You are on page 1of 6

PERBANDINGAN PERBUATAN TUHAN DAN PERBUATAN MANUSIA Af al al-ibad juga merupakan permasalahan yang serius di kalangan umat Islam,

terutama menyangkut hubungannya dengan perbuatan Tuhan. Apakah manusia melakukan perbuatannya sendiri atau tidak? Kalapun Tuhan campur tangan dalam perbuatan manusia, sampai sejauh mana intervensi Tuhan tersebut ? atau ada juga yang menanyakan apakah kehendak dan kekuasaan Tuhan itu bersifat mutlak tanpa batas atau ada batas-batas tertentu sehingga Tuhan tidak berkuasa mutlak ? Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang menjadi pembahasan para Ulama Kalam. Ada beberapa pendapat masing-masing aliran mengenai masalah atau pertanyaan tersebut. Diantaranya pendapat dari : 1. Jabariah Menurut aliran ini, manusia tidak berkuasa atas perbuatannya. Yang menentukan perbuatan manusia itu adalah Tuhan. Karena itu, manusia tidak berdaya sama sekali untuk mewujudkan perbuatannya, baik atau buruk. Dalam paham Jabariah, perbuatan manusia dalam hubungan dengan Tuhan sering digambarkan bagai bulu ayam itu terbang. Ia tidak mampu menentukan dirinya sendiri, tapi terserah angin. Apabila perbuatan manusia diumpamakan sebagai bulu ayam, maka angin itu adalah Tuhan yang menentukan kearah mana dan bagaimana perbuatan manusia itu dilakukan. Kadang-kadang diumpamakan pula manusia seperti wayang yang tidak berdaya. Bagaimana dan bagaimana ia bergerak terserah dalang yang memainkan wayang itu. Dalang bagi manusia adalah Tuhan. Jaham bin Shafwan, tokoh utama Jabariyah yang juga disebut dengan aliran Jahamiah berpendapat bahwa perbuatan manusia tersebut dianggap sebagai paham Jabariah yang ekstrem sebab dalam paham tersebut manusia tidak punya andil sama sekali dalam perbuatannya. Semua ditentukan oleh Tuhan. Disamping paham ini, ada paham kelompok Jabariyah yang dianggap moderat, yaitu paham yang dikembangkan oleh Husain bin Najjar, Dhirar bin Amr dan Hafas al-Fardi. Menurut paham Jabariyah yang moderat ini, perbuatan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh Tuhan, tetapi manusia juga punya andil dalam mewujudkan perbuatannya. Seolah-olah ada kerja sama antara Tuhan dan manusia dalam mewujudkan perbuatan manusia itu, sehingga manusia tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Dengan demikian, manusia mempunyai bagian yang efektif dalam mewujudkan suatu perbuatan. Gambaran lebih jelas paham Jabariah moderat ini terlihat dari pendapat al-Najjar sebagaimana dikemukakan oleh al-Syahrastani : Tuhanlah yang menciptakan perbuatanperbuatan manusia dengan menciptakan daya tenaga dalam diri manusia itu untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya secara efektif. Inilah yang dinamakan al-kasb dalam pendapat al-Asyari. 2. Qadariah Qadariah berpendapat, manusia mempunyai iradat (kemampuan berkehendak dan memlih) dan qudrah (kemampuan untuk berbuat) Menurut paham ini Allah SWT membekali manusia sejak lahirnya dengan Qudrat dan Iradat. Suatu kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya sendiri dengan akal dan ajaran agama sebagai pedoman dalam melakukan perbuatan-perbuatan tersebut. Karena manusia bebas, merdeka dan memiliki kemampuan mewujudkan perbuatanperbuatannya, ia harus mempertanggungjawabkan perbuatan itu dihadapan Allah SWT. Jika ia banyak melakukan yang baik, ia akan mendapat balasan berupa nikmat dan karunia yang besar. Sebaliknya, jika perbuatan jahat yang banyak dikerjakannya, ia akan disiksa. Karena

perbuatan itu diciptakan dan diwujudkan oleh manusia sendiri, wajar dan adil kalau Tuhan menyiksa atau memberi pahala. Dari uraian singkat di atas terlihat bahwa menurut paham Qadariah, Tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan itu. 3. Mutazilah Paham Mutazilah dalam masalah af al al-ibad ini seirama dengan paham Qadariah. Bahkan menurut Prof. Dr. Ahmad Amin, kaum Qadariah sering dinamakan Mutazilah karena mereka sependapat bahwa manusia mempunyai kemampuan mewujudkan tindakan dan perbuatannya, tanpa campur tangan Tuhan. Mereka juga membantah segala hal yang terjadi qadha dan qadar Allah semata. Kaum mutazilah membagi perbuatan manusia menjadi dua bagian : a. perbuatan yang timbul dengan sendirinya seperti gerakan refleks. Perbuatan seperti ini jelas bukan diciptakan oleh manusia yang bersangkutan, tetapi terjadi dengan sendirinya, tanpa kontrol dan kemauan manusia tersebut. b. Perbuatan-perbuatan bebas, yaitu perbuatan yang bisa dipilih manusia untuk melakukan atau tidak melakukannya. Perbuatan semacam ini lebih pantas dikatakan diciptakan manusia dari pada dikatakan diciptkan Tuhan. Perbuatan jenis kedua inilah yang menjadi pembahasan tokoh-tokoh mutazilah seperti Washil bin atha, al-JubbaI dan abdul Jabar. Mereka sependapat dengan aliran Qadariah bahwa manusia bebas melakukan perbuatannya tanpa campur tangan Tuhan kepada manusia itu. Karena itu, Tuhan dikatakan adil jika menyiksa orang yang berbuat dosa dan memasukan ke surga orang yang berbuat baik. Kaum Mutazilah berpendapat bahwa kehendak, kekuasaan dan perbuatan manusia adalah mutlak, artinya manusia bebas berkehendak dan mewujudkan perbuatannya. Perbuatan manusia bukan atas dasar penciptaan Tuhan. Prinsip kaum Mutazilah adalah Keadilan Tuhan yang menurut mereka Tuhan tidak akan memberi pahala atau siksa kepada seseorang kecuali atas perbuatan yang ia lakukan sendiri dan memang dikehendaki, karena dengan akalnya bisa membedakan perbuatan yang baik dan buruk, berarti dapat menentukan pilihan. Manusia mempunyai kesanggupan dan kekuasaan untuk mewujudkan perbuatannya sehingga dapat memahami adanya perintah-perintah Tuhan. Tentang janji dan ancaman, pengutusan rasul-rasul tidak ada kezaliman bagi Tuhan. Mengenai pekerjaan manusia, kaum Mutazilah berpendirian bahwa pekerjaan manusia hanyalah kemauan, dan ada perbedaan antara pekerjaan yang keluar dari kemauan dan pekerjaan yang timbul dari perbuatan yang lain. Macam kedua perbuatan ini timbul berdasarkan hukum alam, sedang perbuatan yang pertama tidak tunduk pada hukum alam dan tidak terjadi pula dengan sendirinya. Perbuatan manusia yang bebas adalah terjadi dengan usaha dan pilihannya sendiri bukan ciptaan Tuhan. Selanjutnya kaum Mutazilah menganggap bahwa manusia dalam hatinya merasakan perbuatan yang akan terjadi menurut dorongannya. Kalau dia mau bergerak, maka bergeraklah dan kalau dia mau diam maka diamlah. Ini adalah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Sebagai aliran rasionalis yang menempatkan akal pada posisi yang tinggi dan meyakini kemampuan akal untuk dapat memecahkan problema teologis, berpendapat, kekuasaan Tuhan tidak mutlak sepenuhnya. Kekuasannya dibatasi oleh beberapa hal yang diciptakannya sendiri. Hal-hal yang membatasi kekuasaan Tuhan tersebut antara lain : a. Kewajiban-kewajiban Tuhan untuk menunaikan janji-janjinya seperti janji memasukan orang yang soleh ke dalam surga dan orang yang berbuat jahat kedalam neraka. Tuhan wajib menepati janji ini. Dengan demikian meskipun Tuhan berkuasa memasukan orang Jahat

kedalam surga, tapi kekuasaanya dibatasi oleh janjinya sendiri. Jika Tuhan paksakan juga memasukan orang jahat kedalam surga berarti Tuhan tidak adil atau melanggar janji. b. Kebebasan dan kemerdekaan manusia untuk melakukan perbuatannya. Allah memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada manusia untuk melakukan perbuatan. Karena itu manusia menciptakan perbuatannya sendiri. Manusialah yang memilih dan menentukan, berbuat atau tidak, dan apa yang akan ia perbuat. Karena Allah sudah memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada manusia memilih dan menentukan perbuatannya itu, maka kekuasaan Tuhan terhadap perbuatan manusia itu tidak mutlak lagi. c. Hukum alam. Allah menciptakan Alam semesta ini dengan hukum-hukum tertentu yang bersifat tetap. Hukum-hukum tersebut biasanya dinamakan dengan hukum alam, seperti matahari terbit disebelah timur dan tenggelam disebelah barat, benda tajam melukai, api membakar dan lain-lain. Hukum alam yang pada haikatnya adalah hukum Allah yang menciptakan hukum itu sudah ditentukan oleh Tuhan. Dengan ketentuan tersebut, Tuhan tidak berkuasa mutlak lagi, kekuasaanya dibatasi oleh hukum-hukum alam (natur) atau sunnah Allah yang tidak mengalami perubahan atau dengan kata lain sesuatu yang diciptakannya sendiri. Mereka berpegang pada ayat Al-Quran surat Al-Ahzab : 62: Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang Telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah. Beberapa prinsip yang dianut oleh mutazilah adalah : a. Tuhan menciptakan makhluk berdasarkan atas hikmah dan kebijaksanaan (tujuan) b. Tuhan tidak menghendaki dan memerintahkan keburukan. c. Manusia mempunyai kesanggupan untuk mewujudkan perbuatannya d. Tuhan mesti mengerjakan yang baik dan yang terbaik. Menurut pendapat muktazilah, jika perbuatan manusia diciptakan Tuhan seluruhnya, maka Taklif tidak ada artinya. Pahala dan siksa juga tidak berguna dihari pembalasan nanti sebab perbuatan itu dikerjakan bukan dengan kehendak dan kemaunya sendiri. 4. Asyariah Menurut al-asyariyah, yang dimaksud dengan al-kasb ialah berbarengan kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan. Artinya, apabila seseorang ingin melakukan suatu perbuatan, perbuatan itu baru terlaksana jika sesuai dengan kehendak Tuhan. Al-asyariah membagi perbuatan manusi kepada dua bentuk : a. Perbuatan yang timbul dengan sendirinya b. Perbuatan yang timbul dari kehendak manusia Pada perbuatan jenis kedua ini, manusia merasa sanggup melakukan suatu perbuatan. Ini berarti ia memiliki kekuasaan atau kemampuan yang dapat dipergunakannya. Dengan kesanggupan yang didahului iradat/kehendak . Ini manusia tersebut memperoleh perbuatannya. Mendapat pekerjaan inilah yang dinamakan al-kasb. Dengan kata lain, apabila ada keinginan dari seseorang untuk melakukan suatu perbuatan, pada saat itulah Allah SWT menciptakan kemampuan kepadanya untuk mewujudkan perbuatan tersebut. Dengan kemampuan itu ia menghasilkan perbuatannya, tapi ia tidak menciptakan perbuatan itu. Yang menciptakan perbuatan itu hakekatnya adalah Allah SWT. Inilah sebabnya paham Al-Asyari dianggap sangan dekat dengan paham Jabariah, sekalipun dengan teori al-kasb diatas terlihat bahwa yang berpengaruh dan efektif dalam perwujudan perbuatan manusia adalah Tuhan, bukan manusia itu sendiri. Perbuatan manusia baru efektif jika sesuai dengan kehendak Tuhan. Menurut Asyariah, Tuhan berkuasa mutlak atas segala-galanya. Tidak ada satupun yang membatasi kekuasaanya itu. Karena kekuasaan Tuhan bersifat Absolout, bisa saja Tuhan memasukan orang jahat atau kafir kedalam surga atau memasukan orang mukmin yang saleh kedalam neraka, jika hal itu memang dikehendakinya. Apabila Tuhan berbuat demikian,

menurut pendapat ini, bukan berarti Tuhan tidak adil. Keadilan Tuhan tidaklah berkurang dengan perbuatannya itu sebab semua yang ada adalah ciptaan dan miliknya. Sebagai zat yang memiliki kekuasaan absoloute dan mutlak, bagi Asyariah, Tuhan tidak terikat dengan janji-janji, norma-norma keadilan, bahkan tidak terikat dengan apapun. 5. Maturidiah Menurut golongan Maturidiah, kemauan manusia sebenarnya adalah kemauan Tuhan. Namun, tidak selamanya perbuatan manusia dilakukan atas kerelaan Tuhan karena Tuhan tidak menyukai perbuatan-perbuatan buruk. Jadi, di dalam paham Maturidiah ada unsur kehendak dan kerelaan. Manusia melakukan perbuatan, baik itu buruk, atas kehendak Tuhan. Jika perbuatan yang dilakukan itu baik, maka perbuatan itu mendapat kerelaan Tuhan. Jika tidak, perbuatan itu terjadi atas kehendak Tuhan, tetapi tidak dengan kerelaan Tuhan. Abu Zahra dalam bukunya Tarikh al-madzhib al-Islamyyah menyebutkan, golongan Maturiddi juga memakai Istilah al-kasb. Tetapi mereka mengartikan quadrat dengan daya yang diberikan Allah kepada hambanya untuk berbuat kebaikan atau kejahatan. Daya diciptakan bersama-sama perbuatan manusia. Dengan demikian, perbuatan manusia itu akan diberi imbalan karena menggunakan daya tersebut. Pada dasarnya golongan Maturidiah berpendapat bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbuatan Manusia itu. Tapi, mereka membagi dua perbuatan itu, pertama: Perbuatan Tuhan mengambil bentuk penciptan daya di dalam diri manusia. Penciptaan tersebut bersama-sama dengan terwujudnya suatu perbuatan. Kedua, perbuatan manusia itu sendiri dalm bentuk pemanfaatan pamakaian daya yang diciptakan Allah SWT tersebut. Dalam hubungan dengan pendapat Maturidiah mengenai perbuatan manusia ini, A. Hanafi, M.A. menulis, selama manusia itu dijadikan Tuhan, maka perbuatan-perbuatannya juga dijadikan Tuhan. Karena itu, semua perbuatan manusia berupa gerak, diam, taat, dan maksiat sebenarnya mereka sendiri yang mengerjakannya, tetapi dijadikan Tuhan. Dari uaraian singkat diatas dapat disimpulkan bahwa bagi Maturidiah, perbuatan manusia itu diwujudkan oleh manusia yang bersangkutan dengan daya yang diciptakan Tuhan untuk melakukan perbuatan itu. Bagi golongan ini, Tuhan memiliki kekuasaan mutlak, namun kekuasaanya dibatasi oleh batasan yang diciptakannya sendiri. Batasan-batasan tersebut, menurut Prof. Dr. Harun Nasution adalah : a. Kemerdekaan dalam kemauan dan perbuatan yang, menurut pendapat mereka, ada pada manusia. b. Keadaan Tuhan menjatuhkan hukuman bukan sewenang-wenang, tetapi berdasarkan atas kemerdekaan manusia dalam mempergunakan daya yang diciptakan Tuhan dalam dirinya untuk berbuat baik atau berbuat jahat. c. Keadaan hukuman-hukuman Tuhan, sebagai kata al-Bazdawi tak boleh tidak mesti terjadi. 6. Salafiyah Menurut ulama Salafiyah bahwa manusia mempunyai usaha dengan bebas sesuai dengan kehendak dan kemauannya tidak lepas dari Qudrat Allah SWT. Contoh tanda-tanda Qudrat Allah bahwa kadang Tuhan menghalangi apa yang dikehendaki manusia, sehingga terjadi tidak seorang pun sanggup menolong sesamanya diluar dari apa yang diusahakan. Seperti mengobati orang sakit, tapi tidak sembuh. Tuhan memiliki kekuasaan dan perbuatan mutlak., yakni Tuhan menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya tanpa adanya sekutu dalam penciptaannya. Tidak ada yang menyamai dan mepersengketakan kekuasaan-Nya. Dalam menciptakan segala sesuatu dan semua pekerjaan datang atas kekuasaan Tuhan dan semuanya akan kembali kepada-Nya jua.

7. Ahlus Sunnah Waljamaah Perbuatan manusia itu dikerjakan atas Qudrat Allah disertai dengan qudrat manusia dan Qudrat Allah-lah yang dapat memberi bekas. Jadi perbuatan manusia diciptakan oleh Allah SWT, bukanlah juga mempunyai bagian yang disebut usaha (alkasbu) berbarengan antara perbuatan seseorang dengan kemampuannya. Dengan usaha itulah manusia bertanggung jawab atas segala baik dan buruknya perbuatan yang dilakukan. Dengan demikian menunjukan bahwa manusia berhak berusaha, namun Allah jualah yang menentukan hasilnya. Tuhan menghendaki kebaikan dan keburukan, jika sesuatu dikehendaki oleh Tuhan baik, maka baiklah sesuatu. Sebaliknya jika Tuhan menghendaki maka sesuatu itu akan buruk. Tuhan berkuasa atas segala sesuatu, akan tetapi memberi kekebasan kepada manusia untuk berusaha mewujudkan sesuatu pekerjaan. Dalam masalah perbuatan Tuhan berpendapat bahwa Tuhan berbuat sesuatu karena qudrat dan iradat-Nya, tidak mempunyai tujuan dan bukan karena hikmah tertentu, sesuai dengan firman Allah dalam surat Yasin : 82. yang berbunyi : Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia. BAB II KESIMPULAN Dari beberapa pendapat aliran dalam pembahasan makalah kami, maka dapat mengambil satu kesimpulan bahwa Allah memiliki sifat yang mutlak dan tidak dapat dirubah oleh siapa pun kecuali dengan kehendak-Nya sendiri. Seperti dalam firman Allah SWT dalam surat Yasin ayat 82. Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia. Allah telah berjanji dalam Al-Quran surat Al-Qariah ayat 6-11 yang berbunyi : Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?b (yaitu) api yang sangat panas. Allah akan menepati janjinya, dan apapun yang ia putuskan kita tidak dapat lagi mengubahnya. Manusia telah diberikan kebebasan berkehendak, bergerak dan sebagainya akan tetapi manusia harus ingat bahwa apa yang akan kita tempuh segalanya telah diatur oleh Allah. Kita tinggal menjalaninya saja. Oleh karena itu kita harus hidup ikhlas artinya segala sesuatu yang baik dilakukan semata-mata hanya karena Allah. Maksudnya semua yang kita lakukan tujuannya hanya untuk Allah SWT, bukan karena pahala dan surga, juga bukan karena takut dosa dan neraka. Sebab pahala dan surga adalah janji Allah swt kepada hambanya yang beribadah ikhlas kepada-Nya. Sedangkan dosa dan neraka adalah peringatan Allah SWT kepada hamba-Nya, agar hidup ini selamat di dunia dan akhirat. Karena hikmah dan ibadah adalah rahasia Allah SWT sekaligus hanya Allah yang mengetahuinya. Kita harus hidup ikhlas, dan jangan terlalu mengharapkan sesuatu yang lebih karena semakin besar kita mengharapkan sesuatu maka hanya kekecewaan yang akan kita dapatkan. Yakinlah segala yang terjadi yang sifatnya baik segalanya mutlak datangnya dari Allah. Dan segala kejadian buruk hanyalah datang dari diri kita snediri dan sebaiknya semua kita angkat sebagai bahan renungan dan pelajaran kedepan. Kita juga harus memiliki prinsip bahwa hari esok harus lebih baik dari hari yang kemarin.

Allah menciptakan manusia dan seluruh apa-apa yang ada di dalam bumi untuk bersujud kepada-Nya. Ingatlah bahwa dunia ini hanya bersifat sementara. Manusia bisa memiliki berbagai keinginan dan kehendak akan tetapi Allah yang memegang kendali. Bagaikan nakoda yang mengemudikan kapalnya.

You might also like