You are on page 1of 3

NAMA : AKMAL MUTOHAR NIM : 0911253003

UTANG LUAR NEGERI Penyebab Utang Luar Negeri Utang Luar Negeri merupakan konsekuensi biaya yang harus dibayar sebagai akibat pengelolaan perekonomian yang compang-camping yang dimulai saat kepemimpinan orde baru dan ditambah lagi proses pemulihan ekonomi yang tidak komprehensif dan konsisten. Utang luar negeri Indonesia lebih didominasi oleh utang swasta. Berdasarkan data di Bank Indonesia, posisi utang luar negeri pada Maret 2006 tercatat US$ 134 miliar, pada Juni 2006 tercatat US$ 129 miliar dan Desember 2006 tercatat US$ 125,25 miliar. Sedangkan untuk utang swasta tercatat meningkat dari US$ 50,05 miliar pada September 2006 menjadi US$ 51,13 miliar pada Desember 2006. Tiga Komponen Yang Harus Dipenuhi Pemerintah Sebagai Peminjam 1. Biaya di muka (front and fee) 2. Biaya bunga (interest) yang harus disesuaikan dengan London Interest Bond and Obligation Rate (LIBOR) 3. Biaya komitmen (commitment fee) yang harus dibayarkan jika pemerintah terlambat (sesuai jadwal yang disepakati) melakukan pencairan pinjaman Di antara tiga biaya yang sangat memberatkan itu, biaya front and fee dan commitment fee adalah biaya-biaya yang tidak tampak atau jelas ke mana alirannya. Biaya front and fee yang harus dikeluarkan pemerintah atau negara peminjam sebesar 1 persen dari total pinjaman yang diajukan ini tidak jelas untuk apa ditujukan, sebab segala hal yang berkaitan dengan urusan pinjam-meminjam telah terdapat biaya operasionalnya masing-masing. Karena itu, biaya di muka selama Indonesia terlibat dalam urusan utang luar negeri dengan pihak lender, selain sangat sulit untuk dilacak dan merugikan negara, bisa jadi telah terjadi permainan antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses ini dan Bank Dunia. Oleh karena itu, proyek-proyek yang dibiayai utang semacam ini, sebelum terjadi loan agreement, telah menguap, dan inilah yang menurut perhitungan ekonomis tidak dapat dipertanggungjawabkan. Akibatnya, kaitan antara pinjaman yang diterima dan tujuan penanggulangan kemiskinan secara nasional menjadi sangat lemah dan hanya menguntungkan sekelompok orang.

Macam dan Ciri Dari Utang Negara Reproductive Debt Dead Weight Debt dijamin seluruhnya oleh kekayaan negara dan sama besarnya Utang tanpa jaminan kekayaan.

Pinjaman Sukarela dan Pinjaman Paksa Pinjaman Dalam Negeri dan Pinjaman Luar Negeri Suku Bunga Pinjaman

Sumber Pinjaman Negara Para Individu sebagai Kreditur Lembaga Keuangan Bukan Bank Sebagai Kreditur Bank-Bank Umum Sebagai Kreditur Bank Sentral Sebagai Kreditur

Negara-negara donor bagi Indonesia adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Jepang merupakan kreditur terbesar dengan USD 15,58 miliar. Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar USS 9,106 miliar Bank Dunia (World Bank) sebesar USD 8,103 miliar. Jerman dengan USD 3,809 miliar, Amerika Serikat USD 3,545 miliar Pihak lain, baik bilateral maupun multilateral sebesar USD 16,388 miliar.

Masalah Utang Negara Utang luar negeri makin sejalan dengan kepentingan neoliberalisme global yang kian mengakar di negeri ini. Artinya, utang itu memang untuk menyukseskan program neoliberalisme melalui IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Consultative Group on Indonesia (CGI).

Kondisi Utang Indonesia ketergantungan Indonesia pada Utang LN diperparah dengan dimintanya IMF membantu Indonesia dalam menghadapi krisis pada 1997. IMF pun memaksakan kehendaknya mengintervensi semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam LoI terdapat 1.243 tindakan yang harus dilaksanakan pemerintah dalam berbagai bidang seperti perbankan, desentralisasi, lingkungan, fiskal, kebijakan moneter dan Bank Sentral, privatisasi BUMN, dan jaring pengaman sosial.

Menurut data terakhir Bappenas 2006, utang negara sudah mencapai US$130 miliar, terdiri dari utang luar negeri US$67,9 miliar dan utang domestik Rp658 triliun. Setiap tahunnya pemerintah harus membayar cicilan utang luar negeri yang jatuh tempo Rp96 triliun, ditambah beban utang dalam negeri Rp60 triliun, sehingga setiap tahun Indonesia harus membayar utang Rp150 triliun - Rp170 triliun. Apalagi pascakrisis ini, indikator utang Indonesia jauh lebih buruk lagi dari negara Amerika Latin pada waktu itu, di mana sekarang ini Indonesia telah memiliki rasio utang terhadap PDB 50%-52%. Anggaran yang mestinya untuk memerangi kemiskinan telah habis terkuras untuk membayar cicilan utang yang menurut data Koalisi Anti Utang (KAU) pada tahun ini mencapai Rp69,8 triliun. Padahal angka Rp69,8 triliun itu mestinya dapat memenuhi target anggaran minimal 20% untuk pendidikan, kesehatan dan bantuan bencana alam. Dalam APBN-P 2006, pos anggaran untuk kehidupan rakyat jumlahnya jauh di bawah kebutuhan, yaitu anggaran kesehatan hanya Rp3,7 triliun, untuk bencana alam Rp1,8 triliun, dan untuk fungsi lingkungan hidup Rp4,4 triliun.

Solusi Mengatasi Utang Solusi yang paling sederhana mengatasi utang luar negeri adalah dengan mengoptimalkan restrukturisasi utang, khususnya melalui skema debt swap, di mana sebagian utang luar negeri tersebut dikonversi dalam bentuk progran yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, pemeliharaan lingkungan, dan sebagainya. Selain itu, perlu dioptimalkan upaya meminta pemotongan utang atau meminta pembebasan utang dengan memberi alasan logis dengan disertai fakta-faktanya.

You might also like