You are on page 1of 19

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri

atau memecah suatu soal menjadi pertanyaanpertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut. Dalam pembelajaran matematika, problem posing (pengajuan soal) menempati posisi yang strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan penyelesaian soal secara mendetil. Hal tersebut akan dicapai jika siswa memperkaya khazanah pengetahuannya tak hanya dari guru melainkan perlu belajar secara mandiri. Problem posing dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika. Silver dan Cai menulis bahwa Problem posing is central important in the discipline of mathematics and in the nature of mathematical thinking. Suryanto menjelaskan tentang problem posing adalah perumusan soal agar lebih sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terutama terjadi pada soal-soal yang rumit. (Pujiastuti, 2001:3) Model pembelajaran problem posing ini mulai dikembangkan di tahun 1997 oleh Lyn D. English, dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model ini dikembangkan pula pada mata pelajaran yang lain. Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut. a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan. b. Guru memberikan latihan soal secukupnya. c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok. d. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa. e. Guru memberikan tugas rumah secara individual. (Suyitno, 2004:31-32).

Silver dan Cai mnjelaskan bahwa pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yakni sebagai berikut. a. Pre solution posing Pre solution posing yaitu jika seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan. Jadi guru diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya. b. Within solution posing Within solution posing yaitu jika seorang siswa mampu merumuskan ulang pertanyaan soal tersebut menjadi sub-sub pertanyaan baru yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya.jadi, diharapkan siswa mampu membuat sub-sub pertanyaaan baru dari sebuah pertanyaan yang ada pada soal yang bersangkutan. c. Post solution posing Post solution posing yaitu jika seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis. Dalam model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) siswa dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika. Dengan demikian, kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing sebagai berikut. a. Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep dasar. b. Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar. c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah. (Suyitno, 2003:7-8). Bagi siswa, pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, siswa menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut. Model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) dapat dikembangkan dengan memberikan suatu masalah yang belum terpecahkan dan meminta siswa untuk menyelesaikannya (Silver, Kilpatrick dan shlesinger), pemikiran English dalam menghasilkan pertanyaan baru dari masalah matematika yang diberikan dapat menjadi aktivias utama dalam mengajukan permasalahan.

Guru matematika dalam rangka mengembangkan model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) yang berkualitas dan terstruktur dalam pembelajaran matematika, dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar berikut. 1. Pengajuan soal harus berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari aktivitas siswa di dalam kelas. 2. Pengajuan soal harus berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa 3. Pengajuan soal dapat dihasilkan dari permasalahan yang ada dalam buku teks, dengan memodifikasikan dan membentuk ulang karakteristik bahasa dan tugas. Menggunakan model pembelajaran problem posing dalam pembelajaran matematika dibutuhkan keterampilan sebagai berikut. 1. Menggunakan strategi pengajuan soal untuk menginvestigasi dan memecahkan masalah yang diajukan. 2. Memecahkan masalah dari situasi matematika dan kehidupan sehari-hari. 3. Menggunakan sebuah pendekatan yang tepat untuk mengemukakan masalah pada situasi matematika. 4. mengenali hubungan antara materi-materi yang berbeda dalam matematika. 5. Mempersiapkan solusi dan strategi terhadap situasi masalah baru. 6. Mengajukan masalah yang kompleks sebaik mungkin, begitu juga masalah yang sederhana. 7. Menggunakan penerapan subjek yang berbeda dalam mengajukan masalah matematika. 8. Kemampuan untuk menghasilkan pertanyaan untuk mengembangkan strategi mengajukan masalah sebagai berikut. a. Bagaimana saya bisa menyelesaikan masalah ini? b. Dapatkah saya mengajukan pertanyaan yang lain? c. Seberapa banyak solusi yang dapat saya temukan? Memunculkan pertanyaan baru dari masalah matematika yang diberikan dianggap menjadi aktivitas utama dalam mengajukan masalah sebagaimana dijelaskan oleh English sebagai berikut. 1. Apakah gagasan penting dalam masalah ini? 2. Dimana lagi kita dapat menemukan gagasan yang sama dengan hal ini?

3. Dapatkah kita menggunakan informasi ini dalam satu cara yang berbeda untuk memecahkan suatu masalah? 4. Apakah kita cukup memiliki informasi penting untuk memecahkan masalah? 5. Bagaimana jika kita tidak memberikan semua informasi ini untuk membuat sebuah masalah yang berbeda? 6. Bagaimana mungkin kamu dapat merubah beberapa informasi ini? Akan menjadi apakah masalah tersebut kemudian? Rangkaian pertanyaan di atas menunjukkan apabila ada seorang guru yang tidak berpengalaman dalam mengajukan masalah dapat melakukan aktivitas bertanya tersebut. Strategi dalam pengajuan masalah dapat dilihat dari beberapa tinjauan literatur. Strategi ini dapat diterapkan dalam mengajukan masalah tertentu. Strategi tersebut mengemukakan bagaimana melihat atau menemukan masalah (Dillon). Krutetskii memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari masalah yang diajukan sebelumnya. Hashimoto bertanya bagaimana jika, dan bagaimana jika tidak Brown Walter. Mempertimbangkan hubungan yang baru dari masalah baru (Polya). Strategi lain dalam mengajukan sebuah pertanyaan adalah untuk melihat hubungan antara informasi yang diberikan dan mengajukan sebuah pertanyaan yang mengikuti hubungan tersebut (Krutelskii). Cara melihat atau menemukan masalah sejenis dengan gabungan strategi dalam perumusan masalah (Kilpatrick). Strategi ini berada pada penemuan tingkatan masalah (Dillon). Masalah tersebut ditampilkan pada penguji coba atau orang lain yang mengajukan pertanyaan, yang perlu dilakukan penanya adalah menemukannya. Strategi lain adalah untuk memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari masalah yang diajukan sebelumnya. Ini serupa dengan penggunaan analogi dalam menghasilkan masalah baru yang terkait (Kilpatrick). dalam studi ini, terdapat dua strategi berbeda yang dikembangkan sebagai berikut. 1. Mengajukan pertanyaan mengenai masalah matematika dari masalah yang ada dalam buku pelajaran. Kilpatrick menjelaskan bahwa ada dua tahap dalam proses penyelesaian masalah selama masalah baru diciptakan. Penyelesaian masalah bisa dengan mengubah beberapa atau semua kondisi masalah untuk melihat masalah baru, apa yang mungkin dihasilkan dan setelah masalah diselesaikan. Penyelesaian masalah bisa dengan meninjau ulang bagaimana solusi dipengaruhi oleh berbagai macam permasalahan. Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut. a. Memilih satu masalah dari buku pelajaran matematika atau buku LKS matematika.

b. Menentuan kondisi dari permasalahan yang diberikan dan hal yang tidak diketahui. c. Mengubah kondisi masalah dalam dua cara yang berbeda Pertama, tambahkan lagi beberapa kondisi atau kondisi baru pada masalah asli kemudian rumuskan satu pertanyaan baru. kedua, pindahkan kondisi dari masalah asli kemudian rumuskan pertanyaan baru. 2. Mengajukan masalah matematika dari situasi yang belum terstruktur. Stoyanove menjelaskan situasi masalah yang belum terstrukstur sebagai situasi terbuka yang diberikan dan menggunakan format berikut. a. Masalah open-ended (penyelidikan matematis). b. Masalah yang sejenis dengan masalah yang diberikan. c. Masalah dengan solusi serupa. d. Masalah berkaitan dengan dalil khusus. e. Masalah yang berasal dari gambaran yang diberikan f. Masalah kata-kata. Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut. a. Situasi kehidupan sehari-hari yang ditampilkan pada semua siswa. b. Siswa diminta melengkapi situasi dari pandangan mereka untuk menyatakan masalahyang berasal dari situasi yang dibentuk. c. Masing-masing siswa telah melengkapi masalah dari situasi tertentu untuk kemudian mengajukan beberapa pertanyaan dari situasi tersebut d. Tulis semua masalah yang diajukan yang berkaitan dengan masalah tersebut. (Abu-Elwan, 2007:2-5) Dari uraian di atas, tampak bahwa keterlibatan siswa untuk turut belajar dengan cara menerapkan model pembelajaran problem posing merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Siswa tidak hanya menerima saja materi dariguru, melainkan siswa juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri. Hasil belajar tidak hanya menghasilkan peningkatan pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilan berpikir. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal-soal sejenis uraian perlu dilatih, agar penerapan model pembelajaran problem posing dapat optimal. Kemampuan tersebut akan tampak dengan jelas bila siswa mampu mengajukan soal-soal secara mandiri maupun berkelompok. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat dideteksi lewat kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal yang diajukannya di depan kelas. Dengan penerapan model pembelajaran problem posing dapat

melatih siswa belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir siswa.

Pendekatan Pembelajaran Problem Posing


Problem posing merupakan istilah Bahasa Inggris, dalam Bahasa Indonesia adalah pembentukan masalah. Pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua macam kegiatan, yaitu: 1. Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman siswa 2. Pembentukan soal dari soal lain yang sudah ada. Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing menurut Budiasih dan Kartini dalam Budi Hartati adalah sebagai berikut: 1. Membuka kegiatan pembelajaran 2. Menyampaikan tujuan pembelajaran 3. Menjelaskan materi pelajaran 4. Memberikan contoh soal 5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas 6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan menyelesaikannya 7. Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan 8. Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat siswa 9. Menutup kegiatan pembelajaran Menurut Srini M. Iskandar dalam makalahnya yang dinukil oleh Budi Hartati, batasan mengenai pembentukan soal adalah sebagai berikut: 1. Perumusan ulang soal yang sudah ada dengan perubahan agar menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit 2. Perumusan atau pembentukan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan yang lain 3. Perumusan atau pembentukan soal dari kondisi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau sesudah penyelesaian soal.

Adapun kondisi dalam pembentukan soal, menurut Srini M. Iskandar dalam Budi Hartati dibagi menjadi tiga golongan yakni: 1. Kondisi bebas, yakni jika kondisi tersebut memberi kebebasan sepenuhnya kepada siswa untuk membentuk soal, karena siswa tidak diberi kondisi yang harus dipenuhi 2. Kondisi semi terstruktur, yakni jika siswa diberi suatu kondisi dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya 3. Kondisi terstruktur, adalah jika kondisi yang digunakan berupa soal atau penyelesaian soal. Menurut Terry Dash dalam Budi Hartati, penyusunan soal-soal baru dapat digali dari soal yang sudah ada. Artinya, soal yang sudah ada dapat menjadi bibit untuik soal baru dengan mengubah, menambah, atau mengganti satu atau lebih karakteristik soal yang terdahulu. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: 1. Change the numbers Salah satu cara membuat soal dari soal yang sudah ada adalah dengan mengubah bilangan. 3. Change the operations Cara lain membuat soal dari soal yang sudah tersedia adalah dengan mengubah operasi hitungnya. Kemampuan siswa dalam membentuk soal dapat dikembangkan dengan cara guru memberikan beberapa contoh seperti berikut: 1. Membentuk soal dari soal yang sudah ada atau memperluas soal yang sudah ada 2. Menyusun soal dari suatu situasi, atau berdasarkan gambar di majalah atau surat kabar, atau membuat soal mengenai benda-benda konkret yang dapat dimanipulasi (dikutak-kutik) 3. Memberikan soal terbuka 4. Menyusun sejumlah soal yang mirip tetapi dengan taraf kesilitan yang bervariasi. Kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan soal, secara teknis yang dapat dilakukan adalah: 1. Siswa menyusun soal secara individu. Dalam penyusunan soal ini, hendaknya siswa tidak asal menyusun soal, akan tetapi juga mempersiapkan jawaban dari soal yang sedang disusunnya. Dengan kata lain, setelah siswa tersebut dapat membuat soal, maka dia juga dapat menyelesaikan soal tersebut. 2. Siswa menyusun soal. Soal yang telah tersusun tersebut kemudian diberikan kepada teman sekelasnya. Distribusi soal-soal yang telah tersusun tersebut dapat menggunakan cara penggeseran atau dengan cara bertukar dengan teman semeja. Artinya, distribusi soal tersebut secara individu.

3. Agar lebih bervariasi dan lebih menumbuhkan sikap aktif, interaktif, dan kretaif, maka dapat dibentuk kelompok-kelompok kecil untuk menyusun soal dan soal tersebut didistribusikan kepada kelompok lain untuk diselesaikan. Soal dari kelompok tersebut, diharapkan tingkat kesulitannya lebih tinggi dari soal yang disusun secara individu. Pembelajaran dengan pendekatan problem posing tidak dapat dilepaskan dari kegiatan memecahkan masalah/soal, karena memecahkan masalah adalah salah satu unsur utama dalam pembelajaran matematika. Dalam problem posing, siswa diberi kegiatan untuk membuat/membentuk soal kemudian menyelesaikan/memecahkan soal tersebut sesuai dengan konsep atau materi yang telah dipelajari. Persoalan yang harus dipecahkan oleh siswa datang siswa itu sendiri atau siswa yang lain dalam Pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing. Jika menggunakan variasi lain, misal dengan dibuat kelompok-kelompok, maka soal-soal dapat berasal dari kelompok yang lain. Pemecahan masalah memacu fungsi otak anak, mengembangkan daya pikir secara kreatif untuk mengenali masalah, dan mencari alternatif pemecahannya. Proses pemecahan masalah terletak pada diri pelajar, variabel dari luar hanya merupakan intruksi verbal yang bersifat membantu atau membimbing pelajar untuk memecahkan masalah. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi-kombinasi aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu kemudian menggunakannya untuk memecahkan masalah. Namun memecahkan masalah tidak hanya menerapkan aturanaturan yang telah diketahui tetapi juga memperoleh pengetahuan baru. Pendekatan problem posing ternyata sesuai dengan salah satu teori tentang berpikir matematis. Berpikir matematis terdiri atas beberapa komponen, yaitu: 1. Memahami masalah atau perkara (segala sesuatu yang dikerjakan dalam pelajaran matematika harus bermakna bagimu) 2. Berusaha keluar dari kemacetan yang ada (bilamana kamu mengalami kemacetan, kamu harus dapat menggunakan apa yang telah kamu ketahui untuk keluar dari kemacetan) 3. Menemukan kekeliruan yang ada (kamu harus dapat menemukan kekeliruan yang ada dalam jawaban soal, dalam langkah yang kamu gunakan, dan dalam berpikir) 4. Meminimumkan pembilangan (jika kamu melakukan hitungan, kamu harus sedikit mungkin menggunakan pembilangan) 5. Meminimumkan tulis-menulis dalam perhitungan 6. Gigih dalam mencari strategi pemecahan masalah (jika kamu menggunakan suatu strategi pemecahan masalah tidak menghasilkan jawaban, kamu harus mencari strategi lain. Jangan

mudah putus asa) 7. Membentuk soal atau masalah (kamu harus mampu memperluas masalah dengan membentuk pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal). Pembelajaran matematika melalui problem posing diharapkan merupakan pendekatan yang efektif, karena kegiatan tersebut sesuai dengan pola pikir matematis, dalam arti: 1. Pengembangan matematika sering terjadi dari kegiatan membentuk soal, 2. Membentuk soal merupakan salah satu tahap dalam berpikir matematis. Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan problem posing jika diperhatikan juga sesuai dengan pendepat Mel Silberman yang telah dikemukakan di atas. Semua potensi siswa (pendengaran, penglihatan, dan pemikiran/jalan berpikir) dilibatkan dalam pembelajaran menggunakan pendekatan ini, sehingga siswa diharapkan akan menguasai ilmu yang diserapnya.
DIPOSKAN OLEH AMIABLE DI SELASA, SEPTEMBER 01, 2009

http://syarifulfahmi.blogspot.com/2009/09/pendekatan-pembelajaran-problem-posing.html

BAB II KAJIAN PUSTAKA


1. Kajian Teoritik a. Problem Posing Problem Posing dapat diartikan membangun atau membentuk permasalahan. Pemberian tugas dengan Problem Posing secara berkelompok adalah suatu kegiatan pemberian tugas dimana siswa secara kelompok terlibat langsung dalam pembuatan soal dan menyelesaikannya sesuai dengan konsep atau materi yang telah dipelajari. Pada penelitian ini konsep yang diajarkan adalah Konsep Pangkat Tak Sebenarnya. Pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua macam yaitu : 1) pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau pengalaman siswa, dan 2) pembentukan soal dari soal lain yang sudah ada (PPGM, 1999 : 5).

Pembelajaran

konsep

Matematika

khususnya Konsep

Pangkat

Tak

Sebenarnya melalui latihan membentuk soal diharapkan merupakan pendekatan yang efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa untuk menerapkan konsep Matematika.

-11-12-

Menurut ( PPGM, 1999 : 5 6 ) dijelaskan bahwa : (a) adanya korelasi positif antara kemampuan membentuk soal dan kemampuan membentuk masalah, (b) latihan membentuk soal merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam memecahkan masalah. Untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam membentuk soal, guru perlu memberikan contoh dengan cara sebagai berikut : (1) Membentuk soal dari soal yang sudah ada atau memperluas soal yang sudah ada. (2) Membentuk soal dari suatu situasi atau gambar di Majalah atau Surat Kabar, atau membuat soal mengenai benda-benda kongkrit yang dapat dianalisa lebih lanjut. (3) Membuat soal terbuka. (4) Membentuk sejumlah soal yang mirip tetapi dengan taraf kesulitan yang berbeda dan bervariasi. (5) Setelah diberi beberapa contoh, selanjutnya siswa diberi tugas membentuk soal sesuai dengan pokok bahasan yang diberikan, yang selanjutnya soal tersebut harus dikerjakan oleh kelompok lain, demikian juga sebaliknya.

-13-

Dalam memberikan tugas dengan Pendekatan Problem Posing, siswa bekerja secara kelompok. Hal ini dimaksudkan agar guru mudah memantau aktifitas siswa selama pelaksanaan pemberian tugas berlangsung, dan memudahkan guru dalam pemeriksaan hasil kegiatan. Soal yang dibuat siswa adalah yang mirip dengan contoh yang telah diberikan guru. Dengan kata lain soal itu sedikit berbeda dari contoh yang dibeirkan guru. Untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan Konsep Pangkat Tak Sebenarnya, kegiatan pemberian tugas dengan Pendekatan

Problem Posingdikembangkan dan dimodifikasi dimana siswa bukan hanya membuat soal dan menyelesaikan saja, tetapi setiap kelompok akan mengerjakan juga soal-soal yang telah dibuat oleh kelompok lain. Selain itu agar suasana pemberian tugas dengan Problem Posing ini menarik dan menyenangkan, maka kelompok yang mampu membuat soal dan menyelesaikannya lebih dari satu atau lebih dari ketentuan guru akan diberi bonus. Demikian pula pada saat mengerjakan soal buatan kelompok lain, apabila dapat mengerjakan lebih dari satu atau lebih dari ketentuan guru maka kelompok itu akan mendapat bonus dari guru.

-14-

Kerbehasilan pelaksanaan tindakan ini dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam mebuat soal dan menyelesaikannya serta dari kemampuan siswa dalam mengerjakan soal buatan kelompok lain. Apabila kemampuan siswa dalam kegiatan pemberian tugas denganPendekatan Problem Posing berarti kemampuan siswa dalam menerapkan Konsep Pangkat Tak Sebenarnya juga meningkat. Dan selanjutnya dapat disimpulkan bahwa para siswa telah mengalami peningkatan motivasi belajar.

b.

Motivasi Belajar

Belajar dalam pandangan Teori Modern adalah merupakan proses perubahan tingkah laku berkat interaksi dengan lingkungan. Jadi seseorang dikatakan melakukan kegiatan belajar, setelah ia memperoleh hasil yaitu terjadinya perubahan. Misalnya : dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti Motivasi adalah dorongan yang tumbuh karena tingkah laku dan kegiatan manusia. Dalam proses belajar mengajar motivasi merupakan faktor yang sangat penting karena dapat memberikan semangat dan petunjuk bagi peserta didik dalam kegiatan belajarnya.

-15-

Lebih lanjut A. Tabrani Rusyan, dkk dalam Bukunya : Pendataan dalam Proses Belajar Mengajar, halaman 99 mengatakan : Motivasi adalah penggerak tingkah laku kearah suatu tujuan dengan didasari adanya suatu kebutuhan. Pada bagian lain ( Pasaribu dan Simanjuntak, dalam bukunya Proses Belajar Mengajar halaman menjelaskan bahwa motivasi adalah besarnya dorongan yang 59)

ditimbulkan adanya suatu sikap positif dari siswa, dalam hal ini adalah kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Belajar adalah proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan dan perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar bila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan sementara seseorang. Belajar merupakan usaha yang dilakukan setiap manusia dalam rangka untuk mencapai sesuatu yang ingin dicapai. Belajar akan menimbulkan perubahan perilaku yang diperoleh melalui pengetahuan dan wawasan. Belajar merupakan aktifitas mental yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, kemampuan dan nilai sikap, perubahan itu bersifat relative konstan. Motivasi Belajar adalah dorongan yang

ditimbulkan oleh siswa untuk melakukan usaha dalam rangka mencapai sesuatu yang

-16-

diinginkan. Indikasi motivasi belajar antara lain terlihat pada keaktifan dan partisipasi siswa di dalam kelas.

2.

Kerangka Berpikir Pendekatan Problem Posing merupakan salah satu model pembelajaran yang mengarah pada model pembelajaran yang bernuansa PAKEM yaitu model Pendidikan Aktif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan. Kondisi ini diharapkan mampu meningkatkan penguasaan belajar siswa Kelas IX.F terhadap materi pembelajaran Matematika khususnya Konsep Pangkat Tak Sebenarnya.

3.

Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berpikir diatas maka hipotesis tindakan yang diajukan dalam Penelitian Tindakan Kelas adalah Melalui pemberian tugas dengan Pendekatan Problem Posing secara berkelompok, kemampuan siswa dalam menerapkan Konsep Pangkat Tak Sebenarnya dapat meningkat.

BAB III METODE PENELITIAN


1. Rancangan Penelitian a. Desain Penelitian Penelitian direncanakan dengan mengimplementasikan penelitian tindakan kelas yang meliputi komponen-komponen : 1). Perencanaan / Planning .................................DST.

PROBLEM POSING (Belajar Dari Masalah Membuat Masalah) Oleh: Mohammad Nurul Hajar

Dari suatu pertanyaan, kadang berpikir baru dimulai. Bertanya dan berpikir bagaikan dua sisi mata uang yang saling melengkapi dan berkaitan. Bila ada pertanyaan, ada aktifitas berpikir. Sebaliknya, ketika berpikir dimulai otomatis pertayan-pertanyaan akan muncul. Makin banyak kita bertanya, maka makin banyak pula kita berpikir. Karena kegiatan bertanya dan berpikir itulah, seorang ilmuan bisa menemukan suatu yang baru dalam bidang ilmu yang digelutinya. Selain itu, berawal dari suatu pertanyaan pula, ilmu pengetahuan dan teknologi bisa berkembang dengan pesat.

Hampir setiap hari kita pasti mengajukan suatu pertanyaan. Baik pertanyaan yang ditujukan pada diri sendiri maupun pada orang lain. Tetapi tidak setiap pertanyaan yang kita ajukan, merupakan suatu pertanyaan yang berbobot. Karena suatu pertanyaan yang berkualitas tidak langsung tiba-tiba muncul. Mengajukan pertanyaan yang baik perlu proses. Untuk mengajukan suatu pertanyaan yang berkualitas perlu banyak latihan. Selain berlatih, banyak bergaul dengan orang yang berpendidikan tinggi dan berwawasan luas sangat membatu meningkatkan keterampilan bertanya.

Sayangnya, dalam tradisi pendidikan kita penanaman keterampilan bertanya pada siswa belum mendapatkan perhatian yang serius. Sementara ini, keterampilan bertanya lebih ditekankan kepada guru. Guru dilatih dan dibimbing bagaimana cara bertanya yang baik kepada siswanya. Guru dilatih bertanya, mulai pertanyaan yang sifatnya menjajaki konsep yang telah diajarkan sampai pada pertanyaan tingkat tinggi. Sedangkan kesempatan siswa bertanya porsinya masih sedikit. Padahal menanamkan keterampilan bertanya sejak dini pada siswa sangatlah penting. Agar mereka terampil bertanya dan berpikir kritis.

Suseno (dalam Suharta, 2000) menjelaskan, belajar bertanya sangat penting dalam proses pendidikan. Karena bertanya merupakan awal dari kegiatan berfilsafat. Bertanya, juga mengandung makna, sebagai awal usaha intelektual. Dengan bertanya, pikiran bisa terangsang untuk maju, membuka cakrawala ilmu pengetahuan, dan mendobrak wawasan yang kaku dan sempit. Oleh karena itu, pembelajaran keterampilan bertanya pada siswa perlu mendapat perhatian yang lebih. Khususnya, keterampilan mengajukan pertanyaan (Baca: permasalahan atau soal) dari masalah yang ada. Pembelajaran dengan mengajukan masalah berdasarkan masalah yang tersedia disebut pembelajaran dengan pendekatanproblem posing.

Problem Posing

Problem posing dalam pembelajaran mempunyai banyak arti. Diantara arti yang sepadan dalam bahasa Indonesia untuk menunjukkan pengertian problem posing adalah mengajukan pertanyaan, merumuskan masalah atau membuat masalah. Sementara itu, As ari 2000 dan Suryanto 1998 menggunakan kata pembentukan soal sebagai arti kataproblem posing (Hajar, 2001:11). Menurut Silver (dalam Hajar, 2001:11-12) problem posing memiliki beberapa pengertian. Pertama, problem posing ialah pengajuan soal sederhana atau perumusan ulang suatu soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka menyelesaikan soal yang rumit. Kedua, perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif penyelesaian atau alternatif soal yang masih relevan. Sedangkan pengertian yangketiga, perumusan soal atau pembentukan soal dari suatu situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah menyelsaikan suatu soal. Terkait dengan situasi soal yang tersedia, Stoyanofa (dalam Hajar, 2001:13) menjelaskan bahwa menurut situasi yang tersedia, situasi problem posing diklasifikasi menjadi situasiproblem posing bebas, semi terstruktur dan terstruktur. Pada situasi problem posingbebas, siswa tidak diberikan suatu informasi yang harus dipatuhi. Siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang dikehendaki. Siswa bisa menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan dalam pembentukan soal. Sedangkan untuk situasi yang semi terstruktur, siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mencari/ menyelidiki situasi tersebut dengan cara menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki. Siswa harus mengaitkan informasi tersebut dengan pengetahuan yang telah ia miliki selama ini. Situasi tersebut bisa berupa ganbar atau table mungkin bisa juga berupa cerita pendek. Adapun, pada situasi problem posing yang terstruktur, siswa diberi masalah khusus (soal) atau selesaian dari soal. Kemudian berdasarkan hal tersebut, siswa diminta untuk membentuk masalah/ soal baru.

Siswa tidak hanya diminta membuat soal atau mengajukan suatu pertanyaan. Tetapi mereka diminta untuk mencari selesaianya. Selesain dari soal yang mereka buat bisa dikerjakan sendiri. Bisa juga minta tolong pada temannya. Mungkin juga soal tersebut dikerjakan secara kelompok. Dengan cara dikerjakan secara kooperatif akan memudahkan pekerjaan mereka. Sebab yang memikirkan masalah tersebut

banyak anak. Selain itu, dengan belajar kelompok suatu soal atau masalah dapat diselesaikan dengan banyak cara dan banyak selesaian.

Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Kontruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld dalam Pannen dkk, 2001:3). Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran. Konstruktivisme menawarkan paradigma baru dalam dunia pembelajaran. Sebagai landasan paradigma pembelajaaran, konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembagan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampun untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.

Seruan tersebut memberi dampak terhadap landasan teori belajar dalam dunia pendidikan di Indonesia. Semula teori belajar dalam pendidikan Indonesia, lebih didominasi aliran psikologi behaviorisme. Akan tetapi saat ini, para pakar pendidikan di Indonesia banyak yang menyerukan agar landasan teori belajar mengaju pada aliran konstruktivisme. Akibatnya, oreintasi pembelajaran di kelas mengalami pergeseran. Orentasi pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat pada siswa.

Siswa tidak lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap diisi. Dengan sikap pasrah siswa disiapkan untuk dijejali informasi oleh gurunya. Atau siswa dikondisikan sedemikian rupa untuk menerima pengatahuan dari gurunya. Siswa kini diposisikan sebagai mitra belajar guru. Guru bukan satu-satunya pusat informasi dan yang paling tahu. Guru hanya salah satu sumber belajar atau sumber informasi. Sedangkan sumber belajar yang lain bisa teman sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, koran dan internet.

Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai fasiltator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri (Hudojo, 1998:5-6). Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar.

Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di kelas. Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan memotivasi siswa. Mendiagnosis dan

mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan pengalaman untuk menumbuhkan pemahaman siswa (Suherman dkk, 2001:76).

Oleh karena itu, guru harus menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif. Sedemikian rupa sehingga para siswa dapat menciptakan, membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya (Setyosari, 1997: 53).

Memperhatikan uraian diatas, nampanya pembelajaran dengan pendekatan problem posing sejalan dengan prinsip pembelajaran berparadigma konstruktivisme. Melalui pembelajaran dengan pendekatan problem posing, siswa bisa belajar aktif dan mandiri. Ia akan membagun pengetahuannya dari yang sederhana menuju pengetahuan yang kompleks. Dan dengan bantuan guru, siswa bisa diarahkan untuk mengaitkan suatu informasi dengan informasi yang lainnya sehingga terbentuk suatu pemahaman baru.

Problem posing dalam Pembelajaran

Pembelajaran dengan pendekatan problem posing mungkin bukan suatu hal yang baru dalam dunia pendidikan. Pendekatan ini pada awal tahun 2000 sempat menjadi kata kunci di setiap seminar pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika. Meskipun pendekatan ini lebih dikembangkan dalam pembelajaran matematika, namun belakangan ini pembelajaran fisika dan kimia juga menggunakan pendekatan ini. Dan tidak menutup kemungkinan pendekatan ini juga sudah dikembangkan dalam pembelajaran rumpun IPS dan bahasa.

Pembelajaran dengan pendekatan problem posing bisanya diawali dengan penyampaian teori atau konsep. Penyampaian materi biasanya menggunakan metode ekspositori. Setelah itu, pemberian contoh soal dan pembahasannya. Selanjutnya, pemberian contoh bagaimana membuat masalah dari masalah yang ada dan menjawanya. Kemudian siswa diminta belajar dengan problem posing. Mereka diberi kesempatan belajar induvidu atau berkelompok. Setelah pemberian contoh cara membuat masalah dari situasi yang tersedia, siswa tidak perlu lagi diberikan contoh. Penjelasan kembali contoh, bagaimana cara mengajukan soal dan menjawabnya bisa dilakukan, jika sangat diperlukan.

Penerapan dan penilaian yang cukup sederhana dari pendekatan ini, yaitu dengan cara siswa diminta mengajukan soal yang sejenis atau setara dari soal yang telah dibahas. Dengan cara ini kita bisa melihat sejauh mana daya serap siswa terhadap materi yang baru saja di sampaikan. Cara yang seperti ini sangat cocok digunakan dalam pembelajaran untuk rumpun mata pelajaran MIPA. Melalui tugas membuat soal yang setara dengan soal yang telah ada, kita bisa mencermati bagaimana siswa mengganti variabelvariabel yang dikatahui lalu mencari variabel yang ditanyakan.

Bagi siswa yang memiliki daya nalar diatas rata, pendekatan seperti ini memberikan peluang untuk melakukan eksplorasi intelektualnya. Mereka akan tertatang untuk membuat tambahan informasi dari informasi yang tersediakan. Sehingga pertanyaan yang diajukan memiliki jawab yang lebih kompleks. Sedangkan bagi anak yang berkemampuan biasa cara ini akan memberikan kemudahan untuk membuat soal dengan tingkat kesukaran sesuai dengan kemampuannya.

Pembelajaran dengan pendekatan problem posing dapat juga dimulai dari membaca daftar pertanyaan pada halaman soal latihan yang terdapat dalam buku ajar. Setelah itu baru membaca materinya. Cara ini berkebalikan dengan cara belajar selama ini. Tugas membaca yang diperintahkan pada siswa biasanya bermula dari materi, lalu menjawab soal pada halaman latihan. Kelebihan membaca soal terlebih dahulu baru membaca materi, terletak pada fokus belajar siswa. Ketika siswa membaca pertanyaan terlebih dahulu, maka mereka akan berusaha untuk mencari jawaban dari pernyaan yang telah mereka baca. Tapi lain masalahnya ketika dibalik. Bila membaca materi terlebih dahulu, maka ketika sampai pada bagian soal latihan, ada kemungkinan siswa akan membacanya kembali atau membuka-buka bagian yang telah dibaca untuk menjawab soal yang ada. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk cara belajar membaca materi terlebih dahulu, lebih banyak dibandingkan dengan cara belajar membaca soalnya setelah itu baru membaca materinya.

Pada pembelajaran bahasa Indonesia, pembelajaran dengan pendekatan problem posingakan melatih sikap kritis dan cara berfikir divergen. Misalnya, seorang guru cukup membagi-bagikan foto kopian sebuah artikel yang diambil dari majalah atau koran. Berdasarkan artikel tersebut, siswa diminta membuat pertanyaan dan jawabannya. Maka akan muncul ratusan pertanyaan dan jawaban hanya berdasarkan sebuah artikel. Mungkin akan lebih dari itu. Sebab aspek kebahasaan yang dimuat dalam sebuah artikel banyak sekali.

Sebenarnya banyak cara bagaimana mengaktifkan siswa. Salah satunya melalui pembelajaran dengan pendekatan problem posing. Melalui pendekatan ini mereka bisa terangsang untuk mengembangkan pengetahuannya dengan cara yang mudah dan murah. Pengetahuan siswa dengan pendekatan ini, bisa dikembangkan dari yang sederhana hingga pada pengetahuan yang kompleks. Selain itu, dengan

pendekatan tersebut siswa akan belajar sesuai dengan tingkat berfikirnya. Karena antara siswa yang pandai dengan yang kurang pandai tidak diperlakukan sama. Mereka akan belajar dengan problem posing sesuai dengan pengetahuaan mereka yang telah dimiliki sebelumnya. Dengan pendekatan ini diharapkan siswa lebih bersemangat, kritis dan kreatif. Walhasil, dengan pendekatan problem posing siswa diharapkan lebih peka terhadap masalah yang timbul disekitanya dan mampu memberikan penyelesaian yang cerdas.
Kata kunci: problem posing Sebelumnya: Meningkatkan Mutu Madrasah Melalui Pemberdayaan MGMP Selanjutnya : Lima Daya Dongkrak Mutu Madrasah

http://h4j4r.multiply.com/journal/item/7?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem

You might also like