You are on page 1of 12

Efusi pleura Pleura parietalis dan viseralis letaknya berhadapan satu sama lain dan hanya dipisahkan oleh

selapis tipis cairan serosa. Lapisan tipis cairan ini memperlihakan adanya keseimbangan antara transudasi dai kapiler-kapiler pleura dan reabsorpsi oleh vena viseral dan parietal, dan saluran getah bening. Efusi pleura adalah istilah yang digunakan untuk penimbunan cairan dalam rongga pleura. Efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jantung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia, seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi. Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan atau gangguan absorpsi getah bening. Eksudat dibedakan dengan transudat dari kadar protein yang dikandungnya dan berat jenis. Transudat mempunyai berat jenis kurang dari 1,015 dan kadar proteinnya kurang dari 3%; eksudat mempunyai berat jenis dan kadar protein lebih tinggi, karena banyak mengandung sel. Jika efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru, atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Empiema yang tak ditangani dengan drainase yang baik dapat membahayakan rangka toraks. Eksudat akibat peradangan akan mengalami organisasi, dan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis. Keadaan ini dikenal dengan nama fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas, dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang terdapat di bawahnya. Pembedahan pengupasan yang dikenal sebagai dekortikasi, kadangkadang perlu dilakukan guna memisahkan membran-membran pleura tersebut. Istilah hemotoraks dipakai untuk menyatakan perdarahan sejati ke dalam rongga pleura dan tidak dimaksudkan untuk menyatakan efusi pleura yang berdarah. Trauma merupakan penyebab tersering dari hemotoraks. Duktus torasikus dapat juga menyalurkan getah bening ke dalam rongga pleura sebagai akibat trauma atau keganasan, keadaan ini dikenal dengan nama kilotoraks.

Patofisiologi Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radan oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks. Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema. Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks. Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobkaterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokkus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi. Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura. Foto toraks (X Ray)

Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus. Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi. Cairan dalam pleura bisa juga tidak membentuk kurva, karena terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah paru-paru yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan juga sebagai efusi subpulmonik. Gambarannya pada sinar tembus sering terlihat sebagai diafragma yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan udara dalam lambung, ini cenderung menunjukkan efusi subpulmonik. Begitu juga dengan bagian kanan dimana efusi subpulmonik sering terlihat sebagai bayangan garis tipis (fisura) yang berdekatan dengan diafragma kanan. Untuk jelasnya bisa dilihat dengan foto dada lateral dekubitus, sehingga gambaran perubahan efusi tersebut menjadi nyata. Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus paru (biasanya lobus kanan) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi parenkim lobus, bisa juga mengumpul di daerah paramediastinal dan terlihat dalam foto sebagai fisura interlobaris, bisa juga terdapat secara paralel dengan sisi jantung, sehingga terlihat sebagai kardiomegali. Cairan seperti empiema dapat juga terlokalisasi. Gambaran yang terlihat adalah sebagai bayangan dengan densitas keras di atas diafragma, keadaan ini sulit dibedakan dengan tumor paru. Hal lain yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Di samping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya massa tumor, adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru. Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membentu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan terutama pada efusi yang terlokalisasi. Pemeriksaan CT scan/dada dapat membantu. Adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.

Torakosentesis Aspirasi cairan pleura (torakosentesis)berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang dari pada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlallu cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal. Komplikasi torakosentesis adalah: pneumotoraks (ini yang paling sering udara masuk melalui jarum), hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis) dan emboli udara yang agak jarang terjadi. Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi biasanya ini akan sembuh sendiri dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara. Untuk mencegah emboli udara ini terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien dibaringkan pada sisi kiri di bagian bawah, posisi kepala lebih rendah dari leher, sehingga udara tersebut dapat terperangkap di atrium kanan. Menegakkan diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan : Warna cairan. Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan (seroussantokrom). Bila agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma, infark paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ni menunjukkan adanya empiema. Bila merah coklat ini menunjukkan adanya abses karena amuba.

Biokimia. Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Perbedaan Biokimia Efusi Pleura Kadar protein dalam efusi (g/dl) Kadar protein dalam efusi Kadar Protein dalam serum Kadar LDH dalam efusi (I.U) Kadar LDH dalam efusi Kadar LDH dalam serum Berat jenis cairan efusi Rivalta Transudat <3 <0,5 <200 <0,6 <1,016 Negatif Eksudat >3 >0,5 >200 >0,6 >1,016 Positif

Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia diperiksa juga cairan pleura : Kadar ph dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, artritis reumatoid dan neoplasma. Kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis adenokarsinoma.

Transudat. Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada: 1). Meningkatnya tekanan kapiler sistemik, 2). Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner, 3). Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura, 4). Menurunnya tekanan intra pleura. Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah: 1). Gagal jantung kiri (terbanyak), 2). Sindrom nefrotik, 3). Obstruksi vena cava superior, 4). Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk melalui saluran getah bening), 5). Sindrom Meig (asites dengan tumor ovarium), 6). Efek tindakan dialisis peritoneal, 7). Ex vacuo effusion, karena pada pneumotoraks, tekanan intra pleura menjadi sub-atmosfir sehingga terdapat pembentukan dan penumpukan transudat. Eksudat. Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membran adalah karena adanya peradangan

pada pleura: infeksi, infark paru atau neoplasma. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Sitologi Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel tertentu.

Sel neutrofil: menunjukkan adanya infeksi akut. Sel limfosit: menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa atau limfoma maligna. Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit. Sel mesotel maligna: pada mesotelioma. Sel-sel besar dengan banyak inti: pada artritis reumatoid. Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik. Sel maligna: pada paru/metastase.

Bakteriologi Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah: Pneumokokkus, E. Coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter. Pleuritis tuberkulosa, biakan cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%-30%. Biopsi pleura Pemeriksaan histopatologi satu atua beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 5075% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura. Bila ternyata hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hematotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada. Pendekatan pada Efusi yang Tisak Terdiagnosis

Analisa terhadap cairan pleura yang dilakukan satu kali kadang-kadang tidak dapat menegakkan diagnosais. Dianjurkan aspirasi dan analisisnya diulang kembali sampai diagnosis menjadi jelas. Efusi yang menetap dalam waktu empat minggu dan kondisi pasien tetap stabil, siklus pemeriksaan sebaiknya diulang kembali. Jika fasilitas kemungkinan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti: 1). Bronkoskopi, pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum dalam paru, abses paru dan dilakukan beberapa biopsi, 2). Scanning isotop, pada kasus-kasus dengan emboli paru, 3). Torakoskopi (fiber-optic pleuroscopy), pada kasus-kasus dengan neoplasma atau tuberkulosis pleura. Cara: dilakukan sedikit insisi pada dinding dada (dengan risiko kecil terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan dengan memakai penghisap dan udara dimasukkan supaya bisa melihat kedua pleura. Di eropa terdapat 20% kasus efusi pleura yang tak dapat terdiagnosis bahkan juga setelah penyelidikan yang intensif. Kasus ini dianggap sebagai neoplasma atau penyakit kolagen pada negara-negara dengan populasi tuberkulosis yang tinggi, efusi pleura yang tetap tidak terdiagnosis (terutama pada anak-anak dan dewasa muda) dianggap sebagai pleuritis tuberkulosis dan diberi terapi dengan obat anti tuberkulosa. Pengobatan Efusi Pleura Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multiokular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologi atau larutan antiseptik (betadine). Pengobatan secara sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketnya pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai) bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa, 5 Fluorourasil. Prosedur Pleurodesis Pipa selang dimasukkan pada ruang antar iga dan cairan efusi dialirkan ke luar secara perlahan-lahan. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, masukkan 500 mg tetrasiklin (biasanya oksitetrasiklin) yang dilarutkan dalm 20 cc garam fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti dengan 20 cc garam fisiologis. Kunci selang selama 6 jam dan

selama itu pasien diubah-ubah posisinya, sehingga tetrasiklin dapat didistribusikan kesaluran rongga pleura. Selang antar iga kemudian dibuka dan cairan dalam rongga pleura kembali dialirkan keluar sampai tidak ada lagi yang tersisa. Selang kemudian dicabut. Jika dipakai zat korinebakterium parvum, masukkan 7 mg yang dilarutkan dalam 20 cc garam fisiologis dengan cara seperti tersebut diatas. Komplikasi tindakan pleurodesis ini sedikit sekali dan biasanya berupa nyeri pleuritik atau demam. PENYAKIT-PENYAKIT DENGAN EFUSI PLEURA Pleuritis Karena Virus dan Mikoplasma Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi jumlahnya tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis-jenis virusnya adalah: echo virus, Coxsackie group, chlamidia, rickettsia dan mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100 6.000 per cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut. Kadang-kadang ditemukan juga gejala-gejala perikarditis. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan virus dalam cairan efusi, tapi cara termudah adalah dengan mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi. Pleuritis karena bakteri piogenik Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui penetrasi diafragma, dinding dada atau esofagus. Aerob : Streptokokus pneumonia, Streptokokus mileri, Stafilokokus aureus, Hemophilus sp, Klebsiella, Pseudomonas sp. Anaerob : Bakteroides sp, Peptostretokokus, Fusobakterium. Pemberian kemoterapi dengan Ampisilin 4 x 1 gram dan Metronidazol 3x500 mg hendaknya sudah dimulai sebelum kultur dan sensitivitas bakteri didapat. Terapi lain yang lebih penting adalah mengalirkan cairan efusi yang terinfeksi tersebut keluar dari rongga pleura dengan efektif. Pleuritis tuberkulosa Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang sero-santokrom dan bersifat eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus subpleura yang roberk atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan

ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau kolumna vertebralis (menimbulkan penyakit paru Pott). Dapat juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura hemoragik. Jumlah leukosit antara 500 2.000 per cc. Mula-mula yang dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit. Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosis, tapi adalah karena reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein. Pada dinding pleura dapat ditemukan adanya granuloma. Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberkulosis dalam cairan efusi (biakan) atau dengan biopsi jaringan pleura. Pada daerah-daerah dimana frekuensi tuberkulosis paru tinggi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian besar efusi pleura adalah karena pleuritis tuberkulosa walaupun tidak ditemukan adanya granuloma pada biopsi jaringan pleura. Pengobatan dengan obat-obat anti tuberkulosis memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik. (Prednison 1 mg/kg BB selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan secara perlahan). Pleuritis fungsi Pleuritis karena fungsi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran infeksi fungsi dari jaringan paru. Jenis fungsi penyebab pleuritis adalah: Aktinomikosis, Koksidiomikosis, Aspergillus, Kriptokokus, Histoplasmolisis, Blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya efusi pleura adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungsi. Penyebaran fungsi ke organ tubuh lain amat jarang. Pengobatan dengan AmfoterisinB memberikan respons yang baik. Prognosis penyakit ini relatif baik. Pleuritis parasit Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah amuba. Bentuk tropozoitnya datang dari parenkim hati menembus diafragma terus ke parenkim paru dan rongga pleura. Efusi pleura karena parasit ini terjadi karena peradangan yang ditimbulkannya. Di samping ini dapat juga terjadi empiema karena amuba yang cairannya berwarna khas merah coklat. Disini parasit masuk ke rongga pleura secara migrasi dari parenkim hati. Bisa juga karena adanya robekan dinding abses amuba pada hati ke arah rongga pleura. Efusi parapneumonia karena amuba dari abses hati lebih sering terjadi daripada empiema amuba.

Efusi pleura karena kelainan intra abdominal Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dari peradangan yang terdapat di bawah diafragma seperti pankreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses ginjal, abses hati dan abses limpa. Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya adalah karena berpindahnya cairan yang mengandung enzim pankreas ke rongga pleura melalui saluran getah bening. Efusi ini bersifat eksudat serosa, tapi kadang-kadang bisa juga hemoragik. Kadar amilase dalam efusi lebih tinggi daripada dalam serum. Efusi pleura juga sering setelah 48-72 pasca operasi abdomen seperti splenektomi, operasi terhadap obstruksi intestinal atau pasca operasi atelektasis. Biasanya terjadi unilateral dan jumlah efusi tidak banyak (lebih jelas terlihat pada foto lateral dekubitus). Cairan biasanya bersifat eksudat dan mengumpul pada sisi operasi, efusi pleura operasi biasanya bersifat maligna dan kebanyakan akan sembuh secara spontan. Efusi pleura neoplasma Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling sering banyak ditemukan adalah sesak napas dan nyeri. Gejala lain adalah akumulasi cairannya kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali. Efusi bersifat eksudat, tapi sebagian kecil (10%) bisa sebagai transudat. Warna efusi bisa sero-santokrom ataupun hemoragik (terdapat lebih dari 100.000 sel eritrosit per cc). Di dalam cairan ditemukan sel-sel limfosit (yang dominan) dan banyak sel mesotelial. Pemeriksaan sitologi terhadap cairan efusi atau biopsi pleura parietalis sangat menentukan diagnosis terhadap jenis-jenis neoplasma. Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura neoplasma yakni: Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura terhadap air dan protein. Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkancairan dan protein. Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul hipoproteinemia.

Efusi pleura karena karena neoplasma biasanya unilateral, tetapi bisa juga bilateral karena obstruksi saluran getah bening, adanya metastasis dapat mengakibatkan pengaliran cairan dari rongga pleura via diafragma. Keadaan efusi pleura dapat bersifat maligna. Keadaan ini ditemukan 10-20% karsinoma bronkus, 8% dari limfoma maligna dan leukemia. Jenis-jenis neoplasma yang menyebabkan efusi pleura adalah: Mesotelioma. Mesotelioma adalah tumor primer yang berasal dari pleura. Tumor ini jarang ditemukan, bila tumor masih terlokalisasi, biasanya tidak menimbulkan efusi pleura, sehingga dapat digolongkan sebagai tumor jinak. Sebaliknya bila ia tersebar (difus) digolongkan sebagai tumor ganas karena dapat menimbulkan efusi pleura yang maligna. Karsinoma bronkus. Jenis karsinoma ini adalah yang terbanyak menimbulkan efusi pleura. Tumor bisa ditemukan dalam permukaan pleura karena penjalaran langsung dari paru-paru melalui pembuluh getah bening. Efusi dapat juga terjadi tanpa adanya pleura yang terganggu, yakni dengan cara obstruksi pneumonitis atau menurunnya aliran getah bening. Terapi operasi terhadap tumornya masih dapat dipertimbangkan, tetapi bila pada pemeriksaan sitologi sudah ditemukan cairan pleura, pasien tidak dapat dioperasi lagi. Untuk mengurangi keluhan sesak napasnya dapat dilakukan torakosentesis secara berulang-ulang. Tapi sering timbul lagi dengan cepat, seaiknya dipasang pipa torakotomi pada dinding dada (risikonya timbul empiema). Tindakan lain untuk mengurangi timbulnya lagi cairan adalah dengan pleurodesis, memakai zat-zat seperti tetrasiklin, talk, sitotastika, kuinakrin. Neoplasma metastatik. Jenis-jenis neoplasma yang sering bermetastasis ke pleura dan menimbulkan efusi adalah: karsinoma payudara (terbanyak), ovarium, lambung, ginjal, pankreas dan bagian-bagian organ lain dalam abdomen. Efusi dari pleura yang terjadi dapat bilateral. Gambaran foto toraks mungkin tidak terlihat bayangan metastasis di jaringan paru, karena implantasi tumor dapat mengenai pleura viseralis saja. Pengobatan terhadap neoplasma metastatik ini sama dengan karsinoma bronkus yakni dengan kemoterapi dan penanggulangan terhadap efusi pleuranya. Limfoma maligna. Kasus-kasus limfoma maligna (non-Hodgkin dan Hodgkin) ternyata 30% bermetastasis ke pleura dan juga menimbulkan efusi pleura. Di dalam cairan efusi tidak selalu terdapat sel-sel ganas seperti pada neoplasma lainnya. Biasanya ditemukan sel-sel limfosit

karena sel ini ikut dalam aliran darah dan aliran getah bening melintasi rongga pleura. Di antara sel-sel yang ganas limfoma malignum. Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya yakni: Bila efusi tejadi dari implantasi sel-sel limfoma dan permukaan pleura, cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak dan sering hemoragik. Bila efusi pleura terjadi karena obstruksi saluran getah bening, cairannya bisa transudat atau eksudat dan ada limfosit. Bila efusi terjadi karena obstruksi duktus torasikus, cairannya akan berbentuk kilus. Bila efusi terjadi karena infeksi pleura dan pasien limfoma maligna karena menurunnya resistensi terhadap infeksi, efusi akan berbentuk empiema akut atau kronik. Seperti pada neoplasma lainnya, efusi pleura yang berulang (efusi maligna) pada limfoma maligna kebanyakan tidak responsif terhadap tindakan torakostomi san instilasi dengan beberapa zat kimia. Keadaan dengan efusi maligna ini mempunyai prognosis yang buruk.

You might also like