You are on page 1of 4

SAMPAH, dari Musuh menjadi Teman sampai jadi Obyek yang bisa Dikunjungi

Kabupaten Malang yang terkenal akan berbagai keelokan dan keanekaragaman tempat wisatanya, banyak sekali menarik minat para pengunjung baik dari dalam maupun luar negeri. Memang tidak bisa kita terpungkiri bahwa, Kabupaten ini memiliki objek wisata yang sangat unik dan belum tentu ada di Kabupaten-Kabupaten lainnya. Mulai dari wisata air hingga wisata religi bisa kita jumpai disini. Di penghujung tahun 2011 ini, bekerja sama dengan salah satu Organisasi Kelingkungan tingkat Jawa Timur (KAPAL), dan didukung penuh oleh Gubernur Jatim, Pak Dhe Karwo, serta difasilitasi oleh pemerintah Kabupaten Malang, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang, mengadakan even monumental yang hasilnya menyumbangkan satu tempat wisata yang sangat unik. Pada umumnya, masyarakat mengetahui dan mengenal objek wisata yang sudah ada pada suatu tempat karena telah disuguhi dengan berbagai keunggulan seperti, pemandangan yang indah, atraksi budaya dan kesenian, tradisi ritual keagamaan, permainan yang menngasyikkan, maupun wisata yang bernilai sejarah. Namun kini, Kabupaten Malang telah memiliki satu lagi objek wisata yang unik dan belum ada di daerah lain selain di Jatim, mungkin juga di Indonesia. Kini TPA (bukan Tempat Pembacaan Al-Quran, tapi Tempat Pembuangan Akhir) di desa Mandiri Energi Pro-iklim Talangagung ini telah menjadi salah satu ikon kota Kepanjen. Sejak masa percobaan dan perintisan 3 tahun lalu, akhirnya tempat ini diresmikan pada tanggal 17 Desember 2011 langsung oleh Gubernur Jawa Timur. Even monumental ini terkait dengan dengan Pengelolaan dan pengolahan sampah diikuti oleh peserta dari seluruh wilayah Keresidenan Malang, yaitu Kota dan Kabupaten Malang, Kota Batu, Kota dan Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Situbondo, ditambah kota tetangga terdekat, yaitu Kota dan Kabupaten Blitar. Dewasa ini sampah dianggap barang yang mengganggu karena berbau busuk, selain itu masyarakat menganggap sampah sebagai masalah pokok kehidupan sehari-hari yang sudah tidak bisa terpakai lagi. Adapula gas methan yang dihasilkan dari samapah ikut andil dalam menyumbang pemanasan global. Banyak sekali gembar-gembor atau kampanye tentang pemanasan global, tetapi membuahkan hasil yang sangat minim. Tetapi melalui realisasi program ini, pemerintah dapat merangkul dua sektor penting yaitu, sektor kelingkungan dan pariwisata. Dengan adanya TPA Talangagung, pengolahan sampah menjadi sangat maksimal dan optimal sehingga sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Dengan teknologi serga canggih yang telah digunakan di tempat ini, maka gas methan yang berbau ditangkap dan diolah menjadi energi penuh manfaat. Energi yang dihasilkan dari pengolahan sampah di TPA Talangagung yang menjadi kelebihan energi biogas, kemudian disalurkan ke drum-drum gas dan diberikan kepada masyarakat desa gratis tanpa biaya. Sehingga, masyarakat dapat

memanfaatkannya untuk memasak dan juga memanfaatkannya untuk kepentingan penerangan atau listrik desa. Masyarakat setempat juga diajari berbagai proses pengolahan sampah guna membuat biogas dari sampah menggunakan drum. Limbah pupuk cair dan padatan jadi kompos untuk kebun sayur percontohan di TPA dan pembibitan tanaman keras. Manfaat yang dihasilkan oleh TPA ini tidak hanya membantu kota Kepanjen meraih Adipura selama empat tahun, tetapi juga menambah penghasilan masyarakat dari penjualan produk-produk seperti produk daur ulang dari sampah, pupuk organik, bibit tanaman keras, ataupun manakala harga LPG naik maka sampah akan banyak membantu ekonomi masyarakat. Masyarakat luar juga bisa berkunjung guna melakukan studi tentang pengelolaan dan pegolahan sampah agar lebih bermanfaat bagi hajat hidup orang banyak, serta pembelajaran tentang tanaman organik dan perkebunan. Secara teori memang sudah banyak yang membicarakan BIOGAS serta pemanfaatannya di sektor Pariwisata. Beberapa kali percobaan juga sudah dilakukan diberbagai daerah, namun baru kali ini ada desa yang secara menyeluruh menggunakan energi dengan bahan dasar sampah dari desa itu sendiri. Dalam peluncurannya kemarin, dilakukan demo memasak oleh ibu-ibu PKK sekitar menggunakan biogas dari sampah, Paduan suara dengan menggunakan busana daur ulang, Tari dan Parade Lingkungan yang diikuti ratusan siswa.

Desa Mandiri Energi Pro-iklim, Wisata Edukasi Lingkungan


Terletak di salah satu desa di pinggir kota Kepanjen. Desa Talangagung dinamakan Desa Mandiri Energi Pro-iklim, karena desa ini mampu mengubah sampah menjadi biogas dan sudah digunakan oleh warga desa tersebut dan masyarakat sekitar. Menempati lahan seluas 2 hektar, tidak terlihat gunungan sampah sebagaimana pemandangan umum di TPA. Sejak memasuki kawasan ini hingga sampai ke lokasi inti, pengunjung bisa menikmati hamparam pemandangan kebun organik, beraneka tanaman hias dan pohon-pohon rindang di TPA, deretan pohon-pohon keras sebagai GREEN BELT di area tersebut. Fasilitas yang tersedia di kwasan ini juga lumayan lengkap, tapi juga masih dalam tahap pengembangan karena objek wisata ini juga masih baru. Untuk menuju pusat lokasi, pengunjung dapat menemui jalanan beraspal mulus, suasananya tidak panas, dapat diakses dengan berbagai sarana transportasi, pribadi maupun umum. Jika pengunjung lebih memilih menggunakan sarana transportasi umum untuk menuju desa Talangagung, pengunjung dapat menaiki angkutan umum berwarna biru muda jurusan Kepanjen-Gunung Kawi dari pusat kota Kepanjen, setelah perjalanan sekitar 3-4 kilometer selama 5-10 menit (Kalau lancar), kita bisa segera menuju lokasi, sedikit memasuki perkampungan penduduk yang akan menunjukkan secara jelas kepada pengunjung. Saat memasuki kawasan tersebut, di pintu masuk dapat dijumpai oleh para pengunjung sebuah bengkel kerja dengan berbagai peralatan biogas yang canggih. TPA ini juga menjadi tempat Laboratorium Pengembangan dan Penerapan Teknologi Persampahan

sekaligus sebagai obyek wisata edukatif. Warga setempat maupun pengunjung bisa mendapatkan energi biogas secara gratis seperti mengisi tabung LPG. Di tempat pula dapat disaksikan bagaimana sampah bau dan dimusuhi itu ternyata dapat di sulap menjadi energi biogas untuk kompor, ofen, pemanggang sate, pompa air, petromax, mesin pencacah sampah, mesin pemilah sampah, genset, pembangkait listrik 22KVA bernama Brajak Saluki. Juga ada beberapa drum yang zdi siapkan sebagai percontohan pemanfaatan gas metana skala rumah tangga. Serta garasi armada alat-alat berat dan tempat pencucian armada. TPA ini menerima pembuangan sampah dari sekitar 87 TPS yang tersebar di Sembilan kecamatan di Kabupaten Malang, dengan jumlah rata-rata volume sampah 141 meter kubik. Dengan sistem Rotary Sanitary Landfill, tidak ada tumpukan sampah yang menggunung. Begitu sampah datang, ada yang langsung dimasukkan dalam lubang timbun sedalam 12 meter yang sudah dipasangi alat penangkap gas metan, pipa pengalir air lindi, sehingga semakin sampah menumpuk semakin banyak gas yang dihasilkan. Lubang-lubang (Zona) penampung sampah itulah yang menyebabkan sampah tidak menggunung. Ada juga sampah yang begitu datang langsung digilas dengan alat berat sehingga berkurang volumnya secara cepat, kemudian ditimbun dalam lubang yang sudah dipasangi saluran pengalir air lindi dan penangkap gas metan. Apalagi di TPA ini juga ada alat pemisah sampah yang digerakkan oleh energi biogas, sehingga langsung terpisahkan antara sampah organik dan sampah-sampah padat seperti plastik, kaca, kayu, besi dan sebagainya. Manakala sampah-sampah organik itu sudah tidak potensial lagi gas metana lantas dimanfaatkan untuk diolah menjadi pupuk kompos. Nah pengadaan kompos inilah yang menjadikan kawasan TPA ini juga terdapat kebun organik, aneka tanaman hias, sayur mayur yang kesemuanya menggunakan pupuk yang terbuat dari sampah. Sedang sampah anorganik, sudah ada belasan pemulung yang siap menampungnya dan terorganisasi dalam Bank sampah yang juga terdapat dalam area TPA ini. Tidak perlu dikhawatirkan terjadi pencemaran air tanah akibat aliran air lindi, karena sudah dipersiapkan sumur pemantau air lindi agar tidak berdampak pencemaran terhadap air tanah. Lagi pula, di sekeliling areal TPA sudah dipagari dengan apa yang disebut Green Belt, yaitu deretan pepohonan yang terdiri dari trembesi, sengon, jati dan sebagainya yang berfungsi sebagai filter air lindi dan sekaligus penangkap gas CO2 yang dihasilkan dari proses pengolahan sampah. Maka udara yang berhembus di areal TPA ini sudah dikondisikan sebagai udara yang segar dan bukan bau busuk akibat sampah. Dari serangkaian proses pengolahan sampah yang terjadi di TPA Talangagung ini menjadikan TPA malah kekurangan sampah sebagai bahan baku BIOGAS. Memang semua TPS yang membuang sampah ke tempat pembuangan sampah ini belum melakukan pemisahan sampah organik dan non-organik, bayangkan kalau mereka melakukan pemisahan tersebut. Sehingga TPA Tlangagung ini bukan lagi sebagai tempat akhir pengumpulan

sampah, melainkan mejadi Laboratorium Teknologi Pengolahan Sampah dan Wisata Edukatif. Jadi, yang namanya objek wisata, bukan hanya berupa pemandangan alam, gunung, dan pantai serta atraksi budaya, melainkan juga tempat pembuangan yang sudah diubah menjadi tempat Pengolahan Sampah. Sebuah perubahan PARADIGMA yang kurang benar terhadap obyek wisata yang telah ada.

You might also like