You are on page 1of 53

PENELITIAN KUALITATIF, PENELITIAN TINDAKAN, DAN

PENELITIAN TINDAKAN KELAS SERTA


IMPLEMENTASINYA DI KELAS

PENELITIAN KUALITATIF

Penelitian dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis penelitian, misalnya:

Penelitian kualitatif (termasuk penelitian historis dan deskriptif)adalah penelitian

yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses

penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan

digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya

diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk

memberikan penjelasan dan argumentasi. Dalam penelitian kualitatif informasi yang

dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat

peneliti sendiri. Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian historis atau

deskriptif.

Penelitian historis menerapkan metode pemecahan yang ilmiah dengan

pendekatan historis. Proses penelitiannya meliputi pengumpulan dan penafsiran

fenomena yang terjadi di masa lampau untuk menemukan generalisasi yang berguna

untuk memahami, meramalkan atau mengendalikan fenomena atau kelompok

fenomena. Penelitian jenis ini kadang-kadang disebut juga penelitian dokumenter

karena acuan yang dipakai dalam penelitian ini pada umumnya berupa dokumen.

1
Penelitian historis dapat bersifat komparatif, yakni menunjukkan hubungan dari

beberapa fenomena yang sejenis dengan menunjukkan persamaan dan perbedaan;

bibliografis, yakni memberikan gambaran menyeluruh tentang pendapat atau

pemikiran para ahli pada suatu bidang tertentu dengan menghimpun dokumen-

dokumen tentang hal tersebut : atau biografis, yakni memberikan pengertian yang

luas tentang suatu subyek, sifat dan watak pribadi subyek, pengaruh yang diterima

oleh subyek itu dalam masa pembentukan pribadinya serta nilai subyek itu terhadap

perkembangan suatu aspek kehidupan.

Penelitian deskriptif adalah penelitian tentang fenomena yang terjadi pada

masa sekarang. Prosesnya berupa pengumpulan dan penyusunan data, serta analisis

dan penafsiran data tersebut. Penelitian deskriptif dapat bersifat komparatif dengan

membandingkan persamaan dan perbedaan fenomena tertentu; analitis kualitatif

untuk menjelaskan fenomena dengan aturan berpikir ilmiah yang diterapkan secara

sistematis tanpa menggunakan model kuantitatif; atau normatif dengan mengadakan

klasifikasi, penilaian standar norma, hubungan dan kedudukan suatu unsur dengan

unsur lain.

Penelitian teoritis adalah penelitian yang hanya menggunakan penalaran

semata untuk memperoleh kesimpulan penelitian. Proses penelitian dapat dimulai

dengan menyusun asumsi dan logika berpikir. Dari asumsi dan logika tersebut

disusun praduga (konjektur). Praduga dibuktikan atau dijelaskan menjadi tesis dengan

jalan menerapkan secara sistematis asumsi dan logika. Salah satu bentuk penerapan

asumsi dan logika untuk membentuk konsep guna memecahkan soal adalah

2
membentuk model kuantitatif. Dalam beberapa penelitian teoritis tidak diadakan

pengumpulan data.

Penelitian ekperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan

menciptakan fenomena pada kondisi terkendali. Penelitian ini bertujuan untuk

menemukan hubungan sebab-akibat dan pengaruh faktor-faktor pada kondisi tertentu.

Dalam bentuk yang paling sederhana, pendekatan eksperimental ini berusaha untuk

menjelaskan, mengendalikan dan meramalkan fenomena seteliti mungkin. Dalam

penelitian eksperimental banyak digunakan model kuantitatif.

Penelitian rekayasa (termasuk penelitian perangkat lunak) adalah penelitian

yang menerapkan ilmu pengetahuan menjadi suatu rancangan guna mendapatkan

kinerja sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Rancangan tersebut merupakan

sintesis unsur-unsur rancangan yang dipadukan dengan metode ilmiah menjadi suatu

model yang memenuhi spesifikasi tertentu. Penelitian diarahkan untuk membuktikan

bahwa rancangan tersebut memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Penelitian berawal

dari menentukan spesifikasi rancangan yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan,

memilih alternatif yang terbaik, dan membuktikan bahwa rancangan yang dipilih dapat

memenuhi persyaratan yang ditentukan secara efisiensi, efektif dan dengan biaya

yang murah. Penelitian perangkat lunak komputer dapat digolongkan dalam penelitian

rekayasa.

Dalam melakukan riset kita perlu mengelompokkan topik-topik dalam berbagai

kategori. Beberapa kategori riset antara lain :

Astronomi Mempelajari sistem energi matahari, bintang-bintang dan alam semesta

3
Biologi Mempelajari tentang mahluk hidup

a. Botani Mempelajari tumbuh-tumbuhan dan cara hidup tumbuh-tumbuhan. Sub

topiknya meliputi: - Anatomi: Mempelajari struktur tanaman, seperti sel dan

struktur bibit tanaman - Perilaku: Mempelajari tingkah laku yang merubah

hubungan antara tanaman dan lingkungannya. - Fisiologi : Mempelajari proses

kehidupan tanaman, seperti perambatan, perkecambahan, dan transportasi

makanan

b. Zoologi Mempelajari hewan dan cara hidupnya - Anatomi : Mempelajari

struktur dan fungsi bagian tubuh hewan, termasuk penglihatan dan

pendengaran - Perilaku : Mempelajari tingkah lagu yang mempengaruhi

hubungan antara hewan dan lingkungannya - Fisiologi: Mempelajari proses

kehidupan hewan, seperti pergantian kulit, metamorfosis, pencernaan,

perkembangbiakan dan sirkulasi

c. Ekologi Mempelajari hubungan mahluk hidup dengan mahluk hidup lainnya

dan lingkungannya

d. Mikrobiologi Mempelajari mahluk hidup yang sangat kecil atau bagian-bagian

dari mahluk hidup

Ilmu Bumi Mempelajari tentang bumi

a. Geologi Mempelajari bumi, termasuk komposisi lapisan bumi, kerak bumi, dan

sejarah bumi - Fosil: Sisa-sisa atau jejak-jejak dari kehidupan pra sejarah yang

terbentuk dalam kerak bumi - Mineralogi: Mempelajari komposisi dan formasi

mineral-mineral - Batuan: Zat padat yang terbentuk dari satu atau lebih mineral

4
- Seismologi: Mempelajari tentang gempa bumi - Volkanologi Mempelajari

tentang gunung api

b. Meterologi Mempelajari cuaca, iklim, dan atmosfer bumi

c. Oseonografi Mempelajari tentang organisme samudra dan laut

d. Palaentologi Mempelajari bentuk kehidupan pra sejarah

Teknik : Aplikasi ilmu pengetahuan ilmiah

Ilmu eksakta Mempelajari zat dan Energi

a. Kimia Mempelajari material dari zat-zat yang terbentuk dan bagaimana

berubah dan menyatu

b. Fisika Mempelajari bentuk-bentuk energi dan hukum-hukum gerak - Listrik:

Bentuk energi akibat adanya dan bergeraknya muatan listrik - Energi:

Kemampuan untuk melakukan kerja - Gaya berat: Gaya tarik antara dua

benda; gaya yang menarik benda ke bumi - Mesin: Alat-alat yang membuat

pekerjaan menjadi lebih mudah - Gaya magnet: Gaya tarik atau gaya tolak

antar kutub magnet, dan gaya tarik yang dimiliki magnet terhadap benda-benda

yang bersifat magnet

Matematika Penggunaan angka-angka dan simbol-simbol untuk mempelajari

kuantitas dan rumus-rumus.

5
Konsep dan Ragam Penelitian Kualitatif

Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miler (1986: 9) pada mulanya bersumber

pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif.

Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu. Untuk

menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui apa yang

menjadi ciri sesuatu itu. Untuk itu pengamat pengamat mulai mencatat atau

menghitung dari satu, dua, tiga dan seterusnya. Berdasarkan pertimbangan dangkal

demikian, kemudian peneliti menyatakan bahwa penelitian kuantitatif mencakup

setiap penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata dan

perhitungan statistik lainnya. Dengan kata lain, penelitian kuantitatif melibatkan diri

pada perhitungan atau angka atau kuantitas.

Di pihak lain kualitas menunjuk pada segi alamiah yang dipertentangkan dengan

kuantum atau jumlah tersebut. Atas dasar pertimbangan itulah maka kemudian

penelitian kualitatif tampaknya diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan

perhitungan. Pemahaman yang demikian tidak selamanya benar, karena dalam

perkembangannya ada juga penelitian kualitatif yang memerlukan bantuan angka-

angka seperti untuk mendeskripsikan suatu fenomena maupun gejala yang diteliti.

Dalam perkembangan lebih lanjut ada sejumlah nama yang digunakan para ahli

tentang metodologi penelitian kualitatif (Noeng Muhadjir. 2000: 17) seperti : interpretif

grounded research, ethnometodologi, paradigma naturalistik, interaksi simbolik,

semiotik, heuristik, hermeneutik, atau holistik, yang kesemuanya itu tercakup dalam

klasifikasi metodologi penelitian postpositivisme phenomenologik interpretif.

6
Berdasarkan beragam istilah maupun makna kualitatif, dalam dunia penelitian istilah

penelitian kualitatif setidak-tidaknya memiliki dua makna, yakni makna dari aspek

filosofi penelitian dan makna dari aspek desain penelitian.

1. Filosofi Penelitian

Dari aspek filosofi, penelitian kualitatif dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

a. Penelitian kualitatif dalam paradigma kuantitatif (positivisme)

Penelitian kualitatif jenis pertama ini menggunakan paradigma positivisme. Kriteria

kebenaran menggunakan ukuran frekwensi tinggi. Data yang terkumpul bersifat

kuantitatif kemudian dibuat kategorisasi baik dalam bentuk tabel, diagram maupun

grafik. Hasil kategorisasi tersebut kemudian dideskripsikan, ditafsirkan dari berbagai

aspek, baik dari segi latar belakang, karakteristik dan sebagainya. Dengan kata lain

data yang bersifat kuantitatif ditafsirkan dan dimaknai lebih lanjut secara kualitatif.

Penelitian di jenjang pendidikan strata satu (S1) istilah penelitian kualitatif lebih

banyak menunjuk pada pengertian jenis pertama ini. Beberapa peneliti menyebut

dengan istilah penelitian deskriptif kualitatif.

b. Penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa

Penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa (dan sastra) menggunakan paradigma

post positisme. Penelitian kualitatif jenis kedua ini berusaha mencari makna, baik

makna di balik kata, kalimat maupun karya sastra. Penelitian kualitatif dalam

paradigma bahasa ini masih dapat dibendakan menjadi :

1) Sosiolinguistik yang berupaya mempelajari teori linguistik atau studi kebahasaan

atau studi perkembangan bahasa.

2) Strukturalisme Linguistik yang berupaya mempelajari struktur dari suatu karya

7
sasta. Pada awalnya strukturalisme linguist disebut struturalisme otonom atau

struturalisme obyektif karena menganalisis karya sastra hanya dari struktur karya

sastra itu sendiri, tidak dikaitkan dengan sesuatu di luar karya sastra. Strukturalisme

linguist berkembang lebih lanjut menjadi strukturalisme genetik, strukturalisme

dinamik dan strukturalisme semiotik.

3) Strukturalisme Genetik. Analisis karya sastra (dan bahasa) dalam

strukturalisme genetik lebih menekankan makna sinkronik dari pada makna lain,

seperti makna ikonik, simbolik, ataupun indeksikal. Oleh karena itu menurut Prof.

Noeng Muhadjir (2000: 304) analis struturalisme genetik perlu mencakup tiga unsur

kajian, yaitu: a) intrinsik karya sastra itu sendiri, b) latar belakang

pengarangnya, dan c) latar belakang sosial serta latar belakang sejarah

masyarakatnya.

4) Strukturalisme Dinamik. Strukturalisme dinamik mengakui kesadaran subyektif

dari pengarang, mengakui peran sejarah serta lingkungan sosialnya, meski titik berat

analisis harus tetap pada karya sastra itu sendiri. Analisis karya sastra menurut

struturalisme dinamik mencakup dua hal, yaitu: a) karya sastra itu sendiri yang

merupakan tampilan pikiran, pandangan dan konsep dunia dari pengarang itu sendiri

dengan menggunakan bahasa sebagai tanda-tanda ikonik, simbolik, dan indeksikal

dari beragam makna, dan b) analisis keterkaitan pengarang dengan realitas

lingkungannya.

5) Strukturalisme Semiotik. Strukturalisme semiotik adalah struturalisme yang

dalam membuat analisis pemaknaan suatu karya sastra mengacu pada semiologi.

Semiologi atau semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda dalam bahasa dan karya

8
sastra. Strukturalisme semiotik mengenal dua cara pembacaan, yaitu heuristik dan

hermeneutik. Pembacaan heuristik mencoba menelaah mencari makna dari kata-kata,

dari bagian- bagian, seperti Said Mahmud (Noeng Muhadjir. 2001: 101) mencari amal

shaleh menurut Al-Qur’an dengan cara mencari kata-kata kunci dalam Al-Qur’an, dan

dia menemukan 13 kata kunci. Berdasarkan 13 kata kunci tersebut dia

mendeskripsikan karakteristik amal shaleh menurut Al-Qur’an. Pembacaan

hermeneutik mencoba menelaah makna dengan melihat keseluruhan karya sastra. M.

Radhi Al-Hafid (Noeng Muhadjir. 2001: 101) mencoba mengklasterkan kisah edukatif

dalam Al- Qur’an, secara hermeneutik, dan menemukan tiga klaster, yaitu kisah

sejumlah Nabi, kisah para kaum dan kisah sketsa kehidupan.

c. Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi

Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi berusaha memahami arti

(mencari makna) dari peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang biasa dalam

situasi tertentu (Moleong. 2001: 9). Dengan kata lain penelitian kualitatif dalam

paradigma phenomenologi adalah penelitian yang berusaha mengungkap makna

terhadap fenomena perilaku kehidupan manusia, baik manusia dalam kapasitas

sebagai individu, kelompok maupun masyarakat luas.

Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi telah mengalami perkembangan

mulai dari model Interpretif Geertz, model grounded research, model Ethnographik,

model paradigma naturalistik dari Guba dan model interaksi simbolik. Model

paradigma naturalistik (the naturalistic method of inquiry, menurut istilah Guba)

menurut Noeng Muhadjir (2000: 147) disebut sebagai model yang telah menemukan

karakteristik kualitatif yang sempurna, artinya bahwa kerangka pemikiran, filsafat yang

9
melandasinya, ataupun operasionalisasi metodologinya bukan reaktif atau sekedar

merespons dan bukan sekedar menggunggat yang kuantitatif, melainkan membangun

sendiri kerangka pemikirannya, filsafatnya dan operasionalisasi metodologinya. Para

ahli metodologi penelitian kualitatif pada umumnya mengikuti konsep model

naturalistik yang dikemukan oleh Guba. Begitu juga uraian lebih lanjut dalam tulisan

ini pengertian penelitian kualitatif menunjuk pada makna kualitatif naturalistik.

Moleong menggunakan istilah paradigma alamiah untuk menunjuk pada paradigma

kualitatif naturalistik sebagai kebalikan dari paradigma ilmiah untuk menunjuk pada

paradigma kuantitatif (Moleong. 2001: 15).

Guba (1985: 39 – 44) mengetengahkan empat belas karakteristik penelitian

naturalistik, yaitu :

a. Konteks natural (alami), yaitu suatu konteks keutuhan (entity) yang tak akan

dipahami dengan membuat isolasi atau eliminasi sehingga terlepas dari konteksnya.

b. Manusia sebagai instrumen. Hal ini dilakukan karena hanya manusia yang

mampu menyesuaikan diri dengan berbagai ragam realitas dan menangkap makna,

sedangkan instrumen lain seperti tes dan angket tidak akan mampu melakukannya.

c. Pemanfaatan pengetahuan tak terkatakan. Sifat naturalistik memungkinkan

mengungkap hal-hal yang tak terkatakan yang dapat memperkaya hal-hal yang

diekspresikan oleh responden.

d. Metoda kualitatif. Sifat naturalistik lebih memilih metode kualitatif dari pada

kuantitatif karena lebih mampu mengungkap realistas ganda, lebih sensitif dan adaptif

terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

e. Pengambilan sample secara purposive.

10
f. Analisis data secara induktif, karena dengan cara tersebut konteksnya akan

lebih mudah dideskripsikan. Yang dimaksud dengan analisis data induktif menurut

paradigma kualitatif adalah analisis data spesifik dari lapangan menjadi unit-unit dan

dilanjutkan dengan kategorisasi.

g. Grounded theory. Sifat naturalistik lebih mengarahkan penyusunan teori

diangkat dari empiri, bukan dibangun secara apriori. Generalisasi apriorik nampak

bagus sebagai ilmu nomothetik, tetapi lemah untuk dapat sesuai dengan konteks

idiographik.

h. Desain bersifat sementara. Penelitian kualitatif naturalistik menyusun desain

secara terus menerus disesuaikan dengan realita di lapangan tidak menggunakan

desain yang telah disusun secara ketat. Hal ini terjadi karena realita di lapangan tidak

dapat diramalkan sepenuhnya.

i. Hasil dirundingkan dan disepakati bersama antara peneliti dengan responden.

Hal ini dilakukan untuk menghindari salah tafsir atas data yang diperoleh karena

responden lebih memahami konteksnya daripada peneliti.

j. Lebih menyukai modus laporan studi kasus, karena dengan demikian deskripsi

realitas ganda yang tampil dari interaksi peneliti dengan responden dapat terhindar

dari bias. Laporan semacam itu dapat menjadi landasan transferabilitas pada kasus

lain.

k. Penafsiran bersifat idiographik (dalam arti keberlakuan khusus), bukan ke

nomothetik (dalam arti mencari hukum keberlakuan umum), karena penafsiran yang

berbeda nampaknya lebih memberi makna untuk realitas yang berbeda konteksnya.

l. Aplikasi tentatif, karena realitas itu ganda dan berbeda.

11
m. Ikatan konteks terfokus. Dengan pengambilan fokus, ikatan keseluruhan tidak

dihilangkan, tetap terjaga keberadaannya dalam konteks, tidak dilepaskan dari nilai

lokalnya.

n. Kriteria keterpercayaan. Dalam penelitian kuantitatif keterpercayaan ditandai

dengan adanya validitas dan reliabilitas, sedangkan dalam kualitatif naturalistik oleh

Guba diganti dengan kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas.

2. Desain Penelitian

Berdasarkan desain penelitian yang disusun, penelitian kualitatif dapat dibedakan

menjadi dua macam yaitu :

a. Desain penelitian kualitatif non standar

Desain penelitian dalam paradigma positivistik kuantitatif bersifat terstandar, artinya

ada aturan yang sama yang harus dipenuhi oleh peneliti untuk mengadakan penelitian

dalam bidang apapun juga. Pelaksanaan penelitian dimulai dari adanya masalah,

membatasi obyek penelitian, mencari teori dan hasil penelitian yang relevan,

mendesain metode penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat

kesimpulan, ada yang menambah dengan implikasi, saran dan atau rekomendasi.

Sebelum data diolah, perlu diuji terlebih dulu validitas dan reliabilitasnya, baik dari

segi konstrak teori, isi maupun empiriknya. Sistematika penulisan sudah terstandar,

yaitu: Bab I. Pendahuluan (latar belakang masalah, identifikasi masalah,

rumusan/batasan masalah, dst.). Bab II. Kajian teori atau kajian pustaka (kajian teori

yang sesuai dengan masalah yang diteliti, hasil penelitian yang relevan, kerangka

pikir, hipotesis/pertanyaan penelitian). Bab III. Metode penelitian (Desain, tempat dan

waktu penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen dan teknik

12
analisis data). Bab IV. Hasil penelitian. Bab V. Kesimpulan (ada yang menambah,

implikasi, keterbatasan penelitian dan saran).

Desain penelitian kualitatif non standar sebetulnya menggunakan standar seperti

kuantitatif tetapi bersifat flesibel (tidak kaku). Dengan kata lain model ini merupakan

modifikasi dari model penelitian paradigma positivistik kuantitatif dengan

menyederhanakan sistematika ataupun menyatukan bebarapa bagian dalam bab

yang sama, misalnya memasukkan metode penelitian dalam bab I . Desain penelitian

kualitatif non standar ini digunakan untuk penelitian kualitatif dalam paradigma

positivistik dan penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa.

b. Desain penelitian kualitatif tentatif

Model ini sama sekali berbeda dari model-model di atas. Desain penelitian terstandar

dan non standar disusun sebelum peneliti terjun ke lapangan dan dijadikan sebagai

acuan dalam mengadakan penelitian, sedangkan desain penelitian tentatif disusun

sebelum ke lapangan juga tetapi setelah peneliti memasuki lapangan penelitian,

desain penelitian dapat berubah-ubah untuk menyesuaikan dengan kondisi realitas

lapangan yang dihadapi. Acuan pelaksanaan penelitian tidak sepenuhnya tergantung

pada desain yang telah disusun sebelumnya, tetapi lebih memperhatikan kondisi

realitas yang dihadapi.

Dalam desain penelitian terstandar maupun non standar dapat dibakukan dengan

istilah-istilah: masalah, kerangka teori, metode penelitian, analisis dan kesimpulan

dan lainnya. Model tentatif menggunakan dasar sistematika yang berbeda.

Sistematika model ini unit-unitnya atau bab-babnya disesuaikan dengan sistematika

substantif obyeknya. Misalnya: penelitian tentang perilaku anak Bab I. Pendahuluan

13
termasuk metode penelitian. Bab II. Fantasi. Bab III. Bermain. Bab IV. Sosialisasi, dst.

Model ini digunakan dalam penelitian kualitatif naturalistik.

C. Analisis Penelitian Kualitatif

Pengertian penelitian kualitatif dalam uraian lebih lanjut menunjuk pada penelitian

kualitatif naturalistik (naturalistic inquiry dari Guba)

1. Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan konsep yang diperbaharui dari konsep kesahihan

(validitas) dan keandalan (reliabilitas) menurut versi positivisme dan disesuaikan

dengan tuntutan pengetahuan, kriteria dan paradigmanya sendiri. Penelitian kualitatif

memiliki tiga kriteria untuk memeriksa keabsahan data, yaitu: credibility, trasferability,

dan dependability .

a. Kredibilitas (kepercayaan), yang dapat dilakukan dengan cara :

· Memperpanjang waktu pengamatan (tinggal dengan responden)

· Pengamatan secara tekun dan terus menerus (untuk memperoleh data secara

lebih mendalam).

· Triangulasi, yang dapat dilakukan dengan :

Ø Menggunakan sumber ganda (berbeda-beda).

Ø Menggunakan metode ganda (berbeda-beda).

Ø Menggunakan peneliti ganda (berbeda-beda).

· Peer debriefing (diskusi dengan teman sejawat)

· Member check (pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam pengumpulan

data)

b. Transferabilitas (keteralihan). Analog dengan generalisasi bagi positivisme.

14
c. Dependabilitas atau auditabilitas, yang dapat dilakukan dengan:

· Pengamatan oleh dua atau lebih pengamat

· Checking data

· Audit trail atau menelusur dari data kasar (Sayekti. 2001: 2)

2. Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata data secara sistematis untuk

meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya

sebagai temuan bagi orang lain. Proses analisis data dalam penelitian kualitatif

dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber, yaitu

dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan,

dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya. Catatan dibedakan

menjadi dua, yaitu yang deskriptif dan yang reflektif (Noeng Muhadjir.2000: 139).

Catatan deskriptif lebih menyajikan kejadian daripada ringkasan. Catatan reflektif

lebih mengetengahkan kerangka pikiran, ide dan perhatian dari peneliti. Lebih

menampilkan komentar peneliti terhadap fenomena yang dihadapi.

Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah maka langkah berikutnya adalah mengadakan

reduksi data dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat

rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga

tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusun dalam satuan-

satuan dan kategorisasi dan langkah terakhir adalah menafsirkan dan atau

memberikan makna terhadap data.

a. Pemrosesan Satuan (Unitying)

Satuan adalah bagian terkecil yang mengandung makna yang utuh dan dapat berdiri

15
sendiri terlepas dari bagian yang lain. Satuan dapat berwujud kalimat faktual

sederhana, misalnya: ”Responden menunjukkan bahwa ia menghabiskan sekitar

sepuluh jam seminggu untuk melakukan perjalanan keliling dari satu sekolah ke

sekolah lain sebagai pelaksanaan peranannya selaku guru lepas di beberapa

sekolah”. Selain itu satuan dapat pula berupa paragraf penuh. Satuan ditemukan

dalam catatan pengamatan, wawancara, dokumen, laporan dan sumber lainnya. Agar

satuan-satuan tersebut mudah diidentifikasi perlu dimasukkan ke dalam kartu indeks

dengan susunan satuan yang dapat dipahami oleh orang lain.

b. Kategorisasi

Kategorisasi disusun berdasarkan kriteria tertentu. Mengkategorisasikan kejadian-

kejadian mungkin saja mulai dari berdasarkan namanya, fungsinya atau kriteria yang

lain. Pada tahap kategorisasi peneliti sudah mulai melangkah mencari ciri-ciri setiap

kategori. Pada tahap ini peneliti bukan sekedar memperbandingkan atas

pertimbangan rasa-rasanya mirip atau sepertinya mirip, melainkan pada ada tidaknya

muncul ciri berdasarkan kategori. Dalam hal ini ciri jangan didudukkan sebagai

kriteria, melainkan ciri didudukkan tentatif, artinya pada waktu hendak memasukkan

kejadian pada kategori berdasarkan cirinya, sekaligus diuji apakah ciri bagi setiap

kategori sudah tepat.

c. Penafsiran /Pemaknaan Data

Langkah ketiga Moleong (2001: 197) menggunakan istilah penafsiran data,. Noeng

Muhadjir (2000: 187) menggunakan istilah pemaknaan, karena penafsiran merupakan

bagian dari proses menuju pemaknaan. Beliau membedakan antara 1) terjemah atau

translation, 2) tafsir atau inerpretasi, 3) ekstrapolasi dan 4) pemaknaan atau meaning.

16
Membuat terjemah berarti upaya mengemukakan materi atau substansi yang sama

dengan media yang berbeda; media tersebut mungkin berupa bahasa satu ke bahasa

lain, dari verbal ke gambar dan sebagainya. Pada penafsiran, peneliti tetap

berpegang pada materi yang ada, dicari latar belakangnya, konsteksnya agar dapat

dikemukakan konsep atau gagasannya lebih jelas. Ekstrapolasi lebih menekankan

pada kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap hal di balik yang tersajikan.

Memberi makna merupakan upaya lebih jauh dari penafsiran dan mempunyai

kesejajaran dengan ekstrapolasi. Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integratif

manusia: indriawinya, daya pikirnya dan akal budinya. Di balik yang tersajikan bagi

ekstrapolasi terbatas dalam arti empirik logik, sedangkan pada pemaknaan

menjangkau yang etik maupun yang transendental. Dari sesuatu yang muncul

sebagai empiri dicoba dicari kesamaan, kemiripan, kesejajaran dalam arti individual,

pola, proses, latar belakang, arah dinamika dan banyak lagi kemungkinan-

kemungkinan lainnya.

Dalam langkah kategorisari dilanjutkan dengan langkah menjadikan ciri kategori

menjadi eksplisit, peneliti sekaligus mulai berupaya untuk mengintegrasikan kategori-

kategori yang dibuatnya. Menafsirkan dan memberi makna hubungan antar kategori

sehingga hubungan antar kategori menjadi semakin jelas. Itu berarti telah tersusun

atribut-atribut teori.

d. Perumusan Teori

Perumusan teori dimulai dengan mereduksi jumlah kategori-kategori sekaligus

memperbaiki rumusan dan integrasinya. Modifikasi rumusan semakin minimal,

sekaligus isi data dapat terus semakin diperbanyak. Atribut terori yang tersusun dari

17
hasil penafsiran/pemaknaan dilengkapi terus dengan data baru, dirumuskan kembali

dalam arti diperluas cakupannya sekaligus dipersempit kategorinya. Jika hal itu sudah

tercapai dan peneliti telah merasa yakin akan hasilnya, pada saat itu peneliti sudah

dapat mempublikasikan hasil penelitiannya.

D. Kesimpulan

Penelitian untuk membuktikan atau menemukan sebuah kebenaran dapat

menggunakan dua pendekatan, yaitu kantitatif maupun kualitatif. Kebenaran yang di

peroleh dari dua pendekatan tersebut memiliki ukuran dan sifat yang berbeda.

Pendekatan kuantitatif lebih menitikberatkan pada frekwensi tinggi sedangkan pada

pendekatan kualitatif lebih menekankan pada esensi dari fenomena yang diteliti.

Kebenaran dari hasil analisis penelitian kuantitatif bersifat nomothetik dan dapat

digeneralisasi sedangkan hasil analisis penelitian kualitatif lebih bersifat ideographik,

tidak dapat digeneralisasi. Hasil analisis penelitian kualitatif naturalistik lebih bersifat

membangun, mengembangkan maupun menemukan terori-teori sosial sedangkan

hasil analisis kuantitatif cenderung me http://www.um-pwr.ac.id/publikasi/13/analisis-

kualitatif-dalam-penelitian-sosialmbuktikan maupun memperkuat teori-teori yang

sudah

18
ACTION RESEARCH

KAWASAN PENELITIAN TINDAKAN

Latar Belakang

Action research adalah nama yang diberikan kepada suatu aliran dalam penelitian pendidikan. Untuk

membedakannya dengan action research dalam bidang lain para peneliti pendidikan sering

menggunakan istilah “classroom action research” atau :classroom research”. Action research

bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah melalui penerapan langsung di kelas atau tempat

kerja (Isaac, 1994:27). Dalam penelitian pendidikan action research tidak hanya terbatas pada ruang

kelas saja, melainkan dimana saja guru berkerja atau mengajar . Di samping dalam bidang pendidikan

, action research juga sering digunakan dalam bidang-bidang lain.

Action research digunakan untuk menemukan pemecahan masalah yang dihadapi sesorang dalam

tugasnya sehari-hari dimana pun tempatnya, di kelas, di kantor, di rumah sakit, dan seterusnya. Para

peneliti action research tidak berasumsi bahwa hasil penelitiannya akan menghasilkan teori yang

dapat digunakan secara umum (digeneralisasi). Action research hanya terbatas pada kepentingan

penelitinya sendiri, dengan tujuan agar penelitinya dapat melaksanakan tugasnya sehari-hari dengan

lebih baik.

Dilihat dari ruang lingkup, tujuan, metode, dan prakteknya, action research dapat dianggap sebagai

penelitian ilmiah micro. Action research adalah penelitian yang bersifat partisipatif dan kolaboratif.

Maksudya, penelitiannya dilakukan sendiri oleh peneliti, dan diamati bersama dengan rekan-rekannya.

Action research berbeda dengan studi kasus karena tujuan dan sifat kasusnya yang tidak unik seperti

pada studi kasus, action research tidak digunakan untuk menguji teori. Namun kedua macam

19
penelitian ini mempunyai kesamaan, yaitu bajwa peneliti tidak berharap hasil penelitiannya akan dapat

digeneralisasi atau berlaku secara umum.

Action research mendorong para guru agar memikirkan apa yang mereka lakukan sehari-hari dalam

menjalankan tugasnya, membuat para guru kritis terhadap apa yang mereka lakukan tanpa tergantung

pada teori-teori yang muluk-muluk yang bersifat universal yang ditemukan oleh para pakar penelitian

yang sering kali tidak cocok dengan situasi dan kondisi kelas. Keterlibatan peneliti action research

dalam penelitiannya sendiri itulah yang membuat dirinya menjadi pakar peneliti untuk kelasnya dan

keperluan sehari-harinya dan tidak membuat ia tergantung pada para pakar peneliti yang tidak tahu

mengenai masalah-masalah kelasnya sehari-hari.

Dalam bidang pendidikan, action research dianggap sebagai alternatif dari penelitian tradisional

(penelitian yang biasa dilakukan). Modal utama peneliti action research adalah pengalamannya dalam

bidang yang digeluti dan pengetahuan yang ia miliki. Sebenarnya action research dapat juga

dilakukan dalam skala besar karena seperti dikatakan di atas, action research dilakukan bersama

rekan-rekan seprofesi, sehingga mereka dapat berbagai pengalaman untuk kepentingan mereka

misng-masing. Action research merupakan metode yang handal untuk menjembatani teori dan

praktek (dalam pndidikan ), karena dengan action research para guru dianjurkan menemukan dan

mengembangkan teorinya sendiri dari perakteknya sendiri.

Ciri-ciri Action Research

Literatur mengenai action research telah tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan literature juga diikuti

oleh pertumbuhan definisi dan cirri-cirinya. Pertama, dalam literature dijumpai berbagai definisi untuk

intervensi yang dilakukan oleh guru dalam praktek mengajarnya sendiri, seperti “classroom research”.

“self reflective enguiry”. “dan action research”. Dalam artian ini, tidak ada definisi yang ketat menganai

apa yang terjadi. Action research dipandang sebagai suatu cara untuk memberi ciri bagi seperangkat

kegiatan yang direncanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan; pada pokoknya ia merupakan suatu

cara eklektik yang dituangkan ke dalam suatu program refleksi-diri (self-reflection) yang ditujuan untuk

peningkatan mutu pendidikan. Perspektif kedua mencoba untuk mengidentifikasi criteria dari kegiatan-

20
kegiatan ini; untuk merumuskan sistem-sistem yang dimaksudkan untuk perbaikan yaitu hasil yang

diantisipasi dari program refleksi-diri. Dalam artian ini, istilah action research adalah suatu istilah yang

digunakan untuk menggambarkan metode-metode dan teknik-teknik.

Dalam literatur terdapat beberapa definisi (misalnya, Rapoport, 1970; Elliot, 1981; Ebbutt, 1983).

Barang kali definisi yang paling banyak digunakan ialah definisi yang diberikan oleh Stephen Kemmis

dari Deakin University, bersama Wilf Carr dari University College of North Wales:

Action research adalah suatu bentuk penelitian refleleksi-diri yang dilakukan oleh para partisipan

(guru,siswa,atau kepala sekolah,) dalam situasi-situsi social (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki

rasionalitas dan kebenaran (a) preaktek-praktek sosial atau pendidikan yang dilakukan sendiri, (b)

pengertian mengenai praktek-praktek ini, dan (c) situasi-situasi (dan lembaga-lembaga) di mana

praktek-praktek tersebut dilaksanakan. (Carr dan Kemmis, 1996).

Seperti halnya dengan aliran-aliran lain yang timbul, interpretasi akan berbeda-berbeda dan akan terus

bertambah. Tetapi fokus utama dari action rescarch di kelas dan sekolah adalah untuk mendorong

para guru terlibat langsung dalam prakteknya sendiri, dan memandang dirinya sendiri sebagai peneliti.

Dengan kata lain, action research mendorong para guru untuk menjadi peneliti di kelas mereka

sendiri.

Rasional Action Research

Dasar sosial action research adalah keterlibatan; dasar pendidikan action research adalah perbaikan

atau peningkatan mutu. Jadi seseorang yang melakukan action research adalah orang yang

menginginkan adanya perubahan dari apa yang selama itu dijalankan dan ingin yang lebih baik. Action

research berarti ACTION (TINDAKAN ), baik mengenai sistemnya maupun mengenai orang-orang

yang terlibat dalam sistem tersebut. Sistim dapat berarti kelompok sosial manusia apa pun-pabrik,

perusahaan pesawat terbang, kantor yang memberi jasa layanan, sekolah dan orang-orang berarti

semua personalia, tidak hanya para manajer, karena dalam sistem yang demokratis bagian yang

terkecil akan mempengaruhi system keseluruhan. Dalam suatu sistim, satu aspek dari sistem tersebut

21
dapat diindetisifikasi sebagai suatu masalah; jadi misalnya, seorang guru mungkin memusatkan

perhatiannya pada suatu bagian yang terbatas dari praktek mengajarnya sehari-hari dalam kelasnya di

tempat ia bekerja. Ia mungkin berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan dalam mengatasi

masalahnya barangkali akan meresahkan masyarakat di sekolah tersebut, termasuk para karyawan.

Misyalnya , Pak Kadir, prihatin bahwa ia mempunyai masalah tentang kedisiplinan siswanya dalam

suatu kelas, dan ia marah-marahi siswanya karena perilaku mereka yang tidak baik. Kemudian pada

suatu hari ia berpikir bahwa mungkin bila cara mengajarnya diubah masalah-masalah tersebut akan

hilang dengan sendirinya. Perubahan gaya mengajar tersebut mencakup negosiasi dengan para siswa

mengenai peraturan disiplin kelas yang disetujui bersama oleh guru (Pak Kadir ) dan para siswanya.

Kedua belah pihak menyetujui untuk mematuhinya. Kemudian ia terdorong untuk menemukan

kemungkinan dan penyempurnaan dari gaya mengajar tersebut dikelas-kelas yang lain, dan meminta

partisipasi dari rekan-rekan guru yang lain. Ada kemungkinan, rekan-rekannya melihat manfaat dari

gaya mengajar tersebut dan ingin mencoba di kelas mereka masing-masing. Para guru tersebut terus

menerus bertukar fikiran, saling belajar dari rekanya dalam suasana yang kondusif untuk secara

berkelanjutan meningkatkan mutu pengajaran melalui penelitian yang sistematik, yaitu claasroom

action research (CAR).

Sebagai suatu metode untuk mengeksplorasi dan memecahkan masalah, action research dapat juga

diterapkan atau dilaksanakan dalam bentuk skala besar. Kurt Lewin, orang yang mempopulerkan nama

action research, secara pribadi terlibat dalam suatu action research yang bertujuan untuk

memperbaiki hubungan dalam situasi di perusahaan. Ia melihat bahwa prosedur parsitipatif semacam

ini jauh lebih efektif untuk memecahkan masalah-masalah hubung antar manusia dari pada suatu

proses yang ditentukan sebelumnya di mana manusia diharapkan untuk menyesuaikan dari.

Hal ini menggarisbawahi salah satu pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian pendidikan pada

umumnya, yaitu action research berusaha untuk menjawab mesalah “makro-mikro”. Sekalipun pada

umumnya action research dilaksanakan dalam skala kecil (small-scale), ia dapat pula diterapkan

untuk skala besar (large scale), berdasarkan pandangan bahwa peneliti sebagai individu dapat

22
memperoleh informasi mengenai perkembangan propesinya dan dirinya sendiri; dan dengan demikian

tindakannya akan memberikan kontribusi pada pembentukan masyarakat mendatang.

Bila diterapkan di kelas, action research adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan

melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktek mengajarnya sendiri, agar

kritis terhadap praktek tersebut, dan agar mau untuk memperbaikinya. Action research bersifat

patisipatif, karma ia melibatkan guru dalam penelitiannya sendiri, dan kolaboratif, karena ia melibatkan

orang lain (rekan-rekan) sebagai bagian dari suatu penelitian yang hasilnya dapat dinikmati bersama

(shared enguiry). Hal ini penting untuk dicamkan karena anggapan yang dominan dari pendekatan

tradisional adalah bahwa peneliti,pakar, telah melakukan segala macam penelitian mengenai manusia.

Seringkali kita kesal terhadap orang-orang seperti itu yang mengangkat dirinya sebagai pakar dengan

menggunakan sekolah, siswa, dan guru sebagai pemasok data yang hasilnya telah “ditentukan

sebelumnya”. Pada umumnya, para “pakar” hanya ingin menguji hipotesisnya atau telah mempunyai

tujuan tertentu dan mereka melakukan eksperimen pada orang lain dan berusaha agar hasilnya cocok

dengan hipotesisnya. Hal ini sangat membahayakan bila yang diteliti manusia, lain halnya bila yang

diteliti adalah benda mati. Sangat riskan jika dalam eksperimen tersebut yang menjadi kelompok

kontrol adalah kelompok yang terdiri dari manusia (siswa). Sekalipun banyak aspek dari tingkah laku

manusia yang dapat ditebak dalam berbagai taraf, namun sifat dasar manusia adalah kreatif dan tidak

dapat diprediksi.

Misalnya, ada seorang guru ingin mengetahui apakah pendekatan lain mengenai waktu berbicara di

kelas akan mempengaruhi kinerja atau prestasi siswa. Bila ia mengajurkan para siswa untuk bertanya

secara bebas, atau belajar dalam pasangan (in pairs) atau dalam kelompok, yang tidak hanya

mendengarkan guru atau membaca buku, apakah pengertian mereka mengenai pelajaran tersebut

akan lebih baik?

Untuk menjawab pertanyaan itu para peneliti tradisional (para peneliti yang menggunakan pendekatan

kuantitatit0 akan membentuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, mengukur kemajuannya

dengan menggunakan test. Hasil pengukuran dari kelompok eksperimen dibandingkali dengan hasil

23
pengukuran dari kelompok kontrol.Berdasarkan hasil test tersebut, disimpulkan bahwa apakah guru

tersebut berhasil atau gagal dalam metode yang telah dicobakan. Sebaliknya, para guruyang sehari-

harinya mengajar di kelas berpendapat bahwa mereka tidak dapat memaksakan diri untuk mengikuti

struktur penelitian pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya seperti itu, dan jika mereka gagal

menurut tolok ukur pendekatan penelitian seperti itu, mereka merasa Karena ada ketidak cocokan.

Action research berpandangan bahwa masalahnya bukan cocok atau tidak cocok; yang keliru adalah

bahwa manusia tidak dapat digolongkan ke dalam kategori-kategori dan sistem-sistem tertentu; dan

tidak dapat dipaksa untuk memberi reaksi sesuai dengan teori tertentu.

Menurut para pakar action research cara berfikir mekanistis seperti yang diuraikan di atas merupakan

dasar pandangan tradisional dari penelitian pendidikan. Pandangan tersebut didasarkan pada metode

yang mencoba mengukur dan mengkuantifikasi, seolah-olah manusia dapat dipredik. Action research

berusaha untuk memberi makna kepada situasidari sudut pandang yang berlainan. Bila para pakar

penelitian tradisional memandang fungsinya sebagai pemecahan masalah , maka action research

dipandang sebagai pengajuan masalah . Action research berupaya mencari pertanyaan yang benar

sesuai dengan situasinya maupun jawabanya.

Dalam contoh di atas, guru akan mengadakan intropeksi mengenai pelaksanaan mengajar di kelasnya

sendiri. Mengapa ia tidak puas dengan situasi yang dihadapinya sekarang? Apa yang ingin ia rubah?

Bagaimana ia akan mengamati reaksi-reaksi terhadap tindakan yang akan ia lakukan tersebut?

Bagaimana ia akan mengevaluasi reaksi-reaksi tersebut? Dan bagaimana ia akan mengakomodasikan

penemuan-penemuannya?

Ini semua merupakan pertanyaan-pertayaan penelitian pendidikan yang penting, pertanyaan-

pertanyaan yang setiap guru siap untuk menanyakan kepada diri sendiri mengenai apa yang terjadi,

dan kesiapannya untuk menjawab secara jujur dan dengan mengikat konsekuensi yang akan

dihadapinya.

Konsekuensi-konsekuensi itu tentu mengandung perubahan, tetapi perubahan yang ditujukan untuk

perbaikan. Perbaikan tersebut tidak akan terjadi apabila ia tidak sadar atau tanggap akan standard

24
profesinya sendiri. Action research adalah suatu instrumen yang digunakan dengan penuh

kemampuan oleh guru yang baik untuk meningkatkan mutu mengajarnya.

Namun, salah satu dari tantangan terhadap action research adalah bahwa memperbaiki mutu

mengajar adalah hal yang harus senantiasa dilakukan oleh guru yang baik; ia harus terus-menerus

sadar mengenai praktek di kelasnya dan berusaha untuk memperbaiki praktek tersebut. Orang-orang

yang skeptis terhadap action research menyatakan bahwa ini bukan penelitian, melainkan hanya

mengajar yang baik. Sebaliknya para pakar action rsearch mengatakan bahwa action research tidak

berhenti di situ, dan ia merupakan cara untuk menghalang situasi belajar-mengajar. Action research

bukan sekedar mengajar.Action research mempunyai makna sadar dan kritis terhadap mengajar, dan

menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan

perbaikan mengajar. Action research mendorong para guru untuk berani bertindak dan berfikir kritis

dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung jawab mengenai

pelaksanaan tugasnya secara profesional. Pertanggung jawaban profesional kepada masyarakat

secara sistematik inilah yang membuat kegiatan ini sebagai penelitian.

http://72.14.235.104/search?q=cache:vHS5jgDpMtAJ:www.ditplb.or.id/new/index.php%3Fmenu%3Dpro

file%26pro%3D87+Action+Research+KELAS&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id

25
Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)

oleh : Dr. Supriyadi*)

A. PENGERTIAN

Classroom action research (CAR) adalah action research yang dilaksanakan oleh

guru di dalam kelas. Action research pada hakikatnya merupakan rangkaian “riset-

tindakan-riset-tindakan- …”, yang dilakukan secara siklik, dalam rangka memecahkan

masalah, sampai masalah itu terpecahkan. Ada beberapa jenis action research, dua

di antaranya adalah individual action research dan collaborative action research

(CAR). Jadi CAR bisa berarti dua hal, yaitu classroom action research dan

collaborative action research; dua-duanya merujuk pada hal yang sama.

Action research termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan bisa

saja bersifat kuantitatif. Action research berbeda dengan penelitian formal, yang

bertujuan untuk menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum

(general). Action research lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya

kontekstual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Namun demikian hasil action

research dapat saja diterapkan oleh orang lain yang mempunyai latar yang mirip

dengan yang dimliki peneliti.

Perbedaan antara penelitian formal dengan classroom action research disajikan

dalam tabel berikut.

Tabel 1. Perbedaan antara Penelitian Formal dengan Classroom Action Research

26
Penelitian Formal Classroom Action Research
Dilakukan oleh orang lain Dilakukan oleh guru/dosen
Kerepresentatifan sampel tidak
Sampel harus representatif
diperhatikan
Instrumen yang valid dan reliabel tidak
Instrumen harus valid dan reliabel
diperhatikan
Tidak diperlukan analisis statistik yang
Menuntut penggunaan analisis statistik
rumit
Mempersyaratkan hipotesis Tidak selalu menggunakan hipotesis
Memperbaiki praktik pembelajaran secara
Mengembangkan teori
langsung

B. MODEL - MODEL ACTION RESEARCH

Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model action

research, terutama classroom action research. Dialah orang pertama yang

memperkenalkan action research. Konsep pokok action research menurut Kurt Lewin

terdiri dari empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting),

(3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat

komponen itu dipandang sebagai satu siklus.

Model Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang

diperkenalkan Kurt lewin seperti yang diuraikan di atas, hanya saja komponen acting

dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya merupakan tindakan yang

tidak terpisahkan, terjadi dalam waktu yang sama

C. MASALAH CAR

27
Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada saat menentukan

masalah CAR.

1. Banyaknya Masalah yang Dihadapi Guru

Setiap hari guru mengahadapi banyak masalah, seakan-akan masalah itu tidak ada

putus-putusnya. Oleh karena itu guru yang tidak dapat menemukan masalah untuk

CAR sungguh ironis. Merenunglah barang sejenak, atau ngobrollah dengan teman

sejawat, Anda akan segera menemukan kembali seribu satu masalah yang telah

merepotkan Anda selama ini.

2. Tiga Kelompok Masalah Pembelajaran

Masalah pembelajaran dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu (a)

pengorganisasian materi pelajaran, (b) penyampaian materi pelajaran, dan (c)

pengelolaan kelas. Jika Anda berfikir bahwa pembahasan suatu topik dari segi

sejarah dan geografi secara bersama-sama akan lebih bermakna bagi siswa daripada

pembahasan secara sendiri-sendiri, Anda sedang berhadapan dengan masalah

pengorganisasian materi. Jika Anda suka dengan masalah metode dan media,

sebenarnya Anda sedang berhadapan dengan masalah penyampaian materi. Apabila

Anda menginginkan kerja kelompok antar siswa berjalan dengan lebih efektif, Anda

berhadapan dengan masalah pengelolaan kelas. Jangan terikat pada satu kategori

saja; kategori lain mungkin mempunyai masalah yang lebih penting.

3. Masalah yang Berada di Bawah Kendali Guru

28
Jika Anda yakin bahwa ketiadaan buku yang menyebabkan siswa sukar membaca

kembali materi pelajaran dan mengerjakan PR di rumah, Anda tidak perlu melakukan

CAR untuk meningkatkan kebiasaan belajar siswa di rumah. Dengan dibelikan buku

masalah itu akan terpecahkan, dan itu di luar kemampuan Anda. Dengan perkataan

lain yakinkan bahwa masalah yang akan Anda pecahkan cukup layak (feasible),

berada di dalam wilayah pembelajaran, yang Anda kuasai. Contoh lain masalah yang

berada di luar kemampuan Anda adalah: Kebisingan kelas karena sekolah berada di

dekat jalan raya.

4. Masalah yang Terlalu Besar

Nilai UAN yang tetap rendah dari tahun ke tahun merupakan masalah yang terlalu

besar untuk dipercahkan melalui CAR, apalagi untuk CAR individual yang

cakupannya hanya kelas. Faktor yang mempengaruhi Nilai UAN sangat kompleks

mencakup seluruh sistem pendidikan. Pilihlah masalah yang sekiranya mampu untuk

Anda pecahkan.

5. Masalah yang Terlalu Kecil

Masalah yang terlalu kecil baik dari segi pengaruhnya terhadap pembelajaran secara

keseluruhan maupun jumlah siswa yang terlibat sebaiknya dipertimbangkan kembali,

terutama jika penelitian itu dibiayai oleh pihak lain. Sangat lambatnya dua orang siswa

dalam mengikuti pelajaran Anda misalnya, termasuk masalah kecil karena hanya

menyangkut dua orang siswa; sementara masih banyak masalah lain yang

menyangkut kepentingan sebagian besar siswa.

29
6. Masalah yang Cukup Besar dan Strategis

Kesulitan siswa memahami bacaan secara cepat merupakan contoh dari masalah

yang cukup besar dan strategis karena diperlukan bagi sebagian besar mata

pelajaran. Semua siswa memerlukan keterampilan itu, dan dampaknya terhadap

proses belajar siswa cukup besar. Sukarnya siswa berkonsentrasi dalam mengikuti

pelajaran, dan ketidaktahuan siswa tentang meta belajar (belajar bagaimana belajar)

merupakan contoh lain dari masalah yang cukup besar dan strategis. Dengan

demikian pemecahan masalah akan memberi manfaat yang besar dan jelas.

7. Masalah yang Anda Senangi

Akhirnya Anda harus merasa memiliki dan senang terhadap masalah yang Anda teliti.

Hal itu diindikasikan dengan rasa penasaran Anda terhadap masalah itu dan

keinginan Anda untuk segera tahu hasil-hasil setiap perlakukan yang diberikan.

8. Masalah yang Riil dan Problematik

Jangan mencari-cari masalah hanya karena Anda ingin mempunyai masalah yang

berbeda dengan orang lain. Pilihlah masalah yang riil, ada dalam pekerjaan Anda

sehari-hari dan memang problematik (memerlukan pemecahan, dan jika ditunda

dampak negatifnya cukup besar).

9. Perlunya Kolaborasi

30
Tidak ada yang lebih menakutkan daripada kesendirian. Dalam collaborative action

reseach Anda perlu bertukar fikiran dengan guru mitra dari mata pelajaran sejenis

atau guru lain yang lebih senior dalam menentukan masalah.

D. IDENTIFIKASI, PEMILIHAN, DESKRIPSI, DAN RUMUSAN MASALAH

1. Identifikasi Masalah

Dalam mengidentifikasikan masalah, Anda sebaiknya menuliskan semua masalah

yang Anda rasakan selama ini.

2. Pemilihan Masalah

Anda tidak mungkin memecahkan semua masalah yang teridentifikasikan itu secara

sekaligus, dalam suatu action research yang berskala kelas. Masalah-masalah itu

berbeda satu sama lain dalam hal kepentingan atau nilai strategisnya. Masalah yang

satu boleh jadi merupakan penyebab dari masalah yang lain sehingga pemecahan

terhadap yang satu akan berdampak pada yang lain; dua-duanya akan terpecahkan

sekaligus. Untuk dapat memilih masalah secara tepat Anda perlu menyusun masalah-

masalah itu berdasarkan kriteria tersebut: tingkat kepentingan, nilai strategis, dan nilai

prerekuisit. Akhirnya Anda pilih salah satu dari masalah-masalah tersebut, misalnya

“Siswa tidak dapat melihat hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang

lain.”

3. Deskripsi Masalah

31
Setelah Anda memilih salah satu masalah, deskripsikan masalah itu serinci mungkin

untuk memberi gambaran tentang pentingnya masalah itu untuk dipecahkan ditinjau

dari pengaruhnya terhadap pembelajaran secara umum maupun jumlah siswa yang

terlibat.

Contoh: “Jika diberi pelajaran dengan pendekatan terpadu antara geografi, ekonomi,

dan sejarah siswa merasa sukar mentransfer keterampilan dari satu pelajaran ke

pelajaran lain. Pelajaran yang saya berikan adalah geografi, tetapi saya sering

mengaitkan pembahasan dengan mata pelajaran lain seperti ekonomi dan sejarah.

Ketika saya minta siswa mengemukakan hipotesis tentang pengaruh Danau Toba

terhadap perkembangan ekonomi daerah, siswa terasa sangat bingung; padahal

mereka telah dapat mengemukakan hipotesis dengan baik dalam mata pelajaran

geografi. Saya khawatir siswa hanya menghafal pada saat dilatih mengemukakan

hipotesis. Padahal dalam kehidupan sehari-hari keterampilan berhipotesis harus

dapat diterapkan di mana saja dan dalam bidang studi apa saja. Pada hakikatnya

setiap hari kita mengemukakan hipotesis. Ketidakbisaan siswa itu terjadi sepanjang

tahun, tidak hanya pada permulaan tahun ajaran. Kelihatannya semua siswa

mengalami hal yang sama, termasuk siswa yang cerdas. Guru lain ternyata juga

mengalami hal yang sama, siswanya sukar mentransfer suatu keterampilan ke mata

pelajaran lain.”

4. Rumusan Masalah

32
Setelah Anda memilih satu masalah secara seksama, selanjutnya Anda perlu

merumuskan masalah itu secara komprehensif dan jelas. Sagor (1992) merinci

rumusan masalah action research menggunakan lima pertanyaan:

1. Siapa yang terkena dampak negatifnya?

2. Siapa atau apa yang diperkirakan sebagai penyebab masalah itu?

3. Masalah apa sebenarnya itu?

4. Siapa yang menjadi tujuan perbaikan?

5. Apa yang akan dilakukan untuk mengatasi hal itu? (tidak wajib, merupakan

hipotesis tindakan).

Contoh rumusan masalah:

• Siswa di SLTP-X tidak dapat melihat hubungan antara mata pelajaran yang

satu dengan yang lain di sekolah (Ini menjawab pertanyaan 1 dan 3)

• Grup action research percaya bahwa hal ini merupakan hasil dari jadwal mata

pelajaran dan cara guru mengajarkan materi tersebut (Ini menjawab

pertanyaan 2)

• Kita menginginkan para siswa melihat relevansi kurikulum sekolah,

mengapresiasi hubungan antara disiplin-disiplin akademis, dan dapat

menerapkan keterampilan yang diperoleh dalam satu mata pelajaran untuk

pemecahan masalah dalam mata pelajaran lain (Ini menjawab pertanyaan 4)

• Oleh karena itu kita merencanakan integrasi pembelajaran IPA, matematika,

bahasa, dan IPS dalam satuan pelajaran interdisiplin berjudul Masyarakat dan

Teknologi (Ini manjawab pertanyaan 5)

33
Contoh pertanyaan penelitian:

1. Kesulitan apa yang dialami siswa dalam mentransfer keterampilan dari satu

mata pelajaran satu ke mata pelajaran lain?

2. Apakah siswa dapat mentrasfer keterampilan lebih mudah antara dua mata

pelajaran yang disukai?

3. Apa yang menyebabkan siswa menyukai suatu mata pelajaran?

4. Apakah ada perbedaan antara prestasi belajar siswa yang belajar dalam kelas

mata pelajaran multidisiplin dibandingkan dengan mereka yang dalam kelas

mata pelajaran tunggal?

E. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

1. Kajian Teori

Dalam membuat rumusan masalah di atas sebenarnya Anda telah melakukan

“analisis penyebab masalah” sekaligus membuat “hipotesis tindakan” yang akan

diberikan untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk melakukan analisis secara

tajam dan menjustifikasi perlakuan yang akan diberikan, Anda perlu merujuk pada

teori-teori yang sudah ada. Tujuannya sekedar meyakinkan bahwa apa yang Anda

lakukan dapat dipertanggungjawabkan secara profesional. Dalam hal ini proses

kolaborasi memegang peranan yang sangat penting.

Anda juga perlu membaca hasil penelitian terakhir, termasuk CAR, siapa tahu apa

yang akan Anda lakukan sudah pernah dilakukan oleh orang lain; Anda dapat

mengambil manfaat dari pengalaman orang itu. Manfaat lain yang lebih penting, Anda

34
akan mengetahui trend-trend baru yang sedang diperhatikan atau diteliti oleh para

guru di seluruh dunia. Sekarang ini sedang nge-trend pembelajaran yang bernuansa

quantum teaching, quantum learning, contextual learning, integrated curriculum, dan

competency based curriculum yang semua berorientasi pada kepentingan siswa. Jika

penelitian Anda masih berkutat pada pemberian drill dan PR agar nilai UAN mereka

meningkat, tanpa memperdulikan rasa ketersiksaan siswa, profesionalisme Anda

akan dipertanyakan.

2. Hipotesis Tindakan

Lakukanlah analisis penyebab masalah secara seksama agar tindakan yang Anda

rencanakan berjalan dengan efektif. Hipotesis tindakan dapat Anda tuliskan secara

eksplisit, tetapi dapat juga tidak karena pada dasarnya Anda belum tahu tindakan

mana yang akan berdampak paling efektif.

F. METODOLOGI

1. Setting Penelitian

Setting penelitian perlu Anda uraikan secara rinci karena penting artinya bagi guru lain

yang ingin meniru keberhasilan Anda. Mereka tentu akan mempertimbangkan masak-

masak apakah ada kemiripan antara setting sekolahnya dengan setting penelitian

Anda.

2. Perbedaan Mengajar Biasa dengan CAR

35
Dalam melakukan CAR kegiatan mengajar standar (biasa) berlangsung secara alami;

tetapi ada bagian-bagian tertentu yang diberi perlakuan secara khusus dan diamati

dampaknya secara seksama. Langkah-langkah seperti pembuatan satuan pelajaran,

rencana pelajaran, lembaran kerja, dan alat bantu pembelajaran lainnya adalah

langkah pembelajaran standar, bukan CAR. Asumsinya CAR dilaksanakan oleh guru

yang sudah melaksanakan pembelajaran standar secara lengkap tetapi belum

berhasil. Ia akan memodifikasi bagian-bagian tertentu dari pembelajaran standar itu.

Bagian yang dimodifikasi itulah fokus dari CAR Anda.

3. Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan CAR sebaiknya hanya menguraikan hal-hal yang berkaitan

dengan CAR. Jika ada perubahan pada satuan pelajaran misalnya, hanya bagian

yang diubah saja yang perlu diuraikan secara rinci. Akan lebih baik jika perubahan itu

diletakkan dalam konteks satuan pelajaran aslinya sehingga terlihat jelas besar

perubahan yang dilakukan. Perangkat-perangkat pembelajaran juga hanya

tambahannya yang diuraikan secara rinci. Jika pembelajaran standar telah

dilaksanakan dengan baik perangkat pembelajaran yang diperlukan untuk CAR

dengan sendirinya sebagian besar sudah tersedia.

Yang sering terjadi dalam CAR selama ini pembelajaran standar belum dilaksanakan

sehingga CAR menjadi wahana untuk mewujudkan pembelajaran standar. Hal itu

terlihat dari latar belakang yang diuraikan secara emosional oleh peneliti, umumnya

menggambarkan pembelajaran yang sangat tradisional, buruk, dan di bawah standar.

Setelah sekolah mendapat bantuan dana peningkatan kualitas pembelajaran pun

36
uraian latar belakang itu tidak menunjukkan adanya perubahan yang berarti. Secara

tidak langsung ditunjukkan bahwa perlakuan-perlakuan yang diberikan oleh pemberi

dana selama ini berlalu tanpa bekas.

Tahap perencanaan bisa memerlukan waktu setengah bulan karena harus

mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, termasuk di dalamnya adalah

penyusunan jadwal, pembuatan instrumen, dan pemilihan kolaborator.

4. Siklus-siklus

Dalam CAR siklus merupakan ciri khas yang membedakannya dari penelitian jenis

lain; oleh karena itu siklus harus dilaksanakan secara benar. Siklus pada hakikatnya

adalah rangkaian “riset-aksi-riset-aksi- …” yang tidak ada dalam penelitian biasa.

Dalam penelitian biasa hanya terdapat satu riset dan satu aksi kemudian disimpulkan.

Dalam CAR hasil yang belum baik masih ada kesempatan untuk diperbaiki lagi

sampai berhasil.

Siklus terdiri dari (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi;

dan (5) perencanaan kembali. Yang diuraikan dalam siklus hanya bagian yang

dimodifikasi melalui action reseach, bukan seluruh proses pembelajaran. Modifikasi

atau perubahan secara total jarang dilakukan dalam action research yang berskala

kelas karena bagaimanapun sistem pendidikan secara umum masih belum berubah.

Misalnya Anda akan memodifikasi pembelajaran dengan memperbanyak penggunaan

carta. Dalam “perencanaan” yang Anda uraikan adalah tentang carta itu saja,

misalnya “Tiap pertemuan diusahakan akan ada carta yang digunakan dalam kelas.”

37
Dalam “pelaksanaan” Anda uraikan kenyataan yang terjadi, apakah benar tiap

pertemuan bisa digunakan carta, misalnya “Penggunaan carta tiap pertemuan hanya

dapat dilakukan selama dua minggu pertama; minggu berikutnya rata-rata hanya satu

carta tiap empat pertemuan.” Anda tentu saja dapat mengelaborasi “pelaksanaan” itu

dengan menyebutkan carta-carta apa saja yang digunakan, saat-saat mana yang

paling tepat untuk penggunaan, siapa yang menggunakan, berapa lama digunakan,

berapa ukurannya, di mana disimpan, dsb., dsb. “Pengamatan” didominasi oleh data-

data hasil pengukuran terhadap respons siswa, menggunakan berbagai instrumen

yang telah disiapkan. “Refleksi” berisi penjelasan Anda tentang mengapa terjadi

keberhasilan maupun kegagalan, diakhiri dengan perencanaan kembali untuk

perlakuan pada siklus berikutnya.

Dalam action reseach selama ini banyak siklus yang bersifat semu, tidak sesuai

dengan kaidah yang sudah baku. Inilah kelemahan-kelemahan yang terjadi.

1. Dalam siklus diuraikan semua proses pembelajaran, sehingga tidak dapat

dilihat bagian yang sebenarnya sedang diteliti. Seolah-olah seluruh proses

pembelajaran diubah secara total melalui CAR, dan sebelumnya pembelajaran

berlangsung secara tradisional, buruk, dan di bawah standar.

2. Tidak jelas apakah perlakuan dalam suatu siklus dilakukan secara terus-

menerus selama periode tertentu, sampai data pengamatan bersifat jenuh

(menunjukkan pola yang menetap) dan diperoleh dari berbagai sumber

(triangulasi). Sebagai analogi, jika selama satu minggu suhu badan pasien

menunjukkan suhu 37,50 C; 370 C; 370 C; 37,50 C; 37,50 C; 37,50 C; dapatlah

38
disimpulkan bahwa kondisinya telah kembali normal. Itu digabungkan dengan

data pengamatan lain selama seminggu juga seperti perilaku, nafsu makan,

dan denyut nadi pasien, yang bersifat triangulatif.

3. Siklus dilakukan tidak berdasarkan refleksi dari siklus sebelumnya. Ada siklus

yang dilakukan secara tendensius: siklus pertama dengan metode ceramah,

siklus kedua dengan demonstrasi, dan siklus ketiga dengan eksperimen, hanya

ingin menunjukkan bahwa metode eksperimen adalah yang terbaik. Peneliti ini

lupa bahwa metode harus disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran.

Untuk materi pertama boleh jadi justru metode ceramah yang lebih cocok.

5. Instrumen

Instrumen merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan CAR.

Jenis instrumen harus sesuai dengan karakteristik variabel yang diamati. Triangulasi

dan saturasi (kejenuhan informasi) perlu diperhatikan untuk menjamin validitas data.

G. HASIL PENELITIAN

1. Siklus-siklus Penelitian

Hasil penelitian CAR tidak hanya berisi data hasil observasi, melainkan justru proses

perbaikan yang dilakukan. Untuk itu siklus adalah cara yang tepat untuk menyajikan

hasil penelitian. Data hasil observasi tidak disajikan secara terpisah melainkan dalam

konteks siklus-siklus yang telah dilakukan.

2. Tabel, Diagram, dan Grafik

39
Tabel, diagram, dan grafik sangat baik digunakan untuk menyajikan data hasil

observasi. Gunanya agar refleksi dapat dilakukan lebih mudah. Tetapi sajian yang

cantik itu bisa menjadi blunder manakala angka-angkanya diatur sedemikain rupa

sehingga terkesan artificial. Hasil yang begitu spektakuler seringkali tidak disertai

dengan “bagaimana” proses untuk mencapainya, sehingga pembaca akan makin

ragu.

3. Hasil-hasil yang Otentik

Hasil-hasil yang otentik seperti karangan siswa, gambar hasil karya siswa, dan foto

tentang proyek yang dilakukan siswa akan sangat baik dicantumkan sebagai hasil

penelitian.

H. KESIMPULAN CAR

1. Kesimpulan

Kesimpulan tentu saja harus menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian atau

menguji hipotesis yang telah dikemukakan. Pertanyaan penelitian pada bagian D4 di

atas di samping menuntut jawaban yang berupa hasil juga menuntut prosesnya.

Marilah kita lihat pertanyaan-pertanyaan itu sekali lagi.

1. Kesulitan apa yang dialami siswa dalam mentransfer keterampilan dari satu

mata pelajaran satu ke mata pelajaran lain ? Jawaban atas pertanyaan ini bisa

diperoleh melalui tes awal dan atau selama proses pembelajaran berlangsung.

Walaupun baru berupa daftar kesulitan yang dialami siswa, temuan ini cukup

40
berarti bagi guru-guru lain. Kita sendiri pada saat ini belum bisa

membayangkan kesulitan-kesulitan tersebut.

2. Apakah siswa dapat mentrasfer keterampilan lebih mudah antara dua mata

pelajaran yang disukai ? Jawaban atas pertanyaan ini diperoleh setelah guru

menghubungkan berbagai mata pelajaran dalam materi tes awal atau selama

pembelajaran berlangsung, misalnya antara fisika dengan biologi, ekonomi

dengan sejarah, dan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia.

3. Apa yang menyebabkan siswa menyukai suatu mata pelajaran ? Kesimpulan

ini dapat diperoleh melalui kuesioner dan atau wawancara pada awal

pembelajaran atau selama pembelajaran berlangsung.

4. Apakah ada perbedaan antara prestasi belajar siswa yang belajar dalam kelas

mata pelajaran multidisiplin dibandingkan dengan mereka yang dalam kelas

mata pelajaran tunggal ?Jawaban atas pertanyaan ini diperoleh setelah siswa

diberi perlakukan yang berbeda; misalnya satu kelas diberi pelajaran multi

disiplin, dan kelas lain diberi pelajaran yang terpisah-pisah, seperti biasanya.

Ini tampaknya merupakan fokus dari CAR. Jika ditemukan bahwa mata

pelajaran multidisiplin lebih berhasil dalam mengembangkan kemampuan

transfer keterampilan antar mata pelajaran, peneliti perlu mengelaborasi

bagaimana proses pembelajaran model multidisiplin tersebut berlangsung.

Jadi kesimpulan penelitian CAR akan kurang bermanfaaat jika bunyinya hanya

seperti: “Pembelajaran dengan media akan meningkatkan hasil belajar siswa.”

Kesimpulan ini mirip dengan yang diinginkan penelitian kuantitatif. Guru lain yang

membaca kesimpulan ini tentu ingin mengetahui bagaimana prosesnya sehingga

41
media itu bisa meningkatkan hasil belajar. Jadi kesimpulan itu masih harus diikuti

dengan proses atau rinciannya, seperti a) Transparansi OHP lebih disukai siswa

daripada media lain, b) Paling banyak hanya 10 transparansi dapat ditunjukkan dalam

satu presentasi, jika lebih dari itu siswa akan bosan; c) Presentasi pada awal

pembelajaran cenderung lebih disukai; d) Penjelasan yang terlalu lama terhadap satu

transparansi cenderung membuat siswa bosan; dan e) Satu kali presentasi sebaiknya

tidak lebih dari 20 menit.

2. Saran

Karena CAR bersifat kontekstual, pemberian saran kepada orang lain berdasarkan

hasil penelitian tersebut sebenarnya kurang bermanfaat. Deskripsi konteks penelitian

secara rinci sudah cukup untuk memberikan informasi bagi guru lain yang ingin

meniru keberhasilan Anda. Saran seperti “Program CAR ini perlu lanjutkan dan

diperluas untuk tahun-tahun mendatang,” juga kurang begitu perlu, bahkan kurang

relevan.

Saran CAR diperlukan misalnya jika temuan penelitian menyangkut sistem yang lebih

luas dari sekedar kelas, misalnya menghendaki adanya perubahan pengaturan jadwal

pelajaran di sekolah. Dalam hal itu peneliti dapat menyarankan tentang jadwal yang

diinginkan kepada fihak sekpolah.

I. DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka mencerminkan penguasaan Anda atas teori belajar dan pembelajaran

yang Anda minati. Di samping itu, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, daftar

42
pustaka mencerminkan keluasan pengetahuan Anda atas penelitian-penelitien terbaru

yang sedang ngetren. Selama ini guru peneliti sering mencantumkan nama-nama ahli

pendidikan, psikologi, dan pembelajaran tetapi tidak disertai dengan daftar

pustakannya. Buatlah daftar pustaka secara cermat.

*) Dr. Supriyadi M. Pd. adalah staf pengajar pada Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Negeri Jakarta.

Disajikan dalam Workshop MKKS Tingkat Pusat yang Diselenggarakan olah

Direktorat Pendidikan Menengah Umum 12-15 September 2005 di Hotel Evergreen,

Cisarua, Bogor.

Tulisan lain tentang Penelitian Tindakan Kelas dalam bentuk tayangan slide bisa Anda

akses melalui tautan di bawah ini.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/bahan-ajar/12-penelitian-tindakan-kelas-02/

43
IMPLEMENTASI TINDAKAN KELAS

Oleh: Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc., Ph.D. dan Dr. Kisyani Laksono

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan
pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan
baik di sini berarti pihak yang terlibat (dosen dan guru) mencoba dengan sadar
mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah
pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat
memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati
pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Diimplementasikan dengan benar
berarti sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian tindakan.

Makalah ini membahas bagaimana implementasi penelitian tindakan kelas untuk peningkatan
kualitas pembelajaran yang mencakup diagnosis dan penetapan masalah yang ingin
diselesaikan, bentuk dan skenario tindakan, pengembangan instrumen untuk mengukur
kebehasilan tindakan, serta prosedur analisis dan interpretasi data penelitian.

A. Diagnosis dan Penetapan Masalah

Masalah PTK yang merupakan penelitian kolaborasi antara dosen dan guru di sekolah
hendaknya berasal dari persoalan-persoalan praktis yang dihadapi guru di kelas. Oleh karena
itu, diagnosis masalah hendaknya tidak dilakukan oleh dosen lalu “ditawarkan” kepada guru
untuk dipecahkan tetapi sebaiknya dilakukan bersama-sama oleh dosen dan guru. Pada
kenyataannya dosen dapat mengajak guru untuk berkolaborasi melakukan PTK dan
menanyakan masalah-masalah apa yang dihadapi guru yang mungkin dapat diteliti melalui
PTK. Guru yang telah berpengalaman melakukan penelitian tindakan kelas mungkin dapat
langsung mengatakan permasalahan yang dihadapinya yang mungkin dapat diteliti bersama
dan kemudian membahas masalah tersebut dengan dosen.

Lain halnya dengan guru yang belum berpengalaman dalam PTK. Guru tersebut mungkin
belum dapat secara langsung mengemukakan permasalahan yang mungkin dapat diteliti
bersama dosen. Dalam hal ini dosen perlu meminta izin kepada guru untuk hadir di kelas dan
mengamati guru mengajar. Setelah pembelajaran berakhir dosen dapat terlebih dahulu
menanyakan kepada guru masalah apa yang dirasakan guru pada saat pembelajaran sebelum
mengusulkan salah satu permasalahan yang dipikirkan dosen. Dosen baru-boleh mengajukan
permasalahan bila guru tidak dapat mendeteksi adanya masalah di kelasnya.

Di dalam mendiagnosis masalah untuk PTK ini guru dan dosen harus ingat bahwa tidak semua
topik penelitian dapat diangkat sebagai topik PTK. Hanya masalah yang dapat “dikembangkan
berkelanjutan” dalam kegiatan harian selama satu semester atau satu tahun yang dapat dipilih
menjadi topik. “Dikembangkan berkelanjutan” berarti bahwa setiap waktu tertentu, misalnya 2
minggu atau satu bulan, rumusan masalahnya, atau hipotesis tindakannya, atau pelaksanaannya

44
sudah perlu diganti atau dimodifikasi. Dalam kegiatan di kelas, guru dapat mencermati
masalah-masalah apa yang dapat dikembangkan berkelanjutan ini dalam empat bidang yaitu
yang berkaitan dengan pengelolaan kelas, proses belajar-mengajar, pengembangan/penggunaan
sumber-sumber belajar, maupun sebagai wahana peningkatan personal dan profesional.
PTK yang dikaitkan dengan pengelolaan kelas dapat dilakukan dalam rangka: 1) meningkatkan
kegiatan belajar-mengajar, 2) meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar, 3) menerapkan
pendekatan belajar-mengajar inovatif, dan 4) mengikutsertakan pihak ketiga dalam proses
belajar-mengajar. PTK yang dikaitkan dengan proses belajar mengajar dapat dilakukan dalam
rangka: 1) menerapkan berbagai metode mengajar, 2) mengembangkan kurikulum, 3)
meningkatkan peranan siswa dalam belajar, dan 4) memperbaiki metode evaluasi. PTK yang
dikaitkan dengan pengembangan/penggunaan sumber-sumber belajar dapat dilakukan dalam
rangka pengembangan pemanfaatan 1) model atau peraga, 2) sumber-sumber lingkungan, dan
3) peralatan tertentu. PTK sebagai wahana peningkatan personal dan profesional dapat
dilakukan dalam rangka 1) meningkatkan hubungan antara siswa, guru, dan orang tua, 2)
meningkatkan “konsep diri” siswa dalam belajar, 3) meningkatkan sifat dan kepribadian siswa,
serta 4) meningkatkan kompetensi guru secara profesional. Jadi, masalah penelitian yang
dipilih hendaknya memenuhi kriteria “dapat diteliti”, dapat “ditindaki”, dan “ditindaklanjuti”.
Contoh permasalahan ada di Lampiran 1.

Dari sekian banyak kemungkinan masalah, guru bersama dosen perlu mendiagnosis masalah
apa atau masalah mana yang perlu diprioritaskan pemecahannya dalam penelitian yang akan
dilakukan bersama itu.

Penetapan masalah hendaknya dilakukan bersama oleh dosen dan guru setelah menganalisis
seluruh pilihan masalah, minat, dan keinginan guru serta dosen (bersama) untuk memecahkan
salah satu atau beberapa di antaranya. Penetapan masalah ini ditandai dengan penentuan
permasalahan yang akan diteliti dan perumusan fokus masalahnya. Rumusan fokus masalah
yang mungkin ditetapkan bersama antara guru dan dosen dapat berupa rumusan sebagai
berikut: Bagaimana membelajarkan siswa materi tertentu agar siswa mau dan mampu belajar?
Masalah-masalah lain yang mungkin dihadapi guru dapat berupa:

• Bagaimana meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar? yang “ideal” itu
dapat meningkatkan antusiasme siswa sehingga mereka sepertinya “tidak sabar”
menunggu-nunggu datangnya jam pelajaran yang dibina oleh guru tersebut;
• Bagaimana mengajak siswa agar di kelas mereka benar-benar aktif belajar (aktif secara
mental maupun fisik, aktif berpikir)?
• Bagaimana menghubungkan materi pembelajaran dengan lingkungan kehidupan siswa
sehari-hari agar mereka dapat menggunakan pengetahuan dan pemahamannya
mengenai materi itu dalam kehidupan sehari-hari dan tertarik untuk mempelajarinya
karena mengetahui manfaatnya?
• Bagaimana memilih strategi pembelajaran yang paling tepat untuk membelajarkan
materi?
• Bagaimana melaksanakan pembelajaran kooperatif?

Striger (2004) memberikan arahan untuk memfokuskan penelitian dengan jelas setelah
melakukan refleksi mengenai apa yang terjadi yang memunculkan masalah dan apa isu serta

45
peristiwa yang terkait dengan masalah. Isu atau masalah itu harus dinyatakan dalam bentuk
pertanyaan yang dapat diteliti dan diidentifikasi tujuan meneliti masalah tersebut.
Isu atau topik yang ingin diteliti: Definisikan apa isu atau peristiwa yang menimbulkan
permasalahan.

Masalah penelitian: Nyatakan isu sebagai suatu masalah.

Rumusan masalah: Tuliskan masalah dalam bentuk pertanyaan.

Tujuan penelitian:Deskripsikan apa yang diharapkan dapat diperoleh dengan meneliti masalah
ini.
Misalnya dipilih masalah sebagai berikut.

Isu : Siswa kurang aktif di kelas, cenderung tidak pernah mengajukan pertanyaan dalam
pembelajaran. Guru sering memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tetapi hampir
tidak ada siswa yang bertanya.

Masalah : Siswa perlu digalakkan untuk aktif dalam kelas, aktif secara utuh (sedapat mungkin
“hands on” atau “minds on”, bahkan juga kalau mungkin “hearts on”).
Fokus masalah: Bagaimana meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas?
Rumusan masalah PTK yang lengkap biasanya berupa suatu pertanyaan dalam bentuk
“Masalah apa yang terjadi di kelas, bagaimana upaya mengatasinya, apa tindakan yang
dianggap tepat untuk itu, di kelas, dan sekolah mana hal itu terjadi?”

Contoh fokus masalah (rumusan masalah yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi
penelitian): Bagaimana peningkatan partisipasi siswa dalam kelas, baik secara “hands on”,
“minds on” maupun “hearts on” ?

Tujuan penelitian: Merupakan jawaban terhadap masalah penelitian


Contoh tujuan (yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi penelitian): Meningkatkan
partisipasi siswa dalam kelas, baik secara “hands on”, “minds on” maupun “hearts on”..

Setelah ditetapkan fokus masalah seperti itu, dosen dan guru berdiskusi mengadakan gagas
pendapat mengenai tindakan apa saja yang dapat dipilih untuk memecahkan masalah.

B. Bentuk dan Skenario Tindakan

Gagas pendapat mengenai tindakan apa saja yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi
akan menghasilkan banyak alternatif tindakan yang dapat dipilih.
Dosen dan guru perlu membahas bentuk dan macam tindakan (atau tindakan-tindakan) apa
yang kira-kira paling dikehendaki untuk dicoba dan dilaksanakan dalam kelas. Bentuk dan
macam tindakan ini kemudian dimasukkan dalam judul usulan penelitian yang akan disusun
bersama oleh dosen dan guru.

Tindakan yang dipilih dapat disebutkan sebagai suatu nama tindakan (misalnya penugasan
siswa membaca materi pelajaran 10 menit sebelum pembelajaran) atau dalam bentuk

46
penggunaan salah satu bentuk media pembelajaran (misalnya penggunaan peta konsep,
penggunaan lingkungan sekitar sekolah, penggunaan sungai, dan seterusnya), atau dapat pula
dalam bentuk suatu strategi pembelajaran (misalnya strategi pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw atau STAD atau TGT atau GI, strategi pembelajaran berbasis masalah dan seterusnya).
Contoh tindakan untuk rumusan masalah di atas: problem posing .

Bagaimana tindakan tersebut akan dilaksanakan dalam PTK perlu direncanakan dengan
cermat. Perencanaan pelaksanaan tindakan ini dituangkan dalam bentuk Rencana Pembelajaran
(RP) atau dalam bentuk Skenario Pembelajaran. Dalam makalah ini dilampirkan (Lampiran 2)
contoh salah satu RP untuk pembelajaran dengan Problem Posing (Chotimah dkk., 2005).

C. Pengembangan Instrumen untuk Mengukur Keberhasilan Tindakan

Instrumen yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) haruslah sejalan dengan
prosedur dan langkah PTK. Instrumen untuk mengukur keberhasilan tindakan dapat dipahami
dari dua sisi yaitu sisi proses dan sisi hal yang diamati.
1. Dari sisi proses

Dari sisi proses (bagan alirnya), instrumen dalam PTK harus dapat menjangkau masalah yang
berkaitan dengan input (kondisi awal), proses (saat berlangsung), dan output (hasil).
a. Instrumen untuk input

Instrumen untuk input dapat dikembangkan dari hal-hal yang menjadi akar masalah beserta
pendukungnya. Misalnya: akar masalah adalah bekal awal/prestasi tertentu dari peserta didik
yang dianggap kurang. Dalam hal ini tes bekal awal dapat menjadi instrumen yang tepat. Di
samping itu, mungkin diperlukan pula instrumen pendukung yang mengarah pada
pemberdayaan tindakan yang akan dilakukan, misalnya: format peta kelas dalam kondisi awal,
buku teks dalam kondisi awal, dst.

b. Instrumen untuk proses

Instrumen yang digunakan pada saat proses berlangsung berkaitan erat dengan tindakan yang
dipilih untuk dilakukan. Dalam tahap ini banyak format yang dapat digunakan. Akan tetapi,
format yang digunakan hendaknya yang sesuai dengan tindakan yang dipilih.
c. Instrumen untuk output

Adapun instrumen untuk output berkaitan erat dengan evaluasi pencapaian hasil berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan. Misalnya: nilai 75 ditetapkan sebagai ambang batas peningkatan
(pada saat dilaksanakan tes bekal awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka
pencapaian hasil yang belum sampai pada angka 75 perlu untuk dilakukan tindakan lagi (ada
siklus berikutnya).

2. Dari sisi Hal yang Diamati

Selain dari sisi proses (bagan alir), instrumen dapat pula dipahami dari sisi hal yang diamati.
Dari sisi hal yang diamati, instrumen dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: instrumen

47
untuk mengamati guru (observing teachers), instrumen untuk mengamati kelas (observing
classroom), dan instrumen untuk mengamati perilaku siswa (observing students) (Reed dan
Bergermann,1992).

a. Pengamatan terhadap Guru (Observing Teachers)

Pengamatan merupakan alat yang terbukti efektif untuk mempelajari tentang metode dan
strategi yang diimplementasikan di kelas, misalnya, tentang organisasi kelas, respon siswa
terhadap lingkungan kelas, dsb. Salah satu bentuk instrumen pengamatan adalah catatan
anekdotal (anecdotal record).

Catatan anekdotal memfokuskan pada hal-hal spesifik yang terjadi di dalam kelas atau catatan
tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran. Catatan anekdotal mencatat kejadian di
dalam kelas secara informal dalam bentuk naratif. Sejauh mungkin, catatan itu memuat
deskripsi rinci dan lugas peristiwa yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal tidak
mempersyaratkan pengamat memperoleh latihan secara khusus. Suatu catatan anekdotal yang
baik setidaknya memiliki empat ciri, yaitu:

pengamat harus mengamati keseluruhan sekuensi peristiwa yang terjadi di kelas, tujuan, batas
waktu dan rambu-rambu pengamatan jelas, hasil pengamatan dicatat lengkap dan hati-hati, dan
pengamatan harus dilakukan secara objektif.

Beberapa model catatan anekdotal yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat
digunakan dalam PTK, antara lain:

Catatan Anekdotal Peristiwa dalam Pembelajaran (Anecdotal Record for Observing


Instructional Events),

Catatan Anecdotal Interaksi Guru-Siswa (Anecdotal Teacher-Student Interaction Form),

Catatan Anekdotal Pola Pengelompokan Belajar (Anecdotal Record Form for Grouping
Patterns),

Pengamatan Terstruktur (Structured Observation),

Lembar Pengamatan Model Manajemen Kelas (Checklist for Management Model),

Lembar Pengamatan Keterampilan Bertanya (Checklist for Examining Questions),

Catatan Anekdotal Aktivitas Pembelajaran (Anecdotal Record of Pre-, Whilst-, and Post-
Teaching Activities) ,

Catatan Anekdotal Membantu Siswa Berpartisipasi (Checklist for Routine Involving Students),
dsb.

b. Pengamatan terhadap Kelas (Observing Classrooms)

48
Catatan anekdotal dapat dilengkapi sambil melakukan pengamatan terhadap segala kejadian
yang terjadi di kelas. Pengamatan ini sangat bermanfaat karena dapat mengungkapkan praktik-
praktik pembelajaran yang menarik di kelas. Di samping itu, pengamatan itu dapat
menunjukkan strategi yang digunakan guru dalam menangani kendala dan hambatan
pembelajaran yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal kelas meliputi deskripsi tentang
lingkungan fisik kelas, tata letaknya, dan manajemen kelas.

Beberapa model catatan anekdotal kelas yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan
dapat digunakan dalam PTK, antara lain:

a) Format Anekdotal Organisasi Kelas (Form for Anecdotal Record of Classroom


Organization),

b) Format Peta Kelas (Form for a Classroom Map),

c) Observasi Kelas Terstruktur (Structured Observation of Classrooms),

d) Format Skala Pengkodean Lingkungan Sosial Kelas (Form for Coding Scale of Classroom
Social Environment),

e) Lembar Cek Wawancara Personalia Sekolah (Checklist for School Personnel Interviews),

f) Lembar Cek Kompetensi (Checklist of Competencies), dsb.

c. Pengamatan terhadap Siswa (Observing Students).

Pengamatan terhadap perilaku siswa dapat mengungkapkan berbagai hal yang menarik.
Masing-masing individu siswa dapat diamati secara individual atau berkelompok sebelum, saat
berlangsung, dan sesudah usai pembelajaran. Perubahan pada setiap individu juga dapat
diamati, dalam kurun waktu tertentu, mulai dari sebelum dilakukan tindakan, saat tindakan
diimplementasikan, dan seusai tindakan.

Beberapa model pengamatan terhadap perilaku siswa diusulkan oleh Reed dan Bergermann
(1992) yang dapat digunakan dalam PTK, antara lain:

Tes Diagnostik (Diagnostic Test) ,

a) Catatan Anekdotal Perilaku Siswa (Anecdotal Record for Observing Students),

b) Format Bayangan (Shadowing Form),

c) Kartu Profil Siswa (Profile Card of Students),

d) Carta Deskripsi Profil Siswa (Descriptive Profile Chart),

49
e) Sistem Koding Partisipasi Siswa (Coding System to Observe Student Participation in
Lessons),

f) Inventori Kalimat tak Lengkap (Incomplete Sentence Inventory),

g) Pedoman Wawancara untuk Refleksi (Interview Guide for Reflection),

h) Sosiogram, dsb

Adapun instrumen lain selain catatan anekdotal yang dapat digunakan dalam pengumpulan
data PTK dapat berwujud:

(1) Pedoman Pengamatan.

Pengamatan partisipatif dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses
pelaksanaan tindakan. Pengamatan ini dapat dilaksanakan dengan pedoman pengamatan
(format, daftar cek), catatan lapangan, jurnal harian, observasi aktivitas di kelas, penggambaran
interaksi dalam kelas, alat perekam elektronik, atau pemetaan kelas (cf. Mills, 2004: 19).
Pengamatan sangat cocok untuk merekam data kualitatif, misalnya perilaku, aktivitas, dan
proses lainnya. Catatan lapangaan sebagai salah satu wujud dari pengamatan dapat digunakan
untuk mencatat data kualitatif, kasus istimewa, atau untuk melukiskan suatu proses .

(2) Pedoman Wawancara

Untuk memperoleh data dan atau informasi yang lebih rinci dan untuk melengkapi data hasil
observasi, tim peneliti dapat melakukan wawancara kepada guru, siswa, kepala sekolah dan
fasilitator yang berkolaborasi. Wawancara digunakan untuk mengungkap data yang berkaitan
dengan sikap, pendapat, atau wawasan .

Wawancara dapat dilakukan secara bebas atau terstruktur. Wawancara hendaknya dapat
dilakukan dalam situasi informal, wajar, dan peneliti berperan sebagai mitra. Wawancara
hendaknya dilakukan dengan mempergunakan pedoman wawancara agar semua informasi
dapat diperoleh secara lengkap. Jika dianggap masih ada informasi yang kurang, dapat pula
dilakukan secara bebas. Guru yang berkolaborasi dapat berperan pula sebagai pewawancara
terhadap siswanya. Namun harus dapat menjaga agar hasil wawancara memiliki objektivitas
yang tinggi.

(3) Angket atau kuesioner

Indikator untuk angket atau kuesioner dikembangkan dari permasalahan yang ingin digali.

(4) Pedoman Pengkajian Data dokumen

Dokumen yang dikaji dapat berupa: daftar hadir, silabus, hasil karya peserta didik, hasil karya
guru, arsip, lembar kerja dll.

50
(5) Tes dan Asesmen Alternatif

Pengambilan data yang berupa informasi mengenai pengetahuan, sikap, bakat dan lainnya
dapat dilakukan dengan tes atau pengukuran bekal awal atau hasil belajar dengan berbagai
prosedur asesmen (cf. Tim PGSM, 1999; Sumarno, 1997; Mills, 2004).

Dalam Lampiran 3-17 dicontohkan beberapa macam instrumen yang dapat digunakan oleh
peneliti (Chotimah dkk. 2005; Tim Biologi SMA Lab. UM 2005)

Instrumen ini dikembangkan pada saat penyusunan usulan penelitian atau dikembangkan
setelah usulan penelitian disetujui untuk didanai dan dilaksanakan. Keuntungannya bila
instrumen dikembangkan pada saat penyusunan usulan adalah peneliti telah mempersiapkan
diri lebih dini sehingga peneliti dapat lebih cepat mengimplementasikannya di lapangan.

Pengukuran keberhasilan tindakan sedapat mungkin telah ditetapkan caranya sejak awal
penelitian, demikian pula kriteria keberhasilan tindakannya. Keberhasilan tindakan ini disebut
sebagai indikator keberhasilan tindakan. Indikator keberhasilan tindakan biasanya ditetapkan
berdasarkan suatu ukuran standar yang berlaku. Misalnya: pencapaian penguasaan kompetensi
sebesar 75% ditetapkan sebagai ambang batas ketuntasan belajar (pada saat dilaksanakan tes
awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai
75% diartikan masih perlu dilakukan tindakan lagi (ada siklus berikutnya).

D. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data Penelitian

Dalam PTK, perhatian lebih kepada kasus daripada sampel. Hal ini berimplikasi bahwa
metodologi yang dipakai lebih dapat diterapkan terhadap pemahaman situasi problematik
daripada atas dasar prediksi di dalam parameter.

1. Analisis Data Penelitian.

Tahap-tahap analisis data penelitian meliputi:

a. validasi hipotesis dengan menggunakan teknik yang sesuai (saturasi, triangulasi, atau jika
memang perlu uji statistik);

b. interpretasi dengan acuan teori, menumbuhkan praktik, atau pendapat guru;

c. tindakan untuk perbaikan lebih lanjut yang juga dimonitor dengan teknik penelitian kelas.

Analisis dilakukan dengan menggunakan hasil pengumpulan informasi yang telah dilakukan
dalam tahap pengumpulan data. Misalnya, dengan memutar kembali hasil rekaman proses
pembelajaran dengan video tape recorder guru mengamati kegiatan mengajarnya dan
membahas masalah-masalah yang menjadi perhatian penelitian bersama dengan dosen. Pada
proses analisis dibahas apa yang diharapkan terjadi, apa yang kemudian terjadi, mengapa
terjadi tidak seperti yang diharapkan, apa penyebabnya atau ternyata sudah terjadi seperti yang
diharapkan, dan apakah perlu dilakukan tindaklanjut

51
2. Validasi hipotesis

Validasi hipotesis adalah diterima atau ditolaknya suatu hipotesis.

Jika di dalam desain penelitian tindakan kelas diajukan hipotesis tindakan yang merupakan
keyakinan terhadap tindakan yang akan dilakukan, maka perlu dilakukan validasi. Validasi ini
dimaksudkan untuk menguji atau memberikan bukti secara empirik apakah pernyataan
keyakinan yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis tindakan itu benar. Validasi hipotesis
tindakan dengan menggunakan tehnik yang sesuai yaitu: saturasi, triangulasi dan jika perlu
dengan uji statistik tetapi bukan generalisasi atas hasil PTK. Saturasi, apakah tidak ditemukan
lagi data tambahan. Triangulasi, mempertentangkan persepsi seseorang pelaku dalam situasi
tertentu dengan aktor-aktor lain dalam situasi itu, jadi data atau informasi yang telah diperoleh
divalidasi dengan melakukan cek, recek, dan cek silang dengan pihak terkait untuk
memperoleh kesimpulan yang objektif.

3. Interpretasi Data Penelitian

Interpretasi berarti mengartikan hasil penelitian berdasarkan pemahaman yang dimiliki


peneliti. Hal ini dilakukan dengan acuan teori, dibandingkan dengan pengalaman, praktik, atau
penilaian dan pendapat guru. Hipotesis tindakan yang telah divalidasi dicocokkan dengan
mengacu pada kriteria, norma, dan nilai yang telah diterima oleh guru dan siswa yang dikenai
tindakan.

4. Penyusunan Laporan Penelitian

Di Bab Hasil dan Pembahasan Penelitian dalam Laporan PTK pada umumnya peneliti terlebih
dulu menyajikan paparan data yang mendeskripsikan secara ringkas apa saja yang dilakukan
peneliti sejak pengamatan awal (sebelum penelitian) yaitu kondisi awal guru dan siswa diikuti
refleksi awal yang merupakan dasar perencanaan tindakan siklus I, dilanjutkan dengan paparan
mengenai pelaksanaan tindakan, hasil observasi kegiatan guru, observasi situasi dan kondisi
kelas dan hasil observasi kegiatan siswa. Paparan data itu kemudian diringkas dalam bentuk
temuan penelitian yang berisi pokok-pokok hasil observasi dan evaluasi yang disarikan dari
paparan data.

Berikutnya berdasarkan temuan data dilakukan refleksi hasil tindakan siklus 1 yang dijadikan
dasar untuk merencanakan tindakan untuk siklus ke 2. Di sini dapat dibandingkan hasil siklus 1
dengan indikator keberhasilan tindakan siklus 1 yang telah ditetapkan berdasarkan refleksi
awal.

Paparan data siklus dua juga lengkap mulai perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi.
Ringkasan paparan data dicantumkan dalam bentuk temuan penelitian. Temuan ini menjadi
dasar refleksi tindakan siklus ke 2, termasuk apakah perlu dilanjutkan dengan pelaksanaan
tindakan untuk siklus ke 3. Peneliti dapat membandingkan hasil siklus 2 ini dengan indikator
keberhasilan tindakan siklus 2 yang telah ditetapkan berdasarkan hasil refleksi tindakan siklus
ke 1.

52
Jadi prosedur analisis dan interpretasi data penelitian dilaksanakan secara deskriptif kualitatif
dengan meringkas data (reduksi data), saturasi dan triangulasi.

E. Penutup

PTK merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan
keprofesionalan guru maupun dosen. Dalam pelaksanaannya dosen dan guru perlu melakukan
segala langkah penelitian ini secara bersama-sama (kolaboratif) dari awal hingga akhir. Ciri
khas penelitian ini ialah adanya masalah pembelajaran dan tindakan untuk memecahkan
masalah ini. Penelitian tindakan sebenarnya dapat dilakukan oleh guru atau dosen sendiri-
sendiri atau seperti dalam pelatihan ini, guru dan dosen dapat saling berkolaborasi. Tahapan
penelitian dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi refleksi yang dapat
diulang sebagai siklus. Refleksi merupakan pemaknaan dari hasil tindakan yang dilakukan
dalam rangka memecahkan masalah. Disarankan guru dan dosen dapat secara kolaboratif
melakukan tindakan kelas ini untuk peningkatan keprofesionalannya.

Proposal usulan penelitian tindakan kelas perlu dibuat sebagai pedoman (tuntunan) dalam
melaksanakan penelitian. Dalam penyusunan usulan yang sesungguhnya guru peneliti harus
berusaha memenuhi ketentuan, kriteria atau standar yang ditetapkan oleh sponsor atau lembaga
pemberi dana. Saran lainnya ialah banyak membaca laporan penelitian, artikel dan sumber-
sumber mengenai penelitian tindakan kelas.

Di hadapan para bapak ibu dosen yang hadir dalam pelatihan kali ini saya sampaikan harapan
masa depan saya mengenai PTK ini yaitu agar makin banyak guru maupun dosen sains seluruh
Indonesia yang melaksanakan PTK.

Keinginan lainnya adalah agar dalam pelaksanaan PTK itu dosen dan guru tidak hanya sekedar
melaksanakan, tapi juga mengkomunikasikan hasilnya kepada rekan-rekan guru dan dosen lain
melalui media komunikasi (majalah) yang sudah ada sekarang. Saya pikir kita juga sudah
punya organisasi profesi sehingga pertemuan periodik antar guru dan dosen untuk
pengembangan profesi dapat direncanakan dan dilaksanakan secara lebih terjadwal. Melalui
pertemuan ilmiah dan majalah ilmiah itu antara para guru dan dosen bidang studi diharapkan
dapat terjadi saling tukar informasi, pengalaman, dan pemikiran untuk peningkatan
keprofesionalan guru dan dosen.

Akhir kata, saya ingatkan kembali bahwa profesi guru dan dosen adalah profesi yang
memerlukan pengembangan terus-menerus, karenanya setiap guru dan dosen harus selalu siap,
mau, dan mampu untuk membelajarkan dirinya sepanjang hayat agar dapat lebih mampu
membelajarkan anak didiknya. PTK merupakan salah satu sarana belajar sepanjang hayat yang
penting yang perlu dikuasai oleh setiap guru dan dosen yang mau mengembangkan
keprofesionalannya.

http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/01/implementasi-penelitian-tindakan-kelas/

53

You might also like