You are on page 1of 23

A. Pendahuluan Lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah, Pesantren sudah ada sejak agama Islam berkembang di Indonesia.

Madrasah dan pesantren itu tumbuh dan berkembang dari bawah, dalam arti masyarakat (umat) yang didasari oleh tanggung jawab untuk menyampaikan ajaran Islam kepada generasi penerus. Oleh karena itu madrasah dan pesantren pada waktu itu lebih ditekankan pada pendalaman ilmu-ilmu Islam.1 Kemudian posisi ilmu umum terus menguasai searah perkembangan kehidupan umat Islam dan masyarakat Indonesia. Madrasah itu kini disebut sekolah umum berciri khas agama, di mana ilmu agama hanya menjadi bagian kecil kurikulum lembaga ini. Di antara lembaga pendidikan Islam yang tetap eksis hingga kini adalah Madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia, di samping tentunya pesantrenpesantren yang tersebar di pelosok tanah air.2 Pendidikan di Madrasah merupakan bagian integral pesantren dalam awal perkembangannya. Lembaga mi mempunyai peran strategis dalam rangka pengembangan pendidikan Islam dalam masa yang cukup panjang. Madrasah secara realitas telah berkembang dengan pesat di pedesaan dan sebagian kota-kota di tanah air, baik di Jawa maupun di luar Jawa.

B. Pembahasan 1. Madrasah Madrasah merupakan sebuah kata dalam bahasa Arab yang artinya sekolah. Asal katanya yaitu darasa (baca: darosa) yang artinya mengajar. Di Indonesia, madrasah dikhususkan sebagai sekolah (umum) yang kurikulumnya
1 Djamaluddin & Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hlm, 23. 2 Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Moder n, (Jakarta: LP3ES, 1994), hlm. 153

terdapat pelajaran-pelajaran tentang keislaman. Madrasah Ibtidaiyah (MI) setara dengan Sekolah Dasar (SD), Madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Aliyah (MA) setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA).3 2. Pesantren Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren dari sudut historis kultural dapat dikatakan sebagai training centre yang otomatis menjadi pusat budaya Islam, yang disahkan atau dilembagakan oleh masyarakat, setidaknya oleh masyarakat Islam sendiri yang secara de facto tidak dapat diabaikan oleh pemerintah. Itulah sebabnya Nurcholish Madjid mengatakan bahwa dari segi historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous).4 Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata "santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq ( )yang berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan. Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut
http://darmawansoegandar.blogspot.com/ Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), hal. 3.
4 3

Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.5 Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya (dengan yang penjejelan tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertical materi-materi

keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial).Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan kikian masyarakat (society-based curriculum).Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya.6 3. Madrasah dan semangat Desentralisasi pendidikan Dilihat dari sejarahnya setidak-tidaknya ada dua faktor penting yang melatarbelakangi kemunculan madrasah, yaitu: pertama, adanya pandangan yang mengatakan bahwa sistem pendidikan islam tradisional dirasakan kurang bisa memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat; kedua, adanya kekhawatiran atas cepatnya perkembangan persekolahan belanda yang akan menimbulkan
Fatah, H Rohadi Abdul, Taufik, M Tata, Bisri, Abdul Mukti. Rekontruksi Pesantren Masa Depan, (Jakarta Utara: PT. Listafariska Putra, 2005), hlm.11 6 HS, Mastuki, El-sha, M. Ishom. Intelektualisme Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2006), hlm.1
5

pemikiran sekular di masyarakat. Untuk menyeimbangkan perkembnaga sekularisme, maka masayrakat muslim terutama para reformis berusasha melakukan reformasi melalui upaya pengembangan pendidikan dan pemberdayaan madrasah. Kata madrasah adalah isim makan dari kata : darasa yadrusu-darsan wa durusan wa dirasatan, yang berarti ; terhapus,. Hilang bekasnya, menghapus, menjadikan usang, melatih, mempelajari ( al-munjid, 1986). Dilihat dari pengertian ini maka madrasah berarti merupakan tempat untuk mencerdaskan para peserta didik, menghilangkan ketidak tahuan atau memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka sesuai denagn bakat, minat dan kemampuannya. Pengetahuan dan keterampilan seserang akan cepat usang selaras dengan percepatan kemajuan Iptek dan perkembangan zaman, sehingga madrasah pada dasarnya sebagai wahana untuk merngembangkan kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbarui pengetahuan, sikap dan keterampilan secara berkelanjutan, agar tetap up to date dan tidak cepat usang. 4. Perlunya Madrasah Merespons Tantangan Pendidikan nasional. Secara umum pendidikan nasional sedang menghadapi dua tantangan yang berat, yaitu tantangan internal dan eksternal. Secara internal, kita telah dihadapkan pada hasil-hasil studi internasioal yang selalu menempatkan kita dalam posisi juru kunci untuk pendidikan dan ranking atas untuk korupsi. Menghadapi kedua tantangan tersebut, maka perubahan, inovasi dan pembaruan merupakan kata kunci yang perlu dijadikan titik tolak dalam mengembangkan pendidikan nasional pada umumnya. Pengembangan tersebut tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah pusat/daerah, teatpi memerlukan masukanmasukan dan gerakan bersama antar semua institusi, baik institusi pendidikan (dasar, menengah dan tinggi), institusi ekonomi, politik, sosial, budaya, agama serta masyarakat pada umumnya, untuk mendukung terwujudnya cita-cita tersebut.

Untuk memanaj perubahan tersebut perlu bertolak dari visi yang jelas, yang kemudian dijabarkan dalam misi, dan didukung oleh skill, intensif, sumber daya (fisik dan nono fisik, termasuk SDM), untuk selanjutnya diwujudkan dalam rencana kerja yang jelas. Dengan demikian, akan terjadilah perubahan.jika salah satu aspek saja ditinggalkan, maka akan mempunyai ekses tertentu. Misalnya jika visi ditinggalkan atau dalam pengembangan madrasah tidak bertolak dari visi yang jelas, maka akan berakibat hancur.7 Perubahan atau inovasi itu sendiri memang hanyalah sebagai alat bukan tujuan. Apa yang dituju oleh perubahan itu adalah penigkatan mutu pendidikan, sehingga masing-masing sekolah/madrasah dituntut untuk menyelenggarakan dan mengelola pendidikan secara serius dan tidak sembrono, ia harus mampu memberikan quality assurance ( jaminan mutu), mampu memberikan layanan yang prima, serta mampu bertanggung jawabatas kinerjanya kepada peserta didik, orang tua, dan masyarakat sebagai stakeholders. 5. Menyoroti Keberadaan kurikulum Madrasah. Pengembangan pendidikan madrasah tidak dapat ditangani secara parsial atau setengah-setengah, tetapi memerlukan pemikiran pengembangan yang utuh, terutama ketika dihadapkan pada kebijakan pembangunan nasional bidang pendidikan yang mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas, sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah ( baca penjelasan UU. No. 20/2003 tentang Sisdiknas). Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pada periode H.A. Mukti Ali ( mantan menteri Agama RI), ia menawarkan konsep alternatif pengembangan madrasah melalui kebijakan SKB 3 menteri, yang berusaha menyejajarkan
Muhaimin.. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam. Bandung: Penerbit Nuansa. 2003.hlm.22
7

kualitas madrasah dengan non-madrasah, derngan porsi kurikulum 70% umum dan 30 % agama. Pada periode Menteri Agama Munaw2ir Sadzali menawarkan konsep MAPK. Dan pada periode menteri Agama RI. H. Tarmizi Taher Menawarkan konsep madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama Islam. Untuk kedangkalan pengetahuan agama lulusan madrasah, Menteri Agama Munawir Sadzali mencoba menawarkan MAPK ( Madrasah Aliyah Program Khusus). Hal ini dimaksudkan untuk menjawab problem kelangkaan ulama dan/atau kelangkaan umat yang menguasai kitab-kitab berbahasa Arab serta ilmu-ilmu keislaman.8 Sedangkan menteri Agama Tarmizi Taher Mencoba menawarkan kebijakan dengan jargon madrasah sebagi sekolah umum yang berciri khas agama Islam, yang muatan kurikulumnya sama dengan sekolah non-madrasah. Kebijakan ini ditindak lanjuti oleh Menteri Agama berikutnya.bahkan Malik Fajar Memantapkan eksistensi madraasah untuk memenuhi tiga tuntutan minimal dalam penigkatan kualitas madrasah, yaitu 1. Bagaimana menjadikan madrasah sebagai wahana untuk membina ruh atau praktik hidup keislaman; 2. Bagaimana memperkokoh keberadaan madrasah sehingga sederajat dengan sistem sekolah ; 3. Bagaimana madrasah mampu merespons tuntutan masa depan guna mengantisipasi perkembangan ipteks dan era globalisasi.

6. Pengembangann kurikulum Madrasah (sebuah model alternatif).

Ibid.hlm27-29.

Menjadikan madrasah sebagai wahana untuk membina ruh dan praktik hidup keislaman, terutama dalam mengantisipasi peraadaban global, adalah merupakan tawaran yanag selalu aktual.9 Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas madrasah terus digulirkan, begitu juga usaha menuju ke kesatuan sistem pendidikan nasional dalam rangka pembinaan semakin ditingkatkan. Usaha tersebut mulai terealisasi, terutama dengan dikeluarkannya SKB 3 Menteri. Di antara pengembangan kurikulum di madrasah yaitu : 1. Kurikulum 1976 berdasarkan SKB 3 Menteri. Berdasarkan SKB 3 Menteri tersebut, yang dimaksud dengan madrasah ialah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30%, disamping mata pelajaran umum. Madrasah dalam hal ini memiliki tiga jenjang atau tingkatan; Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah yang masing-masing sejajar dengan SD, SMP dan SMA.10 1. Kurikulum 1984 berdasarkan SKB 2 Menteri Menindak lanjuti SKB 3 Menteri, dikeluarkan lagi SKB Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Agama No. 299/U/1984 dan No. 45 tahun 1984, tentang Peraturan pembakuan kurikulum sekolah umum dan kurikulum madrasah. Dari sini lahirlah kurikulum 1984, yang memuat hal strategis sebagai berikut : a) Program kegiatan kurikulum madrasah (MI, MTS, MA) tahun 1984 dilakukan melalui kegiatan intra kurikuler, ko kurikuler dan ekstra kurikuler, baik dalam program inti maupun program pilihan.

Hisyam Zaini,dkk. Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi, Yokyakarta CTSD IAIN Sunan Kalijaga, 2004.hlm.38. 10 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), hlm,74.

b) Proses

belajar

mengajar

dilaksanakan

dengan

memperhatikan

keserasian antara cara seseorang belajar dan apa yang dipelajari. c) Penilaian dilakukan secara kesinambungan dan menyeluruh untuk keperluan meningkatkan proses dan hasil belajar serta pengolahan program.11 2. Kurikulum 1994 Kurikilum 1994 dirancang dan dikembangkan dengan cepat dan penuh pertimbangan, dengan menekan sekecil mungkin kelemahan yang terdapat pada kurikulum sebelumnya, terutama pada syaratnya bukan pelajaran yang ditaggung siswa dan orientasinya yang menekankan pada target hasil belajar bukan pada proses pembelajarannya. Pada kurikulum 1994, guru diberi wewenang untuk berimprovisasi dengan kurikulum yang sudah disusun. Guru leluasa mengatur alokasi waktu dalam mengajarkan setiap pokok bahasan atau subpokok sesuai dengan kebutuhan. Guru pun diberi kewenangan dalam menentukan metode, penilaian, dan sarana pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, sehingga siswa aktif dalam pembelajaran, baik fisik, mental (intelektual dan emosional), maupun sosial. 3. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) KBK dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.12 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) KTSP dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sosial/ daerah, karakteristik sekolah/ daerah, sesuai budaya masyarakat setempat dan karakteristik peserta didik.13
11 12

Ibid, hlm. 77. E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002),

hlm, 37.

Upaya pengembangan dan peningkatan mutu bagi madrasah terus dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman yang ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka madrasah pun tidak mau ketinggalan. Akan tetapi pada dasarnya dari berbagai pengembangan kurikulum yang ada, pendidikan agama Islam yang pada awalnya merupakan ciri khas dari madrasah itu sendiri yang tetap menduduki porsi lebih sedikit dibandingkan pendidikan umum.

7. Pengembangan Kurikulum di Pesantren Kehadiran pesantren pertama kali di Indonesia, tidak terdapat keterangan yang pasti. Menurut pendataan yang dilakukan oleh Departemen Agama, pada tahun 1984-1985, sebagaimana dikutip oleh Hasbullah, diperoleh keterangan bahwa pesantren tertua didirikan pada tahun 1062 di Pamekasan Madura, dengan nama pesantren Jan Tampes II.4 Akan tetapi, hal ini juga diragukan karena tentunya ada pesantren Jan Tampes I yang lebih tua. Walaupun demikian, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang peran-sertanya tidak diragukan lagi terutama bagi perkembangan Islam di Indonesia.14 Dalam perkembangannya, pondok pesantren mengalami perubahan yang pesat, bahkan ada kecenderungan menunjukkan tren. Di sebagian pesantren telah mengembangkan kelembagaannya dengan membuka sistem madrasah, sekolah umum, dan di antaranya ada yang membuka semacam lembaga

E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 8. 14 Peran tersebut misalnya dapat dilihat pada keterlibatan pesantren dalam membentuk watak anti penjajahan dan benteng perjuangan pada masa revolusi fisik, atau upaya pesantren dalam mencerdaskan bangsa Indonesi

13

pendidikan kejuruan, seperti bidang pertanian, peternakan, teknik, dan sebagainya.15 Kontak antara pesantren dan madrasah ini, menurut Abdurrahman Masud, baru terjadi secara intensif dan massif pada awal dekade 70-an.7 Sebelum itu, kedua lembaga ini cenderung berjalan sendiri-sendiri, baik karena latar-belakang pertumbuhannya yang berbeda maupun karena tantangan eksistensial yang dihadapi masing-masing lembaga yang tidak sama. Kurikulum pendidikan di pesantren saat ini tak sekedar fokus pada kita kitab klasik (baca : ilmu agama) tetapi juga memasukkan semakin banyak mata pelajaran dan keterampilan umum di Pesantren saat ini dikhotomi ilmu mulai tak populer beberapa pesantren bahkan mendirikan lembaga pendidikan umum yang berada dibawah DIKNAS Misal Undar Jombang Pondok pesantren Iftitahul Muallimin Ciwaringin Jawa barat dll. Perkembangan yang begitu pesat dalam ilmu pengetahuan dan tehnologi menyebabkan pengertian kurikulum selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu namun demikian satu hal yang permanen disepakati bahwa Istilah kurikulum berasal dari bahasa Yunani semula populer dalam bidang olah raga yaitu Curere yang berarti jarak terjauh yang harus ditempuh dalam olahraga lari mulai start hingga finish. Kemudian dalam konteks pendidikan kurikulum diartikan sebagai circle of instruction yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat didalamnya. Dalam bahasa Arab Menurut Omar Muhammad (1979 : 478) term kurikulum dikenal dgn term manhaj yakni jalan terang yang dilalui manusia dalam hidupanya. Dalam konteks pendidikan kurikulum diartikan sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik dan peserta didik utk menggabungkan pengetahuan ketampilan sikap dan seperangkat nilai.

15

Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), hal.

190.

10

Secara etimologi artikulasi kurikulum dapat dibedakan menjadi dua pertama dalam pengertian yang sempit disebut juga (pengertian tradisional) yakni sebagaimana dirumuskan Regan ( 1960 : 57) The curriculum has mean the subjects taught in school or the course of study . Kurikulum adl mata pelajaran yang diajarkan di sekolah atau bidang studi. Kedua dalam pengertian yang luas disebut juga (pengertian modern) yakni seperti dirumuskan Spear ( 1975 : 67) The curriculum is looked as being composed of all the actual experience pupils have under school direction writing a courrse of study become but small prt of curriculum program. Kurikulum adl semua pengalaman aktual yang dimiliki siswa di bawah pengaruh sekolah sementara bidang studi adl bagian kecil dari program kurikulum secara keseluruhan.16 Rumusan ini dijustifikasi oleh sejumlah pakar lain seperti Saylor dan Alexander yang menyebutkan The curriculum is the sum total of the schools effort to influence learning whether in the calssroom on the playanground or out of shoo kurikulum adl keseluruhan usaha sekolah dalam mempengaruhi belajar anak yang berlangsung di dalam kelas di sekolah maupun di luar sekolah. Melampaui pembagian diatas saat ini ada juga beberapa pakar seperti Lee and Lee ( 1940 : 211) yang menyebutkan bahwa Curricuum is the strategy which we use in adapting this cultural geritage to the purpose of the shoo Kurikulum adl strategi yang digunakan utk mengadaptasikan pewarisan kultural dalam mencapai tujuan sekolah. Berdasarkan literatur yang ada yang dimaksud dgn kurikulum adl salah satu komponen utama yang diguanakan sebagai acuan utk menentukan isi pengajaran mengarahkan proses mekanisme pendidikan tolak ukur keberhasilan dan kualitas hasil pendidikan disamping fakyor-faktor yang lain. Oleh sebab itu
Wahab, Rochidin. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Bandung: Alfabeta,CV, 2004) hal.153,154
16

11

keberadan kurikulum dalam sebuah lembaga pendidikan sangat penting. Kita selalu sering mendengar sorotan tajam bahwa kurikulum selalu tertinggal dgn perkembangan zaman. Dengan demikian pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan. Dalam konteks pendidikan di pesantren Nurcholis Madjid mengatakan yang dikutip oleh Abdurrahman Masud dkk bahwa istilah kurikulum tak terkenal di dunia pesantren (masa pra kemerdekaan) walaupun sebenar materi pendidikan sudah ada di dalam pesantren terutama pada praktek pengajaran bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam kehidupan di pesantren. Secara eksplisit pesantren tak merumuskan dasar dan tujuan pesantren atau mengaplikasikan dalam bentuk kurikulum. (2002:85) Dewasa ini pesantren dihadapkan pada banyak tantangan termasuk di dalam modernisasi pendidikan Islam. Dalam banyak hal sistem dan kelembagaan pesantren telah dimodernisasi serta disesuaikan dgn tuntutan pembangunan terutama dalam aspek-aspek kelembagaan sehingga secara otomatis akan mempengaruhi ketetapan kurikulum. Berdasarkan pendapat di atas bahwa kurikulum pada dasar merupakan seperangkat perencanaan dan media utk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan lembaga pendidikan yang diidamkan. Pesantren dalam aspek kelembagaan mulai mengembangkan diri dgn jenis dan corak pendidikan yang bermacam-macam. Seperti Pesantren Tebuireng Jombang yang di dalam telah berkembang madrasah sekolah umum sampai perguruan tinggi yang dalam proses pencapaian tujuan institusional selalu menggunakan kurikulum. Tetapi pesantren yang mengikuti pola salafi (tradisional) mungkin kurikulum belum dimasukkan secara baik. Maka dari pada itu kurikulum pondok pesantren tradisional status cuma sebagai lembaga pendidikan non formal yang hanya mempelajari kitab-kitab klasik. Meliputi : nahwu sorrof belaghoh tauhid tafsir hadist mantik tasawwuf bahasa arab fiqih ushul fiqh dan akhlak. Dengan demikian pelaksanaan

12

kurikulum pendidikan pesantren ini berdasarkan kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam kitab. Jadi ada tingkat awal menengah dan lanjutan. Jenjang pendidikan dalam pesantren tak dibatasi seperti dalam lembagalembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal. Umum kenaikan tingkat seorang santri didasarkan kepada isi mata pelajaran tertentu yang ditandai dgn tamat dan berganti kitab yang dipelajarinya. Apabila seorang santri telah mengusai satu kitab atau beberpa kitab dan telah lulus ujian yang diuji oleh Kiai maka ia berpindah kepada kitab lain yang lbh tinggi tingkatannya. Jelas penjenjangan pendidikan pesantren tak berdasarkan usia tetapi berdasarkan penguasaan kitab-kitab yang telah ditetapkan dari paling rendah sampai paling tinggi. Sebagai konsekuensi dari cara penjenjangan di atas pendidikan pesantren biasa menyediakan beberapa cabang ilmu atau bidang-bidang khusus yang merupakan fokus masing-masing pesantren utk dapat menarik minat para santri menuntut ilmu di dalamnya. Biasa keunikan pendidikan sebuah pesantren telah diketahui oleh calon santri yang ingin mondok. (Sulthon dan Ridho 2006: 159160) Kendati beberapa pakar berbeda dalam merumuskan pengertian kurikulum tetapi mereka tak berbeda mengenai fungsi kurikulum yakni : sebagai sarana atau alat utk mencapai tujuan pendidikan sebagai pelestari nilai nilai budaya dan sebagai pedoman tentang jenis lingkup dan hirarki urutan isi dan proses pendidikan. Kurikulum bagi pendidik berfungsi sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar peserta didik bagi tenaga kependidikan berfungsi sebagai pedoman dalam mengadakan supervisi bagi wali murid berfungsi utk memberikan informasi sekaligus dorongan agar membantu menggiatkan belajar yang relevan di rumah dan bagi perserta didik

13

sendiri berfungsi sebagai informasi tentang jenis pengetahuan nilai nilai dan keterampilan yang telah diperoleh sebagai entri behaviornya. Kurikulum Pendidikan pesantren menurut Hasan (2001 : 6 ) paling tak memiliki beberapa komponen antara lain : tujuan isi pengetahuan dan pengalaman belajar strategi dan evaluasi. Biasa komponen tujuan tersebut terbagi dalam beberapa tingkatan yakni tujuan pendidikan nasional tujuan institusional tujuan kurekuler dan tujuan instruksional. Namun demikian berbagai tingkat tujuan tersebut satu sama lain merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan. Komponen isi meliputi pencapaian target yang jelas materi standart standart hasil belajar siswa dan prosedur pelaksanaan pembelajaran. kepribadian. Komponen strategi tergambar dari cara yang ditempuh di dalam melaksanakan pengajaran cara di dalam mengadakan penilaian cara dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan dan cara mengatur kegiatan sekolah secara keseluruhan. Cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup cara yang berlaku dalam menyajikan tiap bidang studi termasuk cara mengajar dan alat pelajaran yang digunakan. Komponen evaluasi berisi penilaian yang dilakukan secara terus menerus dan bersifat menyeluruh terhadap bahan atau program pengajaran yang dimaksudkan sebagai feedback terhadap tujuan materi metode sarana dalam rangka membina dan mengembangkan kurikulum lbh lanjut. Menurut Imam Bawani (1987 : 92) adl berbeda antara pendidikan Islam dgn pendidikan agama Islam. Bila disebut pendidikan Islam maka orientasi adl sistem yaitu sistem pendidikan yang Islami yang teori-teori disusun berdasarkan alquran hadits. Sedangkan pendidikan agama Islam adl nama kegiatan atau aktivitas dalam mendidikkan agama Islam. Dengan kata lain pendidikan agama Islam adl sejajar dgn mata pelajaran lain di sekolah seperti pendidikan matematika ataupun pendidikan biologi.

14

Dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adl upaya sadar dan terencana dalam mempersiapkan peserta didik utk mengenal memahami menghayati hingga mengimani ajaran agama Islam dibarengi dgn tuntunan utk menghormati penganut agama lain dalam hubungan dgn kerukunan antar umat beragama hingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa. Jadi kurikulum Pendidikan pesasntren adl bahan-bahan pendidikan agama Islam di pesantren berupa kegiatan pengetahuan dan pengalaman yang dgn sengaja dan sisteatis diberikan kepada santri dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam. Kurikulum Pendidikan pesasntren merupakan alat utk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam. Adapun lingkup materi pendidikan pesasntren adl : Al-Quran dan Hadits Keimanan akhlak Fiqh/ibadah dan sejarah dgn kata lain cakupan Pendidikan pesasntren ada keserasian keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dgn Allah diri sendiri sesama manusia makhluk lain maupun lingkungannya. Untuk mencapai tujuan Pendidikan pesantren tersebut perlu rekonstruksi kurikulum agar lbh riil. Rumusan tujuan Pendidikan pesasntren yang ada selama ini masih bersifat general dan kurang mach dgn realitas masyarakat yang terus mengalami transformasi. Rekonstruksi disini dimaksudkan utk meningkatkan daya relevansi rumusan tujuan Pendidikan pesasntren dgn persoalan riil yang dihadapi masyarakat dalam hidup kesehariannya. Prinsip pengembangan kurikulum Pendidikan pesasntren secara umum dapat dikelompkkan menjadi dua yakni prinsip umum yang meliputi prinsip relevansi prinsip fleksebelitas prinsip kontinoitas prinsip praktis prinsip efektifitas dan prinsip efisiensi. Sedangkan prinsip khusus mencakup prinsip yang berkenaan dgn tujuan Pendidikan pesasntren prinsip yang berkenaan dgn pemilihan isi Pendidikan pesasntren prinsip yang berkenaan dgn metode dan strategi proses pembelajaran Pendidikan pesantren prinsip yang berkenaan dgn alat evalusi dan penilaian Pendidikan pesasntren.

15

Mastuhu secara praktis memberikan konsep tentang model dan paradigma Pendidikan pesantren yang diharapkan menjadi orientasi dan landasan dalam kurikulum lembaga Pendidikan pesasntren yaitu : Dasar Pendidikan Pendidikan pesasntren harus mendasarkan pada teosentris dengan menjadikan antroposentris sebagai bagian esensial dari konsep teosentris. Hal ini berbeda dgn pendidikan sekuler yang hanya bersifat antroposentris semata. Tujuan Pendidikan kerja membangun kehidupan duniawiyah melalui pendidikan sebagai perwujudan mengabdi kepada-Nya. Pembangunan kehidupan duniawiyah bukan menjadi tujuan final tetapi merupakan kewajiban yang diimani dan terkait kuat dgn kehidupan ukhrawiyah tujuan final adl kehidupan ukhrawi dgn ridla Allah SWT. Konsep manusia Pendidikan Islam memandang manusia mempunyai fitrah yang harus dikembangkan tak seperti pendidikan sekuler yang memandang manusia dgn tabularasa-nya. Nilai Pendidikan pesasntren berorientasi pada Iptek sebagai kebenaran relatif dan Imtaq sebagai kebenaran mutlak. Berbeda dgn pendidikan sekuler yang hanya berorientasi pada Iptek. Pengembangan kurikulum Pendidikan pesantren yang terus menerus menyangkut seluruh komponen merupakan sesuatu yang mutlak utk dilakukan agar ia tak kehilangan relevansi dgn kebutuhan riil yang dihadapi komonitas pendidikan islam yang kecenderungan terus mengalami proses dinamika transformatif. Pendidikan pesantren yang dibangun atas dasar pemikiran yang Islami bertolak dari pandangan hidup dan pandangan tentang manusia serta diarahkan kepada tujuan pendidikan yang dilandasi kaidah kaidah Islam. Kurikulum yang demikian biasa mengacu pada sembilan prinsip utama sebagai berikut :

16

Sistem dan pengembangan kurikulum hendak memperhatikan Kurikulum hendak mengacu kepada pencapain tujuan akhir Kurikulum perlu disusun secara bertahap mengikuti periodisasi Kurikulum hendak memperhatikan kepentingan nyata masyarakat

fitrah manusia agar tetap berada dalam kesucia dan tak menyimpang. pendidikan Islam sambil memperhatikan tujuan tujuan di bawahnya. perkembangan peserta didik. seperti kesehatan keamanan administrasi dan pendidikan. Kurikulum hendak pula disesuaikan dgn kondisi dan lingkungan seperti iklim dan kondisi alam yang memungkinkan ada perbedaan pola kehidupan agraris industri dan komersial. Kuirikulum hendak terstruktur dan terorganisasi secara integral. Kurikulum hendak realistis. Arti kurikulum dapat dilaksanakan

sesuai dgn berbagai kemudahan yang dimiliki tiap negara yang melaksanakanya. Metode pendidikan yang merupakan salah satu komponen Kurikulum hendak efektif utk mencapai tingkah laku dan emosi Kurikulum hendak memperhatiakan tingkat perkembangan peserta kurikulum ini hendak bersifat fleksibel. yang positif. didik baik fisik emosional ataupun intelektualnya; serta berbagai masalah yang dihadapi dalam tiap tingkat perkembangan seperti pertumbuhan bahasa kamatangan sosial dan kesiapan religiusitas.17 C. Kesimpulan Keberadaan madrasah sejak Indonesia merdeka sampai sekarang pada hakikatnya adalah kelanjutan dari keberadaan madrasah sejak awal berdirinya.
17

Fatah, H Rohadi Abdul,OpCit,hlm15-16

17

Perbedaan utama tentang keberadaan madrasah di zaman ini terletak pada perhatian pemerintah yang sangat tinggi terhadap usaha peningkatan kualitas dan kuantitas madrasah baik negeri maupun swasta. Madrasah terus dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman, seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui proses perubahan kurikulum dari tahun ke tahun. Berdasarkan pemahaman sistem ini, maka, untuk mengembangkan kurikulum, kepala madrasah harus terlebih dahulu menetapkan sasaran apa yang ingin dicapai oleh madrasahnya. Karena tujuan suatu proses pendidikan adalah untuk menghasilkan lulusan dengan kualitas tertentu, maka yang harus ditetapkan terlebih dulu adalah kualitas yang bagaimanakah yang ia inginkan dimiliki oleh lulusannya itu. Dengan kata lain, kita harus sudah memiliki gambaran jelas mengenai profil lulusan yang ingin kita hasilkan sebelum kita dapat mengembangkan kurikulum madrasah. Arah pengembangan kurikulum juga dipengaruhi oleh visi pengelola madrasah itu sendiri. Ada madrasah yang hanya ingin agar lulusannya menjadi pemain lokal dan ada pula yang ingin menjadi pemain nasional atau bahkan internasional. Artinya, ada madrasah yang sudah cukup bahagia kalau lulusannya dapat bermanfaat bagi masyarakat lokal di desanya. Tetapi ada pula madrasah yang ingin agar lulusannya dapat berperan menyumbangkan dharma baktinya di tingkat nasional maupun internasional. Madrasah yang mempunyai cita-cita tinggi ini tentu saja akan melengkapi siswanya dengan berbagai pengetahuan dan ketrampilan yang diramalkan akan berguna bagi peran seperti itu di masa depan. Di madrasah seperti ini, pengetahuan dan ketrampilan menggunakan komputer, mengolah informasi, dan berbahasa asing akan dianggap penting. Dalam kaitannya dengan kecenderungan arah perubahan masyarakat ini, saya ingin Anda melihat hasil penelitian The Secretarys Comission on Achieving Necessary Skills yang dibentuk oleh the Secretary of Labor (semacam Menteri Tenaga Kerja) dengan tugas untuk menetapkan ketrampilan apa yang diperlukan

18

oleh generasi muda (di AS) agar mereka berhasil dalam dunia kerja. Tujuannya adalah untuk merangsang tumbuhnya ekonomi yang berprestasi tinggi yang ditunjang oleh ketrampilan tinggi tenaga kerja dan gaji yang tinggi. Laporan komisi ini diterbitkan pada tahun 1991 dan dapat dilihat dalam lampiran. Dalam laporan itu disebutkan bahwa tempat kerja (perusahaan) yang ingin menghasilkan produk (jasa atau barang) berkualitas tinggi memerlukan tenaga kerja yang memiliki ketrampilan dasar dan komptensi kerja tertentu.

19

DAFTAR PUSTAKA Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, (Jakarta: LP3ES, 1994. Fatah, H Rohadi Abdul, Taufik, M Tata, Bisri, Abdul Mukti. Rekontruksi Pesantren Masa Depan, (Jakarta Utara: PT. Listafariska Putra, 2005. HS, Mastuki, El-sha, M. Ishom. Intelektualisme Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2006. Muhaimin.. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam. Bandung: Penerbit Nuansa. 2003 Hisyam Zaini,dkk. Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi, Yokyakarta CTSD IAIN Sunan Kalijaga, 2004. Wahab, Rochidin. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Bandung: Alfabeta,CV, 2004). Aly, Abdullah & Djamaluddin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1998 Arifin, M, Kapita Selekta Pendidikan: (Islam dan Umum), Jakarta: Bumi Aksara, 1995 Daulay, Hardar Putra, Historis Dan Eksistensi Pesantren Sekolah Dan Madrasah, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001

20

Nata, Abudin, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Grafindo, 2001 Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam di Indonesia, Malang: UMM Press, 2006 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999 Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999. Mulyasa, E, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002 Mulyasa, E, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007 Muhaimin. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam. Bandung: Penerbit Nuansa. 2003. Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997. Azyumardi azra. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi menuju millennium baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997. Muhaimin. Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.2005. http://darmawansoegandar.blogspot.com/

21

Tugas Makalah : PENGEMBANGAN KURIKULUM

PENGEMBANGAN KURIKULUM DI PESANTREN DAN SEKOLAH


D I S U S U N Oleh :
Kelompok IV 1. IRYA ZURNETTI 0176 2. NURAINUN NASUTION 0239 3. FATIMAH WULANDARI 0286 4. KHOLIJAH 0180 5. HADARIKA 0169 6. IKHWANNISAHRITA 0171 7. AZIZAH NIM JURUSAN Semester NIM : NIM : NIM : NIM : NIM : NIM : 10.310 10.310 10.310 09.310 09.310 09.310

: 09.310 0165

: TARBIYAH/PAI-5 : V (LIMA)

Dosen Pembimbing ASFIATI, M.Pd

22

NIP :

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PADANGSIDIMPUAN T.A 2011/2012

23

You might also like