You are on page 1of 19

PERSAINGAN USAHA

ANALISIS PUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) NO. 07/KPPU-L/2007 TENTANG KASUS TEMASEK HOLDINGS Pte. Ltd. TERHADAP PELANGGARAN UU NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT (Ditinjau Dari Aspek Pembelaan Diri Temasek Terhadap Tuduhan KPPU)

I. Profile Kasus Temasek Holdings Pte. Ltd. Pada kisaran bulan April Tahun 2007, terjadi sebuah kasus yang cukup memberikan pengaruh pada dunia telekomunikasi di Indonesia khususnya pengguna jasa telepon seluler. Sebuah perusahaan Holding Company berasal dari Singapura yaitu Temasek Holdings Pte. Ltd. yang mengelola dana investasi sebesar US$ 108 Miliar atau sekitar Seribu triliun rupiah diduga melakukan struktur kepemilikan silang atas saham dua perusahaan jasa seluler Indonesia yaitu Telkomsel dan Indosat. Dugaan tersebut telah berlangsung mulai dari tahun 2002 dan baru diangkat ke sidang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tahun 2006. Adapun pihak-pihak yang menjadi terlapor dalam kasus dugaan pelanggaran tersebut adalah : 1. Temasek Holdings Pte. Ltd. 2. Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd. 3. STT Communications Ltd. 4. Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd. 5. Asia Mobile Holdings Pte. Ltd. 6. Indonesia Communications Limited. 7. Indonesia Communications Pte. Ltd. 8. Singapore Telecommunications Ltd. 9. Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd. 10. PT. Telekomunikasi Selular. II. Tuduhan Pelanggaran UU No 5 Tahun 1999 oleh Temasek Holdings Pte Ltd Adapun dugaan pelanggaran yang dituduhkan oleh KPPU adalah sebagai berikut : 1. Temasek Holdings Pte. Ltd. memiliki saham mayoritas pada dua perusahaan yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, sehingga melanggar pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999 yang menentukan bahwa : Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan: a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. 2. PT Telekomunikasi Selular (selanjutnya disebut Telkomsel) mempertahankan tarif seluler

yang tinggi, sehingga melanggar pasal 17 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999 yang menentukan bahwa : 1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila: a. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. 3. Telkomsel menyalahgunakan posisi dominannya untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi sehingga melanggar pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5 Tahun 1999 yang menentukan bahwa : 1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk: a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan. Tuduhan Pertama : Kepemilikan Silang dan Saham Mayoritas Bukti tuduhan terhadap Temasek dimuat dalam point ke 46 pada bagian dugaan pelanggaran dalam Putusan KPPU. Berdasarkan fakta yang diperoleh, Temasek melalui anak perusahaannya memiliki 35% saham dengan hak suara di Telkomsel, hak untuk menominasikan direksi dan komisaris, dan kewenangan untuk menentukan arah kebijakan perusahaan terutamadalam hal persetujuan anggaran melalui Capex Committee dan kemampuan untukmemveto putusan RUPS (negative control) dalam hal perubahan Anggaran Dasar, buy back saham perusahaan, penggabungan, peleburan, pengambilalihan,pembubaran dan likuidasi perusahaan. Hal yang sama terjadi juga pada Indosat, Temasek memiliki sekitar 41,94% saham dengan hak suara di Indosat, hak untuk menominasikan direksi dan komisaris dan kewenangan untuk menentukan arah kebijakan perusahaan Indosat. Pemegang saham lainnya adalah Pemerintah RI sebesar 15% dan publik sebesar 43,06%. Saham publik diperdagangkan di pasar modal Indonesia dan Amerika Serikat yang berubah-ubah terus kepemilikannya dan secara keseluruhan hampir tidak mungkin untuk bertindak secara bersama-sama. Oleh karena itu Temasek merupakan pengendali aktif (positive control) di Indosat; pada akhir kesimpulannya bahwa KPPU menganggap Temasek melalui anak-anak perusahaannya memiliki kendali pada Telkomsel dan Indosat. Dasar tuduhan kepada Temasek telah melakukan kepemilikan silang sehingga melanggar UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah dengan adanya kepemilikan silang yang dituduhkan oleh KPPU atau masalah cross-ownership. Cross-ownership

selain memiliki dampak langsung terhadap perubahan struktur kepemilikan suatu perusahaan juga akan memberikan dampak perubahan struktur industri dimana perusahaan itu berada. Untuk mengukur apakah cross-ownership yang sedang diteliti memberikan dampak buruk terhadap persaingan, otoritas kompetisi lazimnya memperhatikan perubahan tingkat konsentrasi industri sebelum dan sesudah cross-ownership terjadi. Apabila tingkat struktur industri setelah crossownership semakin terkonsentrasi maka hal tersebut memberikan indikasi bahwa crossownership yang dilakukan berdampak buruk terhadap persaingan. Hal tersebut didasarkan bahwa peningkatan tingkat konsentrasi suatu industri dapat menjadi indikasi peningkatan market power pelaku usaha dalam industri tersebut. Peningkatan market power memberikan keleluasaan bagi pelaku usaha untuk menetapkan harga (price maker) Ada tidaknya penggunaan market power yang dimiliki oleh pelaku usaha, dapat diindikasikan dengan: 1. Tingginya harga jual produk; 2. Relatif dengan produk subsitusi; 3. Relatif dengan biaya produksi; 4. Tingginya margin keuntungan pelaku usaha di pasar bersangkutan; Dampak akhir dari cross-ownership yang berdampak buruk terhadap persaingan adalah adanya nilai kerugian konsumen atau disebut consumer loss. Consumer loss muncul sebagai akibat dari tingginya harga jual produk dibandingkan dari yang seharusnya dapat dijangkau lebih murah atau kuantitas output di pasaran yang jumlahnya lebih rendah dari yang seharusnya konsumen dapatkan. Pernyataan utama KPPU menentang terjadinya kepemilikan silang diatas adalah bahwa jika tidak terdapat kepemilikan silang di Indosat dan Telkomsel maka akan menimbulkan kompetisi yang lebih baik. Tuduhan Kedua : Kepemimpinan Harga (Price leadership) oleh Telkomsel Sehingga Menyebabkan Pemasangan Tarif yang Tinggi KPPU berpendapat bahwa kepemilikan silang Temasek terhadap Indosat dan Telkomsel telah berpengaruh negatif terhadap kondisi persaingan di pasar relevan. Sehubungan dengan hal ini, KPPU mengklaim sejumlah hal yang pada pokoknya sebagai berikut: a. Klaim bahwa pasar relevan itu terkonsentrasi tinggi dan terus bertambah dalam beberapa waktu terakhir. b. Variasi dari klaim mengenai kinerja keuangan Telkomsel yang baik. c. Klaim bahwa kinerja Indosat tidak baik sejak akuisis saham oleh ICL/ICPL. d. Klaim yang menyatakan bahwa Telkomsel telah menyebabkan buruknya kinerja Indosat. e. Klaim bahwa pasar dikarakteristikan dengan dilakukannya price leadership oleh Telkomsel. f. Klaim bahwa tarif Telkomsel itu berlebihan. g. Klaim bahwa ketiadaan dugaan kepemilikan silang, maka situasi persaingan didalam pasar akan lebih baik. Selanjutnya KPPU juga menganggap bahwa PT Telkomsel Seluler selaku anak perusahaan Temasek Holdings Pte Ltd telah melakukan praktek oligopoli dimana ada yang disebut dengan Kepemimpinan Harga (Price Leadership). Menurut KPPU, ketika suatu pelaku pasar memiliki posisi yang sangat dominan terhadap pasar secara relatif terhadap kompetitornya, pelaku pasar yang bersangkutan dapat, secara sepihak (unilateraly), menentukan harga pasar tanpa mengindahkan harga yang diberikan oleh kompetitornya. Pada industri yang bersifat oligopoly

yang terdapat pemain dominan (dominant player) didalamnya, maka cross-ownership yang terjadi pada dominant player industri tersebut tidak hanya akan berdampak pada peningkatkan konsentrasi dominant player tersebut saja. Peningkatan konsentrasi tersebut memberikan ruang peningkatan market power. Tingginya market power dominant player relatif terhadap para pesaingnya, memudahkan dominant player menentukan output dan harga tanpa terpengaruh keputusan pesaing. Keputusan dominant player untuk menetapkan tarif tinggi sebagai bentuk penggunaan market power secara optimum akan menjadi pelindung dan insentif bagi pesaing-pesaingnya untuk turut menikmati tarif tinggi. Fenomena tersebut adalah bentuk dari munculnya price leadership. Kehadiran price leadership dalam suatu industri menyebabkan pilihan konsumen untuk menikmati harga yang lebih murah menjadi terhambat. Indikasi terjadinya price leadership adalah adanya pola perubahan tarif antar operator yang relatif seragam, tingginya harga produk, serta tingginya margin keuntungan antar pelaku usaha; Alasan KPPU dalam membrikan anggapan demikian adalah bahwa : a. Telkomsel memiliki : (i) Pangsa pasar yang terbesar dalam pasar terkait sejak 2001; (ii) Jaringan BTS yang paling luas; dan (iii) Pendapatan rata-rata terbesar diantara Indosat, Excelcomindo dan Telkomsel untuk periode 2001-2006. b. Perbandingan harga antara Telkomsel, Indosat dan Excelcomindo dan analisa pola tarif, keduanya memperlihatkan adanya paralel harga (price-parallelism). Khususnya, Indosat dan Excelcomindo mengikuti perubahan harga yang ditetapkan Telkomsel dalam pasar pasca bayar. c. Untuk itu Telkomsel merupakan pemimpin harga dimana Indosat dan Excelcomindo tidak memiliki kemampuan untuk berkompetisi dibidang harga. Secara efektif, terdapat kolusi diamdiam diantara ketiga operator yang efeknya serupa dengan kartel yang mendominasi pasar. Tuduhan Ketiga : Penyalahgunaan Posisi Dominan. Bila dikaitkan dengan industri seluler Indonesia, Telkomsel merupakan first mover dalam industri ini, karena merupakan pemain yang paling lama, memiliki posisi dominan, dan pembangunan infrastruktur yang paling luas. Hal ini diperjelas dengan data perbandingan jumlah BTS seluler, dimana Telkomsel memiliki BTS yang paling tinggi, jauh diatas pesaingnya. Adanya jangka waktu lama upaya new entrant tersebut akan membuat first mover memiliki posisi dominan dengan market power yang mudah digunakan untuk mengakumulasi monopolis profit. Telkomsel juga dianggap memperlambat pembangunan BTS milik Indosat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cross-ownership yang terjadi pada industri jasa seluler semakin menjauhkan industri tersebut sehat dan kompetitif karena melemahkan persaingan Indosat sebagai closest rival terhadap Telkomsel sebagai dominan player. III. Putusan KPPU Dari beberapa asumsi diatas, selanjutnya KPPU berdasarkan Putusan Perkara Nomor 07/KPPUL/2007 mengeluarkan putusan sebagai berikut : Menyatakan bahwa Temasek Holdings, Pte. Ltd. bersama-sama dengan Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia

Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999; Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999; Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular tidak terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5 Tahun 1999; Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk menghentikan tindakan kepemilikan saham di PT. Telekomunikasi Selular dan PT.Indosat, Tbk. dengan cara melepas seluruh kepemilikan sahamnya di salah satu perusahaan yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap; Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk memutuskan perusahaan yang akan dilepas kepemilikan sahamnya serta melepaskan hak suara dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris pada salah satu perusahaan yang akan dilepas yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. sampai dengan dilepasnya saham secara keseluruhan sebagaimana diperintahkan pada diktum no. 4 di atas; Pelepasan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada diktum no.4 di atas dilakukan dengan syarat sebagai berikut: a. untuk masing-masing pembeli dibatasi maksimal 5% dari total saham yang dilepas; b. pembeli tidak boleh terasosiasi dengan Temasek Holdings, Pte. Ltd. maupun pembeli lain dalam bentuk apa pun; Menghukum Temasek Holdings, Pte. Ltd., Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, bAsia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd masing-masing membayar denda sebesar Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha) Memerintahkan PT. Telekomunikasi Selular untuk menghentikan praktek pengenaan tarif tinggi dan menurunkan tarif layanan selular sekurangkurangnya sebesar 15% (lima belas persen) dari tarif yang berlaku pada tanggal dibacakannya putusan ini; Menghukum PT. Telekomunikasi Selular membayar denda sebesar Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);

IV. Pembelaan Teamasek Holdings Pte. Ltd. Pembelaan Pertama : Temasek Tidak Memiliki Saham Mayoritas Arah dari tuduhan pertama adalah bahwa Temasek memiliki saham mayoritas dalam dua penyedia jasa telekomunikasi di Indonesia melalui anak-anak perusahaannya adalah tidak benar. KPPU Mencampuradukkan istilah Pemegang Saham Minoritas Dan Mayoritas. Pengertian yang sebenarnya dari saham mayoritas adalah kepemilikan lebih dari 50% saham dalam suatu perusahaan. Secara umum, kata-kata mayoritas dan minoritas adalah eksklusif. Hanya satu orang yang dapat memegang kepemilikan saham mayoritas. Dalam Undang-undang 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Undang-Undang BUMN) dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal, keduanya mendefinisikan istilah pemegang saham mayoritas dan keduanya menjadi panduan terbaik dalam menentukan definisi dari istilah tersebut dalam konteks tersebut. Penjelasan dari Pasal 15 ayat (2) dari Undang-undang Nomor 8Tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pemegang saham mayoritas adalah: mayoritas saham adalah pemegang saham yang memiliki lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal yang ditempatkan dan disetor perusahaan. Pasal 1 butir 1 dari Undang-Undang BUMN menyebutkan sebagai berikut: 1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.. Meskipun seseorang melekatkan definisi pemegang saham mayoritas pada hak suara dan bukan pada jumlah saham, harus dicatat bahwa STT (anak perusahaan Temasek) tetap tidak memegang mayoritas baik atas hak suara maupun jumlah saham di Indosat. Jadi definisi apapun yang digunakan, STT tetap di bawah jumlah 50%. STT hanyalah pemegang saham tidak langsung dan tidak memiliki hak suara apapun dalam Indosat. Terdapat fakta yang diabaikan bahwa kata-kata yang digunakan dalam Pasal 27 tidak melarang seorang pemegang saham untuk belakukan tingkat penguasaan yang dimilikinya. Pasal menyebutkan kepemilikan mayoritas. Bahkan pada saat pembuat undang-undang hendak merujuk pada hal pengendalian, pembuat undang-undang telah melakukannya dengan bahasa yang lugas, sebagai contoh dalam Pasal 17 dan 18 dari UU Anti Monopoli. Dalam sudut pandang Telkomsel, Singtel Mobile hanyalah pemegang saham minoritas yang berhak menunjuk 2 dari 6 anggota Dewan Komisaris Telkomsel, sisanya ditunjuk oleh Telkom. Walaupun saat ini hanya terdapat 5 Komisaris, Telkom tetap berhak untuk menunjuk Komisaris ke-6. Serupa dengan hal tersebut, Singtel Mobile hanya berhak menunjuk 2 dari 5 anggota Dewan Direksi Telkomsel. Lagi-lagi, Telkom merupakan pihak yang berhak menunjuk sisanya. Seluruh keputusan-keputusan dewan pengurus Telkomsel harus dibuat dengan persetujuan mayoritas suara, tidak mungkin Temasek, baik sendiri maupun melalui anak-anak perusahaannya (Terlapor 2 s/d 9), melakukan kendali/kontrol terhadap Telkomsel. Pembelaan Kedua : Kepemimpinan Harga dalam menerapkan tarif tinggi Baik Temasek atau SingTel atau ST Mobile tidak mengawasi atau mempengaruhi kebijakan-

kebijakan dan keputusan-keputusan Telkomsel atas pengadaan atau tarif. Baik Temasek atau SingTel atau ST Mobile tidak memainkan peranan dalam proses pengadaan Telkomsel. Pengadaan diurus oleh Departemen Perencanaan dan pengembangan, yang dikepalai oleh anggota yang dicalonkan Telkom. Temasek memahami bahwa KPPU telah menyimpulkan dalam laporannya bahwa Telkomsel tidak terikat dalam pengadaan patungan dengan suatu perusahaan yang merupakan afiliasi dengan SingTel tetapi membagi informasi dengan perusahaan-perusahaan tersebut. KPPU tidak menuduh bahwa pembagian informasi yang terjadi tidak sah atau tidak tepat dengan cara apa pun. Dalam suatu hal, dan karena pertanyaan-pertanyaan tentang pengadaan dan pengadaaan patungan mengambil waktu terlampau banyak selama Pemeriksaan atas SingTeln pada tanggal 23 Juli 2007, NERA telah menyampaikan masalah pengadaan patungan tersebut dan menyimpulkan bahwa pengadaan patungan tersebut dilakukan untuk memperoleh diskon atas dasar volume secara bersaing dengan ketentuan masukan-masukan dalam proses produksi tidak anti kompetitif. Sebaliknya, diskon atas dasar volume merupakan aspek yang biasa dan sehat atas proses bersaing yang juga memajukan kesejahteraan pelanggan. Baik Temasek maupun SingTel atau ST Mobile tidak mempengaruhi atas keputusankeputusan Telkomsel atas tafif. Selanjutnya baik Temasek ataupun SingTel atau ST Mobile tidak berada dalam suatu posisi dan tidak satu pun dari mereka sebenarnya mempengaruhi kebijakan atau keputusan Telkomsel tentang tarif. Kami memahami bahwa KPPU menerima bahwa tarif telekomunikasi seluler sepenuhnya dilimpahkan kepada para operator berdasarkan pokok formula dan struktur tarif yang ditetapkan pemerintah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 28 Undang-Undang No.36 tahun 1999.. Menurut Pasal 28 Undang-Undang No.36/1999 mengenai tarif untuk jaringan kerja telekomunikasi dan jasa telekomunikasi harus ditentukan oleh jaringan kerja (Undang-Undang Telekomunikasi) dan para operator jasa dengan mengacu pada formula yang ditentukan Pemerintah. Pemerintah mengatur industri telekomunikasi melalui Departemen Perhubungan (MOC) dan selanjutnya Departemen Perhubungan dan Informatika (MOCI). KPPU juga menerima bahwa para operator telekomunikasi seluler saat ini memenuhi peraturan-peraturan dalam menentukan tarif yang menetapkan harga plafon yang berlaku di Indonesia. Keduanya adalah bagian dari pengaturan sebelum Undang-Undang No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi 70 mulai berlaku. Dalam batasan formula sempit yang diharuskan untuk tarif yang ditetapkan Pemerintah, tarif ditentukan oleh Dewan Direksi di mana baik Temasek, ataupun SingTel atau ST Mobile tidak mempunyai suara terbanyak. Ini dikonfirmasikan oleh perwakilan ST Mobile, Tuan Sean Slattery, selama Pemeriksaan atas ST Mobile pada tanggal 23 Juli 2007 dan juga perwakilan Telkomsel selama Pemeriksaan Telkomsel pada tanggal 13 Juli 2007 sebagaimana tercantum di bawah ini. Pemeriksaan ST Mobile. KPPU: Ada kecenderungan ketika mengkaji secar ekonomis tarif Telkomsel menjadi Leader dalam industri. Telkomsel memasang tarif tinggi, apakah ini diketahui SingTel Mobile? Jawaban: Tarif ditentukan Direksi Telkomsel, SingTel Mobile tidak terlibat. Tidak seorang pun dari SingTel telah memberikan saran atau usulan kepada siapapun di Telkomsel, termasuk pihak yang ditunjuk ST Mobile dalam Dewan Komisaris atau Dewan Direksi Telkomsel, yang berkaitan dengan tarif atau penetapan harga (pricing). Selanjutnya, mayoritas Dewan Direksi pada Telkomsel diangkat oleh mayoritas pemegang saham, yakni PT Telkom. Oleh karena itu, jika ada pihak memiliki kedudukan untuk mempengaruhi secara

material terhadap tarif Telkomsel, maka pihak tersebut adalah PT Telkom dan bukan Temasek, SingTel atau ST Mobile. Tidak ada saran yang mengusulkan bahwa Temasek, SingTel atau ST Mobile kenyataannya memiliki pengaruh material terhadap kebijakan Telkomsel tentang tarif. Pembelaan Ketiga Tidak ada Bukti Pelanggaran Terhadap Posisi Dominan Seorang ahli dimintai pendapat sebagai saksi ahli yaitu Profesor Hikmahanto yang menyatakan bahwa STT (pemilik saham Telkomsel) semata-mata berada dalam posisi dominan sebagai hasil dari kepemilikan silang mayoritas dari beberapa perusahaan tidak serta merta merupakan pelanggaran terhadap UU Anti Monopoli. Hanyalah penyalahgunaan posisi tersebut yang menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap UU Anti Monopoli. Pandangan Profesor Hikmahanto adalah bahwa Pasal 27 huruf a dari UU Anti Monopoli harus dibaca berdasarkan Rule of Reason Pasal 27 huruf a dari UU Anti Monopoli merupakan Bagian Posisi Dominan dan dalam hal ini; Pasal 27 huruf a dari UU Anti Monopoli tersebut harus dibaca secara bersama-sama dengan penyalahgunaan spesifik dari Posisi Dominan yang dilarang oleh Pasal 25 dari UU Anti Monopoli. Pembacaan secara luas dari Pasal 27 huruf a dari UU Anti Monopoli, bahwa keberadaan suatu Posisi Dominan semata-mata adalah melawan hukum akan membuat kerancuan pada Pasal 25 dari UU Anti Monopoli karena Pasal 25 dari UU Anti Monopoli hanya diterapkan jika Posisi Dominan disalahgunakan. KPPU oleh karena itu harus membuktikan tuduhan - tuduhan nya bahwa STT telah nyata-nyata mempergunakan kepemilikannya untuk mengurangi tingkat persaingan di pasar. Kepemilikan mayoritas saja bukanlah pelanggaran terhadap undang-undang. KPPU harus membuktikan adanya penyalahgunaan dari posisi dominan. KPPU harus juga membuktikan hubungan sebab akibat antara kepemilikan saham STT dan tuduhan pengurangan persaingan. Hanyalah penyalahgunaan posisi yang merupakan pelanggaran. Dinyatakan bahwa KPPU belum dapat melakukan pembuktian dalam hal ini. Menurut Telkomsel bahwa Telkomsel tidak terbukti menyalahgunakan posisi dominan untuk penguasaan pasar dan pengembangan teknologi disebabkan karena : 1. Dari Aspek legal, tidak ada bukti secara legal Telkomsel menyalahgunakan posisi dominan untuk penguasaan pasar. 2. Dari aspek praktek usaha, Telkomsel selalu mengikuti regulasi yang berlaku di Indonesia, mulai dari proses penetapan tarif, penyampaian report ke regulator, komitment terhadap pengembangan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia sebagai persyaratan terhadap license yang didapat oleh Telkomsel. 3. Dapat disimpulkan berkembangnya bisnis usaha telkomsel murni disebabkan karena Telkomsel melakukan praktek usaha yang sehat dan kinerja yang optimal sejalan dengan misi Telkomsel untuk mewujudkan service leadership company (dalam hal coverage, quality, capacity dan layanan) Interpretasi sistematis KPPU mengenai Pasal 27 sebenarnya membuat rancu konsep mengenai mayoritas untuk dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam sebuah perusahaan. Sebagai contoh, dalam interpretasi Sistematis, KPPU mengatakan bahwa kepemilikan saham sebesar 25% dapat merupakan sebuah kepemilikan saham mayoritas karena dapat memveto keputusan tertentu. Ini jelas salah. Hanya karena satu pihak memiliki kemampuan untuk menghalangi pengambilan keputusan tertentu dalam suatu perusahaan tidak berarti bahwa pihak tersebut merupakan pemegang saham mayoritas dalam perusahaan tersebut.Melalui rezim one share one vote, keputusan dalam RUPS pada umumnya dapat dicapai melalui simple majority,

yaitu vote diatas 50%. Dengan demikian kendali atas perusahaan tersebut diperoleh jika pelaku usaha memiliki saham diatas 50%.

NALISIS PUTUSAN KPPU PERKARA NOMOR: 07/KPPU-L/2007

ANALISIS PUTUSAN KPPU PERKARA NOMOR: 07/KPPU-L/2007*


(KASUS KEPEMILIKAN SILANG SAHAM PT. INDOSAT, Tbk DAN PT. TELEKOMSEL OLEH TEMASEK HOLDING COMPANY) By: Khotibul Umam, S.H. A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang sangat potensial untuk dikembangkan oleh para pelaku bisnis karena potensi alam yang melimpah dan letak geografis yang strategis. Berdasarkan kondisi tersebut tidak heran jika banyak bangsa lain yang berkeinginan menjadi penguasa di Indonesia, sejak zaman penjajahan hingga era kemerdekaan ini. VOC merupakan contoh klasik terjadinya praktik monopoli yang dampaknya merugikan rakyat kebanyakan. Kebijakan pemerintah orde baru di bidang ekonomi telah berhasil menumbuhkan korporasi raksasa dan konglomerasi yang menguasai dan memonopoli perekonomian Indonesia. Dunia perekonomian dimonopoli oleh beberapa gelintir pengusaha yang mempunyai ikatan romantis dengan penguasa.[1] Namun di sisi lain tidak ada instrumen hukum yang secara tegas dapat diterapkan untuk menindak pelaku praktik monopoli dimaksud. Pengaturan tentang anti monopoli masih tersebar di beberapa peraturan perundang-undangan dan bersifat sektoral. Akibatnya penegakan hukum di bidang ini menjadi sangat tidak efektif. Beberapa alasan mengapa pemerintah pada era itu enggan memberikan pengaturan tentang larangan praktik monopoli, antara lain yaitu:[2] 1. Pemerintah menganut konsep bahwa perusahaan-perusahaan besar perlu ditumbuhkan agar dapat menjadi lokomotif pembangunan, sehingga diperlukan adanya perlakuan khusus walaupun dampaknya akan menghalangi masuknya perusahaan lain dalam bidang usaha tersebut.

2. Pemberian fasilitas monopoli perlu ditempuh karena perusahaan yang bersangkutan telah bersedia menjadi pionir di sektor tertentu. Tanpa adanya fasilitas monopoli dan proteksi, pemerintah sulit memperoleh kesediaan investor untuk menanamkan modalnya di sektor tersebut. 3. Untuk menjaga berlangsungnya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dari rezim yang sedang berkuasa. Melihat kondisi dimaksud, tidak heran jika sudah sejak lama masyarakat Indonesia, khususnya para pelaku bisnis menginginkan undang-undang yang secara komprehensif mengatur persaingan sehat. Keinginan itu didorong oleh munculnya praktik-praktik perdagangan yang tidak sehat dimaksud, terutama karena penguasa sering memberikan perlindungan berupa previlege atau perlakuan khusus kepada pelaku bisnis tertentu. Terjadinya krisis ekonomi menyadarkan dan mendorong bagi diundangkannya undang-undang yang secara khusus mengatur larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Hal ini sejalan dengan prinsip demokrasi ekonomi yang menghendaki adanya kesempatan sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar. Untuk itu, maka pada tanggal 5 Maret 1999 diundangkanlah sebuah undang-undang yang mengatur persoalan antimonopoli, yaitu UU No. 5 Tahun 1999 (LN 1999-33) tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adapun tujuan diundangkannya UU No. 5 Tahun 1999 yaitu:[3] a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil; c. mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Sebagai lembaga yang akan mengawasi pelaksanaan undang-undang ini sekaligus melakukan penegakan hukum (law enforcment), maka berdasarkan perintah Pasal 30 ayat (1) dibentuklah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU saat ini telah berhasil menangani perkara-perkara praktik monopoli dan persaingan tidak sehat, antara lain yang cukup terkenal adalah kasus Temasek Holding Ltd, sebuah perusahaan Singapura yang secara bersama-sama menguasai PT. Telkomsel dan PT. Indosat, Tbk. Dalam putusannya KPPU antara lain menyatakan bahwa Temasek terbukti melanggar Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 27 (a) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pasal 17 ayat (1) berisi ketentuan yang melarang penguasaan atas produksi dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat, sedangkan Pasal 27 (a) melarang pelaku usaha memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama.[4] Konsekuensi dari pelanggaran tersebut, KPPU menjatuhkan denda Rp. 25 Miliar dan memerintahkan perusahaan tersebut melepaskan kepemilikan sahamnya, melepaskan hak suara, hak mengangkat direksi dan komisaris pada salah satu perusahan pilihan yang akan dilepas, yaitu pilihan antara PT. Telkomsel atau PT. Indosat Tbk. Adanya putusan KPPU dimaksud menimbulkan pro dan kontra di kalangan pebisnis dan praktisi hukum. Mereka yang setuju memiliki argumentasi normatif bahwa Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 27 (a) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah larangan yang bersifat per se rule, yaitu larangan yang secara tegas dibuat dalam rangka memberikan kepastian hukum (legal certainty) bagi para pelaku usaha. Sementara pihak yang kontra terhadap putusan KPPU menyatakan bahwa Indonesia bukan lagi negara yang investor friendly, karena niat pemerintah mengundang investor asing masuk Indonesia secara lebih luas melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menjadi terganjal.[5] Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, Penulis tertarik untuk melakukan analisis Putusan KPPU dalam Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007, yakni Kasus Temasek Holdings berupa kepemilikan silang saham (cross ownership) PT. Indosat Tbk. dan PT. Telkomsel yang menurut KPPU telah menyebabkan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat di bidang telekomunikasi. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pada latar belakang di atas, permasalahan teridentifikasi dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana putusan KPPU mengenai kepemilikan silang saham PT. Indosat Tbk dan PT. Telkomsel oleh Temasek Holdings ditinjau dari UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat? 2. Bagaimana upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Temasek Holdings terkait dengan Putusan dimaksud? C. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1. Putusan KPPU Mengenai Kepemilikan Silang Saham PT. Indosat Tbk dan PT. Telkomsel oleh Temasek Holdings ditinjau dari UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pada hari Senin, tanggal 19 Desember 2007 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menjatuhkan sanksi kepada BUMN Singapura Temasek Holding Company, sebagai sebuah perusahaan yang melakukan investasi di bidang telekomunikasi (telepon seluler).

Dalam putusannya KPPU dimaksud menyatakan, bahwa Pertama, Temasek Holding, Pte.Ltd., bersama-sama Singapore Technologies Telemedia Pte.Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holdings Company Pte. Ltd., Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communications Ltd., Indonesia Communications Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Pte. Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan praktik monopoli selama menguasai saham PT. Indosat Tbk. dan PT. Telkomsel. KPPU berhasil membuktikan, bahwa Temasek Holding telah melanggar larangan kepemilikan silang (cross ownership) yang diatur dalam Pasal 27 huruf (a) UU No. 5 Tahun 1999. Kedua menyatakan PT. Telkomsel telah melakukan monopoli pasar seperti yang diatur dalam Pasal 17 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999. Pasal 17 ayat (1) menyatakan bahwa: Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Ketiga, bahwa PT. Telkomsel tidak terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No. 5 Tahun 1999, yakni tentang posisi dominan. Keempat, memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore Technologies Telemedia Pte.Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holdings Company Pte. Ltd., Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communications Ltd., Indonesia Communications Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Pte. Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk menghentikan tindakan kepemilikan saham di PT. Telkomsel dan PT. Indosat Tbk, dengan cara melepas seluruh kepemilikan sahamnya dari salah satu perusahaan yaitu PT. Telkomsel atau PT. Indosat, Tbk. dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum hukum tetap. Kelima, memerintahkan kepada Temasek Holdings bersama-sama Singapore Technologies Telemedia Pte.Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holdings Company Pte. Ltd., Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communications Ltd., Indonesia Communications Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Pte. Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk memutuskan perusahaan yang akan dilepas kepemilikan sahamnya serta melepaskan hak suara dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris pada salah satu perusahaan yang akan dilepas yaitu PT. Telkomsel atau PT. Indosat, Tbk. sampai dengan dilepasnya saham secara keseluruhan sebagaimana diperintahkan pada diktum keputusan keempat. Keenam, pelepasan kepemilikan saham dilakukan dengan syarat: (a) untuk masing-masing pembeli dibatasi maksimal 5 % dari total saham yang dilepas; dan (b) pembeli tidak boleh terasosiasi dengan Temasek Holdings maupun pembeli lain dalam bentuk apapun. Ketujuh, menghukum Temasek Holdings, Singapore Technologies Telemedia Pte.Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holdings Company Pte. Ltd., Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communications Ltd., Indonesia Communications Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Pte. Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd masing-masing membayar denda sebesar Rp. 25 miliar rupiah yang harus disetor ke Kas Negara.

Kedelapan, memerintahkan PT. Telkomsel untuk menghentikan praktik pengenaan tarif tinggi dan menurunkan tarif layanan selular sekurang-kurangnya sebesar 15 % (lima belas persen) dari tarif yang berlaku pada tanggal dibacakannya putusan ini. Kesembilan, menghukum PT. Telkomsel membayar denda sebesar Rp. 25 miliar yang harus disetor ke Kas Negara. Dengan demikian berdasarkan pada salah diktum putusan KPPU dimaksud, dinyatakan bahwa Temasek Holdings telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 27 huruf (a) UU No. 5 Tahun 1999. Pasal dimaksud menentukan adanya larangan bagi pelaku usaha untuk memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar yang bersangkutan, ataupun mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan yang sama, apabila:[6] (a) kepemilikan itu mengakibatkan terjadinya dominasi pasar, yaitu penguasaan lebih dari 50 % (untuk satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa, atau (b) penguasaan lebih dari 75 % pangsa pasar untuk dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha. 2. Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan oleh Temasek Holdings Menyikapi putusan KPPU tersebut di atas, Temasek Holdings membantah bahwa dirinya telah melanggar Undang-Undang (UU) anti-monopoli Indonesia, sehingga akan memperkarakan putusan yang dibuat oleh KPPU. [7] Menurut UU No. 5 Tahun 1999, Temasek Holdings memiliki hak untuk mengajukan keberatan atas putusan KPPU dimakud ke Pengadilan Neger Jakarta dalam waktu 14 hari sejak penerimaan pemberitahuan petikan putusan. Apabila keberatan tidak diajukan dalam tenggang waktu 14 hari setelah menerima pemberitahuan petikan putusan KPPU tersebut, maka pihak Temasek Holdings dianggap menerima putusan tersebut dan putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van rechtgewijksde).[8] Ada beberapa alasan atau pertimbangan yang diprediksi akan digunakan oleh Temasek Holdings dalam pengajuan keberatan ke Pengadilan Negeri (Jakarta). Pertama, Temasek Holdings akan menyatakan bahwa dirinya tidak pernah melakukan praktik monopoli berupa kepemilikan silang. Anak perusahaan Temasek Holdings yaitu STT dan Sing Tel secara langsung bukan merupakan pemegang saham mayoritas, baik itu di PT. Indosat Tbk maupun PT. Telkomsel, sehingga tidak mempunyai peran signifikan dalam pengambilan keputusan dan kegiatan operasionalnya. Kedua, Temasek Holdings tidak terbukti melakukan/terlibat dalam kepemimpinan ataupun penentuan tarif telepon seluler dan Temasek Holdings tidak pernah mengontrol PT. Telkomsel dalam penentuan tarif, karena pemegang saham mayoritas masih berada pada PT. Telkom Tbk, yakni sebesar 65 %. Ketiga, berdasarkan perhitungan dari Michael Kende (Analis Consulting Limited di Washington), tarif seluler di Indonesia masih jauh lebih rendah dari negara lain di kawasan Asia Tenggara. Keempat, pasar industri telepon seluler di Indonesia masih sangat kompetitif dan tidak terdapat permainan tarif, konsumen pun tidak merasa dirugikan. Pemerintah Indonesia dalam penentuan tarif telepon seluler juga berperan, karena memiliki saham di PT. Telkomsel dan PT. Indosat, Tbk. Kelima, tidak ada dalil yang menunjukkan adanya pelambatan dalam pembangunan jaringan

BTS, sehingga Temasek Holdings tetap akan mempertahankan PT. Indosat dan tidak akan menjualnya. Keenam, pada saat divestasi PT. Indosat Tbk. tahun 2002, Pemerintah Indonesia sudah mengkonsultasikannya dengan KPPU dan KPPU sendiri tidak keberatan atas proses divestasi PT. Indosat Tbk. Ketujuh, putusan KPPU dinilai Temasek Holdings sebagai putusan yang tidak adil dan bahkan dapat merusak kepastian hukum yang diberikan melalui transaksi divestasi secara terbuka. Kedelapan, putusan KPPU kurang berdasar, karena PT. Telkomsel dan PT. Indosat Tbk. telah menguasai pasar secara signifikan sebelum terjadinya kepemilikan silang Temasek Holdings melalui dua anak perusahaannya (STT dan Sing Tel).[9] Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang berkaitan dengan Kelompok Usaha Temasek dan Praktek Monopoli Telkomsel (Perkara No. 07/KPPU-L/2007) telah diajukan keberatannya oleh 9 (sembilan) terlapor sebagaimana dimaksud di atas. Keberatan ini terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan tercatat dalam satu register yang sama dengan No.: 02/KPPU/2007/PN.JKT.PST. Relaas panggilan sidang tertanggal 7 Januari 2008 menyebutkan bahwa sidang untuk perkara tersebut dijadwalkan pada hari Senin, tanggal 14 Januari 2008 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.[10] Di samping itu masih terdapat 1 (satu) terlapor, yaitu PT. Telkomsel yang mengajukan keberatannnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang relaas panggilan sidangnya baru diterima pada hari Senin, tanggal 14 Januari 2008. Sementara itu jadwal sidang direncanakan tanggal 7 April 2008.[11] Sesuai dengan PERMA No. 3 Tahun 2005, apabila terdapat pengajuan keberatan atas putusan KPPU yang sama namun diajukan di pengadilan negeri yang berbeda, maka KPPU dapat mengajukan permohonan penggabungan perkara kepada Ketua Mahkamah Agung. Hal ini telah diajukan melalui surat No. 11/K/I/2008 tanggal 9 Januari 2008 yang ditujukan kepada Mahkamah Agung, yang ditembuskan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Masih menurut ketentuan PERMA No. 3 Tahun 2005, maka pengadilan negeri-pengadilan negeri yang menerima tembusan surat permohonan KPPU tersebut harus menghentikan pemeriksaan dan menunggu penetapan Ketua MA mengenai hal ini.[12] Mahkamah Agung dalam waktu 14 hari akan menetapkan pengadilan negeri mana yang akan memeriksa dan memutus keberatan-keberatan yang diajukan terhadap Putusan KPPU. Pengadilan Negeri yang tidak ditunjuk oleh Mahkamah Agung dalam waktu 7 hari setelah menerima penetapan Mahkamah Agung tersebut harus mengirimkan berkas perkara serta sisa biaya perkara ke Pengadilan Negeri lain yang ditunjuk. D. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan pada analisis dan pembahasan di atas, maka Penulis dapat menyimpulkan antara lain sebagai berikut:

1) Berdasarkan analisis terhadap putusan KPPU, Temasek Holdings telah tebukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketetuan Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 27 (a) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sehingga mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan tidak sehat di bidang telekomunikasi seluler. 2) Terhadap keputusan KPPU dimaksud berdasarkan Pasal 44 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999, pelaku usaha (Temasek Holdings) dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut. 2. Saran Pengadilan Negeri hendaknya dapat menjatuhkan putusannya secara obyektif, profesional serta tetap berlandaskan pada koridor hukum persaingan usaha di Indonesia. Hal ini ditujukan agar investor asing yang sudah masuk atau yang akan masuk ke Indonesia tidak khawatir dalam menanamkan modalnya karena bagi mereka ada jaminan dapat memperoleh keadilan dan kepastian hukum di bidang persaingan usaha.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007, Temasek Bantah Langgar UU Anti-Monopoli di Indonesia, Artikel Antara 20 September 2007, http://www.antara.co.id/arc/2007/11/20/temasek-bantah-langgar-uu-anti-monopoli-di-indonesia/, tanggal akses 3 Februari 2008. Ibrahim, Johnny, 2007, Pelajaran Dari Kasus Temasek http://www.surya.co.id/web, tanggal akses 23 April 2008. Holdings, Artikel pada Surya Online,

Kagramanto, L. Budi, 2008, Kepemilikan Silang Saham PT. Indosat dan PT Telkomsel oleh Temasek Holding Company, Artikel pada Mimbar Hukum FH UGM Volume 20, Nomor 1, Februari 2008. Raharjo, Agus, 2001, Praktik Monopoli dan Tanggung Jawab Sosial Korporasi, Dimuat di Jurnal Kosmik Hukum Univ. Muhammadiyah Purwokerto Vol. 1 No. 2/ 2001, hal. 41-46, http://www.unsoed.ac.id/newcmsfak/UserFiles/File/HUKUM/praktek-monopoli.htm, tanggal akses 27 April 2008. Usman, Rachmadi, 2004, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, 1999, Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Lampiran: Diktum Putusan KPPU

1. Menyatakan bahwa Temasek Holdings, Pte. Ltd. bersama-sama dengan Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999; 2. Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999; 3. Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular tidak terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5 Tahun 1999; 4. Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk menghentikan tindakan kepemilikan saham di PT. Telekomunikasi Selular dan PT.Indosat, Tbk. dengan cara melepas seluruh kepemilikan sahamnya di salah satu perusahaan yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap; 5. Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk memutuskan perusahaan yang akan dilepas kepemilikan sahamnya serta melepaskan hak suara dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris pada salah satu perusahaan yang akan dilepas yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. sampai dengan dilepasnya saham secara keseluruhan sebagaimana diperintahkan pada diktum no. 4 di atas; 6. Pelepasan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada diktum no.4 di atas dilakukan dengan syarat sebagai berikut: a. untuk masing-masing pembeli dibatasi maksimal 5% dari total saham yang dilepas; b. pembeli tidak boleh terasosiasi dengan Temasek Holdings, Pte. Ltd. maupun pembeli lain dalam bentuk apa pun; 7. Menghukum Temasek Holdings, Pte. Ltd., Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd masing-masing membayar denda sebesar Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); 8. Memerintahkan PT. Telekomunikasi Selular untuk menghentikan praktek pengenaan tarif tinggi dan menurunkan tarif layanan selular sekurangkurangnya sebesar 15% (lima belas persen) dari tarif yang berlaku pada tangga ldibacakannya putusan ini; 9. Menghukum PT. Telekomunikasi Selular membayar denda sebesar Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).

[1] Agus Raharjo, 2001, Praktik Monopoli dan Tanggung Jawab Sosial Korporasi, Dimuat di Jurnal Kosmik Hukum Univ. Muhammadiyah Purwokerto Vol. 1 No. 2 Tahun 2001, hal. 41-46, http://www.unsoed.ac.id/newcmsfak/UserFiles/File/HUKUM/praktek-monopoli.htm, tanggal akses 27 April 2008.

Eksaminasi terhadap putusan KPPU No. 07/KPPU-L/2007 tentang dugaan Pelanggaran UU Anti Monopoli terkait kepemilikan silang oleh kelompok usaha Temasek Holdings, Pte. Ltd, dan praktek monopoli PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) akhirnya datang juga. Delapan akademisi yang tergabung dalam majelis eksaminasi itu antara lain Ningrum Natasha Sirait (Universitas Sumatera Utara), Shidarta (Universitas Tarumanagara), Didie Sunardi (Universitas Pancasila), Fredi Harris (Universitas Indonesia), Gunawan Widjaya (Universitas Pelita Harapan), Arief Hidayat, Lapan Tukan Leonardo dan Budi Santoso (masing-masing dari Universitas Diponegoro). Selain akademisi pihak lain yang melakukan eksaminasi adalah Udin Silalahi dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Dwi Mardianto dari Indonesia Developments Monitoring (IDM). Dalam kesimpulannya majelis eksaminasi menyatakan keputusan KPPU tersebut mengandung cacat formil. Alasannya, pemeriksaan yang dilakukan, mulai dari pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan lanjutan hingga pembacaan putusan, telah melanggar ketentuan dalam UndangUndang No. 5/1999 tentang Larang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli) soal jangka waktu pemeriksaan. Majelis mencontohkan, setelah 163 hari laporan tersebut masuk, ternyata KPPU belum membuat keputusan apapun terhadap laporan yang dilayangkan oleh FSP BUMN Bersatu pada 18 Oktober 2006. Padahal Pasal 39 Ayat (1) UU Anti Monopoli jelas mengatur KPPU wajib menetapkan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan dalam 30 hari setelah menerima laporan. Artinya, kata majelis, paling lambat pada 17 November 2006 KPPU sudah harus menetapkan perlu pemeriksaan lanjutan atau tidak. Namun, hingga akhir Maret 2007, penetapan itu tak kunjung keluar. Majelis eksaminasi juga menyatakan KPPU salah menjatuhkan putusan dalam perkara itu karena telah melampaui kewenangannya. KPPU juga dianggap secara terang dan jelas melawan ketentuan dalam UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (dahulu UU No. 1/1995), UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal, dan UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi. Jika KPPU menyatakan terjadi pelanggaran kepemilikan silang oleh Temasek, majelis ekseminasi justru berpendapat sebaliknya. Secara sederhana, majelis eksiminasi berpendat pemegang saham Indosat adalah Indonesia Communication Limited (ICL) dan Indonesia

Communication Pte (IC), yakni 41%, sisanya pemerintah Indonesia dan publik. Dengan demikian, kalaupun ICL dan IC bersama-sama memiliki saham Indosat, keduanya bukanlah pemegang saham mayoritas. Disamping itu, ICL maupun IC bukan pemegang saham dari Telkomsel, sehingga tuduhan mengenai kepemilikan silang oleh ICL maupun IC tidaklah terbukti. Sebab, pengertian kepemilikan saham mayoritas adalah pihak yang memiliki saham lebih dari 50%. Saham Telkomsel yang dimiliki oleh Singapore Telecom Mobile Pte Ltd (STM) sebesar 35%, dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) sebesar 65%. Karena itu, STM bukan pemegang saham mayoritas di Telkomsel maupun Indosat. Maka dari itu, kata majelis, unsur mayoritas dan unsur kepemilikan silang tidak terpenuhi. Sementara mengenai unsur pelaku usaha, majelis berpendapat, Temasek tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan Telkomsel dan PT Indosat Tbk. Majelis menilai kemampuan itu hanya dimiliki oleh pemerintah. Disamping itu STT adalah badan hukum yang didirikan di Singapura dan tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Sehingga, unsur pelaku usaha sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 huruf 5 UU Anti Monopoli tidak terpenuhi. Karena kekeliruan tersebut, majelis eksaminasi menilai putusan KPPU cacat hukum baik secara formil maupun materil, sehingga patut untuk dinyatakan batal demi hukum atau setidak-tidaknya dapat dibatalkan. Direktur Indonesia Development Monitoring (IDM), Dwi Mardianto mengatakan eksaminasi bertujuan untuk menguji semua pertimbangan dan putusan yang dibuat KPPU dalam perkara Temasek. Apakah putusan itu sudah sesuai dengan UU Anti Monopoli atau tidak. Ternyata, majelis eksaminasi berkesimpulan putusan itu bertentangan dengan UU tersebut, papar Dwi di sela-sela paparan publik mengenai hasil eksaminasi di Jakarta, Jumat (14/12). Eksaminasi ini, lanjut Dwi, juga bisa menjadi bahan bagi komisioner KPPU, hakim Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung, yang memeriksa perkara persaingan agar tidak membuat keputusan yang merugikan masyarakat luas. Sementara itu ketua majelis KPPU yang memutus perkara Temasek, Syamsul Maarif, menyambut gembira adanya eksaminasi yang dilayangkan oleh para akademisi itu. Silahkan kalau ada pihak yang mau eksaminasi. Itu bagus untuk perkembangan hukum di Indonesia, ujarnya kepada hukumonline, Jumat (14/12). Hanya saja, katanya, KPPU dalam memutus perkara tersebut telah melalui berbagai pertimbangan dan analisa yang mendalam. Yang jelas putusan KPPU itu pasti lebih lengkap, dibandingkan eksaminasi yang menggunakan naskah akademik, katanya. Mengenai upaya yang dilakukan oleh para terlapor yang ingin mengajukan keberatan di pengadilan, Syamsul menegaskan pihaknya tidak akan melakukan persiapan secara khusus. Sudah biasa kok putusan KPPU diajukan keberatan. Nanti, ada tim kita yang menangani di pengadilan, imbuhnya.

You might also like