You are on page 1of 3

PROPAGANDA MENUJU 2014 Oleh: Ade Irfan Abdurahman* Pemilihan Umum Presiden memang masih 2 tahun lagi namun

propaganda media dan surveisurvei untuk mengetahui tingkat elektabilitas partai politik sudah dilakukan oleh beberapa konsultan politik dan pihak independen guna mengetahui tingkat elektabilitas partai dan calon presiden 2014. Disisi lain beberapa partai politik mulai memunculkan dan menokohkan beberapa calon dari partainya melalui propaganda baik secara global melalui media masa maupun melalui media sosial seperti facebook dan twitter. Usaha propaganda ini terlihat secara jelas dalam berbagai kegiatan seperti yang dilakukan oleh Prabowo Subianto dengan iklan idul Adhanya yang mulai terlihat di beberapa media massa, begitu pula dengan M Hatta Rajasa dan Abu Rizal Bakrie keduanya melakukan pure publishity atau publisitas dengan menggunakan ordinary activity guna meningkatkan ketenaran sehingga bisa mulai dikenal banyak oleh masyarakat, seperti mengucapkan hari semangat kepemudaan, semangat hari pahlawan, selamat hari Raya Idul Adha, dan beberapa agenda lain dengan mengatasnamakan partai politik, ketua partai politik atau amanahnya di kementrian sebagi bagian dari politik pencitraan. Belum lagi berita-berita massif dan terstruktur yang dilakukan Partai Nasional Demokrat sebagai partai baru dalam mempublikasikan jargon Restorasi Indonesia juga muncul secara berkala di media massa khususnya Metro Tv.

Survei Elektabilitas Parpol dan Calon Presiden Hasil survei beberapa lembaga memperkuat adanya propaganda politik dari berbagai pihak yang berkepentingan. Hasil survei medio September hingga Oktober 2011 oleh beberapa lembaga seperti Reform Institute, Soegeng Sarjadi Syndicate, Jaringan Survei Indonesia dan Lingkaran Survei Indonesia memberikan fakta yang berbeda-beda. Reform Institute yang melakukan survei antara 12-24 September 2011 menemukan, elektabilitas tertinggi pada Partai Golkar yakni 18,61 persen dan jika Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri tak dilibatkan dalam pemilu presiden, maka Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie berada di urutan pertama dengan perolehan suara 13,58 persen Aburizal disusul Prabowo Subianto dengan 8,46 persen, Jusuf Kalla 7,06 persen, Hidayat Nurwahid 5,17 persen, dan Ani Yudhoyono 4,13 persen. Hasil dari reform institute tanpa mengesampingkan metode survei yang digunakan bisa berdampak terhadap kenaikan elektabilitas partai golkar dan kadernya Abu Rizal Bakrie. Soegeng Sarjadi Syndicate yang menggelar survei pada 3-8 Oktober 2011 menyatakan, jika SBY dan Mega tak dilibatkan, Prabowo menjadi yang paling banyak dipilih, yakni oleh 28 persen responden. Kemudian berturut-turut di bawahnya Mahfud MD 10,6 persen, Sri Mulyani Indrawati 7,4 persen, Aburizal Bakrie 6,8 persen, KH Said Aqil Siradj 6 persen, Din Syamsuddin 5,2 persen, Pramono Edhie Wibowo 4,2 persen, Jusuf Kalla 4,0 persen dan belasan nama lain yang mendapat angka di bawah angka 4 persen

Hasil berbeda diperoleh Jaringan Suara Indonesia (JSI) yang mensurvei pada 10-15 Oktober 2011. Megawati yang dilibatkan dalam survei ini, terpilih sebagai kandidat presiden dengan dukungan paling tinggi, yakni 19,6 persen. Kandidat presiden lain yang menjadi pilihan publik setelah Megawati, berturut-turut adalah Prabowo Subianto 10,8 persen, Aburizal Bakrie 8,9 persen, Wiranto 7,3 persen, Sri Sultan Hamengkubuwono X 6,5 persen, Hidayat Nur Wahid 3,8 persen, Surya Paloh 2,3 persen, Sri Mulyani 2 persen, Ani Yudhoyono 1,6 persen, Hatta Rajasa 1,6 persen, Anas Urbaningrum 1,5 persen, Sutanto 0,2 persen, dan Djoko Suyanto 0,2 persen. Berbeda dengan Reform Institute, SSS dan JSI justru menampilkan sosok Prabowo Subianto sebagai calon Presiden no1 yang diklaim diinginkan oleh masyarakat. Hasil ini juga bisa digunakan oleh pihak yang mengerti media untuk memperbaiki citra Prabowo Subianto dan meningkatkan elektabilitasnya di masyarakat. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Maxwell Mc Combs dan Donald L. Show dengan Teori Agenda Setting dalam tulisan mereka yang berjudul The Agenda Setting Function of Mass Media seperti yang dikutip Gun Gun Heryanto Menyebutkan bahwa jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Dengan demikian hasil survei yang dikeluarkan oleh Reform Institute, SSI dan JSI yang kemudian di umumkan secara masif melalui media massa menurut teori ini bisa jadi dianggap penting oleh masyarakat, kemudian dapat memunculkan kemungkinan kegiatan untuk mempercayai dan mendukung hasil survei tersebut. Dari beberapa isu diatas baik mengenai publikasi para calon melalui media massa ataupun hasil survei beberapa intstitusi diatas tentang calon presiden dan partai politik dapat diambil kesimpulan bahwa sudah adanya usaha dari partai politik dan calon presiden melalui propaganda media dengan cara meningkatkan kepopuleran. Propaganda Seperti yang dikutip Dan Nimmo dalam bukunya Komunikasi Politik (2004) menyebutkan bahwa Propaganda sebagai komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan suatu massa yang terdiri atas individu-individu, dipersatukan secara psikologis melalui manipulasi psikologis dan digabungkan di dalam suatu organisasi. Propaganda yang terjadi pada medio akhir tahun 2011 ini menghendaki adanya partisipasi aktif dari masyarakat guna kembali memilih calon-calon presiden yang di usulkan baik secara individu ataupun melalui partai politik. Propaganda yang sekarang dilakukan oleh para politisi menimbulkan gambaran akan kompetensi yang akan terjadi dua tahun mendatang, kompetensi yang hanya masih berkutat diantara politisi politisi lama. Sedangkan para politisi muda seperti, Anas Urbaningrum, Fahri Hamzah, Yenni Wahid, Tommy Suharto, dan Edi Baskoro, mendapatkan partisipasi pasif melalui tanggapan yang relatif kurang

baik dari masyarakat. Hal ini terjadi akibat kasus-kasus korupsi yang menimpa para politisi muda seperti M Nazarudin yang menimbulkan turunnya kepercayaan publik terhadap politisi muda. Hal ini sepertinya sangat disayangkan dimana para politisi muda sejatinya selalu menjadi harapan untuk memberikan perubahan terhadap sistem politik yang dilakukan oleh para politisi lama. Di sisi lain politisi muda saat ini merupakan mantan-mantan aktivis yang beberapa tahun yang lalu berpartisipasi aktif menuntut hadirnya reformasi tahun1998. Disisi lain partai politik juga menggunakan propaganda guna meninkatkan elektabilitasnya pada 2014. Partai Nasional Demokrat sebagai partai politik baru contohnya menggunakan Propaganda Tekhnik Bandwagon untuk meyakinkan khalayak akan kepopuleran dan kebenaran tujuan partai sehingga elektabilitas Partai Nasional Demokrat dapat Bersaing dengan partai-partai lama. Dengan demikian kepopuleran partai akan semakin meningkat jika khalayak semakin yakin akan kebenaran dan kesungguhan tujuan partai tersebut. Kepercayaan ini lahir dari sebuah proses peneguhan dari masyarakat yang didapatkan dari informasi-informasi dari media massa. Golkar sebagai partai yang sudah lama berkecimpung di perpolitikan Indonesiapun muncul dengan tekhnik propaganda Glittering generalities yaitu dengan mengusung jargon Suara Golkar Suara Rakyat untuk melukiskan bahwa Golkar merupakan partai yang mewakili rakyat supaya pada pemilihan nanti mendapat dukungan dari masyarakat. Dengan demikian Publik sebagai penikmat media harus lebih selektif dalam menerima informasi dari media massa yang dilakukan oleh para propagandis, lebih dapat mencermati pelaku-pelaku politik serta meneliti track record dari para calon presiden yang akan mucul pada pemilu 2014 sehingga publik tidak sekedar menjadi korban janji-janji politik para calon presiden dan partainya.

You might also like