dengan kriteria : a. Jika Fhitung < Fdaftar, maka data homogen b. Jika Fhitung > Fdaftar, maka data tidak homogen Uji homogenitas dilaksanakan setelah diketahui bahwa data tersebut normal. b) Uji Hipotesis Menentukan nilai thitung dengan rumus :

(Subana, 2000: 174) Keterangan :


x1 = rata-rata data kelompok 1
_

x 2 = rata-rata data kelompok 2

dsg = nilai deviasi standar gabungan Apabila sampel kecil (n < 30) maka, uji t menggunakan persamaan Fisher, yaitu:

(Sudijono, 1992: 304 -305) Jika thitung berada dalam daerah penerimaan, seperti : - ttabel < thitung < ttabel Berarti Ho diterima menunjukkan tidak terdapat peningkatan, sebaliknya

X1 X 2 t = V1 V2 + n1 n2
1

jika thitung di luar daerah penerimaan berarti Ha yang diterima berarti menunjukkan terdapat peningkatan (signifikan). Apabila data tidak homogen maka dilakukan uji t1 dengan rumus :

(Subana, 2000: 171) Keterangan : X 1 = rata-rata hitung data kelompok 1


X 2 = rata-rata hitung kelompok 2 V1 = varians data kelompok 1 V2 = varians data kelompok 2
_

n1 n2

= jumlah kelompok 1 = jumlah kelompok 2 Jika nilai t1 berada di luar interval t1tabel < t1hitung < t1tabel maka hipotesis diterima.

c) Apabila data tidak normal, maka digunakan statistik nonparametik dengan menggunakan uji Wilcoxon dengan rumus : W= n( n + 1).(2n + 1) X 4 n(n + 1).(2n + 1) 24 (Nurgana, 1985: 29) Jika Whitung < Wtabel maka H0 ditolak.

31

You might also like