You are on page 1of 5

Judul buku : Ketika Cinta Pengarang : Ibnu Wahyudi Penerbit : Bukupop

Tahun terbit : Cetakan Pertama, mei, 2009 Tebal buku : viii+ 96 halaman Resensi : Edwin Ihsani

Cinta memang bukan hal yang asing lagi untuk kita, apalagi untuk para pemuda pemudi pada era sekarang ini, dan semuanya mempunyai sebuah cerita dan perjalanan masing-masing, dalam buku kumpulan puisi yang berjudul Ketika Cinta yang ditulis oleh Ibnu Wahyudi ini menguak berbagai pandangan penulis dalam memandang dan menyikapi apa itu cinta. Seperti halnya latar belakang terciptanya puisi pasti ada sebuah latar belakang kenapa penulis menulis puisi, beberapa puisi di dalam buku ini misalnya : Ketika Cinta Cuma Sebatas Kata Ketika cinta Cuma sebatas kata Harus hati-hatin aku mengejanya Karena kata-kata itu bagaikan sembilu Melukaiku setiap waktu Penulis ingin mengungkapkan pandangan cinta, andaikan cinta itu hanya sebatas kata pastilah tiada tulus seseorang memberikan cintanya, maa dari itu jika cinta hanya sebatas kata maka akan membuat kecewa. Adapun puisi yang lainnya berjudul Ketika Cinta Dalam Diam, berikut : Ketika Cinta Dalam Diam Ketiak cinta selalu terhenyak dalam diam Perlu segera dicari musababnya kadarnya Adakah cinta memang telah dalam genggaman Atau jangan-jangan hanya rasa sementara? Penulis ingin mengungkapkan bahwa jika kita berhadapan dengan orang yang kita sukai atau yang kita dambakan kita hanya diam dan gugup tak bisa berkata, maka perlu adanya pertanyaan kepada diri kita, apakah perasaan yang di rasakan adalah sebuah perasaan bahwa kita yakin kepada orang yang kita dambakan itu, atau hanya kagum akan orang itu, sehingga butuh rasa yakin terhadap perasaan kita. Dan masih banyak lagi puisi-puisi dalam buku ini yang menarik untuk dibaca, apalagi untuk pemuda-pemudi yang sangat suka dengan masalah percintaan, pastilah akan menjadi suatu buku bacaan yang favorit untuk dibaca setiap hari. Selain puisi-puisi di atas, masih banya lagi puisi yang lainnya misalkan puisi yang berjudul Ketika Cinta Adalah Angin Pagi, Ketika Cinta Tak Pernah Disapa, Ketika Cinta Bersua Luka hingga Ketika Cinta Akhirnya Menyatu. Puisi-puisi yang saya sebutkan disamping adalah sebagian dari puisi yang ada dalam buku, sehingga lebih

mendalami dan merasakan makna dari puisi-puisi tersebut lebih dan dianjurkan membaca bukunya secara langsung, pasti akan dibawa dalam kata-kata indah dalam puisi-puisi yang ditulis oleh Ibnu Wayudi.

Judul buku Pengarang Penerbit Tahun terbit Tebal buku Resensi

: Air Mata Tuhan : Medy Loekito : Bukupop : Cetakan Pertama, Agustus 2009 : x + 100 hlm : Edwin Ihsani

Dalam perjalanan sebuah puisi pasti ada sebuah perenungan dari sang pencipta puisi tersebut atau penyair untuk merefleksikan apa yang penyair rasakan dan ingin di ungkapkan, adapun ide, gagasan, dan emosi penyair. Puisi-puisi dalam buku Air Mata Tuhan yang ditulis oleh Medy Loekito ini adalah sebuah hasil perenungan, dengan gaya penulisan yang sederhana namun mempunyai makna yang luas, seperti dalam puisi yang berjudulDoa, berikut : Doa Bukit-bukit di hatiku Ditumbuhi semak-semak berduri Tak lagi bertunas Tak lagi berbunga Tuhan, ulurkan tanganMu Puisi di atas adalah perenungan bahwa yang dirasakan penulis merasa dirinya tiada berdaya dan merasa tersesat karena penyakit hati yang merasuki dirinya sehingga merasa jauh dari tuhan. Selain itu ada juga puisi yang sangat sederhana hanya satu baris kalimat, yakni puisi yang berjudul Sepi, berikut : Sepi Dua jejak bulan yang pergi Sebaris kalimat yang ditulis bukan berarti tidak mempunyai arti, namun sebaris kalimat itu mempunyai arti yang luas, sepi jika di artikan kesendirian maka penulis ingin mengungkapan bahwa ia sedang di tinggalkan oleh orang yang dikasihi, dua jejak bulan jika dapat di artikan orang tua, maka dia hidup hanya seorang diri, atau yatim piatu. Adapun puisi yang lainnya misalkan puisi yang berjudul Untuk Duka Aceh berikut :

Untuk Duka Aceh Ombak sepi Menggapai mesjid Alpa mengucap salam Makna yang dapat di ambil dari puisi tersebut, tentunya masih ingat tentang bencana yang melanda aceh beberapa tahun silam, hingga air dari laut dapat masuk sampai ke dalam kot hingga masuk ke mesjid terbesar di aceh itu, mungkin penulis ingin menggambarkan betapa mahadayatnya bencana itu, sehingga air bah yang secara tiba-tiba masuk dan menerjang apa yang ada di darat yang dilewatinya sampai ke dalam masjid sekalipun. Ada banyak puisi yang mempunyai makna yang sangat dalam sperti puisi yang berjudul Kenangan Akan Zubaidah, yang menceritakan tentang duka aceh, Perjalanan, Sendiri di Sudut Sepi, Di beranda, dan masih banyak lagi. Buku antologi puisi ini berisikan 100 judul puisi, yang semuanya ditulis oleh Medy Lukito. Buku ini banyak memberikan gambaran tentang kehidupan yang dilihat dari sudut pandang yang berbeda.

Perempuan-Perempuan Perkasa perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi butadari manakah merekake stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa sebelum peluit kereta pagi terjaga sebelum hari bermula dalam pesta kerja perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta ,kemanakah merekadi atas roda-roda baja mereka berkendaramereka berlomba dengan surya menulu ke gerbang kotamerebut hidup di pasar-pasar kota perempuan-perenpuan yang membawa bakul di pagi buta, siapakah merekamereka ialah ibu-ibu berhati baja, perempuan-

perempuan perkasaakar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kotamereka cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa BaBanyak unsur puitis yang terkandung di dalam puisi ini, misalnya rima. MenurutKBBI edisi ketiga, rima adalah pengulangan bunyi yang berselang, baik di larik sajak atau pada akhir larik sajak yang berdekatan. Rima yang terkandung dalam puisi ini adalah rima terbuka, dimana akhir setiap kalimat ditandai dengan huruf vokal. Hal ini membuat puisi ini enak dibaca karena iramanya teratur. Contohnyaseperti dalam bait berikut: Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, darimanakah mereka Ke stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa Sebelum peluit kereta pagi terjaga Sebelum hari bermula dalam pesta kerja

Rima ada dua. Pertama adalah rima sempurna. Kedua adalah rima tidak sempurna.Rima yang dipakai dalam puisi ini kebanyakan adalah rima tidak sempurna.Perhatikan bait berikut ini: Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, darimanakah mereka Ke stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa Lihat kata mereka dan desa. Dua kata itu diletakkan penyair di akhir kalimatuntuk menimbulkan kesan berirama ketika dibaca. Namun, dari kedua kata itu,hanya satu huruf terakhir yang identik, yakni huruf a. Ini disebut rima tidak sempurna.Selain itu, puisi ini juga mengandung rima awal. Perhatikan awal bait pertama berikut ini: Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, darimanakah mereka Bandingkan dengan awal bait kedua dan ketiga: Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta, kemanakah mereka Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, siapakahmereka Perhatikan kata perempuan yang selalu diulang-ulang di setiap awal bait.Pengulangan kata ini yang kita sebut dengan rima awal- menimbulkan irama yangharmonis dan penegasan. Seolah-olah penyair ingin para pembaca memusatkan perhatian pada kata perempuan-perempuan karena esensi makna puisi initerkandung dalam kata itu. Maka dari itulah judulnya pun adalah Perempuan-Perempuan Perkasa.Pada dasarnya, puisi bebas dibuat dalam bentuk apa saja. Ada penyair yangmenuliskan dalam bentuk prosais, tapi ada juga yang menuliskannya dalam bentuk umumnya puisi seperti bentuk puisi yang kita bicarakan ini. Ia berbentuk bait-baitdan terdiri dari baris-baris dan pemenggalan katanya pun tidak terikat pada peraturan bahasa tertentu. Ia bukan berbentuk seperti prosa yang membujur datar dari kanan ke kiri. Fleksibilitasnya dan kebebasan bentuknya itulah yang membuat puisi ini benar-benar tampak puitis.2. Kesan yang ditimbulkan ketika membaca puisi ini adalah terbitnya rasa kagumte rhadap perempuan-perempuan perkasa, yakni tokoh ibu-ibu yang berusahadimunculkan penyair di dalam puisi ini. Bisa jadi sang penyair mempunyai sosok ibu yang perkasa seperti perempuan-perempuan tokoh puisi ini. Atau malahmungkin saja yang menjadi role model puisi ini sebenarnya adalah ibu sang penyair sendiri. Karena berbeda dengan stereotipe masyarakat yang mengatakan bahwa perempuan makhluk lemah dan sejenisnya, penyair malah melukiskanmakhuk yang bernama perempuan ini sebagai pejuang. Mereka adalah: ibu-ibu berhati baja, perempuan-perempuan perkasa Akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota Mereka: cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa.

You might also like