You are on page 1of 17

Metode Pengukuran Poligon Poligon digunakan apabila titik - titik yang akan di cari koordinatnya terletak memanjang sehingga

terbentuk segi banyak (poligon). Pengukuran dan Pemetaan Poligon merupakan salah satu pengukuran dan pemetaan kerangka dasar horizontal yang bertujuan untuk memperoleh koordinat planimetris (X,Y) titik - titik pengukuran. Pengukuran poligon sendiri mengandung arti salah satu metode penentuan titik diantara beberapa metode penentuan titik yang lain. Untuk daerah yang relatif tidak terlalu luas, pengukuran cara poligon merupakan pilihan yang sering di gunakan, karena cara tersebut dapat dengan mudah menyesuaikan diti dengan keadaan daerah/lapangan. penentuan koordinat titik dengan cara poligon ini membutuhkan,
Koordinat Awal

Bila diinginkan sistem koordinat terhadap suatu sistim tertentu, haruslah dipilih koordinat titik yang sudah diketahui misalnya: titik triangulasi atau titik - titik tertentu yang mempunyai hubungan dengan lokasi yang akan dipatokkan. Bila dipakai system koordinat lokal pilih salah satu titik, BM kemudian beri harga koordinat tertentu dan tititk tersebut dipakai sebagai acuan untuk titik - titik lainya.
Koordinat Akhir

Koordinat titik ini di butuhkan untuk memenuhi syarat Geometri hitungan koordinat dan tentunya harus di pilih titik yang mempunyai sistem koordinat yang sama dengan koordinat awal
Azimuth Awal

Azimuth awal ini mutlak harus diketahui sehubungan dengan arah orientasi dari system koordinat yang dihasilkan dan pengadaan datanya dapat di tempuh dengan dua cara yaitu sebagai berikut :

Hasil hitungan dari koordinat titik - titik yang telah diketahui dan akan dipakai sebagai tititk acuan system koordinatnya. Hasil pengamatan astronomis (matahari).

Pada salah satu titik poligon sehingga didapatkan azimuth ke matahari dari titik yang bersangkutan. Dan selanjutnya dihasilkan azimuth kesalah satu poligon tersebut dengan ditambahkan ukuran sudut mendatar (azimuth matahari).
Data Ukuran Sudut dan Jarak

Sudut mendatar pada setiap stasiun dan jarak antara dua titik kontrol perlu diukur di lapangan.

Data ukuran tersebut, harus bebas dari sistematis yang terdapat (ada alat ukur) sedangkan salah sistematis dari orang atau pengamat dan alam di usahakan sekecil mungkin bahkan kalau bisa di tiadakan. Berdasarkan bentuknya poligon dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu : Poligon berdasarkan visualnya :

poligon tertutup

poligon terbuka

poligon bercabang

Poligon berdasarkan geometriknya :


poligon terikat sempurna poligon terikat sebagian poligon tidak terikat

Untuk mendapatkan nilai sudut - sudut dalam atau sudut-sudut luar serta jarak jarak mendatar antara titik-titik poligon diperoleh atau diukur di lapangan menggunakan alat pengukur jarak yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi. Poligon digunakan apabila titik - titik yang akan dicari koordinatnya terletak memanjang sehingga membentuk segi banyak (poligon). Metode poligon merupakan bentuk yang paling baik di lakukan pada bangunan karena memperhitungkaan bentuk kelengkungan

bumi yang pada prinsipnya cukup di tinjau dari bentuk fisik di lapangan dan geometriknya. Cara pengukuran polygon merupakan cara yang umum dilakukan untuk pengadaan kerangka dasar pemetaan pada daerah yang tidak terlalu luas sekitar (20 km x 20 km). Berbagai bentuk poligon mudah dibentuk untuk menyesuaikan dengan berbagai bentuk medan pemetaan dan keberadaan titik titik rujukan maupun pemeriksa. Tingkat ketelitian sistem koordinat yang diinginkan dan kedaan medan lapangan pengukuran merupakan faktor - faktor yang menentukan dalam menyusun ketentuan poligon kerangka dasar.Tingkat ketelitian umum dikaitkan dengan jenis dan atau tahapan pekerjaan yang sedang dilakukan. Sistem koordinat dikaitkan dengan keperluan pengukuran pengikatan. Medan lapangan pengukuran menentukan bentuk konstruksi pilar atau patok sebagai penanda titik di lapangan dan juga berkaitan dengan jarak selang penempatan titik.

Metode Pengukuran Pengikatan ke Muka Pengikatan ke muka adalah suatu metode pengukuran data dari dua buah titik di lapangan tempat berdiri alat untuk memperoleh suatu titik lain di lapangan tempat berdiri target (rambu ukur, benang, unting - unting) yang akan diketahui koordinatnya dari titik tersebut. Garis antara kedua titik yang diketahui koordinatnya dinamakan garis absis. Sudut dalam yang dibentuk absis terhadap target di titik B dinamakan sudut beta. Sudut beta dan alfa diperofeh dari tapangan. Pada metode ini, pengukuran yang dilakukan hanya pengukuran sudut. Bentuk yang digunakan metoda ini adalah bentuk segi tiga. Akibat dari sudut yang diukur adalah sudut yang dihadapkan titik yang dicari, maka salah satu sisi segitiga tersebut harus diketahui untuk menentukan bentuk dan besar segitinya.

Pengukuran Profil Memanjang dan Melintang


Pengukuran sipat datar profil banyak digunakan dalam perencanaan suatu wilayah. Pengukuran ini terbagi menjadi dua macam, yaitu profil memanjang dan profil melintang. Dengan pengukuran profil ini, banyak manfaat yang bisa diperoleh dari data yang dihasilkan karena beda tinggi di setiap bagian di wilayah tersebut dapat diketahui. Informasi mengenai beda tinggi sangat berguna dalam cut dan fill suatu permukaan tanah yang tidak rata, misalnya saja dalam pengerjaan jalan raya atau jalur kereta api. Mengingat begitu besarnya manfaat sipat datar profil, maka pengukuran ini mutlak harus dikuasai oleh surveyor ataupun mahasiswa teknik Geomatika. Salah satu cara untuk menguasai pengukuran sipat datar profil adalah dengan pelaksanaan praktikum secara sungguh-sungguh atau dengan memperbanyak jam terbang pengukuran Prosedur Lapangan Menggunakan Waterpass Operasi sifat datar membutuhkan kerja sama dari dua petugas, yaitu pemegang alat dan pemegang rambu ukur pada saat pembacaan demi dicapainya hasil yang konsisten. Ketepatan survey tergantung dari ketelitian membuat garis bidik horizontal, kemampuan pemegang rambu ukur dalam memegang rambu ukur secara vertical, dan presisi rambu ukur yang dibaca. Ketepatan alat yang memakai nivo gelembung gas juga harus memperhatikan penyetelan tabung nivo dan presisi sejajar suatu nivo dan garis bidik. Tidak boleh terjadi penurunan alat di antara waktu bidik belakang dan bidik muka pada stasiun alat. (Wirshing, 1995) Pengoperasian Alat Waterpass harus disetel sebelum memulai operasi sifat datar. Setelah alat disetel, operasi waterpass terdiri dari memasang, mendatarkan, dan melakukan pembacaan sampai ketepatan tertentu. Pembacaan terdiri dari penentuan posisi dimana salib sumbu tampak memotong rambu ukur dan mencatat hasil pembacaan tersebut. Tiap alat yang dipasang memerlukan satu pembacaan bidik belakang untuk menetapkan tinggi alat dan paling sedikit satu pembacaan bidik muka untuk menentukan elevasi titik di sebelah muka ( sebuah titik stasiun atau elevasi ). Pembacaan halus biasanya sampai 0,01 ft kecuali digunakan target pada rambu ukur. Target tunggal yang dibaca dapat menimbulkan kesalahan tak sengaja. Tambahan bidik muka dapat dilakukan terhadap titik-titik lain yang dsapat dilihat dari tempat alat dipasang apabila elevasi titik-titiki ini juga diperlukan. Tergantung pada tipe survei dan alat yang dipakai, baik benang tengah, semua ketiga benang salib sumbu, atau cara dengan mikrometer dapat digunakan untuk melakukan pembacaan. (Wirshing, 1995) Langkah-langkah Untuk Mengambil Pembacaan Sebuah Waterpass 1. Waterpass dipasang dan didatarkan

2. Teropong diarahkan sedemikian rupa sehingga benang vertikal berimpit dengan salah satu sisi rambu ukur dan alat dikunci. 3. Lensa objektif difokuskan dan paralaks dihapus. 4. Gelembung nivo diperiksa, digeser ke tengah dan disetel kalau perlu. 5. Rambu ukur dibaca dan hasilnya dicatat. 6. Gelembung nivo diperiksa lagi apakah masih tetap di tengah-tengah. Apabila gelembung tergeser dari tengah-tangah, ia harus diketengahkan lagi dan pembacaan diulangi. 7. Setelah pemegang alat merasa puas bahwa gelembung tetap di tengah-tengah ketika pembacaan dilakukan, selisih pembacaan antara benang atas dan benang bawah dibaca untuk mengukur jarak dari waterpass sampai mistar ukur. Jarak ini dipakai untuk menyeimbangkan jarak bidik muka dan bidik belakang dan cukup dibaca sampai ketelitian sentimeter terdekat. 8. Pemegang alat memberi tanda kepada pemegang rambu ukur untuk maju ke posisi berikutnya. 9. Kunci teropong dibuka, teropong diputar, diarahkan ke posisi rambu ukur berikutnya dan difokuskan. Paralaks dihapus, posisi gelembung nivo diperiksa apakah masih di tengah-tengah, ramb u ukur dibaca, dan posisi gelembung nivo diperiksa ulang. 10. Tahapan-tahapan ini diulangi sampai jumlah bidik muka yang diinginkan diambil dan sebuah titik stasiun ditetapkan. Jarak rambu ukur pada titiki stasiun diukur dan dicatat. Pemegang rambu ukur kemudian mengambil posisi di atas stasiun. 11. Waterpass dipindahkan ke posisi pemasangan berikutnya dan prosedur ini diulangi. (Wirshing, Metode Penghitungan Beda Tinggi

Gambar 2.1 Prinsip Pengukuran Beda Tinggi Penghitungan beda tinggi antara dua titik yang diukur dengan waterpass dapat dihitung dengan rumus H = BTB BTM

Keterangan : BTB : Benang tengah belakang BTM : Benang tengah muka Istilah-istilah : 1 slag adalah satu kali alat berdiri untuk mengukur rambu muka dan rambu belakang. 1 seksi adalah suatu jalur pengukuran sepanjang 1-2 km yang terbagi dalam slag yang genap dan diukur pulang pergi dalam waktu satu hari. (Nurjati, 2004 ) Kesalahan-Kesalahan Pada Sipat-Datar Kesalahan-kesalahan pada sipat-datar dengan menggunakan instrumen sipat datar diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Kesalahan Petugas : 1. Disebabkan oleh observer 1. Pengaturan instrumen sipat datar yang tidak sempurna (penempatan gelembung nivo yang tidak sempurna dan sebagainya). 2. Instrumen sipat datar tidak ditempatkan pada jarak yang sama dari kedua rambu. 3. Kesalahan pembacaan. 4. Kesalahan pencatatan. 5. Disebabkan oleh rambu 1. Penempatan rambu yang tidak betul-betul vertikal. 2. Rambu tipe perpanjangan seperti misalnya rambu Sopwith yang perpanjangannya dirasakan kurang sempurna. 3. Disebabkan terbenamnya rambu, karena tidak ditempatkan pada tumpuan yang keras. Selanjutnya kesalahan yang disebabkan kekurangan-kekurangan pada tanda-tanda indeks rambu karena titik-titik balik bernomor genap yang tidak tersedia antara dua titik dapat dianggap sebagai kesalahan pembidik. Pada sipat datar teliti, seluruh jarak harus dibagi menjadi bagian-bagian berjumlah genap untuk menentukan titik-titik balik. 1. Kesalahan Instrumen : 1. Disebabkan oleh petugas 1. Penyetelan instrumen sipat datar yang tidak sempurna (garis kolimasi tidak sejajar dengan sumbu niveu tabung)

2. Parallax yang timbul pada saat pengukuran 1. Disebabkan oleh rambu 1. Graduasi rambu yang tidak teliti. Untuk perbaikannya dibutuhkan kalibrasi. 2. adanya kesalahan indeks rambu. 3. Sambungan rambu yang tidak sempurna (terutama pada tipe perpanjangan). 2. Kesalahan Alami : 1. Pengaruh sinar matahari langsung : sinar matahari langsung dapat merubah kondisi intrumen sipat datar dan karenanya merubah garis kolimasi. Pada sipat datar teliti selama observasi, instrumen sipat datar harus terlindung dari sinar matahari. Demikian pula, pemuaian atau penyusutan skala rambu harus dikoreksi disesuaikan dengan temperatur rambu tersebut. 2. Perubahan posisi intrumen sipat datar dan rambu-rambu : Karena beratnya sendiri, baik instrumen sipat datar maupun rambu akan dapat terbenam, jika ditempatkan di atas tanah yang lunak. Pada tempat-tempat seperti itu, penyangga statif dan rambu haruslah dibuat khusus seperti piket, patok atau harus dipilih tempat-tempat padat. Angin yang berhembus kencang akan menyulutkan pekerjaan pengukuran, dan untuk menghindarinya dapat digunakan perisai pelindung atau menggunakan rambu yang pendek. 3. Pengaruh refraksi cahaya : sebagaimana dimaklumi, bahwa berkas cahaya yang melintasi udara dengan kerapatan yang berbeda-beda akan direfraksikan. Sedangkan dekat di atas permukaan tanah temperatur udara sangat berubah-ubah dan karenanya perubahan kerapatannyapun besar pula. Karena itu pembacaan rambu menjadi sulit dan mungkin sekali tidak teliti. Untuk meningkatkan ketelitiannya, jarak bidikan haruslah sependek mungkin. Selanjutnya diusahakan agar posisi instrumen sipat datar terletak di tengah-tengah antara kedua rambu. 4. Pengaruh lengkung bumi : karena permukaan bumi tidaklah datar, akan tetapi berbentuk speris, maka lengkung permukaan bumi haruslah diperhitungkan. Tetapi hal ini merupakan problema yang kecil pada sipat datar. Lebih-lebih apabila instrumen sipat datar ditempatkan di tengahtengah antara kedua rambu, maka pengaruhnya dapat diabaikan. (Sosrodarsono, 1983) Sipat Datar Profil Sipat datar profil bertujuan untuk menentukan bentuk permukaan tanah atau tinggi rendahnya permukaan tanah sepanjang jalur pengukuran, baik secara memanjang maupun melintang. Pengukuran profil dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tinggi rendahnya permukaan tanah sepanjang jalur pengukuran, yaitu dengan mengukura ketinggian dari

masing-masing titik. Hasil pengukuran ini merupakan informasi untuk perencanaan jalan raya, jalan kereta api, irigasi jalur pipa dan lain-lain, seperti dalam: 1. Menentukan gradien yang cocok untuk pekerjaan konstruksi. 2. Menghitung volume pekerjaan. 3. Menghitung volume galian dan timbunan yang perlu disiapkan. Pengukuran Sipat Datar Profil dibagi menjadi dua pekerjaan yaitu sipat datar profil memanjang dan sipat datar profil melintang sedangkan pada tahap penggambaran, biasanya dilakukan penggambaran situasi sepanjang jalur pengukuran sipat datar profil memanjang maupun melintang dengan skala yang berbeda agar kondisi tanah secara vertikal akan lebih jelas terlihat. (Nurjati, 2004 ) a. Profil Memanjang Pelaksanaan pengukuran Sipat datar profil memanjang tidak jauh berbeda dengan sipat datar memanjang, yaitu melalui jalur pengukuran yang nantinya merupakan titik ikat bagi sipat datar profil melintangnya, sehingga mempunyai ketentuan sebagai berikut : Pengukuran harus dilakukan sepanjang garis tenah (as) jalur pengukuran dan dilakukan pengukuran pada setiap perubahan yang terdapat pada permukaan tanah. Data ukuran jarak dengan pita ukur dan dicek dengan jarak optis.

Gambar 2.2 Profil Memanjang Tampak Atas Cara Pengukuran : Alat di Atas Titik.

Gambar 2.3 Profil Memanjang Alat di Atas Titik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tempatkan alat sipat datar diatas patok (A). Lakukan centering, sehingga alat tepat di atas titik A. Gelembung nivo ketengahkan dengan 3 skrup klap. Ukur tinggi alat diatas patok. Bidik rambu pada titik 1 kemudian baca BA, BT dan BB. Hitung d (jarak) dari alat ke rambu, d=(BA-BB).100 Lakukan hal yang sama (v, vi, vii) pada setiap titik relief (ii, iii, dst) ini pada seksi AB, untuk pengukuran pada seksi BC, maka alat isa dipindahkan pada titik B. 8. Lakukan urut-urutan dari nomor i s/d vii. 9. Hitungan : H1 = HA+HA1 H2 = HA+HA2 Hn = HA+HAn (Nurjati, 2004 )

b. Profil Melintang Pelaksanaan pengukuran sipat datar profil melintang dilakukan setelah pengukuran sipat datar profil memanjang, jarak antar potongan melintang dibuat sama, sedangkan pengukuran kearah samping kiri dan kanan as jalur memanjang lebarnya dapat ditentukan sesuai perencanaan dengan pita ukur misalnya pada jalan raya, potongan melintang dibuat dari tepi yang satu ke tepi yang lain. Arah potongan melintang tegak lurus dengan as, kecuali pada titik tikungan (contoh pada titik B) maka potongan diusahakan membagi sudut terseut sama besar atau bila perlu dibuatkan 2 buah potongan melintang yang masing-masing tegak lurus pada arah datang dan arah belokan selanjutnya.

Gambar 2.4 Arah Potongan Melintang Cara Pengukuran : Alat di Atas Titik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tempatkan alat di atas titik A. Lakukan centering. Gelembung nivo ketengahkan dengan 3 skrup klap. Ukur tinggi alat diatas patok. Bidik rambu diatas titik 1. Baca BA, BT dan BB. Hitung jarak optis dari alat ke rambu 1, d =(BA-BB).100 Lakukan hal yang sama (v,vi,vii) pada titik-titik 2, 3, 4 dan seterusnya sebagai titik-titik relief. 8. Demikian juga point 1 s/d 8 dilakukan pada setiap potongan melintang.

Profil melintang adalah potongan/penampang melintang dari suatu areal pengukuran tanah arah melintang dari suatu areal pengukuran tanah arah melintang yang memperlihatkan jarak dan elevansi tertentu. Penrukuran profil melintang alat ditempatkan diatas setiap profil memanjang yang telah dihitung ketinggian dan jarak antara titik ke titk . setiap pengukuran harus diambil siku terhadap profil memanjang yang diarahkan kekiri dan kekanan dengan jarak sesui kebutuhan Data yang diambil : 1) Bacaan benang (Ba, Bt, dan Bb) kekiri dan kekanan. 2) Tinggi alat. 3) Tinggi titik tempat dari profil memanjang. 4) Sket gambar penampang. Pengolahan data : 1) Cek Bt = (Ba + Bb). 2) Jarak optis = (Ba Bb) 100 Kesetiap titik-titik pengukuran dari setiap titik profil memanjang. 3) Tinggi titik = Tinggi titik profil memanjang Beda tinggi. Contoh : Tinggi titik P = + 3,500 m (dari profil memanjang) dan tinggi alat 1,220 m Bacaan ke kanan pada titik a. Ba = 1,510 Bt = 1,483 Bb = 1,455 b. Ba = 1,565 Bt = 1,550 Bb = 1,535 Bacaan ke kiri pada titik a. Ba = 1,490 Bt = 1,387 Bb = 1,287 b. Ba = 1,375 Bt = 1,306 Bb = 1,255 c. Ba = 1,005 Bt = 1,000 Bb = 0,945 d. Ba = 2,555 Bt = 2,505 Bb = 2,455 Penyelesaian : 1) Cek Bt = (Ba + Bb). = (1,510 + 1,455) = 1,4825 selisih = 1,483 1,4825 = 0,0005 jarak kurang dari 1 slag selisih yang diperbolehkan 0,000-0,005 2) Jarak optis = (Ba Bb) 100 = (1,510 1,455) 100 = 5,5 m 3) Beda tinggi = Ta Bt = 1,220 1,493 = 0,263 m 4) Tinggi titik a kekanan = +3,500 0,263 = +3,237 m Perhitungan Volume. Untuk menghitung volume, berdasarkan tinggi rencana tanah didatarkan, maka dicari luas

galian/timbunan setiap profil melintang berdasarkan bentuk bagian penampang. Volume galian = ( luas galian P1 + P2) jarak P1 P2(dari profil memanjang ) Volume timbunan = ( luas timbunan P1 + P2) jarak P1 P2(dari profil memanjang ) TUGAS. 1. Coba anda terangkan apa yang dimaksud dengan profil melintang ? 2. Terangkan apa kegunaan dari profil melintang ? 3. Hitung jarak, beda tinggi dan ketinggian titik dari contoh di atas (melanjutkan) 4. buatkan gambar profil melintang dari hasil perhitungan tugas 3 diatas. 5. hitung luas galia/timbunan bila tanah didaarkan + 4,000 m ANALISA. 1. Coba anda terangkan apa hubungan antara profil memanjang dan melintang ? 2. diketahui dua buah gambar profil melintang, yaitu profil melintang P1 dan P2, jarak profil P1-P2 adalah 50 m. data ukuran tentang profil melintang dapat dilihat pada gambar berikut ini. Pertanyaan : 1) hitunglah luas galian dan timbunan pada profil melintang P1 dan P2. 2) Hitung volume galian dan timbunan. 3) Hitung voluma yang di butuhkan lagi.

IV. LANGKAH PERHITUNGAN a. Pengukuran Polygon Tertutup 1. Sudut Pengambilan (b) b luar = Hz (muka) Hz (blk) b dalam = Hz (blk) Hz (muka) Syarat : b luar = ( n+2 ) . 180 b dalam = ( n+2 ) . 180 Jika b lapangan b teori maka ada koreksi. Adapun besar koreksi adalah : koreksi = b teori - b lapangan Cara koreksi sudut ada 2, yaitu : 1. Metode Perataan Kor. Db = kor. b / n 2. Metode Bow Dieth Kor. Db = ( b / b ) . kor. b atau Kor. Db = ( d / d ) . kor. b 2. Sudut Azimuth (a) an = aawal + bn -180 bn adalah sudut pengambilan setelah koreksi 3. Jarak Datar

Jika memakai sudut zenith ( vertikal ) : Do = ( BA- BB) x 100 x SinV , jarak optis Dh = ( BA- BB) x 100 x Sin V , jarak datar Jika memakai sudut elevasi (a) : Do = ( BA- BB) x 100 x Cos V , jarak optis Dh = ( BA- BB) x 100 x Cos V , jarak datar 4. Beda Tinggi (Dh) Jika memakai sudut zenith ( vertikal ) :

Dh = ta + - BT Jika memakai sudut elevasi (a) : Dh = ta + (Dh x tan V) BT Adapun syarat Dh untuk polygon tertutup yaitu : Dh (+) - Dh (-) = 0 Jika 0, maka ada kesalahan yang harus dikoreksi. Jika kesalahan (+) maka koreksi (-) Jika kesalahan (-) maka koreksi (+) Cara koreksi ada dua yaitu : 1. Metode Pukul Rata 2. Metode Bow Dieth b. Pengukuran Situasi Rumus-rumus yang dipakai yaitu : Jika memakai sudut zenith ( vertikal ) : - Jarak Do = ( BA- BB) x 100 x SinV , jarak optis Dh = ( BA- BB) x 100 x Sin V , jarak datar - Beda Tinggi Dh = ta + - BT - Ketinggian ( T detail ) T detail = T Px + Dh , TPx adalah Ketinggian di titik pesawat Jika memakai sudut elevasi (a) : - Jarak Do = ( BA- BB) x 100 x Cos V , jarak optis Dh = ( BA- BB) x 100 x Cos V , jarak datar - Beda Tinggi (Dh) Dh = ta + (Dh x tan V) BT - Ketinggian ( T detail ) T detail = T Px + Dh , TPx adalah Ketinggian di titik pesawat V. CARA PENGGAMBARAN a. Situasi Adapun langkah-langkah penggambaran situasi adalah sebagai berikut : 1. Menggambar titik-titik polygon 2. Menggambar titik-titik detail 3. Menggambar situasi b. Kontur Adapun langkah-langkah penggambaran kontur adalah sebagai berikut : 1. Menggambar situasi 2. Melengkapi gambar situasi dengan ketinggian di tiap-tiap titik ( baik titik polygon maupun titik detail ) 3. Tentukan titik yang mempunyai ketinggian sama. 4. Hubungkanlah titik-titik yang mempunyai ketinggian sama.

5. Hasil kontur tidak boleh : - Bercabang - Bertemu - Memotong - Berhenti di tengah

You might also like