You are on page 1of 36

ASPEK TEKNIS DAN PRODUKSI

1. PENDAHULUAN Potensi Kelautan dan Perikanan Indonesia Perairan luas yang dimiliki Indonesia diprediksikan akan mampu memproduksi ikan melalui kegiatan penangkapan secara lestari sebanyak 6,2 juta ton/tahun, dimana 5 juta ton/tahun di antaranya ditetapkan sebagai jumlah tangkap yang diperbolehkan (JTB). Selanjutnya, dari luasan laut yang berjarak 5 km dari pantai, lebih dari 2 juta ha perairan potensial dapat dimanfaatkan sebagai lahan budidaya laut, untuk menghasilkan sekitar 2 juta ton ikan pertahun. Sementara itu, potensi lahan budidaya tambak mencapai 500.000 ha dengan produktivitas udang sebesar 2 ton/ha/tahun sedangkan potensi produksi perikanan air tawar dapat mencapai lebih dari satu juta ton/tahun. Ditambah dengan potensi potensi produksi sebesar 356.000 ton/tahun dari perikanan tangkap, total potensi produksi perikanan Indonesia dapat mencapai 9,5 juta ton/tahun. Sejauh ini, beberapa perairan telah tereksploitasi cukup intensif melalui kegiatan penangkapan, bahkan di beberapa tempat termasuk Laut Jawa dan Selat Malaka telah berlangsung upaya yang berlebihan; namun demikian, secara umum kegiatan penangkapan masih dapat ditingkatkan, yaitu di perairan-perairan Kawasan Timur Indonesia. Sementara itu, peningkatan produksi melalui budidaya masih terbuka sangat lebar karena selama ini sektor produksi ini memang belum banyak dikembangkan. Selain memiliki gambaran positif pada sisi produksi, perikanan Indonesia juga menunjukkan prospek yang sangat baik dilihat dari sudut pandang potensi pasarnya. Untuk target domestik, potensi pasar yang besar terutama terkait dengan populasi Indonesia yang mencapai 250 juta, dimana ikan merupakan sumber protein hewani yang tergolong murah. Pada saat ini, masyarakat Indonesia mengkonsumsi ikan sebanyak rata-rata 20 kg perkapita pertahun, sehingga serapan produksi perikanan oleh seluruh penduduk saat ini mencapai tidak kurang dari 5 juta ton pertahun. Sementara itu, pemerintah mentargetkan bahwa konsumsi ikan tidak kurang dari 30 kg perkapita pertahun; dengan demikian, tersedia pasar potensial sebesar 2.5 ton/tahun. Potensi pasar tidak terbatas pada target domestik melainkan juga mencakup sasaran-saran pasar internasional. Pasar dunia tidak perlu menjadi kekhawatiran pada pelaku usaha di bidang perikanan karena kecenderungan yang terjadi adalah bahwa dari waktu ke waktu ikan mendapatkan apresiasi yang semakin membaik dari konsumen di seluruh dunia; sementara itu produksi ikan secara global menunjukkan trend yang menurun. Relevansi pengembangan agribisnis perikanan dalam pembangunan perekenomian Indonesia

Didasarkan atas gambaran potensi bahan baku maupun pasar produknya, pengembangan agribisnis perikanan dapat dipandang sebagai suatu pilihan langkah yang tepat untuk mendorong pembangunan ekonomi negara. Agribisnis perikanan terdiri atas beberapa subsistem yang masing-masing saling terkait, yang mecakup semua kegiatan ekonomi di sisi hulu sampai sisi hilirnya. Termasuk dalam sistem agribisnis tersebut adalah sub sistem produksi, sub sistem pengolahan, sub sistem pemasaran, dan sub sistem penunjuangnya. Beberapa literatur mengindikasikan bahwa pengembangan agribisnis perikanan berbasis pengolahan (agroindustri) memiliki keunggulan dibanding dengan pendekatan agribisnis lainnya. Salah satu alasan utamanya adalah bahwa perkembangan subsistem pengolahaan lebih berpotensi mendorong terjadinya imbas positif ke subsistem-subsistem lain, dibanding sebaliknya. Sebagai contoh, agroindustri yang berkembang baik akan meningkatkan permintaan pasokan bahan baku berkualitas baik sehingga mendorong kegiatan penangkapan untuk mendorong kegiatan penangkapan untuk mendaratkan hanya ikan-ikan yang baik. Sebaliknya, seperti dapat kita saksikan pada saat ini, perkembangan yang baik pada sisi produksi tidak serta merta mendorong perkembangan industri pengolahan. Mengacu pada fakta di atas, pembahasan aspek teknis pada modul ini akan memberikan bobot yang lebih besar pada industri pengolahan. Industri pengolahan ikan merupakan suatu kegiatan pascapanen yang mentransformasi bahan mentah berbagai jenis ikan menjadi bahan jadi atau setengah jadi sesuai dengan preferensi konsumen. Selain itu, transformasi tersebut juga dimaksudkan untuk mengatasi kemunduran mutu ikan yang secara alamiah dalam kondisi normal berlangsung sangat cepat, suatu sifat yang menjadi ciri khas produk perikanan. Sejalan dengan upaya pemenuhan kebutuhan tersebut, pembangunan industri pengolahan ikan telah mendapatkan perhatian serius dari para pelaksana pembangunan sejak awal tahun 1970-an. Namun demikian, sejauh ini perhatian serius tersebut masih terus diperlukan atau bahkan ditingkatkan karena pada kenyataannya industri pengolahan ikan, terutama yang tergolong skala kecil dan menengah belum berkembang sesuai yang diharapkan. Berbagai permasalahan dan kendala masih dihadapi oleh industri pengolahan sehingga pilar-pilar penegak bangunan industri tersebut belum dapat berdiri dengan sempurna. Pilar-pilar dan permasalahan agroindustri perikanan Pembangunan agroindustri perikanan memerlukan tujuh pilar utama. Ketujuh pilar tersebut adalah i. Ketersediaan bahan baku dan bahan pembantu yang lumintu dan bermutu tinggi

ii. Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai iii. Ketersediaan tenaga kerja yang handal iv. Ketersediaan teknologi yang tepatguna v. Kemampuan manajerial vi. Dukungan kelembagaan dan kebijakan layak terap vii. Pembinaan dari aparat yang berwenang. Seperti telah disinggung sebelumnya, pilar-pilar penopang bangunan agroindustri perikanan di Indonesia belum dapat berdiri dengan sempurna sehingga perkembangan usaha pada industri tersebut, terutama pada kelompok kecil dan menengah, menjadi tersendat. Berdasar definisinya, usaha kecil dan menengah terbatasi oleh jumlah kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) sebesar tidak lebih dari Rp 200 juta (Pasal 1 dan 5, UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil). Dengan jumlah kekayaan yang terbatas tersebut, modal yang dimiliki pun tidak besar, sehingga pengolah menghadapi keterbatasan-keterbatasan dalam hal pengadaan bahan baku, keterbatasan dalam mengupayakan proses produksi yang baik, dan keterbatasan-keterbatasan lain yang menyebabkan kurangnya daya saing produk yang dihasilkan. Salah satu dampak dari keterbatasanketerbatasan ini adalah bahwa target pasar dari produk-produk olahan hasil usaha skala kecil mencegah ini pada umumnya adalah pedagang-pedagang bermodal terbatas pula, dimana produk-produk berkualitas rendah dapat diterima. Sebagai salah satu konsekuensinya, pembayaran terhadap produk yang terjual dilakukan dengan sistem tempo, bahkan kadang dengan waktu yang tidak ditentukan. Sebagai salah satu contoh adalah yang dilakukan oleh beberapa pengusaha ikan pindang ikan pelagis di Juwana di Jawa Tengah bagian Utara dan pengusaha penampung di Jawa Tengah bagian Selatan. Pada saat pengiriman ke target pasar, produsen dari Juwana ini hanya

memperoleh pembayaran untuk biaya transportasi ditambah sebagian pembayaran hasil pengiriman sebelumnya. Akibatnya, setelah beberapa kali pengiriman, nilai piutang produsen pindang semakin bertambah besar. Piutang yang membesar ini menjadikan beban permodalan bagi produsen, yang pada dasarnya sangat terbatas. Sebagaimana telah disebutkan di atas, keterbatasan modal pengusaha kecil pengolahan perikanan ini diperparah oleh kesulitan akses terhadap sumber-sumber permodalan formal (bank). Meskipun telah terjadi kesepakatan antara pemerintah (misalnya Departemen Kelautan dan Perikanan) dengan perbankan, yang tertuang dalam berbagai bentuk skim perkreditan (misal skim Kredit Mina Mandiri), sejauh ini belum terlihat tanda-tanda membaiknya akses pengusaha kecil bidang perikanan ke sumber permodalan resmi. Seolah telah menjadi patokan yang baku bahwa pengusaha kecil di bidang perikanan (termasuk pengolah produk-produk perikanan) bahwa usaha jenis ini merupakan usaha yang beresiko tinggi dan tidak bankable. Resiko tersebut biasanya dikaitkan dengan faktor musim dan sifat ikan yang dikategorikan bahan mudah rusak. Bahasan mengenai penyediaan bahan baku seperti telah didiskusikan sebelumnya merupakan contoh konkret dari resiko usaha yang umum terjadi pada industri perikanan. Sementara itu, karakteristik mudah rusak menambah besarnya resiko pada rata-rata usaha perikanan, termasuk pengolahan produk perikanan. Ketidaklayakan proposal pengajuan kredit permodalan pengusaha kecil (termasuk pengolah perikanan skala kecil) pada umumnya juga terkait dengan masalah agunan. Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi karena secara definisi usaha kecil memang usaha dengan aset yang terbatas, sehingga tidak selayaknya bank mempersyaratkan kelengkapan dalam bentuk ini untuk mempertimbangkan persetujuan pengucuran dana/modal. Pemerintah harus mengembangkan skim khusus yang dapat memfasilitasi pengucuran modal

perbankan kepada pengusaha skala kecil. Dalam hal ini misalnya dapat dipertimbangkan kebijakan yang mengharuskan bank mensyaratkan bentuk penjaminan bentuk lain, yang memungkinkan pengucuran dana secara lebih mudah. Dalam suatu sosialisasi produk-produk perbankan oleh sebuah bank pemerintah, terungkap adanya peluang yang dapat dipertimbangkan sebagai solusi potensial untuk mendukung diterapkannya kebijakan dimaksud, yaitu resiko usaha dapat dapat ditanggung bersama oleh pihak bank dengan pemerintah. Penanggungan resiko secara bersama (risk sharing), misalnya dimungkinkan dengan adanya jaminan ilmiah dari lembaga penelitian pemerintah, yang menyatakan bahwa suatu usaha diprediksikan akan dapat mencapai tingkat keberhasilan tertentu dalam usahanya. Sejauh ini kebijakan pemerintah dalam mendukung permodalan UKM perikanan lebih bersifat makro. Kredit Mina Mandiri tersebut adalah salah satu contohnya. Kebijakan atau progam mikro, seperti risk sharing, belum banyak dikembangkan. Masalah-masalah sebagaimana diungkapkan diatas merupakan

pertimbangan yang mendasari perlunya analisis-analisis kelayakan dari usaha-usaha di bidang perikanan. Analisis tersebut diperlukan untuk membuka kemungkinan peluasan akses permodalan bagi para pelaku usaha di bidang perikanan, terutama yang berskala kecil dan menengah. 2. PENGERTIAN ASPEK TEKNIS DAN PRODUKSI Keterbatasan akses pengusaha ke perbankan sebagian disebabkan oleh keadaan usaha yang memang tidak layak untuk didanai; namun demikian, sebagian lagi disebabkan oleh tidak sempurnanya komunikasi administratif antara pengusaha dengan perbankan. Yang dimaksud dengan keterbatasan komunikasi administratif dalam konteks ini adalah situasi dimana perbankan tidak dapat teryakinkan oleh pengusaha karena pengusaha tidak mampu memberikan bukti terdokumentasi yang terlaporkan secara sistematis dan logis. Untuk itulah, analisis kelayakan diperlukan. Dalam analisis kelayakan, hal pertama yang perlu dilihat adalah menyangkut aspek

teknis. Secara ringkas, pengertian analisis aspek teknis mencakup semua tindakan teknis yang terkait dengan penyiapan dan pelaksanaan proses produksi. Mengapa kita perlu meninjau aspek teknis dan produksi dalam analisis kelayakan usaha perikanan? Jawaban-jawaban terhadap pertanyaan ini dapat secara singkat ditemukan pada paparan berikut. Sebagaimana pada bidang-bidang usaha lain, keputusan investasi yang terkait dengan pendirian dan pengembangan usaha di sektor kelautan dan perikanan harus diputuskan berdasarkan pendekatan pasar (market oriented). Artinya, setiap produk yang akan dihasilkan sebagai dampak keputusan investasi harus merupakan produk yang dibutuhkan atau akan menjadi kebutuhan masyarakat. Keputusan untuk membudidayakan bandeng, misalnya, perlu didasari atas data apakah ada apresiasi yang tinggi di kalangan konsumen terhadap komoditas tersebut, atau ada industri pengasapan bandeng yang memerlukan bahan baku, atau ada kegiatan penangkapan tuna yang membutuhkan pasokan bandeng umpan, dsb. Keputusan investasi berdasarkan pendekatan produk (product oriented) sudah tidak lagi relevan dan harus ditinggalkan apabila pengusaha menginginkan bisnisnya tumbuh berkelanjutan. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa aspek teknis dan produksi menjadi kurang penting dalam keseluruhan proses atau kinerja suatu usaha (business performance). Aspek teknis dan produksi merupakan bagian dari tahapan kegiatan yang harus dikaji terlebih dahulu apabilia suatu keputusan investasi akan diimplementasikan. Kembali mengacu pada budidaya bandeng sebagai contoh, meskipun pasar komoditas tersebut cukup besar, usaha pembudidayaan bandeng mungkin tidak akan bertahan apabila ternyata ketersediaan tambak dengan kualitas air yang baik tidak tersedia atau penyediaan pakan merupakan masalah. Keputusan-keputusan mengenai aspek teknis dan produksi secara terkait akan mempengaruhi keputusan-keputusan lain yang menyangkut penyiapan sarana produksi, misalnya lokasi, lahan, bangunan, mesin dan peralatan, sarana penunjang (listrik, air, dan sarana komunikasi) serta proses produksi, misalnya kebutuhan bahan baku dan penunjang, tenaga kerja, dana, metoda atau teknologi dan lain-lain. Informasi tentang faktor-faktor tersebut sangat penting bagi pengusaha karena

terkait dengan efisiensi dan produktivitas. Berbekal informasi tersebut, pengusaha mengambil keputasan menyangkut produk (hasil produksi), yaitu menentukan jenis dan jumlah produksi yang akan dihasilkan. Khusus pada bidang perikanan, terdapat suatu faktor yang tidak terdapat pada bidang lain pada umumnya. Faktor tersebut adalah sifat ikan yang mudah rusak (highly perishable). Faktor ini sangat penting dalam pengambilan keputusan mengenai jumlah produksi, sarana yang harus dikembangkan, maupun teknologi yang akan diadopsi. Sebagai contoh, pada perikanan tangkap, faktor ini mengharuskan pengusaha untuk membuat keputusan apakah akan memperpanjang durasi trip dengan resiko bahwa sebagian tangkapan menurun kualitasnya, apakah akan mengharuskan setiap kapal untuk membawa garam dalam jumlah besar untuk melakukan penggaraman di laut, atau membuang sebagian hasil tangkapan yang kurang baik mutunya untuk mengakomodasikan hasil tangkapan baru di dalam ruangan palka yang terbatas. Secara umum, faktor-faktor yang harus dipertimbangkan oleh pengusaha dalam melakukan pengambilan keputusan dapat dikelompokkan kedalam faktor dalam (internal factor) dan faktor luar (external factor). Keterbatasan ruangan palka, teknologi yang dikuasai, dan sebagainya dapat dikategorikan sebagai faktor dalam; sementara itu, kondisi laut yang sudah overfishing, berbagai kebijakan pemerintah, dan keputusan-keputusan yang diambil oleh pengusaha lain dapat digolongkan kedalam kelompok kaktor luar. Beberapa pengertian dasar Pengertian Produk Secara singkat, Produk dapat didefinisikan sebagai hasil dari kegiatan produksi yang berupa barang atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Definisi lebih rinci mengenai produk dapat ditemukan dalam literatur, misalnya definisi yang diberikan oleh Kotler dalam Mursyid (1997), yang menyatakan bahwa produk adalah

hasil akhir yang mengandung elemen-elemen fisik, jasa dan hal-hal yang simbolis yang dibuat dan dijual oleh perusahaan untuk memberikan kepuasan dan keuntungan bagi pembelinya. Berdasarkan definisi tersebut, kata produk mengandung pengertian yang mencakup segi fisik dan hal-hal lain yang lebih ditentukan oleh konsumen, misalnya jasa yang menyertainya, kepuasan pemakaian, simbol status dan sebagainya. Jenis Produk Mengacu pada definisi produk sebagaimana tersebut pada Poin 2.2.1., jenis produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha terdiri dari berbagai macam barang yang secara fisik dapat dilihat, dan berbagai bentuk jasa yang tidak nyata secara fisik tapi dapat dirasakan manfaatnya. 1) Produk Barang Terdapat berbagai jenis produk barang, yang dapat dikategorikan kedalam: yang dihasilkan oleh kegiatan usaha terdiri dari: a) Produk Manufaktur, yaitu produk barang yang dihasilkan dari suatu proses pengolahan bahan baku atau bahan setengah jadi menjadi produk baru. Beberapa contoh produk manufaktur adalah di antaranya: mesin bor, mesin tekstil, mesin bubut (contoh pada industri berbasis logam) buah-buahan kaleng, tempe, kecap, minyak goreng (contoh pada bidang pertanian)

kabel, televisi, audio video, lampu listrik (contoh pada bidang eletrika dan elektronika) b) Produk Perikanan, yaitu produk yang dihasilkan dari kegiatan penangkapan, budidaya, atau pengolahan. Beberapa contoh produk perikanan adalah di antaranya: berbagai komoditas ikan yang dihasilkan dari kegiatan penangkapan, baik di laut maupun di perairan umum (tuna, cakalang, ikan-ikan pelagis kecil, ikan-ikan demersal, udang laut, ikan hasil penangkapan di sungai dan waduk, dsb). berbagai komoditas ikan yang dihasilkan dari kegiatan budidaya (bandeng, udang budidaya, rumput laut, dan berbagai spesies budidaya lainnya) berbagai produk olahan tradisional (terasi, bekasang, peda, ikan asap, ikan asin, kecap ikan, dsb.) dan produk olahan modern/semi modern (agar-agar kertas, surimi, kitin dan kitosan, fish analogs, dsb). c) Produk Kelautan, yaitu produk-produk yang berasal dari laut selain ikan, baik dalam bentuk barang maupun jasa, misalnya: garam, listrik berbasis tenaga gelombang laut, hidrothermal bawah laut, dsb (produk berupa barang) wisata bahari, jasa transportasi (produk berupa jasa). Kualitas Produk Kualitas produk merupakan ukuran yang mencerminkan seberapa dekat sifat-sifat dari produk yang diukur kualitasnya dengan

sifat-sifat yang diinginkan konsumen. Sifat-sifat tersebut mencakup berbagai kriteria yang terbentuk oleh keinginan-keinginan konsumen, misalnya kenampakannya, flavornya, kekenyalanya, daya simpannya, dsb. Makin dekat sifat-sifat produk dengan sifat-sifat yang diinginkan oleh konsumen, makin tinggi kualitas produk dimaksud. Pengertian produksi Produksi adalah kegiatan usaha yang mengubah suatu bahan atau keadaan menjadi barang atau jasa baru yang dapat menimbulkan tambahan manfaat atau menciptakan faedah baru. Tambahan manfaat atau faedah baru tersebut dapat berupa bentuk, tempat, waktu atau kombinasinya. Pengertian Produsen Produsen adalah orang, badan atau lembaga yang menghasilkan suatu produk. Misalnya, orang, badan usaha atau lembaga yang memproduksi ikan asin disebut sebagai produsen ikan asin, dsb. Pengertian manajemen produksi Manajemen produksi adalah tatacara (pengaturan) dalam melaksanakan proses produksi dari perancanaan, pengorganisasian, pengendalian serta system informasi produk yang meliputi aspek lokasi produksi, volume operasi, mesin dan peralatan, bahan baku dan bahan pembantu, tenaga kerja dan tata letak (lay out). Sarana Produksi Sarana produksi adalah semua barang atau diiperlukan untuk mendukung terlaksananya proses alat yang produksi.

Beberapa contoh bentuk sarana peroduksi dalam sebuah usaha di bidang perikanan adalah misalnya: lahan tambak, kincir air, dan

sarana resirkulasi air (pada budidaya ikan); perahu, jaring, bagan, mesin kapal (pada usaha penangkapan); bak pembersihan dan penggaraman, tungku perebusan, dan penggiling ikan (pada usaha pengolahan). Termasuk pula dalam katagori ini adalah berbagai prasarana penunjang, misalnya jalan, komunikasi, prasarana pengairan, dsb. Perencanaan Produksi Perencanaan produksi merupakan langkah awal dari proses produksi yang menentukan langkah-langkah kegiatan selanjutnya maupun tingkat keberlanjutan pengembangan usaha. Dalam perencanaan produksi, berdasarkan spesifikasi produk yang akan dibuat, jumlah dan kualitas yang akan dihasilkan harus direncanakan berdasarkan kebutuhan dan kapabilitas dari faktor-faktor produksi yang tersedia, antara lain jumlah dan kualitas bahan baku, keahlian dan jumlah tenaga kerja, kapasitas mesin, cara atau teknologi yang akan digunakan, jadwal produksi, dan lain-lain. Proses produksi merupakan sebuah rangkaian kegiatan yang

memadukan masukan-masukan (biasa diistilahkan sebagai faktor produksi) untuk menghasilkan produk. Masukan-masukan tersebut mencakup cara dan metode untuk melaksanakan produksi, bahan baku dan dan bahan-bahan penunjangnya, tenaga kerja, mesin dan peralatan. Perencanaan produksi biasanya mencakup sebuah rangkaian kegiatan yang secara umum dapat diuraikan seperti di bawah ini: (1) Penetapan jenis spesifikasi produk yang akan dihasilkan Informasi mengenai jenis produk dan spesifikasinya merupakan hal pertama yang harus diketahui sebelum dilakukannya langkah apapun, termasuk perencanaan produksi. Informasi ini diperoleh dari hasil analisis pasar, yang dibahas pada modul aspek pemasaran pada kumpulan bahan ajar ini. Informasi tentang jenis dan spesifikasi produk

merupakan hal yang penting, tidak hanya bagi pemain baru yang akan memulai usahanya tetapi juga bagi pengusaha lama yang akan mengembangkan kegiatan ekonominya melalui diversifikasi produk atau membuka usaha baru. (2) Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi Agar peluang pasar dan atau potensi dari produk yang akan dikembangkan dapat direalisasikan, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi harus teridentifikasi dengan baik. Beberapa faktor penting yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan, keahlian dan pengalaman: Untuk usaha penangkapan, perlu diketahui apakah pengusaha memiliki pengalaman dan pengetahuan yang baik tentang seluk beluk kegiatan penangkapan, dsb; untuk calon pengusaha pengolah agar-agar, perlu diketahui apakah yang bersangkutan mempunya pengetahuan tentang faktorfaktor yang mempengaruhi gel strength agar-agar, dsb. b. Resiko dan kendala-kendala: perlu dikaji berbagai aspek yang mungkin menyebabkan terkendalanya usaha yang akan dikembangkan; misalnya, untuk pengembangan usaha budidaya rumput laut, apakah kendala fisik termasuk besarnya pasang surut atau kekeringan yang menyebabkan naiknya salinitas akan dapat dikuasai oleh pengusaha, apakah kendala sosial termasuk pencurian udang yang dipolikulturkan bersamanya dapat ditanggulagi, dsb. c. Modal yang dimiliki. Dalam hal ini, cukup jelas bahwa perlu ada kalukulasi yang baik, apakah modal yang dimiliki, baik modal sendiri maupun modal pinjaman akan cukup menunjang keperluan modal untuk usaha produk baru yang dipilih.

d. Sumberdaya manusia. Sebagaimana pada poin 1, menyangkut pengetahuan-keahlian-pengalaman pengusaha, tenaga kerja pendukung usaha harus pula dilihat tidak hanya jumlahnya, melainkan kualitasnya. Misalnya, dalam hal usaha penangkapan lobster, yang mempraktekkan cara penangkapan menggunakan perangkap, tenaga kerja dengan pengalaman sejenis tentu saja lebih baik kualitasnya disbanding tenaga dengan pengalaman penangkapan ikan cakalang, yang mempergunakan alat huhate. e. Lain-lain. Untuk memperoleh proses produksi yang maksimal dan efisien, harus pula dipertimbangkan penghapusan kegiatan yang tidak perlu. Literatur menunjukkan adanya kecenderungan universal di kalangan nelayan untuk menonjolkan hasil yang sebenarnya diperoleh dengan korbanan yang terlalu besar. Nelayan sering bertendensi untuk mencapai kepuasan melalui aktualisasi menjadi bos di atas kapalnya sendiri (being boss on his/her own boat). Untuk mengejar kepuasan tersebut, misalnya nelayan merasa perlu untuk melakukan pengeluaran yang tidak perlu, contohnya melakukan investasi berlebihan untuk lampu penarik ikan pada penangkapan purse seine, memasang asesories yang berlebihan pada kapalnya, dsb. Hal-hal tersebut hanya akan berujung pada usaha yang tidak efisien. (3) Penentuan cara atau metoda produksi Penggunaan cara atau metoda produksi yang tepat akan mengakibatkan proses produksi berjalan secara efisien dan dengan produktivitas yang tinggi. Hal ini karena pilihan cara produksi melibatkan pertimbangan-pertimbangan teknologi yang akan digunakan (manual, semi otomatis, atau otomatis), keahlian tenaga kerja, tata letak

mesin dan peralatan, waktu dan jadwal kerja yang semuanya pada akhirnya tergantung pada dana yang tersedia. (4) Pemilihan bahan baku Dalam penentuan bahan baku, perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: i. Sesuai spesifikasi bahan baku yang dipersyaratkan antara lain menyangkut kualitas bahan baku yang diinginkan, jumlah, sifat fisika, kimia, dan lainlain. ii. Sedekat mungkin dari lokasi usaha, terjamin ketersediaan pasokannya, berharga murah sesuai kualitas yang diinginkan, dan mudah penanganannnya. (5) Pemilihan jenis mesin dan peralatan Pemilihan mesin dan peralatan didasarkan atas berbagai faktor ekonomis dan teknis, yaitu berhubungan dengan biaya yang akan dikeluarkan untuk pengadaan dan penggunaan alat tersebut dan pertimbangan yang berhubungan dengan sifat teknis peralatan tersebut, misalnya kesesuaian kapasitas dan kapabilitas mesin dan peralatan dengan spesifikasi produk yang akan dihasilkan, perawatan mesin dan peralatan, terjaminnya purna jual (sparepart). (6) Penentuan tata letak mesin dan peralatan Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan tata letak mesin dan peralatan adalah sebagai berikut: - Prinsip integritas, artinya tata letak yang baik harus dapat mengintegritaskan seluruh faktor produksi seperti tenaga kerja,

bahan mesin dan perlengkapan lainnya sehingga dapat menghasilkan kerjasama yang harmonis, efisien dengan produktivitas yang tinggi. - Memperpendek atau mempersingkat gerak alat. - Memperlancar arus pekerjaan, yang dapat menambah arus kelancaran pasokan bahan. - Penggunaan ruang yang efektif dan efisien. - Keselamatan dan kepuasan pekerjaan. - Berkesinambungan dalam proses produksi. Tata letak yang baik memungkinkan perjalanan yang harus dilalui dari bahan mentah sampai produk akan menjadi lebih singkat. Sebaliknya, tata letak buruk membuat perjalanan bahan sampai menjadi barang akan lebih panjang, yang akan mengakibatkan waktu kerja tinggi sehingga hasil produknya rendah. Ini juga berarti biaya produksi menjadi lebih tinggi. (7) Perencanaan perawatan alat dan mesin Ada`beberapa cara untuk memelihara/merawat mesin, alat atau fasilitas, yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pemeliharaan terencana, yaitu pemeliharaan berjadwal sesuai dengan kalender, misalnya penggantian pelumas setiap hari Senin pagi. b. Pemeliharaan breakdown, yaitu pemeliharaan atau perbaikan baru dilakukan setelah mesin rusak atau breakdown. c. Pemeliharaan pencegahan, yaitu pemeliharaan dilakukan dengan memperhitungkan usia pakai komponen atau suku cadang mesin. Misalnya komponen listrik (fuse atau sekering) harus diganti setiap

pemakaian 1000 jam. Sebab kalau mati pada saat mesin beroperasi, maka proses produksi akan berhenti total, sehingga kerugian lebih besar dari pada yang sudah direncanakan. (8) Penentuan tenaga kerja Jenis, keahlian dan jumlah tenaga yang dibutuhkan merupakan produk dari perencanaan produksi. Oleh karenanya, rekruitment tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan menjadi hal yang penting untuk dilaksanakan apabila menginginkan rencana produksi berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku dan pengalaman selama ini, tenaga kerja dapat dibagi ke dalam kelompok tenaga kerja dalam arti yang terikat (resmi) dalam hubungan kerja. Tenaga kerja yang terikat perjanjian dengan masa kerja tidak tertentu disebut tenaga kontrak atau tidak tetap. Sedangkan yang tidak terikat (tidak resmi) dalam hubungan kerja disebut tenaga kerja informal mesalnya buruh tani, pembantu rumah tangga dan lain-lain. a) Tenaga kerja tetap adalah tenaga kerja yang terikat perjanjian kerja permanen yang hak-hak dan kewajibannya diantaranya diatur dalam kesepakatan kerja bersama antara tenaga kerja dan perusahaan. Kedudukan mereka cukup kuat dalam hukum, dimana pengusaha tak dapat memutuskan hubungan kerja semaunya. b) Tenaga kerja tidak tetap adalah tenaga kerja yang terikat perjanjian kerja tidak pemanen (jangka waktu terbatas) yang memiliki hak dak kewajiban yang terbatas sesuai perjanjian kerjanya, tidak sebagaimana tenaga kerja tetap. Umumnya mereka akan kehilangan hak-hak dan kewajibannya apabila perjanjian kerja berakhir, kedudukannya tidak cukup kuat sehingga dapat dikeluarkan (kalau tidak diperlukan lagi) pengusaha dengan mudah.

c) Tenaga kerja borongan, adalah tenaga kerja yang menjalankan suatu pekerjaan tertentu atas perjanjian dengan ketentuan yang jelas mengenai waktu dan harga pekerjaan tersebut selesai. (9) Penentuan siklus produksi Siklus produksi adalah sebuah rangkaian kegiatan yang dihitung sejak tahap penyiapan suatu proses produksi dan berakhir pada saat sebelum dilakukannya tahap penyiapan proses produksi berikutnya. Siklus produksi berbeda untuk jenis kegiatan usaha perikanan yang berbeda, bahkan untuk jenis usaha perikanan yang sama yang dilakukan oleh produsen yang berbeda, lokasi yang berbeda, maupun kondisi-kondisi berbeda lainnya. Berikut adalah contohcontoh silkus produksi untuk berbagai jenis usaha perikanan. Pada usaha penangkapan, siklus usaha pada umumnya mencakup tahapan penyiapan operasi penangkapan, proses navigasi (pencarian situs penangkapan), proses penangkapan, pendaratan., dan pelelangan. Bentuk maupun durasi siklus maupun durasi masing-masing tahapan kegiatan dari siklus tersebut bervariasi tergantung jenis perikanan, jenis alat yang dipergunakan, dan skala atau kapasitas usahanya. Sebagai contoh, pada perikanan pelagis kecil mengguakan alat tangkap bagan satu siklus usaha hanya berdurasi satu hari dan tidak ada waktu yang terbuang untuk navigasi karena situs penangkapan sudah tertentu. Sementara itu, pada perikanan pelagis kecil menggunakan alat pursen pada kapal-kapal penangkap berukuran kecil durasi siklus dapat berkisar antara satu sampai beberapa hari. Namun demikian, pada perikanan pelagis kecil menggunakan alat pursen dengan kapal yang besar durasi siklus dapat mencapai hitungan 1-2 minggu, bahkan hingga 40 hari. Dalam kondisi prikanan yang telah mengalami tingkat eksploitasi yang sangat tinggi seperti di Laut Jawa, durasi siklus sering sangat bervariasi; pada suatu ketika siklus terhitung relatif pendek karena situs penangkapan dengan kelimpahan yang tinggi dapat ditemukan dengan cepat sedangkan pada saat lain proses navigasi berlangsung lama.

Pada usaha budidaya, siklus usaha secara garis besar mencakup penyiapan lahan, penyediaan benih, penebaran benih, masa pembesaran, pemanenan, dan pemasaran. Sebagaimana pada usaha penangkapan, siklus usaha tersebut bervariasi tergantung terutama pada jenis usaha (pembenihan, pembesaran, dsb) dan komoditasnya (bandeng, udang, rumput laut, dsb). Namun demikian, pada usaha budidaya, faktor lingkungan relatif lebih terkontrol dibanding pada usaha penangkapan sehingga variasi siklus relatif lebih kecil. Tergantung pada teknologi yang digunakan atau keterbatasan modal yang dimiliki, ada kemungkinan kita menemukan perbedaan siklus pada jenis usaha yang sama dan komoditas yang tidak berbeda. Misalnya, pada budidaya rumput laut gracillaria di tambak, seorang pembudidaya melakukan kedok teplok dan pengeringan lahan setiap 4 kali penen, sementara pembudidaya lain melakukannya lebih jarang sedang pembudidaya lain melakukan lebih sering. Dengan demikian, siklus usaha pada masing masing juga dapat mencakup jumlah panen yang berbeda. Pada usaha pengolahan, siklus usaha secara garis besar mencakup tahapan kegiatan pengadaan bahan baku dan bahan-bahan pembantu, penanganan bahan baku, pengolahan, pengepakan, dan pemasaran. Variasi siklus pada usaha jenis ini dapat terjadi karena faktor jenis bahan baku, jenis produk, teknologi, dan skalanya. Variasi siklus pada usaha pengolahan relatif lebih banyak karena bahkan dari satu jeis bahan baku dimungkinkan dihasilkan jenis produk yang beraneka ragam. Sedikit perbedaan dalam hal teknologi akan pula menyebabkan variasi dari siklus usaha. Dalam kaitannya dengan kajian aspek teknis pada analisis kelayakan usaha, kepentingan dari pengetahuan atau informasi tentang siklus usaha terkait dengan rotasi pembiayaan dan penerimaan. Kedua hal tersebut akan berpengaruh terhadap besarnya modal yang harus disediakan untuk mendukung kelancaran usaha dari siklus ke siklus berikutnya. Untuk usaha-usaha bersikus panjang, maka modal akan tertanam dalam usaha dalam jangka waktu yang lebih lama sampai saat produk telah terpasarkan. Penyedia modal, dalam hal ini bank, rentenir, atau padanannya, akan memperhitungkan apakah pengusaha yang mendapatkan

kredit modal darinya akan dapat melakukan cicilan yang bersifat harisan, bulanan, atau tahunan. Disamping itu, siklus usaha juga akan menentukan apakah diperlukan tenggat waktu pengembalian pinjaman modal yang diberikan oleh penyedia kredit. 3. INKORPORASI ASPEK TEKNIS DALAM ANALISA USAHA Tahapan analisis aspek teknis Berbagai informasi tentang aspek teknis seperti diterangkan pada Bagian 2 di atas merupakan bahan-bahan untuk melakukan analisis aspek teknis. Secara garis besar, tahapan dalam analisis aspek teknis tersebut dapat dilukiskan seperti pada Gambar 1. Seperti telah diungkapkan pada aspek pemasaran, perencanaan produksi diawali dengan pengetahuan atau informasi mengenai pasar. Berdasarkan analisis pasar tersebut, target penjualan dapat ditetapkan. Apabila ternyata survai pasar menunjukkan bahwa tidak ada peluang untuk melakukan ekspansi usaha, maka target penjualan tersebut sama dengan penjualan di waktu sebelumnya. Apabila, sebaliknya, survai pasar menunjukkan adanya peluang perluasan usaha maka taget penjualan tersebut merupakan penjumlahan dari total pemasaran di waktu lalu dan target penjualan tambahan. Berdasarkan pada target total penjualan, rencana produksi disusun. Dalam hal ini, produsen harus menentukan total barang yang akan diproduksinya untuk memenuhi target penjualan yang telah dicanangkan pada tahapan sebelumnya. Target produksi tersebut tentu saja harus disesuaikan dengan kapasitas yang dimilikinya atau kemungkinan penambahan kapasitas yang ada. Ada kemungkinan pula bahwa produsen memprediksikan adanya fluktuasi dalam hal produksi atau adanya jeda waktu yang antara pemasaran dan proses penyiapannya sehingga diperlukan cadangan produk yang disimpan dalam gudang. Dalam situasi seperti itu, target produksi perlu ditetapkan lebih tinggi dibanding target penjualan, sesuai kebutuhan barang yang akan disimpan sebagai cadangan.

Setelah target produksi ditetapkan, penghitungan biaya investasi dan biaya produksi dapat dilakukan. Dasar untuk melakukan penghitungan tersebut adalah data-data yang terkait dengan fasilitas dan komponenkomponen produksi. Biaya investasi dihitung dengan cara menjumlahkan semua bentuk pengeluaran yang diperlukan untuk investasi, termasuk pembelian peralatan, akuisisi lahan dan bangunan, dan fasilitas lainnya. Sementara itu, biaya produksi dihitung melalui penjumlahan semua pengeluaran untuk melakukan setiap produksi pada setiap siklus usaha.

Pengeluaran-pengeluaran

dimaksud

adalah

misalnya

pengeluaran-

pengeluaran untuk pengadaan bahan baku, pembelian bahan pembantu, pembayaran upah kerja, dan biaya pengoperasian teknologi. Secara lebih, komponen-komponen biaya produksi mencakup biaya tetap dan biaya tidak tetap: a.Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap untuk setiap periode, tidak tergantung pada tingkat produksi. Contoh komponen biaya tetap: gaji pegawai, biaya pemeliharaan alat, biaya penyusutan. b. Biaya Tidak Tetap Biaya tidak tetap adalah biaya yang jumlahnya tergantung pada tingkat produksi. Contoh komponen biaya tidak tetap: biaya pengadaan bahan baku, biaya bahan pembantu, biaya pemakaian listrik. Dalam kaitannya dengan pembiayaan usaha, kita juga mengenal beberapa istilah. Kategori-kategori berikut adalah kategori-kategori biaya yang perlu diketahui, yang sebagian termasuk dalam kelompok biaya tetap dan sebagian lain termasuk kelompok biaya tidak tetap. a. Biaya langsung, yaitu biaya bahan baku yang langsung dan merupakan bagian pokok dari produk yang dihasilkan, misalnya: biaya pembelian ikan segar untuk diolah menjadi ikan pindang. b. Biaya tidak langsung yaitu, biaya yang secara tidak langsung dikeluarkan untuk mendukung proses produksi, misalnya: upah tenaga pengawas, operator alat, dsb c. Biaya administrasi umum, yaitu biaya yag dikeluarkan untuk pelaksanaan kegiatan administrasi kantor dan umum

d. Biaya penjualan produk, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan kegiatan penjualan, misalnya: biaya pemasangan iklan, biaya transportasi penjualan, dsb. e. Biaya usaha jasa, yaitu biaya yang dikeluarkan sebagai imbalan jasa untuk kelancaran usaha, misalnya: - Komisi, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk seseorang yang memfasilitasi kelancaran usaha - Biaya usaha, yaitu biaya penjualan (gaji, iklan, promosi) dan amistrasi umum (alat tulis, biaya telepon, biaya listrik, dsb) - Biaya diluar usaha: biaya bunga

Disamping menyangkut penghitungan biaya dan penerimaan, kajian aspek teknis juga dimaksudkan untuk menggali informasi yang terkait dengan berbagai bentuk resiko yang harus diperhitungkan oleh pengusaha/produsen. Berbagai resiko potensial yang perlu digali informasinya adalah di antaranya (a) Resiko bahan baku (b) Resiko gagal dalam perjanjian, (c) Resiko musim, (d) Resiko pengiriman barang, (f) Resiko tenaga kerja, (g) Resiko teknik produksi, (h) Resiko pemasaran, (i) Resiko persaingan produk, (j) Resiko penentuan tingkat harga.

Resiko bahan baku pada industri pengolahan perikanan meliputi masalah ketersediaan, harga, dan kontinuitas. Lebih lanjut, ketersediaan tidak hanya dipandang dari sisi kuantitasnya melainkan mencakup pengertian kontinuitas dan kualitasnya. Sejauh ini, ketidak-berdayaan industri pengolahan skala kecil masih sering disebabkan keterbatasan para pengolah dalam mendapatkan bahan baku yang bermutu baik dalam jumlah yang cukup dan terjaga sepanjang musim. Menggunakan bahan baku berkualitas rendah, sebagian besar pengolah hanya mampu menghasilkan produk akhir yang kurang baik, sehingga keawetan dan jangkauan pemasarannya terbatas. Produk bermutu rendah juga sering menjadi pembawa materi yang tidak dikehendaki yang dapat menyebabkan produk tersebut tidak memenuhi syarat keamanan pangan sehingga tidak dapat diterima oleh segmen-segmen pasar tertentu. Ini berarti bahwa semua aspek penyediaan bahan baku harus mendapat perhatian, secara simultan. Resiko gagal dalam perjanjian merupakan hal penting berikutnya yang harus diantisipasi, baik oleh pengusaha penangkapan, budidaya, pengolahan, maupun pemasaran perikanan. Kegagalan semacam ini sering terjadi karena perjanjian tidak dinyatakan secara jelas, dan tidak tertulis. Sebagai contoh, seperti sering terjadi pada usaha rumput laut, pembudidaya pada umumnya tidak mempunyai kepastian yang cukup tentang hubungan antara kualitas produk yang mereka hasilkan dengan harga yang akan diterima sehubungan dengan kualitas tersebut. Meskipun pabrik pengolahan telah mempunyai standar yang pasti tentang harga jual atau harga beli produk terkait dengan kualitasnya, pada umumnya standar tersebut tidak dikomunikasikan dengan baik, atau tidak dituangkan dalam perjanjian yang jelas, atau tidak dilaksanakan dengan sempurna. Misalnya, pengukuran kualitas rumput laut lebih sering dilakukan di pabrik dibanding di lokasi pembudidaya. Manakala terjadi selisih paham, maka transaksi terancam gagal dan kerugian ada pada pihak pembudidaya. Resiko gagal perjanjian ini juga terkait dengan bentukbentuk resiko lainnya, seperti resiko pemasaran, resiko pengiriman barang, resiko persaingan dan resiko penentuan harga. Dalam hal penentuan harga,

misalnya, karena posisinya yang terlanjur lemah, pembudidaya rumput laut seperti dicontohkan di atas terpaksa menerima tingkat harga yang ditentukan oleh pembeli. Resiko musim pada usaha-usaha perikanan terjadi dalam konteks total produksi dan jenis ikan. Ada saat atau musim-musim tertentu dimana ikan dari berbagai jenis melimpah secara total sedangkan pada musim lain (musim paceklik) kelimpahan ikan sangat menurun. Lebih lanjut, ada beberapa jenis ikan tertentu yang melimpah pada periode-periode waktu tertentu tapi hanya sedikit yang ditangkap pada periode-periode waktu yang lain. Bagi sebagian pengolah, masalah produksi yang berfluktuasi menurut jenis dan waktu disiasati dengan melakukan pengolahan jenis ikan yang berbeda untuk setiap musim yang berbeda. Sebagai contoh, para pengolah ikan panggang yang berlokasi di Tambaklorok, Kota Semarang, Jawa Tengah, memvariasi jenis olahan manyung, tongkol, pari, dan bandeng, secara bergantian untuk mensiasati resiko musim. Untuk contoh kasus Semarang ini, manyung diproduksi (dan diolah) dalam jumlah yang besar pada sekitar bulan Desember-Januari. Sementara itu, tongkol banyak tertangkap oleh nelayan sehingga tersedia melimpah bagi pengolah pada sekitar bulan AgustusOktober. Resiko lain yang juga penting untuk diantisipasi adalah resiko tenaga kerja. Pada situasi-situasi tertentu, pengusaha menghadapi persaingan dari industri lain untuk mendapatkan tenaga kerja. Sebagai contoh, Jepara adalah sebuah kabupaten di Jawa Tengah dimana industri ukiran / perabotan kayu telah berkembang dengan baik. Di antara jenis pekerjaan pada industri tersebut adalah menjadi tukang amplas, yang mendapatkan upah 10 15 ribu rupiah perhari. Pada periode-peride dimana pesanan mebel meningkat, tenaga kerja di wilayah tersebut akan tertarik pada industri mebel karena pekerjaan tukang amplas tidak memerlukan keahlian yang terlalu spesifik. Pekerjaan di bidang perikanan untuk kualifikasi tertentu akan ditinggalkan karena pencari tenaga kerja akan lebih tertarik pada pekerjaan dengan faktor

keberuntungan yang lebih kecil. Seperti kita ketahui, perikanan (teruma penangkapan) merupakan pekerjaan dimana resiko usaha relatif lebih besar dibanding dengan jenis-jenis pekerjaan lainnya. Pengumpulan data untuk kajian aspek teknis Data-data aspek teknis dapat diperoleh melalui kegiatan survai. Dalam hal ini, informasi dikumpulkan melalui kegiatan lapang, yaitu wawancara dengan pengusaha maupun dengan pihak-pihak lain atau melalui proses partisipatif, yang diperkirakan dapat membantu meningkatkan akurasi dari informasi dari pengusaha tersebut. Dalam pelaksanaan survai atau penggalian informasi lapang ini, beberapa hal perlu dipahamai oleh enumerator. Secara garis besar, hal-hal penting tersebut adalah sebagai berikut: (1) Perbedaan praktis antara penelitian lapang dan penelitian laboratorium: Bagi kita yang terbiasa dengan pelaksanaan kegiatan teknis semisal penelitian di laboratorium, penggalian informasi di lapangan sering menjadi tantangan yang besar. Tantangan tersebut berupa kesulitan untuk memperoleh informasi itu sendiri dan kesulitan untuk mengupayakan akurasi/ketepatan dari informasi yang diperoleh. Untuk mengatasi tantangan tersebut, kita perlu memahami dengan baik perbedaan-perbedaan prinsip yang mencirikan masing-masing bentuk penggalian informasi tersebut, terutama pada sisi praktisnya. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dirangkum sebagai berikut: Penelitian Laboratorium Benda Mesin Mesin Terkontrol Penelitian Lapang Manusia Manusia Manusia Tidak terkontrol

Objek Alat ukur Alat verifikasi Lingkungan

Rancangan Cakupan

Lebih pasti Mudah dibatasi

Disesuaikan kondisi lapang Sulit untuk dibatasi

Terkait dengan karakteristik dari penelitian lapang, dua hal berikut merupakan kelemahan-kelemahan yang sering menyebabkan rendahnya kualitas data lapang. Pertama adalah kekurang-mampuan individu pengumpul data; karena alat ukur dalam penelitian lapang adalah manusia, maka kualitas data akan rendah apabila kemampuan alat ukur tersebut (manusianya) rendah. Situasi seperti itu dapat disetarakan dengan rendahnya spesifikasi mesin yang dipergunakan dalam penggalian data teknis di laboratorium. Yang kedua adalah hambatan komunikasi interdisiplin dari pewawancara apabila pewawancara lebih dari satu. Ini setara dengan inkompatibilitas mesin-mesin di laboratorium; apabila beberapa alat tidak kompatibel, maka hasil pengukuran akhir akan tidak baik. Analoginya, apabila pewawancara tidak saling memiliki komunikasi yang baik dalam penggalian informasi, maka kemungkinan responden akan mendapatkan pertanyaan yang membingungkan sehingga kemungkinan besar jawaban yang diberikan tidak tepat. Berkaitan dengan masalah-masalah di atas, beberapa hal berikut disarankan untuk dilakukan oleh pewawancara dalam menggali informasi aspek teknis dalam kegiatan lapang: c. Perbaikan teknik wawancara: - Awali dengan pembicaraan dengan perbincangan mengenai sesuatu di sekitar anda - Gunakan alat bantu secara tidak mencolok - Ajukan pertanyaan yang terbuka dan tidak memojokkan - Pancing responden untuk memberikan pendapatnya

- Diskusikan hasil wawancara dengan anggota tim - Lakukan konfirmasi secara halus d. Penyempurnaan adab dalam berwawancara: - Jangan memposisikan diri lebih tinggi dari responden - Pahami kebiasaan setempat - Hati-hati dengan sensititivisme orang kekurangan (miskin, cacat, dll) - Jangan memotong penjelasan responden kecuali dengan sopan - Hindari mengulangi pertanyaan - Ikuti pernyataan responden dengan cermat dan penuh perhatian - Mengalihkan pembicaraan di luar konteks dengan pintar - Wawancara individu sebaiknya tidak lebih dari satu jam sedangkan wawancara kelompok sebaiknya tidak lebih dari dua jam - Lakukan improvisasi apabila wawancara berjalan kurang produktif Setelah memahami beberapa rambu-rambu mengenai penggalian informasi lapang seperti diuraikan di atas, kita dapat menyusun kuesioner atau daftar pertanyaan untuk melakukan wawancara. Pada Lampiran 1, pembaca dapat melihat sebuah contoh kuesioner yang dapat dijadikan acuan awal bagi KKMB untuk melakukan wawancara. Kuesioner tersebut perlu disesuaikan dengan kondisi calon responden yang akan diwawancara. Misalnya, untuk responden yang merupakan pengusaha berskala menengah maka ada beberapa pertanyaan tambahan yang tidak perlu diajukan kepada responden yang merupakan pengusaha berskala kecil. Contoh pertanyaanpertanyaan tambahan tersebut adalah misalnya yang menyangkut asuransi

usaha dan hal-hal lain yang hanya mungkin terdapat pada usaha skala menengah atau yang lebih besar. Pengolahan data hasil kegiatan lapang dalam kajian aspek teknis Untuk mempermudah pelaksanaan analisis lebih lanjut, data-data yang telah terkumpul dari kegiatan lapang sebaiknya diolah dan ditampilkan dalam bentuk yang mudah dibaca, misalnya dalam bentuk tabel-tabel. Berikut adalah beberapa contoh tabel dimaksud. a. Contoh tabel untuk data biaya dan penerimaan a.1. Contoh tabel untuk parameter
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jenis Jumlah hari kerja perbulan Jumlah bulan kerja pertahun Jumlah penjualan PRODUK 1 Harga jual PRODUK 1 Jumlah penjualan PRODUK 2 Harga jual PRODUK 2 Jumlah penjualan PRODUK 3 Harga jual PRODUK 3 Jumlah penjualan PRODUK 4 Harga jual PRODUK 4 Angka 200 9 125 800 Satuan hari bulan kg/hari Rp/kg kg/hari Rp/kg kg/hari Rp/kg kg/hari Rp/kg

a.2. Contoh tabel pengeluaran investasi


HARGA SAT. (Rp) 5 jt 50 rb 50 rb 200 rb 100 rb 20 rb Umur ekonomis (tahun) 5 4 2 4 3 1

NO 1 2 3 4 5 6

JENIS PENGELUARAN Bangunan Usaha Tungku perebusan Tangki Bahan bakar Gudang bahan bantu Alat pengemasan Dandang JUMLAH

VOL 1 5 5 1 2 10

JUMLAH (Rp) 5 juta 250 ribu 250 ribu 200 ribu 200 ribu 200 ribu 6 juta

a.2. Contoh tabel pengeluaran tetap


NO JENIS PENGELUARAN JUMLAH

1 2 3 4 5 6

Ijin Usaha Pajak usaha Asuransi Gaji pegawai Biaya2 penyusutan Dana sosial JUMLAH

(Rp) 50 ribu 50 ribu 40 ribu 200 ribu 60 ribu 50 ribu 450 ribu

a.2. Contoh tabel pengeluaran tidak tetap


Vol pembelian

NO Jenis 1 Bahan baku 2 Bahan bantu 3 4 5 Jumlah pengeluaran kotor

Harga satuan

Jumlah -

a.4. Contoh tabel penerimaan parameter


NO Jenis 1 Produk 1 2 Produk 2 3 Produk 3 4 Hasil samping 1 5 Hasil samping 2 Jumlah penerimaan kotor

diisi berdasar nilai-nilai pada tabel

Vol jual

Harga satuan

Jumlah -

Lampiran 1. Contoh Kuesioner Untuk Penggalian Informasi Aspek Teknis (Untuk Pimpinan Perusahaan): 1. Informasi Umum a. Identitas dan status perusahaan - Apa nama perusahaan?

- Siapa nama anda? - Bagaimana alamat tempat usaha? - Bagaimana alamat rumah anda? - Apakah usaha ini berbentuk perorangan atau badan hukum? - Adakah surat-surat perijinan yang dimiliki? Sebutkan. - Deskripsikan riwayat pendirian perusahaan. - Sebutkan susunan dan nama pengurus perusahaan b. Riwayat hubungan dengan bank: - Apakah anda pernah mendapatkan kredit? - Apa jenis fasilitas kredit dari bank yang sedang dinikmati saat ini (kalau ada)? - Kalau anda masih mengangsur, kapan jatuh tempo? - Apakah anda mempunyai tabungan di bank tertentu? - Berapa nilai tabungan anda pada 3 bulan terakhir? - Apakah anda selalu memenuhi kewajiban yang diharuskan oleh pemerintah dan bank? - Adakah masalah yang dihadapi dalam pembayaran kredit di waktuwaktu terakhir ini? - Kalau ya, apa solusinya? c. Apa usaha pokok anda?

d. Apa usaha sampingan anda? 2. Aspek manajemen Usaha - Apa pendidikan formal terakhir anda? - Sebutkan pendidikan non-formal yang pernah anda ikuti? - Berapa lama anda berusaha di bidang ini? - Sebutkan pengalaman anda dalam usaha di bidang lain. - Sebutkan nama-nama pemegang saham dalam perusahaan ini. - Apakah anda melakukan pencatatan laporan manajemen keuangan? - Apakah usaha ini menganut manajemen keluarga? - Deskripsikan susunan organisasi dan pembagian tugas dalam usaha anda. - Apakah bermitra dengan badan usaha lain? - Adakah organisasi atau Lembaga diluar usaha yang ikut membina? 3. Aspek teknis produksi a. Sebutkan semua bentuk peralatan produksi yang digunakan, beserta jumlah, ukuran, jenis, umur pakai, harga perunitnya b. Barang produksi - Apa saja jenis produk yang dihasilkan? - Sebutkan jenis ikan, jenis olahannya, cara prosesnya, kemasananya, dan daya simpannya

- Berapa produksi masing-masing produk persiklusnya? Sebutkan apabila ada perbedaan antar musim. - Dalam satu bulan ada berapa siklus? (pertanyaan disesuaikan apabila siklus lebih dari satu bulan) - Dalam satu tahun, ada berapa bulan operasi? - Berapa harga jual persatuan barang (untuk produksi)? Sebutkan perbedaan apabila ada pengaruh fluktuasi musim terhadap harga. Bagaimana sistem pembayarannya? c. Omset - Berapa omzet penjualan? d. Bahan baku dan bahan pembantu - Sebutkan jenis dan kebutuhan bahan baku dan bahan pembantu untuk setiap siklusnya. - Apakah ada kesulitan mendapatkan bahan baku dan bahan pembantu? - Apakah bahan baku dan bahan pembantu dapat diperoleh secara kontinyu? Kalau tidak apa masalahnya? - Berapa harga bahan baku dan bahan pembantu? Sebutjan kalau ada pengaruh fluktuasi musim. - Bagaimana anda memperoleh pasokan bahan baku? Bagaimana sistem pembayannya e. Tenaga kerja

- Sebutkan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan jenis pekerjaan, kualifikasi / keahlian, dan jumlahnya - Apakah tenaga kerja mudah diperoleh? Kalau tidak, apa masalahnya? - Berapa orang tenaga kerja dibayar secara harian, bulanan, dan borongan? Berapa gaji / upah masing-masing? - Adakan program peningkatan SDM yang dijalankan? - Adakah sistem penggiliran kerja yang anda terapkan? 4. Aspek pemasaran a. Sebutkan daerah pemasaran, segmen pasar, permintaan pasar dari produk-produk yang anda hasilkan b. Apakah anda memasarkan berdasarkan order atau lainnya? c. Seberapa besar pangsa pasar anda? Bagaimana gambaran persaingan pasar? d. Bagaimana anda melihat kemungkinan perluasan pasar? e. Bagaimana cara dan strategi pemasaran yang anda terapkan? (gambarkan pula rantai pasarnya) f. Bagaimana gambaran resiko pasar yang anda hadapi? 5. Aspek keuangan Dihitung berdasarkan informasi tentang biaya dan penerimaan berdasarkan data-data yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. 6. Aspek Lingkungan a. Bagaimana sistem sanitasi dan penanganan limbah yang anda lakukan?

b. Apakah ada keluhan dari warga di sekitar lokasi usaha anda c. Apa solusi yang anda rencanakan sehubungan dengan keluhan tersebut (kalau ada)? d. Apa rencana solusi yang telah berhasil anda laksanakan? 7. Aspek resiko a. Deskripsikan pandangan anda mengenai berbagai resiko yang terkait dengan pengadaan bahan baku dan bahan pembantu b. Deskripsikan pandangan anda mengenai berbagai resiko yang terkait dengan resiko gagal dalam perjanjian c. Deskripsikan pandangan anda mengenai berbagai resiko yang terkait dengan resiko musim d. Deskripsikan pandangan anda mengenai berbagai resiko yang terkait dengan resiko pengiriman barang e. Deskripsikan pandangan anda mengenai berbagai resiko yang terkait dengan resiko tenaga kerja f. Resiko teknik produksi g. Deskripsikan pandangan anda mengenai berbagai resiko yang terkait dengan resiko pemasaran h. Deskripsikan pandangan anda mengenai berbagai resiko yang terkait dengan resiko persaingan persaingan produk i. Deskripsikan pandangan anda mengenai berbagai resiko yang terkait dengan resiko penentuan tingkat harga 8. Aspek jaminan a. Sebutkan aset usaha yang mungkin anda gunakan untuk jaminan kredit b. Sebutkan aset pribadi yang mungkin anda gunakan untuk jaminan kredit c. Sebutkan jaminan koperasi atau institusi lain yang mungkin anda gunakan untuk jaminan kredit d. Sebutkan jaminan pemasaran yang mungkin anda gunakan untuk meyakinkan bank tentang kelayakan usaha anda e. Sebutkan aset pribadi yang mungkin anda gunakan untuk jaminan kredit

You might also like