You are on page 1of 46

PROPOSAL PENELITIAN

PENGURANGAN FFA DAN WARNA DARI MINYAK


JELANTAH DENGAN ADSORBEN SERABUT
KELAPA DAN JERAMI

OLEH :
AGNES RIA HARIMBY / 070405017
JULIUS F PAKPAHAN / 070405038
TOMAS Y E TAMBUNAN / 070405059






LABORATORIUM PENELITIAN
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN


PENGURANGAN FFA DAN WARNA DARI MINYAK
JELANTAH DENGAN ADSORBEN SERABUT
KELAPA DAN JERAMI



OLEH :
AGNES RIA HARIMBY / 070405017
JULIUS F PAKPAHAN / 070405038
TOMAS Y E TAMBUNAN / 070405059



DISETUJUI OLEH :


Medan, Oktober 2010
Kepala Lab. Penelitian Dosen Pembimbing




Dr. Halimatuddahliana, ST, MSc Dr. Ir. M. Yusuf Ritonga, MT
NIP : 19730408 199802 2 002 NIP : 19620819 198903 1 002

LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN


PENGURANGAN FFA DAN WARNA DARI MINYAK
JELANTAH DENGAN ADSORBEN SERABUT
KELAPA DAN JERAMI



OLEH :
AGNES RIA HARIMBY / 070405017
JULIUS F PAKPAHAN / 070405038
TOMAS Y E TAMBUNAN / 070405059



DISETUJUI OLEH :

Medan, November 2010
Dosen Penguji I Dosen Penguji II



Ir. Renita Manurung, MT Dr. Eng. Ir. Irvan, MT
NIP : 19681214 1990702 2 002 NIP : 19680820 199501 1 001



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan, karena atas
berkat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul
Pengurangan FFA Dan Warna Dari Minyak Jelantah Dengan Adsorben Serabut
Kelapa Dan Jerami.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua yang telah mendukung kami.
2. Kepala laboratorium Penelitian , Ibu Dr. Halimatuddahliana, ST. MSc
3. Dosen pembimbing kami, Bapak Dr. Ir. M. Yusuf Ritonga, MT
4. Dosen penguji kami, Ibu Ir. Renita Manurung, MT dan Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan,
MT.
5. Semua rekan-rekan stambuk 2007 Teknik Kimia yang telah membantu.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini,
baik karena keterbatasan ilmu dan juga pengalaman. Karena itu, kami mengharapkan
saran yang bersifat membangun, sehingga kami dapat lebih menyempurnakan
laporan ini.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca
pada umumnya, dan bagi mereka yang menekuni bidang ilmu Adsorpsi pada
khususnya. Terima kasih.



Medan, November 2010
Peneliti






BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Salah satu dari beberapa tanaman golongan palem yang menghasilkan
minyak adalah kelapa sawit (Elais guinensis JACQ). Minyak goreng yang dihasilkan
dari buah kelapa sawit diperoleh dari proses ekstraksi buah kelapa sawit. Minyak
kelapa sawit merupakan senyawa yang tidak larut dalam air sedangkan komponen
penyusun utamanya adalah trigliserida dan non trigliserida.
Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak,
berwujud cair pada suhu kamar (25C) dan lebih banyak mengandung asam lemak
tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Minyak yang berbentuk padat biasa
disebut dengan lemak. Minyak dapat bersumber dari tanaman, misalnya minyak
zaitun, minyak jagung, minyak kelapa, dan minyak bunga matahari. Minyak dapat
juga bersumber dari hewan, misalnya minyak ikan sardin, minyak ikan paus, dan
lain-lain (Ketaren, 1986).
Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat
pengolah bahan-bahan makanan yang biasanya digunakan untuk menggoreng.
Minyak goreng nabati biasa diproduksi dari kelapa sawit, kelapa, atau jagung.
Penggunaan minyak nabati lebih dari empat kali sangat membahayakan kesehatan.
Hal ini terjadi karena penggunaan minyak goreng yang dipakai secara berulang-
ulang, bahkan sampai berwarna coklat tua atau hitam dan barulah dibuang.
Penggunaan minyak goreng secara berulang-ulang akan menyebabkan oksidasi asam
lemak tidak jenuh serta membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. Hal ini
dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang mengkonsumsinya, yaitu
menyebabkan berbagai gejala keracunan. Beberapa penelitian pada binatang
menunjukkan bahwa gugus peroksida dalam dosis yang besar dapat merangsang
terjadinya kanker kolon. Maka dari itu penggunaan minyak jelantah secara berulang-
ulang sangat berbahaya bagi kesehatan (Suirta, 2007).
Salah satu standar mutu minyak goreng yang baik adalah memiliki
kandungan asam lemak bebas (FFA) kurang dari 2 %, jika lebih dari 2 % maka
minyak goreng dikatakan tidak baik atau rusak (Ketaren, 1986). Kerusakan minyak
akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak yang
rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa
yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta terjadi kerusakan pada
sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Oksidasi
minyak akan menghasilkan senyawa aldehida keton, hidrokarbon, alkohol, lakton,
serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Pembentukan
senyawa polimer selama proses penggorengan terjadi karena reaksi adisi dari asam
lemak tidak jenuh (Putra, 2007).
Harga sawit dan minyak dari kelapa sawit yang semakin meningkat menjadi
ancaman bagi para konsumen yang selalu menggunakan minyak goreng untuk
mengolah makanan serta terkadang minyak goreng bekas yang tidak terpakai lagi
dibuang begitu saja, padahal harga minyak goreng yang baru sangat mahal. Dan
sering kali minyak goreng bekas dibuang begitu saja kesaluran air, tentu hal ini
menjadi masalah bagi lingkungan. Maka dari itu untuk mengatasi masalah-masalah
ini dan masalah-masalah yang akan datang, minyak goreng bekas akan dimanfaatkan
kembali menjadi minyak goreng yang baru dengan cara mengadsorpsi kembali
menggunakan adsorben, yaitu suatu bahan yang dapat menyerap kotoran yang tidak
diinginkan. Sehingga minyak goreng ini dapat digunakan kembali untuk mengolah
makanan.
Umumnya proses pembuatan minyak goreng dari kelapa sawit memerlukan
proses pemurnian dengan menggunakan prinsip adsorpsi yang berfungsi untuk
menghasilkan minyak goreng yang murni. Proses adsorpsi menggunakan suatu bahan
yang dapat mengadsorpsi kotoran pada minyak, bahan ini disebut dengan adsorben.
Adsorben bukan hanya memisahkan minyak goreng baru, tetapi juga dapat
memisahkan padatan pada minyak goreng bekas.
Proses pemurnian minyak goreng bekas telah dilakukan oleh Wulyodi, dkk
pada tahun 2004 yaitu pemurnian dilakukan dengan menggunakan membran.
Hasilnya minyak goreng mengalami penurunan bilangan asam dan peroksida, tetapi
belum sesuai dengan Standart Nasional Indonesia (SNI 01-2352-1998). Pemurnian
menggunakan membran mengalami kelemahan yaitu biaya yang besar dan umur
membran yang tidak cukup lama (Wulyoadi, dkk, 2004).
Demikian juga penelitian yang dilakukan Sumarni, dkk pada tahun 2004,
dengan menggunakan bentonit dan arang aktif untuk menjernihkan minyak goreng
bekas. Hasil yang diperoleh adalah penurunan bilangan asam dan peroksida, tetapi
belum standart SNI 01-2352-1998. Penurunan dengan menggunakan arang aktif juga
mengalami kelemahan yaitu logam berat yang tertinggal dalam minyak goreng bekas
(Sumarni dkk, 2004).
Banyak jenis adsorben yang telah digunakan untuk pemurnian minyak goreng
bekas diantaranya adalah zeolit dan ampas tebu. Ampas tebu adalah salah satu
adsorben yang telah digunakan dalam penjernihan minyak goreng bekas. Penjernihan
dapat dilakukan dengan merendam minyak goreng bekas dengan adsorben, sehingga
akan menghasilkan minyak goreng bekas yang lebih jernih. Warna coklat atau hitam
pada minyak akan berkurang karena kotoran akan diserap oleh ampas tebu (Rahayu,
2008).
Adapun bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai adsorben dalam adsorbsi
minyak jelantah adalah bahan alami yang mengandung selulosa. Dalam penelitian ini
kami menggunakan serabut kelapa dan jerami padi sebagai adsorben pada pemurnian
minyak jelantah karena mengandung selulosa yang cukup tinggi. Kandungan
selulosa yang terdapat didalam serabut kelapa yaitu sekitar 42,73 %, sedangkan
kandungan selulosa yang terdapat didalam jerami yaitu sekitar 37,71 %. Selain
menggandung selulosa, serabut kelapa dan jerami padi sangat mudah untuk
didapatkan dan sangat murah harganya bila dibandingkan dengan jenis adsorben
yang lain. Serabut kelapa dan jerami padi juga banyak tidak termanfaatkan dan
dibuang begitu saja. Hal ini sering kali menjadi masalah bagi lingkungan.
Dari sifat yang dimiliki oleh serabut kelapa dan jerami padi yang
mengandung selulosa, maka didalam struktur molekulnya diketahui mengandung
gugus hidroksil atau gugus OH. Zat warna juga mengandung gugus-gugus yang
dapat bereaksi dengan gugus OH dari selulosa, sehingga zat warna tersebut dapat
terikat pada serabut kelapa dan jerami padi.




1.2 Perumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah mempelajari cara
pengurangan FFA dan warna dari minyak jelantah dengan menggunakan serabut
kelapa dan jerami padi sebagai adsorben serta mengurangi masalah lingkungan yang
ditimbulkan oleh minyak jelantah, serabut kelapa, dan jerami padi.

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengurangi FFA dan warna dari
minyak jelantah dengan menggunakan serabut kelapa dan jerami padi sebagai
adsorben.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan informasi tentang kemampuan serabut kelapa dan jerami padi
dalam menurunkan nilai dan warna pada adsorbsi minyak goreng bekas.
2. Meningkatkan nilai ekonomis minyak jelantah, sehingga dapat mengatasi
masalah daya beli masyarakat pada minyak goreng untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
3. Mengetahui banyaknya FFA dan warna pada minyak jelantah yang dapat
diserap oleh serabut kelapa dan jerami padi.
4. Menggunakan peluang untuk mencari sumber-sumber adsorben yang terbaru
pada adsorpsi minyak jelantah.
5. Mengatasi masalah limbah minyak goreng bekas yang dibuang begitu saja
kesaluran air dan tempat pembuangan sampah.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Bahan yang digunakan adalah minyak goreng bekas, serabut kelapa, jerami
padi, Natrium Hidroksida (NaOH), Fenolftalein, dan Etanol. Sedangkan peralatan
yang digunakan adalah tray dryer, ball mill, hot plate, beaker glass, kain kasa,
ayakan, pompa vacum, labu leher tiga, alat pentiter, pipet tetes, batang pengaduk,
corong gelas, gelas ukur, erlenmeyer, dan termometer.
Parameter mutu yang diamati adalah penurunan FFA dan warna dari minyak
jelantah yang disebabkan oleh penggunaan adsorben serabut kelapa dan jerami padi.
Penelitian ini menggunakan adsorben serabut kelapa dan jerami padi yang
memiliki ukuran partikel 50 mesh, 70 mesh, dan 100 mesh, dengan waktu pemanasan
selama 30 menit pada suhu 80
0
C-90
0
C dan tekanan yang digunakan pada pompa
vacum yaitu 1 atm dan 0 atm, perbandingan massa adsorben dengan massa minyak
goreng bekas yaitu 1:20 dan dilakukan titrasi dengan menggunakan NaOH untuk
menganalisa nilai FFA nya.





















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerusakan Minyak Goreng
Minyak goreng bekas (jelantah) adalah minyak goreng yang sudah digunakan
beberapa kali pemakaian oleh konsumen. Selain warnanya yang tidak menarik dan
berbau tengik, minyak jelantah juga mempunyai potensi besar dalam membahayakan
kesehatan tubuh. Minyak jelantah mengandung radikal bebas yang setiap saat siap
untuk mengoksidasi organ tubuh secara perlahan. Minyak jelantah kaya akan asam
lemak bebas. Terlalu sering mengkonsumsi minyak jelantah dapat meningkatkan
potensi kanker didalam tubuh. Menurut para ahli kesehatan, minyak goreng hanya
boleh digunakan dua sampai empat kali untuk menggoreng (Andarwulan, 2006).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah minyak
goreng tersebut adalah bekas pakai atau tidak, yaitu dapat dilakukan dengan cara,
pertama, biasanya minyak campuran tidak mempunyai kebeningan yang sempurna.
Kedua, walaupun telah disaring, ada beberapa partikel sisa penggorengan yang
tertinggal dalam minyak tersebut. Ketiga, minyak yang pernah dipakai untuk
menggoreng ayam akan tercium bau ayam pada jelantah itu. Keempat, minyak
mudah berasap walau baru dipakai. Jika pada saat penggorengan minyak itu
menimbulkan terbentuknya busa yang terlalu banyak, maka ini merupakan tanda-
tanda minyak telah rusak (Hariyadi, 2008).
Ketengikan merupakan kerusakan atau perubahan bau dan flavour dalam
lemak atau bahan pangan berlemak. Kemungkinan kerusakan atau ketengikan ini
disebabkan oleh 4 faktor yaitu:
1. Absorpsi oleh bau lemak
2. Kerusakan oleh enzim
3. Kerusakan oleh mikroba
4. Kerusakan lemak oleh oksidasi atmosfir (Ketaren, 1986)




2.1.1 Absorpsi bau (odor) oleh lemak
Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan pangan
adalah usaha untuk mencegah pencemaran oleh bau yang berasal dari bahan
pembungkus, cat, bahan bakar, atau pencemaran bau yang berasal dari bahan pangan
lain yang disimpan dalam wadah yang sama. Hal ini mungkin disebabkan oleh
karena lemak dapat mengabsorpsi zat menguap yang dihasilkan dari bahan lain.
Kerusakan lemak akibat bau dapat diatasi dengan memisahkan lemak dengan
bahan-bahan lain yang dapat menghasilkan bau, dengan cara membungkus produk
dengan bahan yang tidak menghasilkan bau (Ketaren, 1986).

2.1.2 Kerusakan oleh enzim
Lemak yang masih berada dalam jaringan biasanya masih mengandung enzim
yang dapat menghidrolisa lemak. Minyak nabati hasil ekstraksi dari biji-bijian
mengandung bilangan asam yang tinggi. Hal ini diakibatkan karena hasil kerja enzim
lipase dalam jaringan dan enzim yang dihasilkan dari kombinasi mikroba (Ketaren,
1986).

2.1.3 Kerusakan oleh mikroba
Kerusakan lemak oleh mikroba biasanya terjadi pada lemak yang masih
berada dalam jaringan dan bahan pangan berlemak. Minyak yang sudah dimurnikan
biasanya masih mengandung mikroba. Oksidasi secara biologis disebabkan oleh
pencemaran mikroba. Mikroba dapat menyebabkan perubahan warna, dimana
pigmen yang dihasilkan oleh mikroba dapat berfungsi sebagai indikator terutama
dalam reaksi-reaksi oksidasi. Jika lemak menjadi tengik karena proses oksidasi,
maka pigmen yang dihasilkan oleh mikroba akan berubah warna (Ketaren, 1986).

2.1.4 Kerusakan oleh oksidasi atmosfir
Salah satu bentuk kerusakan yang disebabkan oleh oksidasi adalah
ketengikan, dimana oksidasi terjadi antara oksigen yang berasal dari udara dengan
lemak atau minyak. Oksidasi dapat terjadi secara spontan, jika bahan yang
mengandung lemak dibiarkan kontak dengan udara.
Oksidasi tidak hanya terjadi pada bahan yang mengandung lemak, tetapi juga
pada senyawaan lain seperti hidrokarbon, aldehida, eter, senyawa sulfur, fenol, atau
amin. Di dalam lemak, komponen yang mudah mengalami oksidasi adalah asam
lemak tidak jenuh dan beberapa persenyawaan yang merupakan komponen penting,
seperti vitamin dan senyawa yang menimbulkan aroma atau wangi (Ketaren, 1986).

2.2 Warna Dalam Minyak
Warna pada minyak kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang mendapat
perhatian khusus, karena minyak kelapa sawit mengandung warna-warna yang tidak
disukai oleh konsumen. Menurut Ketaren. S, zat warna dalam minyak kelapa sawit
terdiri dari dua golongan yaitu :
1. Zat warna alami.
2. Zat warna akibat oksidasi (Pasaribu, Nurhida, 2004).

2.2.1 Zat Warna Alami.
Yang termasuk golongan zat warna alami ini adalah zat warna yang terdapat
secara alamiah didalam kelapa sawit dan ikut terekstraksi bersama minyak pada
proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari -ka-roten, -karoten,
xanthopil, kloropil dan antosianin. Zat- zat warna tersebut menyebabkan minyak
berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah - merahan.
Pigmen berwarna kuning disebabkan oleh karoten yang larut didalam
minyak. Karoten merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak
dihidrogenasi, maka karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi sehingga intensitas
warna kuning berkurang. Karetonoid bersifat tidak stabil pada asam (5,9), dan suhu
tinggi dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan hilang, dan
karetonoid juga bersifat asseptor proton (Pasaribu, Nurhida, 2004).

2.2.2 Zat Warna Akibat Oksidasi
2.2.2.1 Warna Gelap.
Warna gelap ini disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin
E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat kloroifil yang berwarna
hijau turut terekstraksi bersama minyak dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari
minyak.
Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan,
yang disebabkan beberapa faktor yaitu :
1. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi sehingga sebagian minyak teroksidasi.
Disamping itu minyak yang terdapat dalam suatu bahan dalam keadaan panas
akan mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam bahan tersebut.
2. Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan suhu yang
tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap.
3. Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu, misalnya
campuran pelarut petroleum, benzen akan menghasilkan minyak dengan warna
yang lebih merah dibandingkan dengan minyak yang diekstraksi dengan pelarut
triklor etilen, benzol, dan heksan.
4. Logam seperti Fe, Cu, dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak diinginkan
dalam minyak.
5. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak, terutama oksidasi
tokoperol dan chroman 5,6 qoinon menghasilkan warna kecoklatcoklatan
(Pasaribu, Nurhida, 2004).

2.2.2.2 Warna Coklat
Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak yang berasal dari bahan
yang telah busuk atau memar. Hal ini dapat terjadi karena reaksi molekul karbohidrat
dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari molekul protein yang
disebabkan oleh aktivitas enzim-enzim seperti phenol oxidase, poliphenol oxidase
dan sebagainya (Pasaribu, Nurhida, 2004).

2.2.2.3 Warna Kuning.
Warna kuning selain disebabkan oleh adanya karoten yaitu zat warna
alamiah, juga dapat terjadi akibat proses absorbsi dalam minyak tidak jenuh. Warna
ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna bervariasi dari kuning sampai
ungu kemerah merahan.
Umumnya warna yang timbul akibat degradasi zat warna alamiah amat sulit
dihilangkan, timbulnya warna ini dapat diindentifikasikan bahwa telah terjadi
kerusakan pada minyak. Maka untuk mencegah hal ini, umumnya ditambahkan zat
antioksidan. Minyak kelapa sawit itu sendiri telah mengandung zat anti oksidan
walaupun dalam jumlah sedikit (Pasaribu, Nurhida, 2004).

2.3 Adsorpsi
Adsorpsi (penyerapan) adalah suatu proses pemisahan, dimana komponen
dari suatu fase fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben)
(Anonim, 2009b). Zat yang akan diserap dari fasa cair disebut sebagai adsorbat,
sedangkan zat padat yang menyerap adsorbat disebut sebagai adsorben. (Anonim,
2009a). Perbedaan antara adsorpsi dan absorpsi, yaitu adsorpsi merupakan
penyerapan pada permukaan, sedangkan absorpsi merupakan penyerapan sampai
pada lapisan dalam (Anonim, 2008b). Desorpsi merupakan proses pelepasan kembali
ion/molekul yang telah berikatan dengan gugus aktif pada adsorben. Absorpsi adalah
proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan cara pengikatan bahan
tersebut pada permukaan absorben cair yang diikuti dengan pelarutan (Anonim,
2009b).
Tujuan dari adsorpsi pada penelitian ini adalah untuk memisahkan padatan
yang terdapat dalam minyak goreng bekas, sehingga dihasilkan minyak goreng yang
lebih murni. Minyak goreng yang telah mengalami pemurnian dapat dimanfaatkan
kembali sebagai minyak goreng, sama halnya dengan minyak goreng yang belum
terpakai. Dari segi harga, harga minyak goreng hasil adsorbsi jauh lebih murah jika
dibandingkan dengan minyak goreng yang baru. Selain itu minyak goreng hasil
adsorpsi juga dapat digunakan sebagai bahan baku biodisel ( Ridhotulloh, 2008).

2.4 Adsorben
Adsorben adalah media/bahan yang digunakan untuk menyerap zat pengotor
pada minyak goreng bekas. Banyak jenis adsorben yang digunakan dalam pemurnian
minyak goreng bekas, antara lain yang paling sering digunakan adalah zeolit alam.
Sekarang ini telah banyak penelitian dengan menggunakan adsorben yang berasal
dari bahan alami seperti serat selulosa.
2.4.1 Adsorben Zeoli Alam
Yaitu adsorben yang berasal dari bahan tambang (bahan galian) yang
biasanya digunakan untuk pemurnian minyak, seperti arang aktif, kalsium silikat,
tanah liat, zeolit, lumpur aktif, dan bleaching earth. Adsorben ini dapat digunakan
sebagai penjernih karena menggandung suatu bentonit. Bentonit merupakan sejenis
lempung yang mengandung monmorillonit, maka dari itu daya serap adsorben ini
sangat besar bila dibandingkan dengan adsorben yang berasal dari bahan alami.
Salah satu adsorben yang digunakan untuk mengolah minyak goreng bekas
yaitu dengan menggunakan bleaching earth. Dengan pemakaian bleaching earth,
minyak goreng bekas akan jernih karena asam lemak bebasnya akan terserap oleh
bentonit. Metode ini diterapkan karena mengacu pada harga bentonit yang masih
murah yaitu Rp 2,200/Kg. Dengan cara ini, minyak goreng bekas dapat digunakan
kembali. Pemanfaatan bentonit ini akan memberikan nilai tambah bila dibandingkan
jika hanya dimanfaatkan sebagai bahan pengganti batu bata atau batako (Haryati,
2008).
Proses pemurnian minyak dengan menggunakan bleaching earth juga
mempunyai kelemahan yaitu terutama terhadap kualitas minyak karena banyak sekali
zat-zat yang justru diperlukan, seperti beta karoten dan vitamin-E yang ikut
teradsorpsi oleh bleaching earth, serta membutuhkan suhu yang relatif tinggi (100-
120
0
C). Suhu yang tinggi dapat menyebabkan minyak teroksidasi. Namun, hal ini
dapat dihindari dengan mengkondisikan alat bleaching dalam kondisi vakum untuk
mencegah adanya oksigen atau sebelum dilakukannya proses bleaching, oksigen
yang ada dalam alat bleaching dikeluarkan terlebih dahulu dengan gas nitrogen
(Nugraha, 2007).

2.4.2 Adsorben Bahan Alami
Yaitu adsorben yang berasal dari bahan-bahan alami, seperti tumbuh-
tumbuhan dan kayu. Jenis-jenis adsorben ini yang biasanya digunakan dalam
pembuatan dan pemisahan minyak yaitu ampas tebu, kulit kacang tanah, daun nenas,
dan serbuk gergaji. Adsorben ini dapat digunakan sebagai penjernih pada pemisahan
minyak, terutama minyak jelantah karena menggandung selulosa yang terdapat
didalam adsorben yang berasal dari bahan-bahan alami tersebut. Bila dibandingkan
dengan harga adsorben yang berasal dari zeolit alam, harga adsorben yang berasal
dari bahan-bahan alami jauh lebih murah. Hal ini dikarenakan, umumnya adsorben
yang berasal dari bahan-bahan alami adalah sisa dari bahan (suatu proses) yang tidak
memiliki harga ekonomis dan terkadang tidak bisa digunakan kembali untuk suatu
proses.
Struktur kitin sangat mirip dengan selulosa yaitu ikatan yang terjadi antara
monomernya terangkai dengan ikatan glikosida pada posisi -1,4. Perbedaannya
dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang kedua,
pada kitin diganti oleh gugus asetamida (-NH-CO-CH3) sehingga kitin menjadi
sebuah polimer berunit N-asetilglukosamin (Suwarsa, 1998).

Gambar 2.1 : Struktur Selulosa, Kitin dan Kitosan
(Suwarsa, 1998)

2.5 Pelarut (Solvent)
Pelarut adalah suatu zat yang terdiri dari benda cair atau gas yang dapat
melarutkan suatu benda padat, cair maupun gas. Pelarut yang biasanya digunakan
dalam pembuatan dan pemisahan minyak ialah pelarut organik yang biasanya
diperoleh dari tumbuh-tumbuhan serta senyawa-senyawa yang dapat menghasilkan
suatu pelarut dan biasanya mengandung unsur karbon didalamnya. Pelarut biasanya
memiliki titik didih yang rendah dan lebih mudah menguap serta meninggalkan
substansi terlarut yang didapatkannya. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat
yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih besar dari zat
yang akan dilarutkan.
Pelarut yang biasanya digunakan dalam pembuatan dan pemisahan minyak
yaitu :
2.5.1 Etanol (C
2
H
5
OH)
Etanol adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak
berwarna, harganya murah dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Etanol adalah pelarut yang serbaguna, larut dalam air
dan pelarut organik. Etanol dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil dan
pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke dalam ikatan
hidrogen, sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari pada senyawa
organik lainnya dengan massa molekul yang sama serta membuat molekul ini sedikit
basa, hampir netral dalam air dengan pH 100% etanol adalah 7,33, berbanding
dengan pH air murni yang sebesar 7,00 (Anonim, 2010a).


2.5.2 Metanol (CH
3
OH)
Metanol merupakan pelarut yang sangat baik digunakan untuk senyawa-
senyawa yang tahan terhadap panas. Secara umum, metanol merupakan pelarut yang
paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena
dapat melarutkan golongan metabolit sekunder (Fahri, 2010). Metanol banyak
digunakan sebagai pelarut karena harganya lebih murah bila dibandingkan dengan
alkohol lainnya. Metanol mempunyai senyawa polar dengan rantai karbon terpendek
sehingga lebih cepat bereaksi dengan triglyserida, serta dapat melarutkan semua jenis
katalis, baik asam maupun basa (Rachmaniah, 2008)

2.5.3 Heksana (C
6
H
14
)
Seluruh isomer heksana amat tidak reaktif, dan sering digunakan sebagai
pelarut organik yang inert. Heksana terdapat pada bensin, lem sepatu, dan tekstil.
Harga heksana sangat mahal, maka dari itu penggunaannya sebagai pelarut hanya
pada pabrik tertentu. Dalam keadaan standar senyawa ini merupakan cairan tak
berwarna yang tidak larut dalam air (Anonim, 2010c).

2.5.4 Benzena (C
6
H
6
)
Benzena adalah senyawa kimia organik yang merupakan cairan tak berwarna,
mudah terbakar, mempunyai bau yang manis, harganya mahal, serta sejenis
karsinogen. Benzena merupakan salah satu komponen dalam bensin dan pelarut yang
penting dalam dunia industri. Benzena biasanya digunakan sebagai bahan dasar pada
pembuatan obat-obatan, plastik, bensin, karet buatan, dan pewarna. Benzena
diperoleh dari senyawa-senyawa yang terdapat dalam minyak bumi (Anonim,
2010b).

2.6 Selulosa
Selulosa (C
6
H
10
O
5
) adalah polisakarida dari beta-glukosa. Bentuk utama
dinding sel dari tanaman hijau terbuat dari selulosa, sedangkan dinding lapisan kedua
terdiri dari selulosa yang didominasi oleh lignin. Lignin dan selulosa terdiri dari
lignoselulosa yang merupakan satu bagian dari biopolime (Anonim, 2008a).
Pada penelitian ini, kami menggunakan adsorben yang berasal dari bahan
alami yaitu serabut kelapa dan jerami padi. Hal ini dikarenakan, serabut kelapa dan
jerami padi memiliki kandungan selulosa yang sangat besar, merupakan sisa dari
limbah pertanian dan biasanya tidak termanfaatkan secara baik karena dianggap tidak
terlalu berguna, mudah didapat (tidak musiman), serta tidak memiliki nilai jual yang
tinggi (ekonomis). Padahal limbah dari serabut kelapa dan jerami padi ini dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk dijadikan bahan penyerap zat pada minyak
goreng bekas karena serabut kelapa dan jerami padi memiliki karakteristik fisik dan
kimia yang cocok untuk dijadikan adasorben.
Serabut kelapa dan jerami padi mengandung selulosa yang di dalam struktur
molekulnya mengandung gugus hidroksil atau gugus OH. Zat warna mengandung
gugus-gugus yang dapat bereaksi dengan gugus OH dari selulosa sehingga zat warna
tersebut dapat terikat pada serabut kelapa dan jerami padi. Zat warna reaktif dapat
mewarnai serat selulosa dalam kondisi tertentu dan membentuk senyawa dengan
ikatan kovalen atau ikatan hidrogen dengan selulosa (Suwarsa, 1998).
Mekanisme penyerapan zat warna tekstil oleh selulosa dalam serabut kelapa
dan jerami padi dapat diterangkan sebagai berikut :
(1) Gugus aktif dalam zat warna bereaksi dengan gugus OH dari selulosa dalam
serabut kelapa dan jerami padi. Zat warna reaktif mengandung gugus khlorida
yang reaktif, yang dapat bereaksi dengan gugus OH dari selulosa sehingga
terjadi reaksi pertukaran antara gugus OH dengan gugus reaktif dari zat warna
tersebut.



ZW - NH - C


(2) Terjadinya ikatan hidrogen antara atom nitrogen didalam zat warna dengan atom
hidrogen dari gugus OH dalam selulosa.





(3) Dalam suasana asam :













N - C
Cl
N=C
N + 2 HO - Selulosa ZW - NH - C
N - C
O - Selulosa
Cl
N=C
N + 2 HCl
O - Selulosa
C
N
C
Zat Warna
Cl
+ HO Selulosa
N
C
Cl
C
Cl
----HO Selulosa
Selulosa
C
OH + H
+
Selulosa C
+OH 2
C
N
C
Zat Warna
+ H2O
+
Selulosa
N
C
Cl
Selulosa + H2O
C
Cl

(4) Dalam suasana asam :









Gambar 2.2 Mekanisme penyerapan zat warna oleh selulosa dalam serabut
kelapa dan jerami padi (Suwarsa, 1998).
Keempat mekanisme reaksi diatas memungkinkan terserapnya zat warna
oleh serabut kelapa dan jerami padi (Suwarsa, 1998). Serabut kelapa dan jerami padi
mengandung ligno-cellulose dengan komposisi sebagai berikut :
Tabel 2.1 Komposisi kimia serabut kelapa
Kandungan Jumlah (%)
Selulosa 42,73
Hemiselulosa 24,17
Lignin 19,70
Sumber : (Harlina Dewi, Kurnia, 2002)

Tabel 2.2 Komposisi jerami padi
Komposisi Jumlah (%)
Selulosa 37,71
Hemiselulosa 21,99
Lignin 16,62
Sumber : (Harlina Dewi, Kurnia, 2002)



C
N
C
Zat Warna
+ H
+

N
+
C
Cl
Zat Warna
C
+ H
C
N
+
C
Zat Warna
N
C ---OH
Cl
H + HO
Selulosa
Zat Warna
C
Selulosa + H
+
Cl
Cl
2.7 Analisa FFA (Free Fatty Acid)
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang tidak berikatan dengan molekul
lain. Asam lemak bebas dapat diperoleh dari hasil penguraian trigliserida menjadi
gliserol dan lemak. Minyak lemak mentah selalu mengandung asam-asam lemak
bebas (free fatty acids). Kandungan FFA adalah kadar atau jumlah asam lemak bebas
yang terdapat dalam minyak goreng. Analisa asam lemak bebas dapat dilakukan
dengan menggunakan larutan NaOH atau KOH 0,5 N berlebih. Sabun yang terbentuk
dikeringkan kemudian dilarutkan kembali dengan air.
Asam lemak ada dua jenis yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.
Asam lemak jenuh dan tak jenuh dapat dipisahkan dengan menggunakan perbedaan
kelarutan. Asam lemak tak jenuh dapat juga dipisahkan dengan menggunakan
penguapan. Penyimpanan dan penanganan serampangan atau kurang cermat terhadap
biji sumber minyak dari sejak dipanen sampai siap diperah bisa mengakibatkan
minyak lemak hasil pemerahan berkadar asam lemak bebas tinggi (angka asam > 2
mg KOH per gram minyak). Asam lemak bebas bersifat korosif sehingga akan
merusak berbagai komponen mesin diesel, yaitu cepat berkarat (Ridhotulloh, 2007).

2.8 Standar Mutu Minyak Goreng
Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek
kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak,
kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan
kejernihan serta kemurnian produk. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia, kelapa
sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam lemak (FFA, Free
Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak
kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 2 % FFA. Setelah pengolahan, kelapa
sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % - 22,2 % (tertinggi) dan
kadar asam lemak bebas 1,7 % - 2,1 % (terendah) (Pasaribu, 2004).





Tabel 2.3 Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI - 3741- 1995
No Kriteria Persyaratan
1 Bau dan Rasa Normal
2 Warna Muda Jernih
3 Kadar Air max 0,3%
4 Berat Jenis 0,900 g/liter
5 Asam lemak bebas Max 0,3%
6 Bilangan Peroksida Max 2 Meg/Kg
7 Bilangan Iod 45 - 46
8 Bilangan Penyabunan 196 - 206
9 Index Bias 1,448 1,450
10 Cemaran Logam Max 0,1 mg/kg
Kecuali seng

2.9 Persentase Pengurangan nilai FFA dan Kapasitas Adsorpsi
Persentase Pengurangan nilai FFA ialah selisih besarnya konsntrasi FFA
minyak goreng bekas pada keadaan awal dengan konsentrasi FFA minyak goreng
bekas setelah diadsorpsi. Tujuan dari persentase pengurangan nilai FFA adalah untuk
melihat penurunan kadar FFA minyak goreng bekas setelah diadsorpsi.
Kapasitas adsorpsi adalah kemampuan adsorben untuk menyerap bahan
padatan yang ada dalam minyak goreng bekas.
Persentase pengurangan nilai FFA dan kapasitas adsorpsi dapat dinyatakan
dalam persamaan berikut ini :
% Pengurangan Nilai FFA = 100% x
FFA
FFA FFA
awal
ahir awal


Kapasitas Adsorpsi = C
0
C x
W
V
(gr adsorbat/ gr adsorben)
Dimana :
C
0
= Konsentarsi awal adsorbat (gr/ml)
C = Konsentrasi adsorbat setiap satuan waktu (gr/ml)
V = Volume larutan (ml)
W = Berat adsorben (gr)
Sumber : Anonim (2008)
2.8.1 Kajian Isothern pada Adsorpsi Menggunakan Persamaan Langmuir dan
Freundlich Isotherm
Kapasitas Adsorpsi dari adsorben ditentukan dengan sistem kolom adsorpsi
menggunakan persamaan Langmuir dan Freundlich.
)

'
+

'

+ =
Ce
1
x
k x a
1
a
1
q
1







1/Ce (ml/gr)
Gambar 2.3 Penentuan konstanta a, k Persamaan Langmuir
Sumber : Budianto (2001)
Dari grafik dapat ditentukan bahwa slope adalah 1/a dan intercept adalah
1/ak, dimana : a, k = Konstanta Persamaan Langmuir
C
e
= Konsentrasi adsorbet di dalam larutan (mg/ml)
q = jumlah adsorbat yang terserap dalam adsorben (mg/gr)
Untuk persamaan Freundlich menggunakan persamaan berikut :
(Khan dan Zareen, 2004)







Log C
e
(mg/ml)
Gambar 2.4 Penentuan Konstanta K dan n pada persamaan Freundlich
Sumber : Mulyatna, dkk (2003)
q = K(C
e
)
1/n

1/a
Log K
1/n
1/ak
1/q
Log q (mg/gr)
Log q = log K + (1/n) log C
e


Dimana :
K, n = Konstanta persamaan Freundlich
Q = Jumlah adsorbat yang terserap oleh adsorben (mg/gr)
C
e
= Konsentrasi adsorbat dalam keadaan setimbang (mg/ml)
Data kesetimbangan biasanya digambarkan dalam bentuk kurva isotherm
adsorpsi. Pendekatan dengan model terhadap kurva isotherm dapat membantu
menganalisis karakteristik isotherm berupa kapasitas, afinitas, selektivitas, serta
mekanisme interaksi adsorpsi. Adsorpsi oleh gugus aktif bahan organik merupakan
adsorpsi kimia. Model Langmuir dapat digunakan sebagai pendekatan untuk system
ini. Menurut Langmuir, pada permukaan adsorben terdapat situs-situs aktif bersifat
homogen yang proporsional dengan luas permukaan. Masing-masing situs aktif
hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat saja sehingga adsorpsi hanya akan
terbatas pada pembentukan lapisan tunggal (monolayer). (Mulyatna, dkk, 2003)















BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3.2 Bahan dan Peralatan
3.2.1 Bahan Penelitian dan fungsi
1. Minyak goreng bekas (jelantah)
Fungsi : sebagai sampel yang akan dianalisa.
2. Serabut kelapa
Fungsi : sebagai adsorben.
3. Jerami padi
Fungsi : sebagai adsorben.
4. Natrium hidroksida (NaOH)
Fungsi : sebagai larutan pentiter.
5. Etanol
Fungsi : sebagai pelarut.
6. Fenolftalein
Fungsi : sebagai indikator.
7. Lem glukol
Fungsi : untuk merekatkan gabus pada lubang labu leher tiga.

3.2.2 Peralatan Penelitian dan fungsi
1. Labu leher tiga
Fungsi : sebagai wadah meletakkan minyak jelantah dan adsorben pada saat
proses adsorbsi.
2. Tray dryer
Fungsi : alat untuk mengeringkan serabut kelapa dan jerami padi.
3. Ball mill
Fungsi : alat untuk menumbuk serabut kelapa dan jerami padi.
4. Ayakan
Fungsi : alat untuk mengayak serabut kelapa dan jerami padi.
5. Saringan
Fungsi : alat untuk memisahkan minyak jelantah dari kotorannya.
6. Pipet tetes
Fungsi : alat untuk mengambil larutan dan sampel minyak yang akan
dianalisa.
8. Termometer
Fungsi : alat untuk mengukur suhu.
9. Hot plate
Fungsi : alat untuk memanaskan sampel minyak jelantah.
10. Pompa vacum
Fungsi : alat untuk mengatur tekanan.
11. Buret
Fungsi : alat untuk mentiter atau wadah untuk larutan NaOH.
12. Beaker glass
Fungsi : sebagai wadah untuk meletakkan sampel minyak jelantah dan
larutan.
13. Erlenmeyer
Fungsi : sebagai wadah untuk meletakkan sampel minyak jelantah dan
larutan.
14. Statif dan klem
Fungsi : alat untuk menyangga buret.
15. Gabus
Fungsi : alat untuk menutup lubang pada labu leher tiga.
16. Kertas saring
Fungsi : untuk menyaring kotoran terdapat didalam minyak.
17. Gelas ukur
Fungsi : sebagai wadah untuk mengukur sampel minyak jelantah dan larutan.
18. Corong gelas
Fungsi : alat yang digunakan untuk membantu proses penyaringan.

19. Batang pengaduk
Fungsi : alat untuk mengaduk sampel.
20. Lovibond
Fungsi : alat untuk menganalisa warna minyak jelantah yang telah diadsorpsi.

3.3 Prosedur Pelaksanaan Percobaan
3.3.1 Prosedur Pelaksanaan Proses Adsorpsi
3.3.1.1 Prosedur Pembuatan Adsorben
1. Adsorben yang digunakan berupa serabut kelapa dan jerami padi yang
dikeringkan dengan melakukan penjemuran di panas matahari terbuka sampai
kering, kemudian dilanjutkan dengan mengeringkan kembali adsorben
dengan menggunakan tray dryer, sehingga adsorben benar-benar kering dan
memudahkan proses selanjutnya.
2. Kemudian adsorben dimasukkan kedalam ball mill, sehingga memudahkan
adsorben untuk diayak.
3. Adsorben yang telah dihaluskan didalam ball mil, kemudian di saring
menggunakan ayakan dengan ukuran partikel 50 mesh, 70 mesh, dan 100
mesh.

3.3.1.2 Prosedur Penyaringan awal
Sebanyak 150 gr minyak jelantah dimasukkan kedalam beaker glass,
kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring agar kotoran hasil
penggorengan yang terdapat dalam minyak jelantah dapat terpisah.

3.3.1.3 Prosedur Proses Adsorpsi
1. Sebanyak 100 gr minyak jelantah pada proses di atas dimasukkan ke dalam
labu leher tiga.
2. Dipanaskan diatas hot plate pada suhu 80rC-90rC dengan menggunakan
pompa vacum dengan tekanan 0 atm.
3. Sebanyak 5 gr serabut kelapa dengan ukuran partikel 50 mesh di masukkan
ke dalam labu leher tiga.
4. Setiap 10 menit sampel diambil sebanyak 5 ml selama 1 jam.
5. Sampel didinginkan hingga mencapai suhu kamar.
6. Sampel disaring menggunakan kertas saring untuk memisahkan minyak
jelantah dengan adsorben.
7. Filtratnya diambil dan dihitung nilai FFA dan dianalisa warnanya dengan
menggunakan lovibond.
8. Dengan cara yang sama dilakukan terhadap ukuran partikel 70 mesh dan 100
mesh, dengan tekanan 1 atm, dan dengan adsorben jerami padi.

3.3.2 Flowchart Percobaan
3.3.2.1 Flowchart Pembuatan Adsorben













Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Adsorben.








Mulai
Serabut kelapa dan jerami padi dikeringkan dibawah sinar
matahari
Dikeringkan kembali didalam tray dryer
Diayak dengan menggunakan ayakan 50 mesh ,
70 mesh dan 100 mesh
Selesai
Dihaluskan dengan menggunakan ball mill
3.3.2.2 Flowchart Penyaringan awal
















3.3.2.3 Flowchart Proses Adsorpsi














Mulai
150 gr minyak goreng bekas dimasukkan kedalam beaker glass
Minyak jelantah disaring dengan
menggunakan kertas saring
Apakah kotoran sudah
tersaring semua ?
Ya
Tidak
Selesai
Mulai
100 gr minyak jelantah yang telah disaring dimasukkan
kedalam labu leher tiga
Ditambahkan 5 gr serabut kelapa dengan ukuran
partikel 50 mesh
dipanaskan diatas hot plate pada suhu 80
0
C-90
0
C dengan menggunakan
pompa vacum dengan tekanan 0 atm
A
Dipanaskan diatas hot plate

Gambar 3.2 Flowchart Penyaringan Awal.












Gambar 3.3 Flowchart Proses Adsorpsi.

3.3.2.4 Flowchart Analisa FFA

















Sampel didinginkan hingga mencapai suhu kamar
Sampel disaring dengan menggunakan
kertas saring
Filtratnya diambil dan dihitung nilai FFA nya serta dianalisa warnanya
Selesai
Mulai
Sebanyak 3 ml minyak jelantah yang telah diadsorpsi
dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan etanol sebanyak 18 ml dan 3
tetes phenolftalein

Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai
warna menjadi merah rosa
Apakah warna sudah
berubah menjadi merah
rosa?
Ya
Tidak
Dicatat volume NaOH yang digunakan

Selesai
A
Setiap 10 menit sampel diambil sebanyak 5 ml selama 1 jam
Gambar 3.4 Flowchart Analisa FFA.
3.3.3 Pelaksanaan Analisa
3.3.3.1 Prosedur Analisa FFA
1. Sebanyak 3 ml minyak jelantah yang telah diadsorpsi dimasukkan ke dalam
erlenmeyer.
2. Ditambahkan Etanol sebanyak 18 ml dan 3 tetes fenolftalein ke dalam
erlenmeyer.
4. Larutan dititrasi dengan Natrium Hidroksida (NaOH) 0,1 N sampai warna
menjadi merah rosa
5. Dicatat Volume NaOH yang dipakai dan dihitung jumlah milligram NaOH
yang dipakai untuk menetralkan asam lemak dengan rumus :
% FFA = x100
1000 x sampel Berat
256 x pentiter Normalitas x pentiter Volume


3.3.3.2 Penentuan % Pengurangan nilai FFA
Dilakukan penghitungan nilai FFA awal dengan rumus yang sama dengan
rumus yang tertera di atas, setelah itu nilai FFA yang diperoleh dari hasil proses
adsorpsi digunakan untuk meghitung nilai % pengurangan nilai FFA
% Pengurangan nilai FFA = 100% x
FFA
FFA FFA
awal
ahir awal



3.3.3.3 Penentuan Nilai Kapasitas Adsorpsi
Dilakukan penghitungan nilai Kapasitas adsorpsi dengan menggunakan
rumus :
N FFA =
Etanol Vol.
1000
x
256
FFA %

N = valensi x M
M = C
Kapasitas Adsorpsi = C
0
C x
W
V
(meq/ gr adsorben)
Dimana :
C
0
= Konsentarsi awal adsorbat (gr/ml)
C = Konsentrasi adsorbat setiap satuan waktu (gr/ml)
V = Volume larutan (ml)
W = Berat adsorben (gr)
M = Molaritas (mol/ml)

























DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan.N. 2006. Cara-Cara Daur Ulang Minyak Goreng Bekas Pakai (Jelantah)
Food Review Indonesia Vol.1 No 2. Bogor
Anonim. 2008a. Cellulose. http://id.wikipedia.org/wiki
Anonim. 2008b. Sifat-Sifat Koloid. http://www. Chem-Is-Try.Org
Anonim. 2009a. Adsorpsi Padatan. http://www. Berita Iptek.co.id
Anonim. 2009b. Definisi Adsorpsi, Absorpsi, Dan Desorpsi. http://www.
Blogger.com
Anonim. 2010a. Etanol. http://id.wikipedia.org/wiki
Anonim. 2010b. Benzena. http://id.wikipedia.org/wiki
Anonim. 2010c. Heksana. http://id.wikipedia.org/wiki
Anonim. 2010d. Isotherm Adsorption Langmuir. http://www. Chem-Is-Try.Org
. http://id.wikipedia.org/wiki
Asia Pacific Coconut Community (APCC).2006. Teknologi Proses Pengolahan
Minyak Kelapa. Jakarta
Budianto, Agus. 2001. Studi Kinetika Reaksi dan Kesetimbangan Adsorpsi Logam
Berat Oleh Fly Ash. Jurnal IPTEK Teknik Kimia ATATS Vol.4, No.7, juli
2007
Departemen Perindustrian. 2007. Industri Minyak Kelapa Sawit. www.deperin.go.id
Fahri, M. 2010. Teknik Ekstraksi Senyawa Flavonoid Dari Alga Coklat
.www.blogspot.com
Hariyadi, Priwiyatno. 2008. Minyak Goreng Bekas. M-its.Waroeng-e Aek-arek
Mesin ITS Suroboyo
Haryati, dkk. 2008. Potensi Bentonit Sebagai Penjernihan Minyak Goreng Bekas.
Semarang : Universitas Diponegoro
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan Jakarta
Universitas Indonesia
Khan, M. Nasiruddin dan U. Zareen. 2004. Adsorptive Removel of Non-Ionic
Surfactans from Water Using Granite Sand. Journal of the Iranian Chemichal
Society, Vol.1, No.2, December 2004, pp. 152-158
Harlina Dewi, Kurnia. 2002. Hidrolisis Limbah Hasil Pertanian Secara Enzimatik.
Bandung : Universitas Pertanian Bogor.
Koswara. 2008. Perubahan Minyak Goreng Selama Pemanasan.
http://www.ntfp.or.id
Mulyana, Lili, Hary Pradiko, dan Umi Kalsum Nasution. 2003. Pemilihan
Persamaan Adsorpsi Isotherm pada Kapasitas Adsorpi Kulit Kacang Tanah
Terhadap Zat warna Remazol Golden Yellow 6. INFOMATEK Volume 5
Nomor 3 September 2003.
Naila, Latisya Zalfa. 2003. Bahaya Gula Bit, Penyedap, Formalin, dan Minyak
Goreng Bekas. http://id.Google.org
Nugraha, Irwan, 2007. Bagaimana Mekanisme Bleaching Earth Terhadap
Pencegahan Kerusakan Minyak. http://www.Chem-Is-Try.org
Pasaribu, Nurhida. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. Medan : Universitas Sumatera
Utara
Putra, Rusdy Setiawan. 2007. Teknologi Mengolah Minyak Jelantah. Harian Berita
Sore
Rahayu, Aster, dan Lis. 2008. UNAND Temukan Teknologi Olah Minyak Jelantah.
www.Jurnal nasional.com.PT.Media Nusa Pradana
Rachmaniah, dkk. Potensi Minyak Mentah Dedak Padi sebagai Bahan Baku
Pembuatan Biodiesel. Semarang : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Ridhotulloh, M. Dinden. 2008. Jangan buang Minyak Jelantah.
hhtp://id.Inilah.com.Teknologi/sains
Siradz, Syamsul A. 2000. Peranan Lempung Kaolinit Dalam Retensi P Pada Tanah-
tanah Mineral Masam. Jogjakarta : Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur
Suirta, I W. 2007. Preparasi Biodiesel Dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit. Bali :
Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
Sumarni, dkk. 2004. Optimasi Proses Adsorpsi Minyak Goreng Bekas dengan
Adsorben Zeollit Alam. Jurnal Teknik Gelagar Vol. 17, No 01, April 2006.77-
82
Suwarsa, Saepudin. 1998. Penyerapan Zat Warna Tekstil BR Red HE 7B Oleh
Jerami Padi. Bandung : Institute Teknologi Bandung
Tambun, Rondang. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. File://D/E-
Learning/Teknologi?Oleokimia?Textbook/LITBANG.htm(13of13)5/8/2007
Veronica, Yuliana. 2008. Daur Ulang Minyak Goreng Bekas. http://id.Google.org
Widayat, Suherman dan K Haryani. Optimasi Proses Adsorpsi Minyak gorenng
Bekas dengan Adsorben Zeolit Alam. Jurnal Teknik Gelagar Vol.17, No 01,
April 2006. hal :77-82
Yswendy. 2008. Mendaur Ulang Minyak Goreng Bekas. Gagas Media. com




























LAMPIRAN A
DATA HASIL PERCOBAAN

A.1 Serabut Kelapa (1 atm).
Table A.1.1 Bilangan Asam (FFA) untuk mesh 50.
Waktu
(menit)
Nilai FFA
(%)
Kapasitas Adsorpsi
(Meq/ gr adsorben)
10 2,430% 0,04927
20 2,430% 0,04927
30 1,620% 0,10471
40 1,620% 0,10471
50 1,440% 0,11703
60 1,440% 0,11703
70 1,440% 0,11703
80 1,080% 0,14167
90 1,080% 0,14167


Tabel A.1.2 Bilangan Asam (FFA) untuk mesh 70.
Waktu
(menit)
Nilai FFA
(%)
Kapasitas Adsorpsi
(Meq/ gr adsorben)
10 1,260% 0,12935
20 0,990% 0,14783
30 0,900% 0,15399
40 0,850% 0,15707
50 0,810% 0,16015
60 0,810% 0,16015
70 0,810% 0,16015
80 0,810% 0,16015
90 0,810% 0,16015


Tabel A.1.3 Bilangan Asam (FFA) untuk mesh 100.
Waktu
(menit)
Nilai FFA
(%)
Kapasitas Adsorpsi (q)
(Meq/ gr adsorben)
10 1,080% 0,14167
20 0,720% 0,16631
30 0,720% 0,16631
40 0,720% 0,16631
50 0,720% 0,16631
60 0,630% 0,17247
70 0,630% 0,17247
80 0,630% 0,17247
90 0,630% 0,17247

B.1 Jerami Padi (1 atm).
Table B.1.1 Bilangan Asam (FFA) untuk mesh 50.
Waktu
(menit)
Nilai FFA
(%)
Kapasitas Adsorpsi
(Meq/ gr adsorben)
10 1,796% 0,09239
20 1,707% 0,09855
30 1,258% 0,12935
40 1,078% 0,14167
50 0,988% 0,14783
60 0,808% 0,16015
70 0,808% 0,16015
80 0,719% 0,16631
90 0,719% 0,16631






Tabel B.1.2 Bilangan Asam (FFA) untuk mesh 70.
Waktu
(menit)
Nilai FFA
(%)
Kapasitas Adsorpsi
(Meq/ gr adsorben)
10
0,01527 0,11087
20
0,01527 0,11087
30
0,01347 0,12319
40
0,00898 0,15399
50
0,00718 0,16631
60
0,00628 0,17247
70
0,00628 0,17247
80
0,00628 0,17247
90
0,00628 0,17247


Tabel B.1.3 Bilangan Asam (FFA) untuk mesh 100.
Waktu
(menit)
Nilai FFA
(%)
Kapasitas Adsorpsi (q)
(Meq/ gr adsorben)
10
0,00898 0,15399
20
0,00628 0,17247
30
0,00538 0,17863
40
0,00449 0,18479
50
0,00449 0,18479
60
0,00449 0,18479
70
0,00449 0,18479
80
0,00449 0,18479
90
0,00449 0,18479






A.3 Serabut Kelapa (0 atm).
Table A.3.1 Bilangan Asam (FFA) untuk mesh 50.
Waktu
(menit)
Nilai FFA
(%)
Kapasitas Adsorpsi
(Meq/ gr adsorben)
10
1,258% 0,12935
20
1,258% 0,12935
30
1,168% 0,13551
40
0,808% 0,16015
50
0,808% 0,16015
60
0,808% 0,16015
70
0,629% 0,17247
80
0,629% 0,17247
90
0,359% 0,19095


Tabel A.3.2 Bilangan Asam (FFA) untuk mesh 70.
Waktu
(menit)
Nilai FFA
(%)
Kapasitas Adsorpsi
(Meq/ gr adsorben)
10
1,078% 0,14167
20
0,988% 0,14783
30
0,898% 0,15399
40
0,898% 0,15399
50
0,719% 0,16631
60
0,719% 0,16631
70
0,539% 0,17863
80
0,180% 0,20327
90
0,180% 0,20327





Tabel A.3.3 Bilangan Asam (FFA) untuk mesh 100.
Waktu
(menit)
Nilai FFA
(%)
Kapasitas Adsorpsi (q)
(Meq/ gr adsorben)
10
0,00359 0,19095
20
0,00269 0,19711
30
0,00269 0,19711
40
0,00269 0,19711
50
0,00269 0,19711
60
0,00269 0,19711
70
0,00269 0,19711
80
0,00179 0,20327
90
0,00134 0,20635


A.4 Jermai Padi (0 atm).
Table A.4.1 Bilangan Asam (FFA) untuk mesh 50.
Waktu
(menit)
Nilai FFA
(%)
Kapasitas Adsorpsi
(Meq/ gr adsorben)
10
0,539 0,17863
20
0,449 0,18479
30
0,449 0,18479
40
0,449 0,18479
50
0,359 0,19095
60
0,359 0,19095
70
0,359 0,19095
80
0,359 0,19095
90
0,359 0,19095





Tabel A.4.2 Bilangan Asam (FFA) untuk mesh 70.
Waktu
(menit)
Nilai FFA
(%)
Kapasitas Adsorpsi
(Meq/ gr adsorben)
10
0,00449 0,18479
20
0,00359 0,19095
30
0,00359 0,19095
40
0,00359 0,19095
50
0,00269 0,19711
60
0,00269 0,19711
70
0,00269 0,19711
80
0,00269 0,19711
90
0,00269 0,19711

Tabel A.3.3 Bilangan Asam (FFA) untuk mesh 100.
Waktu
(menit)
Nilai FFA
(%)
Kapasitas Adsorpsi (q)
(Meq/ gr adsorben)
10
0,00449 0,18479
20
0,00449 0,18479
30
0,00449 0,18479
40
0,00359 0,19095
50
0,00359 0,19095
60
0,00269 0,19711
70
0,00269 0,19711
80
0,00269 0,19711
90
0,00269 0,19711







LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN

B.1 Variabel Bilangan Asam untuk Adsorben Serabut Kelapa
B.1.1 Sebelum Adsorpsi
Massa minyak goreng : 24,2 gr = 2,85 ml
Massa Adsorben : 5 gr
Volume NaOH : 3,5 ml
Volume Etanol : 18 ml
N NaOH : 0,1 N
% FFA = x100
1000 x sampel Berat
256 x pentiter Normalitas x pentiter Volume

= 100% x
1000 x gr 2,85
256 x 0,1N x 3,5

% FFA = 0,0314 %

Untuk mencari Normalitas FFA adalah :
N FFA =
Etanol Vol.
1000
x
256
FFA %

= N
18 x 256
1000 x 0,0314

= 0,006823 N
N = M x Valensi
M = 0,006823 M

Maka konsentrasi FFA (C) = 0,006823 gr/ ml






B.1.2 Setelah Adsorpsi
B.1.2.1
Massa minyak goreng : 24,2 gr = 2,85 ml
Massa Adsorben : 5 gr
Volume NaOH : 2,7 ml
Volume Etanol : 18 ml
N NaOH : 0,1 N
% FFA = x100
1000 x sampel Berat
256 x pentiter Normalitas x pentiter Volume

= 100 x
1000 x 2,85
256 x 0,1 x 2,7

% FFA = 0,0243 %

Untuk mencari Normalitas FFA adalah :
N FFA =
Etanol Vol.
1000
x
256
FFA %

=
18 x 256
1000 x 0,0243

= 0,00526 N
N = M x Valensi
M = 0,00526 M
Maka konsentrasi FFA (C) = 0,00526 gr/ ml

B.2 Kapasitas Adsorpsi
Kapasitas Adsorpsi (q) = (C
0
C) x
W
V

= (0,006823 - 0,00526) x
adsorben gr
Meq
5
158

= 0,049279
adsorben gr
Meq




B.3 Kajian Isoterm
Dari hasil penelitian dipeoleh kajian isoterm yang sesuai adalah persamaan
Langmuir. Dari grafik diperoleh bahwa nilai
Slope =
1 2
1 2
x x
y y


=
33 , 0 44 , 1
169 , 2 597 , 3


= 1,286

Slope = 1/a
1,286 = 1/a
a = 1/ 1,286
a = 0,777

Nilai intercept = 1,44
intercept =
k x a
1
=
k x 777 0,
1

1,44 =
k x 0,777
1

k =
0,777 x 1,44
1

k = 0,89

maka diperoleh persamaan Langmuri yang sesuai adalah :

'
+

'

+ =
Ce
1
x
k x a
1
a
1
q
1

'
+

'

+ =
Ce
1
x
0,89 x 0,777
1
0,777
1
q
1


'
+

'

+ =
0,691Ce
1
287 , 1
q
1



LAMPIRAN C


1. Foto kondisi Awal Minyak Goreng Bekas

















ABSTRAK

Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak,
berwujud cair pada suhu kamar (25C) dan lebih banyak mengandung asam lemak
tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Minyak yang telah mengalami
oksidasi karena proses pemanasan itu dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan biodiesel setelah terlebih dahulu mengalami proses adsorpsi dengan
menggunakan bahan yang memiliki karakteristik fisik dan kimia yang cocok
dijadikan sebagai adsorben. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan
adsorben dalam mengadsorpsi bilangan asam pada minyak goreng bekas serta
melihat kajian isotherm yang sesuai pada penentuan kapasitas adsorpsi untuk jenis
adsorben tersebut dengan variasi adsorben yakni ampas tebu, kulit kacang dan daun
nenas dan variasi waktu adsorpsi setiap 5 menit sampai nilai bilangan asamnya
konstan. Persamaan yang digunakan adalah Langmuir isoterm dan Freundlich
isoterm. Dalam penelitian ini adsorben yang paling baik digunakan pada penurunan
bilangan asam (FFA) adalah daun nenas, dimana bilangan asam sebelum adsorpsi
sebesar 5,33% setelah diadsorpsi menjadi 1,6% dan persamaan adsorpsi yang cocok
digunakan adalah adalah Langmuir isotherm karena nilai R
2
mendekati 1.

You might also like