You are on page 1of 23

TUGAS PENGANTAR PENDIDIKAN NAMA JURUSAN SEMESTER UNIVERISTAS : SAMSUL RIZAL (B) : FKIP EKONOMI : SATU (1) : NAHDLATUL

WATHAN MATARAM

1. Sebutkan dan jelaskan Asas dan Filosofi Pendidikan ? Jawab :

ASAS-ASAS POKOK PENDIDIKAN Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusu s di Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani, Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar. 1. Asas Tut Wuri Handayani Sebagai asas pertama, tut wuri handayani merupakan inti dari sitem Among perguruan. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Sung Tulodo dan Ing Madyo Mangun Karso. Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu:  Ing Ngarso Sung Tulodo ( jika di depan memberi contoh)  Ing Madyo Mangun Karso (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan (semangat)  Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan) 2. Asas Belajar Sepanjang Hayat Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum yang dapat meracang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan horisontal.  Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.  Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.

3. Asas Kemandirian dalam Belajar Dalam kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangkan kemandirian dalam belajar itu dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu suiap untuk ulur tangan bila diperlukan. Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalamperan utama sebagai fasilitator dan motifator. Salah satu pendekatan yang memberikan peluang dalam melatih kemandirian belajar peserta didik adalah sitem CBSA (Cara Belajar Siwa Aktif).
PENGERTIAN FILSAFAT

Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Ciri-ciri berfikir filosofi : 1. 2. 3. 4. Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi. Berfikir secara sistematis. Menyusun suatu skema konsepsi, dan Menyeluruh.

Landasan Filososfis a. Pengertian Landasan Filosofis Landasan filosofis bersumber dari pandangan-pandanagan dalam filsafat pendidikan, meyangkut keyakianan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan. Aliran filsafat yang kita kenal sampai saat ini adalah Idealisme, Realisme, Perenialisme, Esensialisme, Pragmatisme dan Progresivisme dan Ekstensialisme 1. Esensialisme Esensialisme adalah mashab pendidikan yang mengutamakan pelajaran teoretik (liberal arts) atau bahan ajar esensial. 2. Perenialisme Perensialisme adalah aliran pendidikan yang megutamakan bahan ajaran konstan (perenial) yakni kebenaran, keindahan, cinta kepada kebaikan universal. 3. Pragmatisme dan Progresifme Prakmatisme adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan tradisional.

4. Rekonstruksionisme Rekonstruksionisme adalah mazhab filsafat pendidikan yang menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat. b. Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidkan Nasional Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. sedangkan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia. 2. Landasan Sosiolagis a. Pengertian Landasan Sosiologis Dasar sosiolagis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masayarakat.Sosiologi pendidikan merupakan analisi ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiolagi pendidikan meliputi empat bidang: 1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain. 2. hubunan kemanusiaan. 3. Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya. 4. Sekolah dalam komunitas,yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya. Sumber Bacaan: Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta 2. Uraikan Alasan saudara tentang Kemunduran Pendidikan di Indonesia ? Jawab : Jika kita beragumen pendidikan kita sekarang mengalami kemunduran dan memberi tahu ke halayak ramai dengan berorasi kesana-seni mengadakan aksi berjalan mundur saya rasa itu tidak perlu!. Yang diperlukan itu mengapa bisa terjadi demikian, yang perlu kita lakukan adalah mencari solusinya dan berikan solusi yang kita dapat itu kepada Pemerintah atau Mentri Pendidikan atau Depdiknas daerah masing-masing sebagai bahan refferensi, bukan malah menghujat mereka. Menurut saya beberapa masalah atau kendala yang menyebab pendidikan di Indonesia ini mundur seperti : 1. karena SDM di indonsia kurang memadai dan kurang professional 2. kurikulum pendidikan yang di terapkan di indonesia sekarang sudah tidak layak pakai kenapa??? karena kurikulum pendidikan yang di terapkan di Ind sekarang adalah model lama dan di Negara-negara berkembang sudah tidak di pakai sejak tahun 70an... ini merupakan penyebab utama kenapa kwalitas pendidikan di kita jauh tertinggal dibanding dengan negara2 lain

coba kita tengok negara singapura yang sekarang telah menjadi negara percontohan untuk pendidikan di dunia 3. Kurangnya perhatian pemerintah tentang pentingnya pendidikan itu sendiri Kualitas SDM,fasilitas kurang memadai,subsidi pendidikan dari pemerintah kurang. Banyak sekolah rusak kurang mendapat perhatian khusus pemerintah. 4. Mungkin banyaknya jumlah mata pelajaran yg harus dipelajari , membuat siswa tidak fokus pada pelajaran yg disukai . dan tidak punya banyak waktu buat memperdalam ilmu yg dipelajari . sehingga hanya sekadar bisa , bukan sangat menguasai pelajarannya . mudah2an para siswa genius bisa menutupi kekurangan ini , kalau tidak kita akan semakin jauh tertinggal dari bangsa2 lain . seandainya masalah-masalah ini bisa di atasi inyaallah bangsa Indonesia ini pasti akan melaju pesat di bidang pendidikan. Satu lagi yang sangat mengusik saya. Ada sebagian orang yang mengatakan Sertifikasi guru merupakan bukti kemunduran pendidikan Indonesia. Aduh, saya kira ini keterlaluan, bagaimana kita bisa mengetahui kualitas tenaga pendidik (guru) jika langkah sertifikasi ini tidak diambil??. Jadi pertanyaan bersarkan?, apalagi penerimaan guru PNS sekarang lebih banyak kasus kolusi dan sogoknya. Apa lah nasib saya besok sementara saya kuliah pada Fakultas Pendidikan di UNW alias calon GURU!. 3. Sejauh mana peran Globalisasi terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia ? Jawab : Dalam proses globalisasi tidak terlepas dari suatu perubahan, yaitu perubahan yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Apabila kebudayaan secara umum merupakan suatu rangkaian kepercayaan, nilai-nilai, dan gaya hidup dari suatu masyarakat tertentu didalam eksistensi kehidupan sehari-hari, maka dewasa ini didalam era globalisasi mulai muncul apa yang disebut kebudayaan global. Kebudayaan global bisa diartikan sebagai moderrnitas. Dalam hal ini modernitas mempunyai pengertian masyarakat modern, gaya hidup modern, ekonomi modern, budaya modern, dan pendidikan modern. Proses globalisasi merupakan suatu rangkaian proses yang mengintegrasikan kehidupan global didalam suatu ruang dan waktu melalui internasionalisasi perdagangan, internasionalisasi pasar dari produksi dan keuangan, internasionalisasi dari komoditas budaya yang ditopang oleh jaringan system telekomunikasi global yang semakin canggih dan cepat. Intinya dari proses globalisasi yaitu terciptanya suatu jaringan kehidupan yang semakin terintegrasi.

Kaitan antara globalisasi dan pendidikan menurut Giddens terletak didalam lahirnya suatu masyarakat baru yaitu knowledge-based-society yang merupakan anak kandung dari proses globalisasi. Karena globalisasi, ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat yang merupakan dasar dari globalisasi ekonomi dan politik di dunia ini. Namun demikian suatu knowledgebased society yang didasarkan kepada ilmu pengetahuan akan terus-menerus berubah dan merupakan subyek untuk revisi. hal ini memerlukan apa yang disebutnya sikap refleksif dari manusia yaitu kemampuan untuk merenungkan mengenai kehidupannya berdasarkan rasio. Untuk itu pendidikan sangat penting didalam mewujudkan masyarakat masa depan yang berdasarkan ilmu pengetahuan, melalui pendidikan proses transmisi serta pengembangan ilmu pengetahuan akan terjadi. Lahirnya globalisasi , yang kemudian disusul dengan penetrasi teknologi yang sangat canggih, menjembatani bangsa-bangsa didunia ini menjadi global villag. Globalisasi berkembang melintasi batas-batas keelokan. Dalam kondisi seperti ini dunia mengarah pada proses integrasi dan homogenisasi budaya. Akan tetapi proses integrasi dan homogenisasi ini menimbulkan reaksi yang beragam. Lahirnya budaya global bukan berarti hilangnya identitas suatu masyarakat, justru globalisasi telah merangsang kesadaran individu, kesadaran etnis dari suatu komunitas yang pluralistik. Artinya pendidikan nasional kita perlu mempunyai sikap didalam menghadapi perubahan-perubahan global dalam era globalisasi dewasa ini. Kemudian yang menjadi pertanyaan, bagaimana seharusnya kita menghadapi arus globalisasi yang mempumyai dua wajah ini? Terlebih ketika dibenturkan dalam dunia pendidikan. Seringkali kita menemukan adanya indikasi dari menurunnya nilai dan moral anak bangsa diantaranya karena adanya pengaruh globalisasi, namun disisi lain adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga pengaruh dari arus globalisasi, sehingga menjadikan dunia ini serasa tidak lagi bulat melainkan rata. Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik

kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005). Globalisasi sering diterjemahkan mendunia atau mensejagat, yaitu dengan cepat menyebar keseluruh plosok dunia, baik berupa ide, gagasan, data, informasi, dan sebagainya begitu disampaikan saat itu pula diketahui oleh semua orang diseluruh dunia. Globalisasi selain menghadirkan ruang positif namun juga terdapat sisi negativenya. Globalisasi adalah merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi dan dikontekskan pada keadaan yang ada pada masa kini. Pengaruh globalisasi mempunyai implikasi atau bahkan dampak atas berbagai Negara atau bangsa, tampaknya didasarkan pada dua asumsi. Pertama, sekurang-kurangnya sampai taraf tertentu, pelaku atau subjek globalisasi adalah Negara-negara industri maju. Dengan kata lain, globalisasi sampai taraf tertentu merupakan kepanjangan tangan (extension) kepentingan Negara industri maju. Kedua, kekhawatiran, kecemasan, atau bahkan ketakutan akan pengaruh atau dampak terutama yang bersifat negative dari globalisasi umumnya dirasakan terutama oleh bangsa-bangsa dalam Negara berkembang, yang lebih merupakan objek daripada subjek globalisasi. Meskipun demikian, baik karena ketergantungan Negara berkembang pada Negaranegara maju dalam berbagai bidang, keuangan, ekonomi, maupun teknologi, ataupun keinginan untuk mengejar kemajuan, sadar atau tidak, mau atau tidak, Negara-negara berkembang sebenarnya juga mendukung proses globalisasi itu. Dalam pengertian ini, Negara-negara berkembang juga merupakan subjek atau pelaku globalisasi walaupun lebih pasif sifatnya. Dari globalisasi tersebut maka akan berpengaruh, implikasi ataupun dampaknya, khususnya terhadap Negara-negara berkembang seperti Indonesia, terutama dalam ranah pendidikan, nilai-nilai moral, sosial, politik budaya dan kemanusiaan, baik yang bersifat positif maupun negative akan sangat besar efek yang ditimbulkan. Ini semua merupakan tantangan khususnya bagi generasi muda sebagai penerus bangsa, bagaimana mengemas globalisasi ini sebaik mungkin mengambil nilai positifnya dan menghindari sisi negatifnya. Hal itu juga berimbas pada perkembangan dunia pendidikan di Indonesia yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan arus globalisasi, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara

masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki menejemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan. Ketidaksiapan bangsa Indonesia dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak negative yang tidak sedikit jumlahnya bagi masyarakat, paling tidak ada tiga dampak negative yang akan terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia, yaitu: Pertama, dunia pendidikan akan menjadi objek komoditas dan komersil seiring dengan kuatnya hembusan paham neoliberalisme yang melanda dunia. Paradigma dalam dunia komersil adalah usaha mencari pasar baru dan memperluas bentuk-bentuk usaha secara terus menerus. Globalisasi mampu memaksa liberalisasi berbagai sektor yang dulunya non-komersial menjadi komoditas dalam pasar yang baru. Tidak heran apabila sekolah masih membebani orang tua murid dengan sejumlah anggaran berlabel uang komite atau uang sumbangan pembangunan institusi meskipun pemerintah sudah menyediakan dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Kedua, mulai melemahnya kekuatan kontrol pendidikan oleh Negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti International Monetary Fund (IMF) dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemenkan, UU Sisdiknas, dan PP no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi disentralistis. Ketiga, globalisasi akan mendorong delokasi dan perubahan teknologi dan orientasi pendidikan. Pemanfaatan teknologi baru, seperti komputer dan internet, telah membawa perubahan yang sangat revolusioner dalam dunia pendidikan yang tradisional. Pemanfaatan multimedia yang portable dan menarik sudah menjadi pemandangan yang biasa dalam praktik pembelajaran didunia sekolah Indonesia. Disinilah bahwa pendidikan menjadi agenda prioritas kebangsaan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi untuk dilakukan seoptimal mungkin.

Selain dampak negative, pengaruh globalisasi juga membawa dampak yang positif. Sebagian pakar telah melihat betapa besar impact/ imbas yang disebabkan oleh pengaruh global ini sebagai suatu global revolution. Globalisasi telah menimbulkan gaya hidup baru yang tampak dengan jelas dalam mempengaruhi kehidupan. Ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi terhadap dunia pendidikan, yaitu: 1. Dampak Positif globalisasi Pendidikan a. Akan semakin mudahnya akses informasi. b. Globalisasi dalam pendidikan akan menciptakan manusia yang professional dan berstandar internasional dalam bidang pendidikan. c. Globalisasi akan membawa dunia pendidikan Indonesiabisa bersaing dengan Negaranegarara lain. d. Globalisasi akan menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dan mampu bersaing e. Adanya perubahan struktur dan system pendidikan yang meningkatkan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan 2. Dampak negative globalisasi dalam pendidikan Globalisasi pendidikan tidak selamanya membawa dampak positive bagi dunia pendidikan, melainkan globalisasi memiliki dampak negative yang perlu di antisipasi, dampaknya antara lain: a. Dunia pendidikan Indonesia bisa dikuasai oleh para pemilik modal. b. Dunia pendidikan akan sangat tergantung pada teknologi, yang berdampak munculnya tradisi serba instant. c. Globalisasi akan melahirkan suatu golongan-golongan di dalam dunia pendidikan. d. Akan semakin terkikisnya kebudayaan bangsa akibat masuknya budaya dari luar. Globalisasi dunia pendidikan mampu memaksa liberalisasi berbagai sektor, mengakibatkan melonggarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh Negara karena mengacu ke Standar Internasional, yang mana bahasa Inggris menjadi sangat penting sebagai bahasa komunikasi, agar dapat bersaing di era globalisasi saat ini.

1. Responsifitas dalam Menghadapi Globalisasi Pendidikan Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh semua elemen diatas tadi dalam menghadapi arus globlisasi dalam dunia pendidikan. 1. Pendidik (Guru) Menurut undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah ditegaskan bahwa yang dimaksud Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik dijalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Disamping itu, di era global saat ini dituntut adanya fungsi dari keberadaan guru sebagai tenaga professional, yang mampu meningkatkan martabat serta mampu melaksanakan system pendidikan nasional dan mewujudkan pendidikn nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa. Guru adalah orang yang bertanggung jawab atas peningkatan moral pelajar dan juga kemerosotannya. Untuk itu tugas guru tidak terbatas pada pengajaran mata pelajaran, tapi yang paling penting adalah pencetakan karakter murid. Tantangan persoalan ini memang sangat sulit bagi seorang guru karena keterbatasan kontrolling pada murid kerap membuatnya kecolongan. Disamping itu, dalam menghadapi era globalisasi guru dituntut meningkatkan profesionalitasnya sebagai pengajar dan pendidik. Guru juga harus siap menghadapi kata kunci dunia pendidikan, seperti: kompetisi, transparansi, efisiensi, dan kualitas tinggi. Dengan demikian kualitas mutu pendidikan harus sangat diperhatikan oleh para guru untuk menyelamatkan profesinya. Untuk itu dalam peningkatan kualitas pengajaran, guru harus bisa mengembangun tiga intelegensi dasar siswa. Yaitu: intelektual, emosional, dan moral. Tiga unsur itu harus ditanamkan pada diri murid sekuat-kuatnya agar terpatri dalam dirinya. Kemudian system pembelajaran yang kreatif dan inovatif juga menjadi penting bagi guru, sehingga dapat megembangkan seluruh potensi diri siswa, dan memunculkan keinginan bagi siswa untuk maju

yang diikuti ketertarikan untuk menemukan hal-hal baru pada bidang yang diminati melalui belajr mandiri (self study) yang kuat. Dengan perkembangan bidang teknologi informasi semakin mendorong dalam kemajuan bidang ilmu pengetahuan, sehingga dunia pendidikan harus memiliki kemampuan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin. 2. Peserta didik (Siswa) Selain tugas utama seorang siswa yaitu belajar, seorang siswa juga harus mampu memilah dan memilih segala pengaruh yang masuk dalam dirinya, baik itu pengaruh dari teman sebayanya, lingkungannya, maupun media masa. Dampak dari pengaruh globalisasi terhadap siswa akan sangat mungkin berdampak negativ dan menghancurkan dirinya jika tidak segera ditanggulangi. Baik pengaruh positif maupun negatif dari globalisasi akan sangat terlihat jelas bagi siswa dalam perilaku dan tingkah lakunya sehari-hari. Hal itu dikarenakan mereka masih dalam masa-masa labil, dan masa-masa dimana selalu ingin mencoba sesuatu hal yang dianggap baru. Hal ini yang perlu diperhatikan bagi orang-rang dewasa yang ada disekitarnya. Intelektual murid harus luas, agar ia bisa menghadapi arus globalisasi dan tidak ketinggalan zaman, apalagi sampai terbawa arus. Selain itu, dimensi emosional dan spiritual siswa juga harus terdidik dengn baik, agar bisa melahirkan perilaku yang baik dan bisa bertahan diantara pengaruh demoralisasi di era globalisasi dengan prinsip spiritualnya. 3. Orang tua (Keluarga) Orang tua atau keluarga dianggap sebagai pendidikan pertama bagi anak sebelum mereka dikenalkan dengan dunia luar. Pengaruh keluarga juga sangat besar dalam pertumbuhan seorang anak, karena disamping mempunyai kedekatan secara emosional, mereka juga mempunyai tingkat kebersamaan yang lebih karena tinggal dalam satu atap atau satu rumah. Mencari tahu segala kegiatan anak tidak harus dengan mengikutinya setiap detik dan setiap waktu. Namun bisa dilakukan dengan banyak hal dan cara, seperti dengan memberikan perhatian, menanyakan dengan siapa teman bermain, menanyakan keadaan anak kepada guru-

guru nya di sekolah, dan lain sebagainya. Hal seperti ini sangat mudah dilakukan, namun terkadang orang tua sibuk dengan kegiatannya masing-masing bahan tidak mau tahu sehingga anak seringkali terabaikan. 4. Lingkungan Lingkungan tempat tinggal akan berdampak besar pada perilaku dan kepribadian seseorang, karena seringkali pengaruh teman sebayanya dapat mengalahkan pengaruh guru maupun orang tua. Untuk itu pemilihan lingkungan sangat penting dalam menghadapi arus globalisasi yang akan berdampak pada dunia pendidikan. Karena kewajiban kita adalah bagaimana berinteraksi dengan nya secara positif. Toh, realitas (globalisasi) ini tidak semuanya buruk, dan tidak pula semuanya baik. Karena itu kita harus menyikapinya lewat berbagai bentuk artikulasi yang kritis namun proporsional. Sumber bacaan : J. Soedjati Djiwandono. Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius 2000 hal 103 (disampaikan pada seminar bertajukQuo Vadis Pendidikan di Indonesia, 21 23 Agustus 2000). Dr Ali Idrus, M.Pd, ME. Manajemen Pendidikan Global, Jakarta: GP Press 2010 hal 48 4 Dr Ali Idrus, M.Pd, ME. Manajemen . Ibid. hal 61

4. Coba anda rangkum makalah dari pertama sampai terakhir ? Jawab :

Makalah 1 : Karakteristik Sosok Manusia Indonesia Mochtar Lubis dalam bukunya Manusia Indonesia Sebuah Pertanggung Jawaban mennyebutkan beberapa ciri manusia Indonesia antara lain: 1. Hipokritis alias munafik. Berpura-pura, lain di muka - lain di belakang, merupakan sebuah ciri utama manusia Indonesia sudah sejak lama, sejak meraka dipaksa oleh kekuatan-kekuatan dari luar untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakannya atau dipikirkannya ataupun yang

sebenarnya dikehendakinya, karena takut akan mendapat ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya. 2. Segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, putusannya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya. Bukan saya, adalah kalimat yang cukup populer di mulut manusia Indonesia. Atasan menggeser tanggung jawab tentang suatu kegagalan pada bawahannya, dan bawahannya menggesernya ke yang lebih bawah lagi, dan demikian seterusnya. 3. Berjiwa feodal Meskipun salah satu tujuan revolusi kemerdekaan Indonesia ialah untuk juga membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri dan masyarakat manusia Indonesia. Sikap-sikap feodalisme ini dapat kita lihat dalam tatacara upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan-hubungan organisasi kepegawaian (umpamanya jelas dicerminkan dalam susunan kepemimpinan organisasiorganisasi isteri pegawai-pegawai negeri dan angkatan bersenjata), dalam pencalonan isteri pembesar negeri dalam daftar pemilihan umum. Isteri Komandan, isteri menteri otomatis jadi ketua, bukan berdasar kecakapan dan bakat leadershipnya, atau pengetahuan dan pengalamannya atau perhatian dan pengabdiannya. 4. Masih percaya takhyul Dulu, dan sekarang juga, masih ada yang demikian, manusia Indonesia percaya bahwa batu, gunung, pantai, sungai, danau, karang, pohon, patung, bangunan, keris, pisau, pedang, itu punya kekuataan gaib, keramat, dan manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua. Kepercayaan serupa ini membawa manusia Indonesia jadi tukang bikin lambang. Kita percaya pada jimat dan jampe. Untuk mengusir hantu kita memasang sajen dan bunga di empat sudut halaman, dan untuk menghindarkan naas atau mengelakkan bala, kita membuat tujuh macam kembang di tengah simpang empat. Kita mengarang mantera. Dengan jimat dan mantera kita merasa yakin telah berbuat yang tegas untuk menjamin keselamatan dan kebahagiaan atau kesehatan kita. 5. Artistik Karena sifatnya yang memasang roh, sukma, jiwa, tuah dan kekuasaan pada segala benda alam di sekelilingnya, maka manusia Indonesia dekat pada alam. Dia hidup lebih banyak dengan naluri, dengan perasaannya, dengan perasan-perasaan sensuilnya, dan semua ini mengembangkan daya artistik yang besar dalam dirinya yang dituangkan dalam segala rupa ciptaan artistik dan kerajinan yang sangat indah-indah, dan serbaneka macamnya, variasinyam warna-warninya. 6. Watak yang lemah Karakter kurang kuat. Manusia Indonesia kurang dapat mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah, apalagi jika dipaksa, dan demi untuk survive bersedia mengubah keyakinannya. Makanya kita dapat melihat gejala pelacuran intelektuil amat mudah terjadi dengan manusia Indonesia.

7. Tidak hemat, dia bukan economic animal Malahan manusia Indonesia pandai mengeluarkan terlebih dahulu penghasilan yang belum diterimanya, atau yang akan diterimanya, atau yang tidak akan pernah diterimanya. Dia cenderung boros. Dia senang berpakaian bagus, memakai perhiasan, berpesta-pesta. Hari ini ciri manusia Indonesia menjelma dalam membangun rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya memakai barang buatan luar negeri, main golf, singkatnya segala apa yang serba mahal. 8. Lebih suka tidak bekerja keras , kecuali kalau terpaksa. Gejalanya hari ini adalah cara-cara banyak orang ingin segera menjadi miliuner seketika, seperti orang Amerika membuat instant tea, atau dengan mudah mendapat gelar sarjana sampai memalsukan atau membeli gelar sarjana, supaya segera dapat pangkat, dan dari kedudukan berpangkat cepat bisa menjadi kaya. 9. Manusia Indonesia kini tukang menggerutu tetapi menggerutunya tidak berani secara terbuka, hanya jika dia dalam rumahnya, atau antara kawan-kawannya yang sepaham atau sama perasaan dengan dia. 10. Cepat cemburu dan dengki terhadap orang lain yang dilihatnya lebih dari dia. 11. Manusia Indonesia juga dapat dikatakan manusia sok Kalau sudah berkuasa mudah mabuk berkuasa. Kalau kaya lalu mabuk harta, jadi rakus. 12. Manusia Indonesia juga manusia tukang tiru. Kepribadian kita sudah terlalu lemah. Kita tiru kulit-kulit luar yang memesonakan kita.

Makalah 2 : Pendidikan Dalam Menghadapi Globalisasi su-isu yang berkaitan dengan pendidikan nasional dan globalisasi mendorong kita untuk melakukan identifikasi dan mencari titik-titik simetris sehingga bisa mempertemukan dua hal yang tampaknya paradoksial, yaitu pendidikan Indonesia yang berimplikasi nasional dan global. Dampak globalisasi memaksa banyak negara meninjau kembali wawasan dan pemahaman mereka terhadap konsep bangsa, tidak saja karena faktor batas-batas teritorial geografis, tetapi juga aspek ketahanan kultural serta pilar-pilar utama lainnya yang menopang eksistensi mereka sebagai nation state yang tidak memiliki imunitas absolut terhadap intrusi globalisasi. Globalisasi bisa dianggap sebagai penyebaran dan intensifikasi dari hubungan ekonomi, sosial, dan kultural yang menembus sekat-sekat geografis ruang dan waktu. Dengan demikian, globalisasi hampir melingkupi semua hal yang berkaitan dengan ekonomi, politik, kemajuan teknologi, informasi, komunikasi, transportasi, dan sebagainya. Globalisasi telah menjadi sebuah kata yang memiliki makna tersendiri dan seringkali kita baca dan dengar. Banyak pengguna istilah globalisasi memahaminya berbeda dari makna yang sesungguhnya. Realitas semacam ini bisa diterima mengingat tidak ada definisi yang tunggal terhadap globalisasi.

R. Robertson (1992) misalnya, merumuskan globalisasi sebagai: the compression of the world and the intensification of consciousness of the world as a whole. Sementara, P. Kotter (1995) mendeskripsikan globalisasi sebagai, the product of many forces, some of which are political (no major was since 1945), some of which are technological (faster and cheaper transportation and communication), and some of which are economic (mature firms seeking growth outside their national boundaries). Tetapi, dalam tulisan ini kita cenderung mengutip pendapat J.A. Scholte (2002) yang menyimpulkan bahwa setidaknya ada lima kategori pengertian globalisasi yang umum ditemukan dalam literatur. Kelima kategori definisi tersebut berkaitan satu sama lain : 1. Globalisasi sebagai internasionalisasi Dengan pemahaman ini, globalisasi dipandang sekedar `sebuah kata sifat (adjective) untuk menggambarkan hubungan antar-batas dari berbagai negara. la menggambarkan pertumbuhan dalam pertukaran dan interdependensi internasional. Semakin besar volume perdagangan dan investasi modal, maka ekonomi antar-negara semakin terintegrasi menuju ekonomi global di mana `ekonomi nasional yang distingtif dilesap dan diartikulasikan kembali ke dalam suatu sistem melalui proses dan kesepakatan internasional. 2. Globalisasi sebagai liberalisasi Dalam pengertian ini, globalisasi merujuk pada `sebuah proses penghapusan hambatan-hambatan yang dibuat oleh pemerintah terhadap mobilitas antar negara untuk menciptakan sebuah ekonomi dunia yang `terbuka dan `tanpa-batas. Mereka yang berpendapat pentingnya menghapus hambatan-hambatan perdagangan dan kontrol modal biasanya berlindung di balik mantel `globalisasi. 3. Globalisasi sebagai universalisasi Dalam konsep ini, kata `global digunakan dengan pemahaman bahwa proses `mendunia dan `globalisasi merupakan proses penyebaran berbagai obyek dan pengalaman kepada semua orang ke seluruh penjuru dunia. Contoh klasik dari konsep ini adalah penyebaran teknologi komputer, televisi, internet, dll. 4. Globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi (lebih dalam bentuk yang Americanised) Globalisasi dalam konteks ini dipahami sebagai sebuah dinamika, di mana struktur-struktur sosial modernitas (kapitalisme, rasionalisme, industrialisme, birokratisme, dsb.) disebarkan ke seluruh penjuru dunia, yang dalam prosesnya cenderung merusak budaya setempat yang telah mapan serta merampas hak self-determination rakyat setempat. 5. Gobalisasi sebagai penghapusan batas-batas teritorial (atau sebagai persebaran suprateritorialitas)

Globalisi mendorong `rekonfigurasi geografis, sehingga ruang-sosial tidak lagi semata dipetakan dengan kawasan teritorial, jarak teritorial, dan batas-batas teritorial. Dalam konteks ini, globalisasi juga dipahami sebagai sebuah proses (atau serangkaian proses) yang melahirkan sebuah transformasi dalam spatial organisation dari hubungan sosial dan transaksi-ditinjau dari segi ekstensitas, intensitas, kecepatan dan dampaknya-yang memutar mobilitas antar-benua atau antar-regional serta jejaringan aktivitas. C. Era Globalisasi dan Penyebabnya

Menyikapi Kenyataan telah datangnya suatu era atau masa dimana dunia ini tampak kecil dan telah berubah menjadi datar, Thomas L. Friedman dalam bukunya The World is Flat menulis tentang beberapa faktor penyebabnya yaitu: a. Runtuhnya Tembok Berlin Ketika tembok berlin runtuh pada tanggal 9 Nopember 1989. Suatu simbol pemisah antara dunia blok barat dan blok timur telah diruntuhkan sehingga dunia kini menyatu. Juga pada saat bersamaan muncul Sistem Operasi Windows yang membawa manusia hidup bersama dan saling berinteraksi satu sama lain. b. Netscape went public Pada pertengahan tahun 1990 an perkembangan jaringan komputer berbasis Windows mencapai puncaknya. Pada saat ini diluncurkan suatu Web browser Netscape yang dapat membawa manusia untuk mendapatkan informasi dari seluruh dunia mengenai apapun, di manapun dia tinggal. c. Workflow Software Akhir abad 20 juga ditandai dengan kemajuan dalam bidang Software Workflow dimana seseorang dapat mengetahui suatu sistem dengan melihat workflow dari sistem tersebut. Era ini juga ditandai dengan dikembangkannya VPN (Virtual Private Network) sehingga masing-masing institusi bisa saling berinteraksi dengan bantuan jaringan komputer yang bersifat private sehingga keamanan data dapat terjamin. d. Open Sourcing Dominasi Microsoft Windows pada sistem operasi dunia serta software aplikasi pendukung lainnya akhirnya dapat ditandingi dengan munculnya Software Open Source. Masyarakat di seluruh dunia dapat mengembangkan sistem komputer serta jaringannya dalam komunitas ini. Sistem ini tidak lagi didominasi oleh institusi tertentu (Microsoft). e. Supply Chaining.

Supply chaining menyebabkan dunia men-deliver semua kebutuhan kita mulai dari keperluan sehari-hari sampai kebutuhan dengan teknologi tinggi dengan harga yang rendah. Era ini ditandai dengan munculnya toko retail waralaba besar yang merambah ke seluruh dunia. f. Informing Manusia dapat mencari informasi mengenai apa saja, dari mana saja. Hal itu dimungkinkan setelah dikembangkan Search Engine seperti Google, Yahoo atau MSN Search Engine. Dengan bantuan web browser maka kita dapat mencari informasi tersebut pada jaringan komputer dunia. g. The Steroids Manusia dapat saling berinteraksi satu sama lain dengan melalui 4 cara nirkabel. Untuk jarak sampai 30 inch kita dapat menggunakan teknologi inframerah. Untuk jarak sampai 30 feet kita dapat menggunakan teknologi bluetooth. Untuk jarak sampai 150 inch kita dapat menggunakan teknologi Wi-Fi. Untuk dapat mencapai seluruh dunia kita dapat menggunakan bantuan cellphone yang disambungkan dengan perangkat komputer kita. Dunia menjadi semakin semarak dengan dikembangkannya sistem digital, mobile, personal dan virtual. Pengembangan SDM Indonesia Menghadapi Globalisasi Dalam kompetisi menghadapi globalisasi Sumber Daya Manusia memegang peranan yang sangat penting. Bila tidak siap maka manusia Indonesia akan tergilas oleh globalisasi. Akan tetapi bila siap, maka kita akan menjadi sang pemenang. Secara sederhana kita dapat mendefisikan sikap pemenang (winner) yaitu:
y

Adalah mereka yang berada didepan perubahan, terus-menerus meredifinisi bidang kegiatannya, menciptakan pasar baru, membuat trobosan baru, menemukan kembali caracara berkompetisi, menantang status quo. Pimpinan yg mau mendesentralisasi kekuasaannya dan mendemokratisasikan strateginya dengan melibatkan berbagai orang baik yg ada di dalam maupun di luar organisasinya dalam proses menemukan kiat utk menghadapi masa depan

Untuk menghadapi globalisasi kita dapat menerapkan kiat 3C yaitu:


y y y

Competence, Concept and Connection

Dengan mengembangkan 3C diatas maka diharapkan akan terjadi peningkatan sumber daya manusia Indonesia menghadapi globalisasi. Makalah 3 : Sejarah Pendidikan di Indonesia Setiap pemikir mempunyai definisi berbeda tentang makna filsafat karena pengertiannya yang begitu luas dan abstrak. Tetapi secara sederhana filsafat dapat dimaknai bersama sebagai suatu

sistim nilai-nilai (systems of values) yang luhur yang dapat menjadi pegangan atau anutan setiap individu, atau keluarga, atau kelompok komunitas dan/atau masyarakat tertentu, atau pada gilirannya bangsa dan negara tertentu. Pendidikan sebagai upaya terorganisasi, terencana, sistimatis, untuk mentransmisikan kebudayaan dalam arti luas (ilmu pengetahuan, sikap, moral dan nilai-nilai hidup dan kehidupan, ketrampilan, dll.) dari suatu generasi ke generasi lain. Adapun visi, misi dan tujuannya yang ingin dicapai semuanya berlandaskan suatu filsafat tertentu. Bagi kita sebagai bangsa dalam suatu negara bangsa (nation state) yang merdeka, pendidikan kita niscaya dilandasi oleh filsafat hidup yang kita sepakati dan anut bersama. Dalam sejarah panjang kita sejak pembentukan kita sebagai bangsa (nation formation) sampai kepada terbentuknya negara bangsa (state formation dan nation state) yang merdeka, pada setiap kurun zaman, pendidikan tidak dapat dilepaskan dari filsafat yang menjadi fondasi utama dari setiap bentuk pendidikan karena menyangkut sistem nilai-nilai (systems of values) yang memberi warna dan menjadi semangat zaman (zeitgeist) yang dianut oleh setiap individu, keluarga, anggotaanggota komunitas atau masyarakat tertentu, atau pada gilirannya bangsa dan negara nasional. Landasan filsafat ini hanya dapat dirunut melalui kajian sejarah, khususnya Sejarah Pendidikan Indonesia. Sebagai komparasi, di negara-negara Eropa (dan Amerika) pada abad ke-19 dan ke-20 perhatian kepada Sejarah Pendidikan telah muncul dari dan digunakan untuk maksud-maksud lebih lanjut yang bermacam-macam, a.l. untuk membangkitkan kesadaran berbangsa, kesadaran akan kesatuan kebudayaan, pengembangan profesional guru-guru, atau untuk kebanggaan terhadap lembagalembaga dan tipe-tipe pendidikan tertentu. (Silver, 1985: 2266). Substansi dan tekanan dalam Sejarah Pendidikan itu bermacam-macam tergantung kepada maksud dari kajian itu: mulai dari tradisi pemikiran dan para pemikir besar dalam pendidikan, tradisi nasional, sistim pendidikan beserta komponen-komponennya, sampai kepada pendidikan dalam hubungannya dengan sejumlah elemen problematis dalam perubahan sosial atau kestabilan, termasuk keagamaan, ilmu pengetahuan (sains), ekonomi, dan gerakan-gerakan sosial. Sehubungan dengan MI semua Sejarah Pendidikan erat kaitannya dengan sejarah intelektual dan sejarah sosial. (Silver, 1985: Talbot, 1972: 193-210) Esensi dari pendidikan itu sendiri sebenarnya ialah pengalihan (transmisi) kebudayaan (ilmu pengetahuan, teknologi, ide-ide dan nilai-nilai spiritual serta (estetika) dari generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda dalam setiap masyarakat atau bangsa. Oleh sebab itu sejarah dari pendidikan mempunyai sejarah yang sama tuanya dengan masyarakat pelakunya sendiri, sejak dari pendidikan informal dalam keluarga batih, sampai kepada pendidikan formal dan non-formal dalam masyarakat agraris maupun industri. Selama ini Sejarah Pendidikan masih menggunakan pendekatan lama atau tradisional yang umumnya diakronis yang kajiannya berpusat pada sejarah dari ide-ide dan pemikirpemikir besar dalam pendidikan, atau sejarah dan sistem pendidikan dan lembagalembaga, atau sejarah perundang-undangan dan kebijakan umum dalam bidang pendidikan. (Silver, 1985: 2266) Pendekatan yang umumnya diakronis ini dianggap statis, sempit serta terlalu melihat ke dalam. Sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan dalam

pendidikan beserta segala macam masalah yang timbul atau ditimbulkannya, penanganan serta pendekatan baru dalam Sejarah Pendidikan dirasakan sebagai kebutuhan yang mendesak oleh para sejarawan pendidikan kemudian. (Talbot, 1972: 206-207) Para sejarawan, khususnya sejarawan pendidikan melihat hubungan timbal balik antara pendidikan dan masyarakat; antara penyelenggara pendidikan dengan pemerintah sebagai representasi bangsa dan negara yang merumuskan kebijakan (policy) umum bagi pendidikan nasional. Produk dari pendidikan menimbulkan mobilitas sosial (vertikal maupun horizontal); masalah-masalah yang timbul dalam pendidikan yang dampak-dampaknya (positif ataupun negatif) dirasakan terutama oleh masyarakat pemakai, misalnya, timbulnya golongan menengah yang menganggur karena jenis pendidikan tidak sesuai dengan pasar kerja; atau kesenjangan dalam pemerataan dan mutu pendidikan; pendidikan lanjutan yang hanya dapat dinikmati oleh anak-anak orang kaya dengan pendidikan terminal dari anak-anak yang orang tuanya tidak mampu; komersialisasi pendidikan dalam bentuk yayasan-yayasan dan sebagainya. Semuanya menuntut peningkatan metodologis penelitian dan penulisan sejarah yang lebih baik danipada sebelumnya untuk menangani semua masalah kependidikan ini. Sehubungan dengan di atas pendekatan Sejarah Pendidikan baru tidak cukup dengan caracara diakronis saja. Perlu ada pendekatan metodologis yang baru yaitu a.l, interdisiplin. Dalam pendekatan interdisiplin dilakukan kombinasi pendekatan diakronis sejarah dengan sinkronis ilmu-ihmu sosial. Sekarang ini ilmu-ilmu sosial tertentu seperti antropologi, sosiologi, dan politik telah memasuki perbatasan (sejarah) pendidikan dengan ilmu-ilmu terapan yang disebut antropologi pendidikan, sosiologi pendidikan, dan politik pendidikan. Dalam pendekatan ini dimanfaatkan secara optimal dan maksimal hubungan dialogis simbiose mutualistis antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial. Sejarah Pendidikan Indonesia dalam arti nasional termasuk relatif baru. Pada zaman pemerintahan kolonial telah juga menjadi perhatian yang diajarkan secara diakronis sejak dari sistem-sistem pendidikan zaman Hindu, Islam, Portugis, VOC, pemerintahan HindiaBelanda abad ke-19. Kemudian dilanjutkan dengan pendidikan zaman Jepang dan setelah Indonesia merdeka model diakronis ini masih terus dilanjutkan sampai sekarang. Untuk Sejarah Pendidikan Indonesia mutakhir, substansinya seluruh spektrum pendidikan yang secara temporal pernah berlaku dan masih berlaku di Indonesia; hubungan antara kebijakan pendidikan dengan politik nasional pemerintah, termasuk kebijakan penyusunan dan perubahan kurikulum dengan segala aspeknya yang menyertainya; lembaga-lembaga pendidikan (pemerintah maupun swasta); pendidikan formal dan non-formal; pendidikan umum, khusus dan agama. Singkatnya segala macam makalah yang dihadapi oleh pendidikan di Indonesia dahulu dan sekarang dan melihat prosepeknya ke masa depan. Sejarah sebagai kajian reflektif dapat dimanfaatkan untuk melihat prosepek ke depan meskipun tidak punya pretensi meramal. Dalam setiap bahasan dicoba dilihat filosofi yang melatarinya.

DAFTAR PUSTAKA

Brugmans, LJ. 1938. Geschiedenis van het OnderwUs in Nederlandsch-Indiey Groningen-Batavia: J.B. Wolters. Church, Robert L. 1971. History of Education as a Field of Study, dalam The Encyclopedia of Education. The Macmillan Company & Free Press. Djojonegoro, Wardiman. 1996. Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Departernen Pendidikan dan Kebudayaan. Good, Carter V. & Scates, Douglas E. 1954. Methods of Research Educational, Psychological, Sociological. New York: Appleton-Cent uy. Crofts, Inc.

Makalah 4 : Aliran-Aliran Pendidikan di Indonesia DUA ALIRAN POKOK PENDIDIKAN DI INDONESIA Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia itu di Indonesia itu dimaksudkan adalah Perguruan Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kedua aliran tersebut dipandang sebagai tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia. 1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1932 di yogyakarta, yakni dalam bentuk yayasan. a. Asas dan Tujuan Taman Siswa 1. Asas Taman Siswa  Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan terbitnya persatuan dalam peri kehidupan umum.  Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan batin dapat memerdekan diri.  Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.  Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.  Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka harus mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.  Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keiklasan lahir dan batin untuk mengobarkan segala kepentinganpribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak. Kemudian ditambahkan dengan asas kemerdekaan, asas kodrat alam, asas kebudayaan, asas kebangsaan, dan asas kemanusiaan. 2. Tujuan Taman Siswa  Sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib dan damai.

 Membangun abak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. b. Upaya-upaya yang dilakukan Taman Siswa Beberapa usaha yang dilakukan oleh Rtaman siswa adalah menyiapkan peserta didik yang cerdas dan memiliki kecakapan hidup. Dalam ruang lingkup eksternal Taman siwa membentuk pusat-pusat kegiatan kemasyarakatan. c. Hasil-hasil yang Dicapai Taman siswa telah berhasil menemukakan gagasan tentang pendidikan nasional, lembaga-lembaga pendidikan dari Taman indria sampai Sarjana Wiyata. Taman siswa pun telah melahirkan alumni alumni besar di Indonesia. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam Ruang Pendidik INS (Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (sumatera Barat). a. Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS mempunyai asas-asas sebagai berikut  Berpikir logis dan rasional  Keaktifan atau kegiatan  Pendidikan masyarakat  Memperhatikan pembawaan anak  Menentang intelektualisme Dasar-dasar tersebut kemudian disempurnakan dan mencakup berbagai hal, seperti: syarat-syarat pendidikan yang efektif, tujuan yang ingin dicapai, dan sebagainya. Tujuan Ruang pendidik INS Kayu Tanam adalah:  Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan  Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat  Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat  Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab.  Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan. b. Upaya-upaya Ruang Pendidik INS Kayu Tanam Beberapa usaha yang dilakukan oleh Ruang Pendidik INS Kayu Tanam antara lain menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan, menyiapkan tenaga guru

atau pendidik, dan penerbitan mjalah anak-anak Sendi, serta mencetak buku-buku pelajaran. c. Hasil-hasil yang Dicapai Ruang Pendidik INS Kayu Tanam Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mengupayakan gagasan-gagasan tentang pendidikan nasional (utamanya pendidikan keterampilan/kerajinan), beberapa ruang pendidikan (jenjang persekolahan), dan sejumlah alumni. Sumber Bacaan: Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Makalah 5 : Pendidikan Pada Masa Jepang Didorong semangat untuk mengembangkan pengaruh dan wilayah sebagai bagian dari rencana membentuk Asia Timur Raya yang meliputi Manchuria, Daratan China, Kepulauan Filiphina, Indonesia, Malaysia, Thailand, Indo China dan Rusia di bawah kepemimpinan Jepang, negera ini mulai melakukan ekspansi militer ke berbagai negara sekitarnya tersebut. Dengan konsep Hakko Ichiu (Kemakmuran Bersama Asia Raya) dan semboyan Asia untuk Bangsa Asia, bangsa fasis inipun menargetkan Indonesia sebagai wilayah potensial yang akan menopang ambisi besarnya. Dengan konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat, Jepang mengelola pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan Pasifik. Setelah Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang selanjutnya menyerang Jawa dan akhirnya memaksa Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain: (1) Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda; (2) Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda. Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut: (1) Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda. (2) Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun. (3) Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian. (4) Pendidikan Tinggi. Guna memperoleh dukungan tokoh pribumi, Jepang mengawalinya dengan menawarkan konsep Putera Tenaga Rakyat di bawah pimpinan Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansur pada Maret 1943. Konsep ini dirumuskan setelah kegagalan the Triple Movement

yang tidak menyertakan wakil tokoh pribumi. Tetapi PTR akhirnya mengalami nasib serupa setahun kemudian. Pasca ini, Jepang tetap merekrut Ki Hajar Dewantoro sebagai penasehat bidang pendidikan mereka. Upaya Jepang mengambil tenaga pribumi ini dilatarbelakangi pengalaman kegagalan sistem pendidikan mereka di Manchuria dan China yang menerapkan sistem Nipponize (Jepangisasi). Karena itulah, di Indonesia mereka mencobakan format pendidikan yang mengakomodasi kurikulum berorientasi lokal. Sekalipun patut dicatat bahwa pada menjelang akhir masa pendudukannya, ada indikasi kuat Jepang untuk menerapkan sistem Nipponize kembali, yakni dengan dikerahkannya Sendenbu (propagator Jepang) untuk menanamkan ideologi yang diharapkan dapat menghancurkan ideologi Indonesia Raya. Jepang juga memandang perlu melatih guru-guru agar memiliki keseragaman pengertian tentang maksud dan tujuan pemerintahannya. Materi pokok dalam latihan tersebut antara lain: (1) Indoktrinasi ideologi Hakko Ichiu; (2) Nippon Seisyin, yaitu latihan kemiliteran dan semangat Jepang; (3) Bahasa, sejarah dan adat-istiadat Jepang; (4) Ilmu bumi dengan perspektif geopolitis; serta (5) Olaharaga dan nyanyian Jepang. Sementara untuk pembinaan kesiswaan, Jepang mewajibkan bagi setiap murid sekolah untuk rutin melakukan beberapa aktivitas berikut ini: (1) Menyanyikan lagi kebangsaan Jepang, Kimigayo setiap pagi; (2) Mengibarkan bendera Jepang, Hinomura dan menghormat Kaisar Jepang, Tenno Heika setiap pagi; (3) setiap pagi mereka juga harus melakukan Dai Toa, bersumpah setia kepada cita-cita Asia Raya; (4) Setiap pagi mereka juga diwajibkan melakukan Taiso, senam Jepang; (5) Melakukan latihan-latihan fisik dan militer; (7) Menjadikan bahasa Indonesia sebagai pengantar dalam pendidikan. Bahasa Jepang menjadi bahasa yang juga wajib diajarkan. Setelah menguasai Indonesia, Jepang menginstruksikan ditutupnya sekolah-sekolah berbahasa Belanda, pelarangan materi tentang Belanda dan bahasa-bahasa Eropa lainnya. Termasuk yang harus ditutup adalah HCS, sehingga memaksa peranakan China kembali ke sekolah-sekolah berbahasa Mandarin di bawah koordinasi Hua-Chino Tsung Hui, yang berimplikasi pada adanya proses resinification (penyadaran dan penegasan identitas sebagai keturunan bangsa China). Kondisi ini antara lain memaksa para guru untuk mentranslasikan buku-buku berbahasa asing kedalam Bahasa Indonesia untuk kepentingan proses pembelajaran. Selanjutnya sekolah-sekolah yang bertipe akademis diganti dengan sekolah-sekolah yang bertipe vokasi. Jepang juga melarang pihak swasta mendirikan sekolah lanjutan dan untuk kepentingan kontrol, maka sekolah swasta harus mengajukan izin ulang untuk dapat beroperasi kembali. Taman Siswa misalnya terpaksa harus mengubah Taman Dewasa menjadi Taman Tani, sementara Taman Guru dan Taman Madya tetap tutup. Kebijakan ini menyebabkan terjadinya kemunduran yang luar biasa bagi dunia pendidikan dilihat dari aspek kelembagaan dan operasonalisasi pendidikan lainnya. Sementara itu terhadap pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa kebijakan antara lain: (1) Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam sendiri, yakni K.H. Hasyim Asyari. Di daerah-daerah dibentuk Sumuka; (2) Pondok pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah Jepang; (3) Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan

latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin; (4) Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta; (4) Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan; dan (5) Diizinkannya Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI) terus beroperasi, sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam, Muhammadiyah dan NU. Lepas dari tujuan semula Jepang memfasilitasi berbagai aktivitas kaum muslimin ketika itu, nyatanya hal ini membantu perkembangan Islam dan keadaan umatnya setelah tercapainya kemerdekaan.

You might also like