You are on page 1of 13

Teori Birokrasi Max Weber1 Oleh: M.

Afthon Lubbi Nuriz

Pendahuluan Pada suatu siang yang panas, sekitar pukul 11:45, seorang ibu-ibu duduk menunggu panggilan di sebuah kantor pemerintahan di tingkat kecamatan. Dengan wajah yang penuh keringat, ia sesekali mengajak berbicara pengantri yang tepat berada di depannya. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi yang jelas mereka terlihat menunjukkan kesabaran mereka untuk menunggu giliran mereka dipanggil petugas yang berseragam rapi. Ternyata itu bukan hari pertama ibu-ibu itu duduk menunggu untuk mendapat giliran dipanggil petugas. Dua hari sebelumnya ia sudah datang dan duduk di kursi tunggu itu. Akhirnya, ibu itu dipanggil oleh petugas. Ibu tersebut masuk ke sebuah ruangan dan keluar dengan memegang sebuah kartu. Kartu Tanda Penduduk, itu yang tertulis di atas kartu tersebut. Setelah penantian tujuh hari menunggu, akhirnya perjuangan ibu itu membuahkan hasil, untuk mendapatkan sebuah KTP. Kira-kira, itulah apa yang sepintas tergambar jika kita mendengar pertanyaan apa itu birokrasi?. Suatu proses yang lambat, bertele-tele, penuh dengan syarat dan ketentuan, uang pembayaran, surat-surat, kata nanti dan besok, atasan dan bawahan, ini itu dan lain sebagainya. Yang membuat setiap orang muak untuk berurusan dengan sistem ini. Khususnya orang Indonesia. Namun, apa benar birokrasi harus demikian?, apakah itu tujuan dari birokrasi?. Jika bukan, seperti apakah birokrasi yang sebenarnya, dan bagaimanakah birokrasi seharusnya.

Makalah disusun dan dipresentasikan untuk memenuhi tugas mata kuliah komunikasi kelompok, Fakultas Dakwah, Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam, Universitas Islam Bandung. Selasa, 29 Nopember 2011.

Sekitar tahun 1946, Max Weber, yang dijuluki sebagai bapak birokrasi mengemukakan teori tentang bagaimana sebuah pemerintahan atau tata aturan dalam sebuah organisasi, yang kemudian disebut sebagai teori birokrasi. Dalam makalah ini akan kita bahas mengenai pandangan Max Weber mengenai birokrasi. Akan kita mulai dengan kajian yang membahas beberapa terminologi birokrasi, dilanjutkan dengan pandangan Weber tentang birokrasi beserta bagaimana seharusnya birokrasi menurutnya. Dan akan diakhiri dengan pengambilan kesimpulan sebagai penutup makalah ini. Beberapa Terminologi Birokrasi Istilah birokrasi berasal dari kata bureau. Kata bureau berasal dari bahasa Perancis yang kemudian diasimilasi ke dalam bahasa Jerman. Artinya adalah meja dan diperluas jadi kantor. Sebab itu, terminologi birokrasi adalah aturan yang dikendalikan lewat meja atau kantor. Di masa kontemporer, birokrasi adalah "mesin" yang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang ada di organisasi baik pemerintah maupun swasta. Pada pucuk kekuasaan organisasi terdapat sekumpulan orang yang menjalankan kekuasaan secara kurang birokratis, dan dalam konteks negara, mereka misalnya parlemen atau lembaga kepresidenan. 2 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai: (1) Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan. (2) Cara bekerja atau susunan

Gerth dan C. Wright Mills, From Max Weber (New York, 1946). hal. 196 dan dalam Social and Economic Organization, hal. 329. First, something about the word. 'Bureau' (French, borrowed into German) is a desk, or by extension an office (as in 'I will be at the office tomorrow'; 'I work at the Bureau of Statistics'). 'Bureaucracy' is rule conducted from a desk or office, i.e. by the preparation and dispatch of written documents - or, these days, their electronic equivalent. In the office are kept records of communications sent and received, the files or archives, consulted in preparing new ones. This kind of rule is of course not found in the ancient classifications of kinds of government: monarchy, aristocracy, democracy - and bureaucracy? In fact it does not belong in such a classification. It is a servant of government, a means by which a monarchy, aristocracy, democracy, or other form of government, rules.

pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya. 3 Definisi birokrasi ini mengalami revisi, dimana birokrasi selanjutnya didefinisikan sebagai: (1) Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat. (2) Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai. Berdasarkan definisi tersebut, pegawai atau karyawan dari birokrasi diperoleh dari penunjukan atau ditunjuk (appointed) dan bukan dipilih (elected). Ludwig dalam pendahuluan bukunya yang berjudul Bureaucracy pada tahun 1944, mengemukakan: Terminologi birokrat, birokrasi, dan kebirokrasian sudah menjadi caci-makian dan bahan celaan. Tidak ada seorang pun yang menyatakan dirinya sebagai birokrat atau lembaganya sebagai birokrasi. Istilahistilah tersebut selalu dikonotasikan dengan hal yang buruk. Tidak ada seorang pun yang ragu bahwa birokrasi sangatlah buruk dan tidak bisa bertahan di tatanan dunia yang sempurna.4 Hal yang dipaparkan Ludwig mengenai birokrasi sekitar 67 tahun lalu, masih kita dapatkan dalam birokrasi pada zaman sekarang. Seperti yang bisa kita pahami dalam bab pendahuluan makalah ini. Dalam kamus Akademi Perancis tahun 1798, Birokrasi diartikan: "kekuasaan, pengaruh dan para kepala dan staf biro pemerintahan. Sedangkan menurut kamus bahasa Jerman edisi 1813, birokrasi didefinisikan sebagai: "wewenang atau kekuasaan dari berbagai departemen pemerintahan.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke -3, Jakarta, Balai Pustaka, 2005. Hal. 156. 4 Ludwig Von Mises, Bureaucracy, New Haven, Yale University Press, 1944. Halaman 1. The terms bureaucrat, bureaucratic, and bureaucracy are clearly invectives. Nobody calls himself a bureaucrat or his own methods of management bureaucratic. These words are always applied with an opprobrious connotation. They always imply a disparaging criticism of persons, institutions, or procedures. Nobody doubts that bureaucracy is thoroughly bad and that it should not exist in a perfect world.

Definisi-definisi tersebut mempengaruhi corak pemikiran beberapa negarawan Indonesia. Antara lain: Pernyataan Muhaimin Yahya, dalam jurnal politik Prisma dengan judul artikel Beberapa Segi Birokrasi Di Indonesia. Muhaimin Yahya menjelaskan bahwa birokrasi adalah: Keseluruhan aparat pemerintah, sipil maupun militer yang melakukan tugas membantu pemerintah dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu.5 Sedangkan Murdiono pada tahun 1993, dalam Jurnal Birokrasi dan Administrasi Pembangunan, dengan judul artikel Mencari Model Birokrasi Indonesia, menyatakan: Seluruh jajaran badan-badan eksekutif sipil yang dipimpin oleh pejabat pemerintah di bawah tingkat menteri. Tugas pokoknya adalah secara profesional menindaklanjuti keputusan politik yang telah diambil pemerintah.6 Dalam buku Birokrasi Pemerintah Orde Baru: Perspektif Kultural dan Struktural, Priyo Budi Santoso mengklasifikasikan berbagai macam pengertian yang sering muncul dalam istilah birokrasi menjadi tiga kategori, yaitu: 1) birokrasi dalam pengertian yang baik atau rasional (bureau-rationality) seperti terkandung dalam pengertian Hegelian Bureaucracy dan Weberian Bureaucracy; 2) birokrasi dalam pengertian sebagai suatu penyakit (bureau-pathology) seperti diungkap oleh Karl Marx, Laski, Robert Michels, Donal P. Warwick, Michael Crocier, Fred Luthan, dan sebagainya; 3) birokrasi dalam pengertian netral (valuefree), artinya tidak terkait dengan pengertian baik atau buruk. Dalam pengertian ini birokrasi dapat diartikan sebagai keseluruhan pejabat negara di bawah pejabat politik, atau keseluruhan pejabat negara pada cabang eksekutif, atau birokrasi dapat juga diartikan sebagai setiap organisasi yang berskala besar (every big organization is bureaucracy)7.

Yahya Muhaimin, Beberapa Segi Birokrasi di Indonesia; dalam Prisma Nomor 10, Oktober 1980. 6 Moerdiono, Mencari Model Birokrasi Indonesia; dalam Birokrasi dan Administrasi Pembangunan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993. 7 Priyo Budi Santoso, Birokrasi Pemerintah Orde Baru: Perspektif Kultural dan Struktural. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 1997.

Max Weber Dan Birokrasi Nama lengkapnya Maximilian Weber, lahir di Erfurt, Jerman, 21 April 1864, meninggal di Mnchen, Jerman, 14 Juni 1920 pada umur 56 tahun. Ia adalah seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog dari Jerman yang dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu sosiologi dan administrasi negara modern. Karya utamanya berhubungan dengan rasionalisasi dalam sosiologi agama dan pemerintahan, meski ia sering pula menulis di bidang ekonomi. Karyanya yang paling populer adalah esai yang berjudul Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, yang mengawali penelitiannya tentang sosiologi agama. Weber berpendapat bahwa agama adalah salah satu alasan utama bagi perkembangan yang berbeda antara budaya Barat dan Timur. Dalam karyanya yang terkenal lainnya, Politik sebagai Panggilan, Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik Barat modern.8 Dalam disiplin ilmu politik, Max Weber menjadi salah seorang yang paling berpengaruh di dunia karena pengaruh ajarannya pada ilmu pengetahuan sosial. Ia terkenal oleh karena studinya mengenai pembirokrasian masyarakat. Weber menggambarkan tipe birokrasi ideal yang bersifat positif, membuatnya lebih berbentuk organisasi rasional dan efisien daripada alternatif yang terdapat sebelumnya, yang dikarakterisasikan sebagai dominasi karismatik dan tradisional. Menurut terminologinya, birokrasi merupakan bagian dari dominasi legal. Akan tetapi, ia juga menekankan bahwa birokrasi menjadi

inefisien ketika keputusan harus diadopsi kepada kasus individual. Menurut Weber, atribut birokrasi modern termasuk kepribadiannya, konsentrasi pada arti administrasi, efek daya peningkatan terhadap perbedaan sosial dan ekonomi dan implementasi sistem kewenangan yang praktis tidak bisa dihancurkan. Birokrasi ala Weber dikenal juga dengan sebutan Birokrasi
8

www.wikipedia.com/max_weber

Weberian. 9 Menurut Weber, organisasi birokrasi yang ideal menyertakan delapan karakteristik struktural. Pertama, suatu organisasi terdiri dari hubungan-hubungan yang ditetapkan antara jabatan-jabatan. Blok-blok bangunan dasar dari organisasi formal adalah jabatan-jabatan. Aturan-aturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang distandarkan dan arah tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas organisasi. Weber menggambarkan pengembangan rangkaian kaidah dan panduan spesifik untuk merencanakan tugas dan aktivitas organisasi. Kedua, tujuan atau rencana organisasi terbagi ke dalam tugas-tugas, tugas-tugas tersebut disalurkan di antara berbagai jabatan sebagai kewajiban resmi (job description). Spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi pekerja untuk menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan tugas yang rumit. Dengan memecah tugas-tugas yang rumit ke dalam aktivitas khusus tersebut, maka produktivitas pekerja dapat ditingkatkan. Ketiga, garis kewenangan dan jabatan diatur menurut suatu tatanan hierarkhis. Hirarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan anggota organisasi didasarkan pada keahlian pemegang jabatan secara individu, membantu mengarahkan hubungan intra personal di antara anggota organisasi guna menyelesaikan tugas-tugas organisasi. Keempat, sistem aturan dan regulasi yang umum tetapi tegas yang ditetapkan secara formal, mengatur tindakan-tindakan dan fungsi-fungsi jabatan dalam organisasi. Pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang mereka miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka. Para manajer harus mengevaluasi persyaratan pelamar kerja secara logis, dan individu yang berkualitas dapat diberikan kesempatan untuk melakukan tugasnya demi perusahaan. Kelima, prosedur bersifat formal dan impersonal. Perlu adanya catatan tertulis demi kontinuitas, keseragaman (uniformitas), dan untuk maksud-maksud
9

Tony J. Watson, Sociology, Work and Industry, Routledge, 1980.

transaksi. Mampu tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung jawab memungkinkan aktivitas organisasi dapat diselesaikan oleh individu yang berbeda. Mampu tukar ini menekankan pentingnya tugas organisasi yang relatif untuk dibandingkan dengan anggota organisasi tertentu yang melaksanakan tugasnya-tugasnya. Keenam, impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di antara anggota organisasi mengarahkan individu ke dalam kinerja tugas organisasi. Menurut prinsipnya, anggota organisasi harus berkonsentrasi pada tujuan organisasi dan mengutamakan tujuan dan kebutuhan sendiri. Sekali lagi, ini menekankan prioritas yang tinggi dari tugas-tugas organisasi di dalam perbandingannya dengan prioritas yang rendah dari anggota organisasi individu. Ketujuh, uraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota organisasi sebagai garis besar tugas formal dan tanggung jawab kerjanya. Pekerja harus mempunyai pemahaman yang jelas tentang keinginan perusahaan dari kinerja yang mereka lakukan. Kedelapan, rasionalitas dan predictability dalam aktivitas organisasi dan pencapaian tujuan organisasi membantu meningkatkan stabilitas perusahaan. Menurut prinsip dasarnya, organisasi harus dijalankan dengan kaidah dan panduan pemangkasan yang logis dan bisa diprediksikan. Sebenarnya Weber tidak pernah secara spesifik membangun sebuah teori birokrasi. Weber hanya mengamati organisasi negara yang dijalankan sebuah kekuasaan di masa hidupnya. Birokrasi tersebut bercorak patrimonial sehingga tidak efektif di dalam menjalankan kebijakan negara. Sebab itu, Weber membangun pengertian birokrasi sebagai sebuah organisasi yang legal-rasional. Kesimpulan Jadi, apakah birokrasi adalah Suatu proses yang lambat, bertele-tele, penuh dengan syarat dan ketentuan, uang pembayaran, surat-surat, kata nanti dan besok, atasan dan bawahan, ini-itu dan lain sebagainya. Seperti apa yang kita tanyakan pada pendahuluan makalah ini?.

Dapat kita ambil kesimpulan bahwa birokrasi merupakan usaha para ahli keorganisasian, kenegaraan, politik dan ilmu sosial lainnya, untuk mempermudah kerja manusia yang cukup rumit. Seperti pekerjaan-pekerjaan pemerintahan, kantor-kantor lembaga negara maupun swasta, dan juga perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam berbagai bidang. Pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak bisa dilakukan oleh beberapa orang saja atau beberapa kelompok saja, namun harus dilakukan oleh kumpulan orang dalam jumlah yang sangat besar. Maka disusunlah hirarki wewenang, pembagian tugas, dan lain sebagainya agar semua tugas dapat berjalan dan terkontrol dengan baik. Penggunaaan istilah bureau yang memiliki arti awal meja dan meluas menjadi kantor, menunjukkan bahwa sistem ini adalah sistem hirarki wewenang dan pembagian tugas yang sangat komplek yang membutuhkan susunan-susunan yang bermuara pada meja-meja. Dan meja yang sangat menentukan adalah meja pimpinan atau ketua, sebagai penentu kebijakan dan wewenang. Sedangkan meja lainnya adalah meja pelaksana tugas sesuai prosedur yang ditentukan. Pemaknaan istilah birokrasi dalam bahasa Indonesia yang kita temukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yakni didefinisikan sebagai: (1) Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan. (2) Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak likulikunya dan sebagainya. Membuat stigma negatif kepada masyarakat tentang sistem birokrasi. Seperti yang diuraikan Ludwig dalam pendahuluan bukunya yang berjudul Bureaucracy pada tahun 1944, mengemukakan: Terminologi birokrat, birokrasi, dan kebirokrasian sudah menjadi caci-makian dan bahan celaan. Tidak ada seorang pun yang menyatakan dirinya sebagai birokrat atau lembaganya sebagai birokrasi. Istilah-istilah tersebut selalu dikonotasikan dengan hal yang buruk. Tidak ada seorang pun yang ragu bahwa birokrasi sangatlah buruk dan tidak bisa bertahan di tatanan dunia yang sempurna. Stigma tersebut diperkuat dengan kenyataan sistem birokrasi yang berjalan di masyarakat sangat

buruk. Bahkan sistem birokrasi hanya digunakan sebagai alat memperkaya diri dengan cara-cara yang tidak dapat dibenarkan dalam sistem manapun. Yang menjadi pertanyaan kita adalah, bagaimana jadinya jika pekerjaanpekerjaan rumit dan berat tersebut tidak dibagi dengan pembagian tugas dan wewenang?. Tentunya kita akan setuju jika sistem birokrasi dipakai untuk mempermudahnya. Yang harus kita koreksi adalah pelaksana birokrasi yang tidak bertanggung jawab. Hal demikian pernah dibahas oleh Priyo Budi Santoso dalam bukunya Birokrasi Pemerintah Orde Baru: Perspektif Kultural dan Struktural. Ia mengklasifikasikan berbagai macam pengertian yang sering muncul dalam istilah birokrasi menjadi tiga kategori, yaitu: 1. Birokrasi dalam pengertian yang baik atau rasional (bureau-rationality) seperti terkandung dalam pengertian Weberian Bureaucracy. 2. Birokrasi dalam pengertian sebagai suatu penyakit (bureau-pathology) 3. Birokrasi dalam pengertian netral (value-free), artinya tidak terkait dengan pengertian baik atau buruk. Pengklasifikasian tersebut menunjukkan bahwa sistem birokrasi bukan seperti yang dianggap, yakni suatu sistem yang sangat buruk. Melainkan hal yang baik, yang membantu untuk mempermudah pekerjaan yang rumit dan berat, seperti klasifikasi pertama. Sedangkan birokrasi dalam arti suatu penyakit adalah birokrasi yang sudah disalahgunakan, dan ini yang banyak terjadi di masyarakat. Dan birokrasi dalam arti netral menunjukan bahwa birokrasi seperti halnya pisau dapur, yang bisa digunakan untuk hal yang baik dan juga bisa digunakan untuk hal yang buruk. Max Weber, salah seorang yang paling berpengaruh di dunia karena pengaruh ajarannya pada ilmu pengetahuan sosial, menggambarkan tipe birokrasi ideal yang bersifat positif, membuatnya lebih berbentuk organisasi rasional dan efisien. Menurut terminologinya, birokrasi merupakan bagian dari dominasi legal.

Akan tetapi, ia juga menekankan bahwa birokrasi menjadi inefisien ketika keputusan harus diadopsi kepada kasus individual. Weber memberikan beberapa karakteristik kepada sistem ini, yaitu: a. Suatu organisasi terdiri dari hubungan-hubungan yang ditetapkan antara jabatan-jabatan. Blok-blok bangunan dasar dari organisasi formal adalah jabatan-jabatan. Aturan-aturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang distandarkan dan arah tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas organisasi. Weber menggambarkan pengembangan rangkaian kaidah dan panduan spesifik untuk merencanakan tugas dan aktivitas organisasi. b. Tujuan atau rencana organisasi terbagi ke dalam tugas-tugas, tugas-tugas tersebut disalurkan di antara berbagai jabatan sebagai kewajiban resmi (job description). Spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi pekerja untuk menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan tugas yang rumit. Dengan memecah tugas-tugas yang rumit ke dalam aktivitas khusus tersebut, ditingkatkan. c. Garis kewenangan dan jabatan diatur menurut suatu tatanan hierarkhis. Hirarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan anggota organisasi didasarkan pada keahlian pemegang jabatan secara individu, membantu mengarahkan hubungan intra personal di antara anggota organisasi guna menyelesaikan tugas-tugas organisasi. d. Sistem aturan dan regulasi yang umum tetapi tegas yang ditetapkan secara formal, mengatur tindakan-tindakan dan fungsi-fungsi jabatan dalam organisasi. Pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang mereka miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka. Para manajer harus mengevaluasi persyaratan pelamar kerja secara logis, dan individu yang berkualitas dapat diberikan kesempatan untuk melakukan tugasnya demi perusahaan. e. Prosedur bersifat formal dan impersonal. Perlu adanya catatan tertulis demi kontinuitas, keseragaman (uniformitas), dan untuk maksud-maksud transaksi. maka produktivitas pekerja dapat

10

Mampu tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung jawab memungkinkan aktivitas organisasi dapat diselesaikan oleh individu yang berbeda. Mampu tukar ini menekankan pentingnya tugas organisasi yang relatif untuk dibandingkan dengan anggota organisasi tertentu yang melaksanakan tugasnya-tugasnya. f. Impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di antara anggota organisasi mengarahkan individu ke dalam kinerja tugas organisasi. Menurut prinsipnya, anggota organisasi harus berkonsentrasi pada tujuan organisasi dan mengutamakan tujuan dan kebutuhan sendiri. Sekali lagi, ini menekankan prioritas yang tinggi dari tugas-tugas organisasi di dalam perbandingannya dengan prioritas yang rendah dari anggota organisasi individu. g. Uraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota organisasi sebagai garis besar tugas formal dan tanggung jawab kerjanya. Pekerja harus mempunyai pemahaman yang jelas tentang keinginan perusahaan dari kinerja yang mereka lakukan. h. Rasionalitas dan predictability dalam aktivitas organisasi dan pencapaian tujuan organisasi membantu meningkatkan stabilitas perusahaan. Menurut prinsip dasarnya, organisasi harus dijalankan dengan kaidah dan panduan pemangkasan yang logis dan bisa diprediksikan. Delapan karakteristik di atas menjadi ideal typhus dari suatu organisasi yang legal rasional. Karakteristik-karakteristik ini kemudian diterjemahkan sebagai penciriannya atas birokrasi sebagai sebuah organisasi yang lega-rasional.

Penutup Sebagai penutup makalah ini, kita dapat lihat kembali perjuangan ibu-ibu di siang yang panas duduk menunggu untuk mendapatkan sebuah Kartu Tanda Penduduk, kartu yang akan ia gunakan sebagai tanda bukti bahwa ia adalah

11

seorang penduduk yang resmi dan berhak mendapatkan pelayanan dari pemerintah yang lainnya. Kesabaran yang ia lakukan telah membuahkan hasil. Kata kuncinya adalah kesabaran. Rumusan yang dibuat oleh para ahli ilmu sosial sejatinya bukan untuk mempersulit masyarakat, namun dibuat untuk mempermudah masyarakat dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dari Martin Albow, Max Weber, dan lain-lainnya berusaha membuat rumusan teori bagaimana seharusnya masyarakat menjadi masyarakat yang ideal. Petugas birokrat yang tidak baik, tidak bertanggug jawab, bahkan curang dengan melakukan tindakan kriminal dalam institusi birokrasi bukanlah tujuan dari birokrasi itu sendiri. Tindakan demikian bisa terjadi dalam sistem manapun, karena sifat-sifat yang tidak baik itu memang terdapat dalam diri manusia. Maka, inilah tugas bagi kita untuk membuat ibu-ibu, bapak-bapak, dan seluruh lapisan masyarakat untuk tidak mengantri berhari-hari, tidak bingung dengan peraturan-peraturan yang rumit, dan tidak menjadi korban birokrat yang tidak amanat. Dengan belajar sungguh-sungguh agar menjadi generasi yang lebih baik.

Daftar Pustaka _______Mises, Ludwig Von, Bureaucracy, New Haven, Yale University Press, 1944. _______Gerth dan C. Wright Mills, From Max Weber , New York, 1946. _______Social and Economic Organization. _______Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke -3, Jakarta, Balai Pustaka, 2005. _______Muhaimin, Yahya, Beberapa Segi Birokrasi di Indonesia; dalam Prisma Nomor 10, Oktober 1980. _______Moerdiono, Mencari Model Birokrasi Indonesia; dalam Birokrasi dan Administrasi Pembangunan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.

12

_______Santoso, Priyo Budi, Birokrasi Pemerintah Orde Baru: Perspektif Kultural dan Struktural. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 1997. _______Watson, Tony J., Sociology, Work and Industry, Routledge, 1980. _______www.wikipedia.com/max_weber

13

You might also like