You are on page 1of 5

Kajian Peran Koperasi dalam Mendukung Pengembangan dan Penguatan UMKM

1. Latar Belakang Koperasi merupakan sebuah badan usaha yang didirikan atas dasar kesukarelaan dari para anggota dan berdasar atas asas kekeluargaan. Sejarah pendirian koperasi dimulai sejak akhir abad XVIII (koperasi Rochdale) di Inggris yaitu sebagai wujud penentangan kaum buruh terhadap kaum kapitalis yang cenderung memonopoli dan memanipulasi harga barang dan jasa di pasar input maupun pasar output. Dilihat dari prospek usahanya, koperasi lebih efektif jika terus dikembangkan dalam suatu negara. Koperasi lebih efisien dalam mereduksi biaya ketidak pastian. Pasalnya, para anggota merupakan pengurus (pemilik) sekaligus pelanggan dari koperasi itu sendiri. Sehingga, koperasi lebih mudah menjual barang dan jasa yang mereka sediakan dari pada badan usaha nonkoperasi. Berdasar data dari Kementrian Koperasi (2011), jumlah koperasi yang ada di Indonesia hingga bulan September 2011 mencapai 186.987 unit dengan anggotan sebanyak 30.479.955 orang. Dari paparan data tersebut, tersirat sebuah bukti bahwasannya pengembangan usaha koperasi merupakan peluang emas untuk meningkatkan laju perekonomian. Kopersi lebih mampu mereduksi biaya transaksi dibandingkan dengan sektor usaha nonkoperasi. Ini disebabkan modal koperasi diperoleh dari simpanan wajib dan simpanan pokok dari anggota. Apalagi anggota merupakan pemilik (pengurus) sekaligus pelanggan koprasi. Tidak sebatas pada keanggotaan, kelembagaa yang tertuang dalam koperasi secara resmi dilindungi oleh undang-undang dan memperoleh dukungan langsung dari pemerintah. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwasannya koperasi sangatlah kokoh untuk dikembangkan lebih jauh. Melihat pemaparan mengenai koperasi, akan lebih menarik lagi jika diidentifikasi dari peranannya dalam mendukung pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ada di Indonesia. Potensi UMKM di Indonesia tidak kalah dengan apa yang dimiliki oleh koperasi. Hingga tahun 2011, kontribusi Koperasi dan UMKM terhadap PDB di Indonesia mencapai 56,5% (Bank Indonesia, 2011). Dari UMKM yang ada, pada tahun 2011 jumlahnya

menembus angka 52,7 juta unit dengan tenaga kerja yang terlibat di dalamnya mencapai 102.096.680 orang. Memang, integrasi antara koperasi dan UMKM dimaksudkan untuk memaksimalkan kinerja dari kedua belah pihak sehingga mampu memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan perekonomian. Tetapi, peranannya dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian negara hingga saat ini masih belum optimal. Hal ini bisa diidentifikasi dari banyaknya permasalahan klasik yang berakibat pada kemunduran koperasi maupun UMKM. Ariffin dkk (2000) menjelaskan, dalam koperasi sendiri terdapat beberapa permasalahan klasik yang dapat dilihat dari penjabaran berikut : 1. Permodalan. 2. Mind-set anggota yang lebih suka belanja ke pusat-pusat perbelanjaan dari pada di koperasi. 3. Manajemen koperasi yang masih lemah. 4. Sumberdaya manusia yang kurang memadai (kurangnya pemahaman anggota mengenai kewirausahaan koperasi). Hal senada juga di alami oleh UMKM, dimana BAPPENAS (2010) mengemukakan, pengembangan UMKMdari tahun ke tahun cenderung mengalami pasang surut lantaran terkendala permasalahan : 1. Permodalan masih minim. 2. Perijinan usaha cenderung rumit. 3. Sumberdaya manusia kurang memadai 4. Persaingan dengan produk dari luar negeri. 5. Pembangunan infrastruktur yang lambat. 6. Terjadinya fluktuasi harga input dan kelangkaan ketersediaan input produksi. 7. Pemanfaatan teknologi tergolong rendah. 8. Inovasi pengemasan produk tergolong sederhana. Tidak optimalnya pengembangan UMKM dan koperasi umumnya dilatarbelakangi oleh keberadaan status usahanya yang sebagian besar berupa usaha dengan risko sedang (moderate risk) dan risiko tinggi (high risk). Pengklasifikasian risiko ini terlihat dari kompleksnya kebutuhan input produksi dan jumlah pesaing usaha yang jumlahnya melimpah.

Sihingga optimalisasi pengembangan usaha memerlukan perhitungan yang matang dan dikelola dengan sistem manajemen yang memadai. Untuk melihat lebih detai mengenai klasifikasi kelembagaan koperasi maupun UMKM maka dapat dilihat dalam gambar 1. Gambar 1 Manfaat Kelembagaan dalam Meningkatkan Daya Saing

Pasar Kooperatif Integrasi USAHA RISIKO RENDAH Biaya produksi

Pasar Kooperatif Integrasi USAHA RISIKO SEDANG Biaya transaksi Risiko kegagalan

Pasar Kooperatif Integrasi USAHA RISIKO TINGGI Tingkat keuntungan

Dari gambar 1, dapat dipahami bahwasannya dalam usaha berisiko tinggi, ketika pengusaha (UMKM dan koperasi) mencari pasar sendiri, maka tingkat keuntungannya sangat kecil bahkan tidak ada. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya biaya transaksi maupun adanya informasi yang asimetris yang ada di pasar. Sedangkan ketika mereka melakukan kerjasama (kooperatif), maka terjadi peningkatan keuntungan walaupun biaya transaksi cenderung meningkat. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya kesepakatan harga dan biaya-biaya ditanggung oleh pihak yang bekerja sama. Sedangkan ketika melakukan integrasi, maka tingkat keuntungan semakin meningkat dan kegagalan usaha mengalami penurunan. Walaupun biaya transaksi tinggi, tetapi optimalisasi usaha bisa ditingkatkan (keuntungan semakin meningkat). Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya penggabungan usaha (industri hilir dan industri hulu) sehingga terjadi sustainability input produksi. Dalam ranah ilmu ekonomi (khususnya ekonomi mikro), analisis mengenai integrasi koperasi dengan UMKM dapat dijabarkan dalam bentuk kurva (Gambar 2) berikut :

Gambar 2 Efisiensi Badan Usaha Berbentuk Koperasi


Rp
MCnk ACnk MCk ACk

P=AR=MR=D

Q1

Q2

Q3

Q (quantity)

Dari gambar 2, nampak bahwa integrasi koperasi dan UMKM lebih efisien dibandingkan usaha yang tidak bekerja sama (tidak berbentuk koperasi). Bahkan, dalam gambar 2 tersebut, koperasi mampu menjual produknya sampai ke Q3. Ini disebabkan anggota koperasi yang sekaligus menjadi pelanggan koperasi. Selain itu, koperasi dapat menjual produknya kepada orang lain (bukan anggota koperasi). Namun, hingga saat ini peranan koperasi terhadap UMKM belum menunjukkan tanda-tanda yang cukup singnifikan. Untuk itulah, melihat adanya fenomena tersebut, rasanya penelitian mengenai peranan koperasi terhadap pengembangan UMKM sangat menarik untuk dilakukan. Ini dikarenakan koperasi memiliki efisiensi dan efektifitas usaha yang cukup besar dan UMKM memiliki kecenderungan usaha padat karya, namun peranan dari kedua usaha tersebut masih belum optimal. Maka dari itu, permasalahan-permasalahan klasik tersebut hendaknya segera teratasi dengan baik, lantaran kombinasi antara koperasi dan UMKM merupakan wujud pemberdayaan yang luar biasa utamanya dalam mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. 2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi dan diterjamahkan dalam bentuk pertanyaan berikut : 1. Seberapa besar peran UMKM dalam menurunkan risiko kegagalan usaha (risk of loss) ?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi peran koperasi dalam meningkatkan pengembangan UMKM ? 3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui seberapa besar peran UMKM dalam menurunkan risiko kegagalan usaha (risk of loss). 2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi peran koperasi dalam meningkatkan pengembangan UMKM. 3. Untuk merumuskan kebijakan peran koperasi dalam meningkatkan pertumbuhan UMKM. 4. Ruang Lingkup Penelitian Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah :

Ruang lingkup penelitian ini adalah koperasi dan UMKM di Kabupaten Ngawi, Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Magetan. 5. Output dan Outcome Output (keluaran) dari kegiatan ini adalah suatu strategi untuk meningkatkan peran koperasi dalam mendukung pengembangan dan penguatan UMKM. Dengan adanya instrumen ini, maka diharapkan pengelolaan sarana dan prasarana dapat dimanfaatkan secara optimal dan berlangsung secara berkesinambungan.

You might also like