You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Berdasarkan pengamatan peneliti kajian tentang kesusastraan dan budaya masyarakat Minangkabau sangat jarang dilakukan akhir-akhir ini. Para peneliti Minang saat ini jauh lebih berminat pada bidang sosiologi, antropologi dan kepariwisataan daripada kajian tentang kesusastraan Minangkabau. Terlebih lagi yang berhubungan dengan teks-teks klasik, peribahasa, pantun, pidato-pidato pada upacara tradisional hampir tidak tersentuh sama sekali. Media masa terutama surat kabar setempat tidak pernah lagi memuat teks-teks klasik Minangkabau. Selain semakin kurangnya peminat, juga kurangnya usaha dari pemerintah setempat untuk melestarikan nilai budaya yang sangat berharga tersebut. Diantara sekian banyak karya sastra Minangkabau, kaba klasik merupakan karya sastra yang paling banyak diminati pada awalnya. Tetapi seiring dengan berkembangnya zaman, saat ini sulit sekali menemukan situasi dimana kaba itu biasa dipertunjukkan. Kaba sebagai salah satu model wacana, memiliki model komunikasi yang khas, karena dengan kekhasannya tersebut membedakannya dengan bentuk komunikasi wacana tulis atau lisan lainnya. Setiap pesan yang disampaikannya merefleksikan nilai-nilai, sikap, dan keyakinan tertentu. Kaba klasik Minangkabau sebagai salah satu bentuk sastra daerah merupakan cermin yang menangkap realitas kehidupan masyarakat Minangkabau sehari-hari. Dengan gaya bahasa yang spesifik, bentuk kaba telah menjadi milik khas masyarakat Minangkabau.

Universitas Sumatera Utara

Peneliti tertarik mengangkat cerita rakyat dalam bentuk kaba klasik sebagai objek penelitian, selain upaya untuk melestarikan karya sastra Minangkabau juga karena kaba klasik memiliki ciri khas tersendiri. Dilihat dari tatanan kalimat, kaba berbeda dari bahasa yang biasa dipakai sehari-hari karena lebih banyak menggunakan kalimat komplek. Selain itu, cenderung menempatkan anak kalimat sebelum induk kalimat. Keunikan lain dari bahasa ini adalah dalam suatu rangkaian kalimat yang relatif panjang digunakan tanda koma yang berulang-ulang sebagai penanda jeda. Bahkan dalam satu paragraf, mulai dari awal sampai pada akhir kalimat, rata-rata menggunakan 5 - 20 tanda baca koma. Penelitian ini mengkaji tentang perangkat gramatikal seperti bentuk-bentuk pronomina, yang digunakan untuk mengekspresikan bentuk-bentuk topik dalam wacana. Istilah topik sudah sering digunakan para linguis dengan penafsiran yang berbeda-beda. Pada umumnya, setiap paragraf memiliki satu topik utama tetapi adakalanya memiliki beberapa sub topik lainnya. Pada tataran kalimat, istilah topik biasanya menjadi permasalahan yang sangat mendasar. Secara tradisional, istilah ini hanya dikaitkan dengan subjek gramatikal sebuah kalimat, tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Setiap kalimat bisa saja memiliki lebih dari satu topik, salah satunya diberikan penonjolan melalui struktur sintaksis. Dalam kaba klasik Minangkabau, penonjolan topik dilakukan dengan struktur dislokasi-kiri, seperti kutipan ini lorong kapado Sutan Balun, urang arif bijaksano. Dalam kalimat ini, urang didislokasikan kearah kiri menjadi Sutan Balun. Pergeseran ini terjadi karena Sutan Balun dianggap tokoh utama sehingga perlu ditonjolkan dengan menempatkannya pada posisi

Universitas Sumatera Utara

pertama. Oleh karena itu, Sutan Balun adalah topik karena berada pada posisi pertama dan urang adalah subjek karena menempati posisi kedua. Struktur disokasikiri merupakan salah satu upaya penulis kaba klasik Minangkabau untuk menonjolkan topik-topik yang dianggap penting. Sehubungan dengan permasalahan topik, Givon (1983) telah mengembangkan suatu pendekatan kuantitatif terhadap topik-topik wacana. Dengan pendekatan kuantitatif ini, keterjalinan topik dalam suatu urutan klausa dapat terukur secara akurat dan pengidentifikasian topik dapat dilakukan dengan cara yang lebih objektif.. Istilah topik yang digunakan tidak merujuk pada subjek, tema, pelaku, agen dan lain sebagainya tetapi topik merujuk pada bentuk-bentuk referensi pronomina yang digunakan sebagai penanda kesinambungan dalam wacana. Selanjutnya, topik dapat dilihat dari skala keterprediksian atau ketersinambungannya. Skala keterprediksian ini dikembangkan dengan menggunakan pengukuran yang akurat sehingga properti topikalisasi dalam suatu urutan klausa dapat terprediksi dengan baik. Paremeter yang dikemukakan oleh Givon (1983) tersebut sangat bermanfaat untuk menentukan ketersinambungan suatu entitas dalam berbagai macam tipe wacana. Pada umumnya, seorang penulis saat menyajikan tulisannya, beranggapan seolah-olah tulisannya mudah dipahami, koheren, dan relevan terhadap masalah yang ditulisnya. Kenyataanya, sering kita jumpai khususnya dalam kaba klasik Minangkabau, penggunaan pronomina kurang jelas arah rujukannya, ini disebabkan interferensi yang cukup besar dari topik-topik lain. Batasan-batasan klausa yang terdapat didalamnya juga memiliki keunikan tersendiri.

Universitas Sumatera Utara

Bertolak dari fenomena ini, timbul pertanyaan, kiat-kiat apa yang dilakukan seorang penulis agar pembaca dapat mengikuti alur pemikiranya dan apa yang menyebabkab seorang penulis menggunakan berbagai macam penghubung agar pembaca dapat memahaminya. Setiap bahasa memiliki cara yang berbeda saat merujuk pada suatu entitas khususnya yang mengekpresikan bentuk-bentuk referensi pronomina. Bagaimana cara merujuk entitas tersebut, baik dari bentuknya, posisinya maupun fungsi gramatikalnya dalam kalimat, secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh peran entitas itu sendiri. Selanjutnya, bagaimana mengkarekteristikkan peran tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh merupakan kajian utama dalam analisis wacana sekaligus menjadi konsep dasar dalam penelitian ini. Dalam kajian wacana, topik memiliki kedudukan yang sangat penting karena perannya menciptakan kesinambungan entitas-entitas yang terkait dalam wacana tersebut. Suatu wacana dikatakan baik apabila keterjalinan topik dalam wacana tersebut dapat dicerna dan diinterprtasikan dengan mudah oleh pembaca atau pendengar. Selain itu, topik menjadi pangkal tolak terbentuknya jaringan, bagianbagian suatu wacana. Sebaliknya, jaringan bagian-bagian wacana mengarah ke topik sehingga membentuk kesatuan topik. Bagaimanapun kompleksnya dan rumitnya jaringan tersebut, bagian-bagian wacana tersebut tetap bertolak dan mengarah ke topik tertentu Baryadi (1990). Oleh karena topik merupakan pusat perhatian dalam wacana, topik harus ditonjolkan, dipertahankan agar proses komunikasi baik lisan maupun tulisan dapat berjalan dengan baik.

Universitas Sumatera Utara

Penelitian tentang kesinambungan topik sudah banyak dilakukan, data yang dipakai juga berasal dari berbagai ragam bahasa baik lisan maupun tulisan. Kajian bahasa Minangkabau juga sudah dilakukan dalam berbagai aspek linguistik. Sejauh ini, penelitian tentang kesinambungan topik khususnya dalam kaba klasik Minangkabau yang menggunakan pendekatan kuantitatif belum pernah dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian 1. Bagaimanakah hasil pengukuran masing-masing perangkat gramatikal yang digunakan dalam kaba klasik Minangkabau ? 2. Bagaimanakah Minangkabau? 3. Bagaimanakah tingkat kesinambungan fungsi gramatikal topik sebagai subjek, sebagai objek langsung dan sebagai Dan lain-lain dalam kaba klasik Minangkabau ? 4. Bagaimanakah tingkat kesinambungan topik pada faktor keinsanan dalam kaba klasik Minagkabau ? 5. Bagaimanakah peran setiap bentuk topik dalam kaba klasik Minangkabau ? 6. Bagaimanakah derajat kesinambungan topik dalam kaba klasik Minangkabau tingkat kesinambungan topik dalam kaba klasik

Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan hasil pengukuran masing-masing perangkat

gramatikal yang digunakan dalam kaba klasik Minagkabau. 2. Untuk mendeskripsikan tingkat kesinambungan topik dalam kaba klasik Minangkabau 3. Untuk mendeskripsikan tingkat kesinambungan fungsi gramatikal topik sebagai subjek, sebagai objek langsung dan sebagai Dan lain-lain berdasarkan dalam kaba klasik Minangkabau. 4. Untuk mendeskripsikan tingkat kesinambungan faktor keinsanan topik dalam kaba klasik Minangkabau 5. Untuk mendeskripsikan peran setiap bentuk topik dalam kaba klasik Minangkabau. 6. Untuk mendeskripsikan derajat kesinambungan topik dalam kaba klasik Minangkabau.hubungan.

1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru terhadap model analisis wacana khususnya dalam bentuk wacana narasi klasik. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

1. Pengetahuan tentang konsep kesinambungan topik akan membantu seseorang untuk memilah atau menentukan bentuk-bentuk frasa nama yang sesuai dengan konteksnya. Dengan demikian akan meningkatkan mutu atau kemahiran karangmengarang mereka. 2. Pemahaman tentang konsep kesinambungan topik membantu seseorang memahami dan memperlihatkan keterjalinan topik yang dibicarakan dalam suatu teks sehingga dalam proses penterjemahan, memungkinkan seseorang membuat tafsiran teks dengan lebih akurat. 3. Dalam proses pembelajaran bahasa, pemahaman tentang konsep kesinambungan topik akan membantu untuk melihat keterpautan antar topik dalam wacana sehingga dapat memudahkan penafsiran teks secara tepat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian Menurut Givon (1983), ada tiga jenis kesinambungan dalam wacana, yaitu 1) kesinambungan tematik, 2) kesinambungan tindakan dan 3) kesinambungan topik/partisipan. Dari ketiga jenis kesinambungan wacana tersebut, kesinambungan topik dianggap yang paling relevan terhadap permasalahan penelitian ini. Alasannya, dari ketiga aspek tersebut kesinambungan topik yang diangap paling mudah dipahami sekaligus memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dalam suatu paragraf tematik. Untuk mengukur derajat kesinambungan topik digunakan sejumlah perangkat gramatikal dalam bentuk referensi pronominal. Givon (1983)

Universitas Sumatera Utara

mengemukakan sembilan bentuk topik untuk mengukur kesinambungan topik dalam bahasa Inggeris, yaitu : 1. anafora kosong (zero anaphora), 2. pronomina tak bertekanan (unsressed pronoun), 3. pronomina bertekanan/bebas (stressed/independent pronouns), 4. dislokasi kanan frasa nomina definit (R-dislocated DEF-NPs), 5. susunan netral frasa nomina takrif (neutral-ordered DEF-NPs), 6. dislokasi kiri frasa nomina tak takrif (L-dislocated DEF-NPs), 7. pergeseran frasa nomina Y (Y-moved NPs), 8. konstruksi terpisah/fokus (clef/focus construction) 9. referensial frasa nomina indefinite (referential indefinite NPs). Dalam penelitian ini hanya enam bentuk topik yang digunakan, yaitu 1) pronomina kosong, 2) pronomina Orang ketiga, 3) pronomina takrif, 4) pronomina tak takrif 5), pronomina posesif, dan 6) pronomina relatif. Keenam bentuk topik ini lazim digunakan dalam bahasa Indonesia pada umumnya dan Bahasa Minangkabau pada khususnya. Selain mengukur derajat kesinambungan topik dari keenam bentuk topik tersebut, juga dibahas bagaimana peranan setiap bentuk topik saat menjalin hubungan antara satu klausa dengan klausa lainnya.

1.6 Sejarah Perkembangan Kaba Sastra klasik Minangkabau adalah sastra yang hidup dan dipelihara dalam masyarakat Minangkabau baik lisan maupun tulisan. Salah satu sastra klasik yang

Universitas Sumatera Utara

masih hidup dan dipertahankan oleh masyarakat Minangkabau adalah jenis cerita klasik dalam bentuk kaba. Kaba merupakan salah satu ragam klasik yang memberi andil bagi pertumbuhan sastra nasional. Kaba tergolong cerita rakyat, cerita yang terus tumbuh dan berkembang dikalangan masyarakat Minangkabau dan disampaikan secara turun temurun.. Selain itu, kaba tergolong cerita pelipur lara yang mengandung pendidikan moral dan nilai-nilai budaya. Sebagaimana layaknya cerita pelipur lara, kaba pada mulanya selalu mengisahkan peristiwa-peristiwa yang menyedihkan, pengembaraan, dan penderitaan kemudian berakhir dengan kebahagiaan. Menurut Abdullah (1974) kata kaba berasal dari khabar (arab) yang artinya pesan, kabar atau berita. Dalam sastra klasik Minangkabau, kaba disebut juga curito yang artinya cerita. Pendapat lain mengatakan asal kata kaba berasal dari langit yang kemudian jatuh ke bumi, seperti terungkap dalam pantun berikut ini; kaik bakaik rotan sago Pilin bapilin aka baha Mulo di langik tabarito Jatuah ka bumi jadi kaba kait berkait rotan saga Pilin berpilin akar bahar Mula di langit terberita Jatuh ke bumi jadi kaba Pemahaman langit berkaitan dengan ajaran dalam agama Islam yaitu suatu ajaran Tuhan yang turun ke bumi melalui berita. Dan berita tersebut merupakan berita kebenaran yang memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Kaba sebagai cerita klasik Minangkabau memiliki tata-kalimat yang panjang, berlirik pantun,bernuansa kias dan sarat dengan petatah petitih, seperti dalam berikut ini, Manolah tuan Anggun Nan Tongga, manga ambo ditinggakan, tuan pai ambo lah surang, jo siapo ambo ditinggakan, apolah tenggang badan denai, namonyo di tangah rimbo gadang, tak tantu jalan ka dituruik, jalan mano ka ditampuah, lurah mano ka dituruni, tuan Tongga lah hilang sajo, hilang dibalik awan sajo, hilang dibaliak awan putiah, lanyok dibalik langik biru, ka mano tuan ka ambo sigi, dahulu kito pai batigo, kini babaliak ambo surang.(203:2) Wahai tuan Anggun Nan Tongga, mengapa saya ditinggalkan, tuan pergi saya sendiri, dengan siapa saya ditinggalkan, apalah daya badan saya, namanya di tengah rimba besar, tak tahu jalan yang dituju, jalan mana yang akan ditempuh, lurah mana yang dituruni, tuan Tongga sudah hilang saja, hilang dibalik awan putih, lenyap dibalik langit biru, kemana tuan akan saya cari, dahulu kita pergi bertiga, sekarang saya pulang sendiri . Sesuai dengan hakikatnya sebagai fiksi, berbentuk prosa liris, berirama dan bermatra, kaba mampu mengungkapkan berbagai masalah manusia dengan teknik penyampaian yang spesifik. Cerita disampaikan dengan membawa suatu misi yang berupa pesan atau amanat. Supaya lebih menarik, pesan atau amanat ini dikemas dalam nyanyian atau dendang sambil diiringi dengan seperangkat musik tradisional seperti, rebab, salung, bansi, kecapi, dan korek api. Biasanya seorang tukang kaba atau pedendang menyampaikan cerita menurut irama musik tradisional tersebut. Pada saat itu, tukang kaba atau pedendang duduk bersila di atas tikar. Sambil bertopang dagu ia mulai berdendang di tengah kerumunan pendengarnya. Dalam kaba, baik lisan maupun tulisan pantun menjadi sangat dominan. Nigel Philips (1976) membagi fungsi pantun dalam kaba lisan si Jobang atas pantun persembahan, pantun pembukaan dan penutup, serta pantun dalam cerita. Pantun

Universitas Sumatera Utara

persembahan disampaikan sebelum memulai cerita dengan tujuan untuk menarik pendengar, membangunkan perhatian, dan menghidupkan suasana dengan cara membangkitkan kelucuan. Pantun persembahan tidak dijumpai dalam kaba tertulis karena audiensnya pembaca bukan pendengar atau penonton. Dengan demikian, dalam kaba tertulis hanya terdapat pantun pembuka, pantun dalam cerita, dan pantun penutup. Dan yang paling menjadi ciri khas kaba adalah kaba selalu dibuka dengan pantun dan ditutup dengan pantun pula baik dalam kaba lisan maupun kaba tulisan.

1.6.1

Daerah Penyebaran Awal beredarnya kaba adalah di daerah pesisir barat (daerah pantai)

Minangkabau. Kemudian kaba menyebar ke daerah Luhak atau daerah pedalaman (daerah darat). Hal ini sejalan dengan perkembangan bandar-bandar dagang yang kebanyakan didatangi oleh pedagang Arab dan Persia termasuk juga Aceh. Oleh karena kata kaba berasal dari bahasa Arab maka kata kaba sering dikaitkan dengan pengaruh Islam. Pada saat itu Aceh merupakan kerajaan Islam yang terkuat di pantai utara Sumatera sehingga daerah pesisir pantai Minangkabau adalah daerah pertama penyebaran kaba tersebut. Kaba sebagai sastra klasik Minangkabau pada mulanya disampaikan secara lisan. Tetapi sejalan dengan perubahan zaman, keberadaan kaba semakin terdesak oleh kemajuan teknologi dan kemajuan masyarakat. Setiap orang semakin sibuk oleh pekerjaan dan sering berpacu dengan waktu. Masalah waktu semakin berarti dalam kehidupan sehingga hampir tidak ada lagi waktu luang untuk mendengar dan

Universitas Sumatera Utara

menyaksikan karya-karya sastra yang disampaikan secara lisan. Hal ini akan lebih terasa di daerah perkotaan. Oleh sebab itu, dalam upaya agar sastra lisan tetap hidup dan terus berkembang di tengah masyarakat Minangkabau, maka diwariskanlah sastra lisan tersebut dalam bentuk tulisan. Sekarang ini sastra lisan yang tadinya hanya dapat dinikmati melalui pertujukan, sudah dapat dinikmati melalui cetakan, kaset, bahkan VCD.

1.6.2

Perkembangan Cerita Berdasarkan isi cerita, kaba dapat dikelompokkan menjadi :

1. Kaba Klasik Minangkabau Jenis kaba ini menceritakan kehidupan masyarakat Minangkabau pada zaman dahulu kala dengan pola-pola kebudayaan lama. Ciri penanda kaba klasik sebagai berikut : a. Bercerita tentang kehidupan raja, putra-putri raja dengan berbagai kehidupan pengembaraan melawan tantangan kehidupan b. Si pelaku dalam karangan raja ini mengembara mencari kesaktian. Bermodalkan kesaktian ini, si pelaku kembali menegakkan kebenaran dan kewibawaannya. c. Kehidupan sangant dipengaruhi yang gaib-gaib dan kekuatan sakti. Percaya pada tukang tenung dan kesaktian benda-benda yang dapat mendatangkan semua yang diminta. Kesaktian seseorang dapat melumpuhkan kekuatan alam. d. Nama pelaku sering melambangkan kebesaran dan kekuatan. Umumnya nama telah menunjukkan siapa orangnya,misalnya, Raja Alam Sakti, Raja Angek

Universitas Sumatera Utara

Garang. Tempat dan nama negeri selalu samar tak jelas letak lokasinya, misalnya negeri Nilam Cahayo, Kualo Koto Tanau dan Binuang Sati e. Tampilnya pelaku mambang dan peri. Penampilan itu sesuai dengan kepercayaan pada kekuatan gaib dan unsur kesaktian. 2. Kaba Baru Minangkabau Jenis kaba ini berorientasi pada kehidupan pelaku-pelaku sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan realitas. Ciri penanda kaba baru sebagai berikut: a. Cerita tentang suka duka kehidupan manusia biasa b. Masalah yang dicari dan ditegakkan adalah kebenaran menurut logika praktis. Kepercayaan pada unsur sakti dan hal-hal gaib tidak lagi kelihatan. c. Pemberian nama pelaku biasa-biasa saja. Untuk wanita sering disebut Siti , pria disebut Sutan karena mereka dari kalangan bangsawan. Tempat peristiwa dan nama negeri sudah dikenal lokasinya, misalnya, Padang, Pariaman, Padang Panjang, Bukit Tinggi, Betawi dan Medan.

1.7

Profil Masyarakat Minangkabau Populasi penduduk Sumatera Barat didukung oleh beberapa kelompok etnik.

Etnik terbesar adalah suku Minangkabau. Suku Minangkabau terutama menonjol dalam bidang pendidikan dan perdagangan. Diperkirakan kurang lebih dua pertiga dari jumlah keseluruhan masyarakat suku ini berada di perantauan. Suku Minangkabau perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar di wilayah

Universitas Sumatera Utara

Indonesia. Untuk di luar wilayah Indonesia, suku Minang banyak terdapat di Malaysia terutama Negeri Sembilan dan Singapura. Di seluruh Indonesia, bahkan di mancanegara, masakan khas suku ini populer dengan sebutan masakan Padang. Masyarakat Minangkabau menempatkan perempuan pada kedudukan yang istimewa. Tidak seperti sebagian besar suku di Indonesia yang menganut sistim kekerabatan patrilineal (garis keturunan ayah), masyarakat Minangkabau menganut sistim matrilineal (garis keturunan ibu). Masyarakat Minangkabau di Sumatera barat merupakan suku dengan budaya matrilineal terbesar di dunia. Secara ekonomi dan sosial seorang anak menjadi anggota suku ibunya. Peran ayah dalam hal tanggung jawab, beralih pada mamak paman, yaitu saudara laki-laki dewasa dari pihak ibu. Orang Minang yang sesuku dianggap bersaudara dekat dan mereka tidak boleh saling mengawini. Oleh karena itu, jodoh harus dicarikan dari luar suku. Biasanya menjodohkan anak dengan anak mamak kemenakan merupakan kebiasaan dalam masyarakat Minangkabau. Seorang anak harus terlebih dahulu meminta persetujuan dari mamaknya sebelum dia memutuskan untuk melangsungkan pernikahan. Harta pusaka juga diwariskan menurut garis keturunan ibu. Dalam sistem ini yang berhak atas harta pusaka hanyalah garis keturunan perempuan saja, sedangkan kaum lelaki dalam satu keluarga tidak berhak atas harta pusaka tersebut. Jelaslah, dalam masyarakat Minangkabau kedudukan wanita sangat dominan, meskipun perwalian hak-hak keturunan melibatkan peran mamak, tetap saja wanita memiliki wewenang yang paling besar.

Universitas Sumatera Utara

1.7.1

Keadaan Kebahasaan Bahasa Minangkabau, bila digabungkan dengan bahasa-bahasa Polinesia dan

Melanesia termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Penutur bahasa Minangkabau menyebar diseluruh pelosok tanah air. Sebagaimana lazimnya, setiap bahasa

memiliki ragam bahasa yang dapat ditinjau dari status, kedudukan dan situasi penggunaan bahasa. Dalam bahasa Minangkabau ragam bahasa dibedakan atas 1) ragam bahasa surau, digunakan dalam situasi yang bersifat keagamaan, seperti di Mesjid, Surau, dan Madrasah; kekhasan ragam ini ditandai dengan kosa kata yang telah dipengaruhi oleh bahasa Arab, 2) ragam bahasa Adat, digunakan pada pertemuan atau musyawarah para penghulu, baik pada situasi perkawinan, mendirikan penghulu, kematian, dan situasi adat yang bersifat formal lainnya. Kekhasan ragam bahasa ini ditandai dengan keteraturan pilihan kata yang mengandung nilai-nilai sastra yang tinggi, 3) ragam bahasa Parewa, digunakan pada saat bersenda gurau, seperti guyonan, ejekan dan biasanya ditemukan di warungwarung kopi, pos-pos ronda, di tempat mandi kaum wanita, dan gubuk-guibuk di sawah pada saat panen tiba. Kekhasan ragam bahasa ini ditandai dengan kosa kata yang berbau porno dan kasar, dan 4) ragam bahasa biasa, digunakan pada situasi percakapan sehari-hari. Seperti bahasa pada umumnya, bahasa Minangkabau memiliki variasi dialek yang cukup banyak. Berdasarkan pembagian wilayah, bahasa Minangkabau dikelompokkan menjadi empat kelompok utama, yaitu 1) dialek tanah datar, 2) dialek Agam, 3) Dialek Lima Puluh Kota, dan 4) Dialek Pesisir. Setiap daerah memiliki

Universitas Sumatera Utara

intonasi dan gaya bahasa tersendiri yang menjadi ciri khas daerahnya. Apabila dua orang penutur bahasa Minangkabau berbicara dan mereka berasal dari daerah yang berbeda biasanya mereka akan menggunakan dialek standar atau dialek umum. Dan dari sekian banyak dialek bahasa Minangkabau yang ada, dialek Padang yang dianggap paling umum.Dialek Padang, sebagai dialek yang digunakan di ibu kota provinsi bukan hanya digunakan di kota Padang saja tetapi di luar Sumatera Barat pun orang Minang sepakat menggunakan dialek ini. Dialek Padang, yang lazim disebut bahaso awak, muncul sebagai bahasa pemersatu masyarakat yang utama, berbeda dengan dialek-dialek lain yang lebih mengutamakan hubungan dalam kelompok tertentu daripada hubungan antarkelompok. Sejak seabad yang lalu, semua linguis terbentur pada variasi dialek ini karena tidak adanya model tunggal untuk memerikan bahasa tersebut terutama untuk masalah transkripsi bahasa Minangkabau, Hidayat (1998).

1.7.2 Letak Geografis dan Wilayah Secara tradisional, Ranah Minangkabau dahulu membentang hingga sungai Kampar di sebelah Timur, dan masuk jauh ke pedalaman, di sepanjang sungai Indragiri dan sungai Batanghari disebelah tenggara., Di sebelah Selatan, negeri itu membentang hingga Kerinci dan Bengkulu. Dalam sejarah singkat Minangkabau, wilayah Minangkabau terbagi atas dua daerah, yaitu daerah darat darek dan daerah rantau. Daerah darek dianggap sebagai daerah pemukiman tertua atau daerah asal suku Minangkabau. Sedangkan daerah rantau dianggap sebagai tempat pemukiman

Universitas Sumatera Utara

baru yang terletak di pesisir pantai barat dan Timur Sumatera. Daerah darat memiliki tiga luhak (wilayah), yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Lima Puluh Kota. Daerah rantau meliputi rantau Tanah Datar, rantau Agam, rantau Lima Puluh Kota, dan rantau Kubuang Tigo Baleh.

1.8 Klarifikasi Istilah Istilah yang digunakan dalam penelitian ini berhubungan dengan istilah-istilah yang biasa digunakan dalam kajian wacana. Namun begitu, untuk menghindari kesalah pahaman tentang istilah-istilah yang dipakai, perlu dilakukan klarifikasi istilah. 1. Derajat kesinambungan topik adalah gradasi kesinambungan topik mulai dari yang paling mudah terprediksi sampai kepada yang paling sulit terprediksi 2. Fungsi gramatikal topik adalah topik yang berfungsi secara gramatikal, yakni sebagai subjek, objek dan lain sebagainya. 3. Faktor keinsanan adalah topik sebagai [+insan] dan [-insan] 4. Jarak referensi adalah jarak antara penyebutan pertama suatu referensi dengan penyebutan selanjutnya 5. Kemungkinan gangguan adalah munculnya topik lain dalam lingkungan tiga klausa secara berturut-turut. 6. Keberterusan topik adalah kemunculan topik secara berturut-turut dalam klausa berikutnya. .

Universitas Sumatera Utara

7. Kesinambungan topik adalah keterhubungan kata ganti diri dengan benda atau partisipan yang telah disebutkan sebelum dan sesudahnya. Kesinambungan topik berfungsi menciptakan dan mempertahankan koherensi linear suatu wacana. Koherensi linear adalah keterhubungan semantis antara jalinan proposisi secara berurutan. 8. Klasik adalah sesuatu yang dianggap terbaik dan terbukti bernilai karena telah teruji oleh perjalanan waktu. 9. Kaba adalah cerita klasik Minangkabau yang artinya pesan, kabar, atau cerita. 10. Perangkat gramatikal adalah unsur-unsur tatabahasa, yang digunakan sebagai topik. 11. Parameter kesinambungan topik adalah tolok ukur yang menjadi pedoman dalam menentukan tinggi rendahnya kesinambungan topik. 12. Peran topik adalah peran yang dimiliki topik dalam upaya menjalin kesinambungan wacana Sastra Klasik adalah karya yang memberikan gambaran tentang kebudayaan pada waktu itu. Tentang adat istiadat, lebih penting lagi tentang pandangan hidup 13. Topik adalah sesuatu yang dibicarakan dalam kalimat. Topik merupakan partisipan atau argumen dalam suatu proposisi. 14. Topikalisasi adalah proses sintaksis-prakmatis yang mengubah status konstituen yang bukan topik menjadi topik.

Universitas Sumatera Utara

15. Ukuran kesinambungan topik adalah tolok-ukur yang digunakan untuk pengukuran topik, yakni jarak referensi, kemungkinan gangguan, dan keberterusan topik. 16. Alat pembuka topik adalah topik-topik yang digunakan sebagai pembuka wacana, topik baru diperkenalkan pertama sekali atau topik-topik yang kemunculannya melewati jarak rujuk yang sudah ditentukan. 17. Alat penyambung topik adalah topik-topik yang digunakan sebagai penyambung atau penghubung terhadap topik yang sudah diperkenalkan sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

You might also like