You are on page 1of 14

Manusia Sebagai Makhluk yang Unik OPINI | 07 October 2011 | 10:24 105 0 Nihil

Jika anda memasuki suatu ruang kelas 1 Sekolah Dasar, kemungkinan besar anda akan menemukan banyak sekali aktivitas-aktivitas yang sedang dilakukan oleh para peserta didik, seperti bermain kejar-kejaran, bercerita mengenai apapun yang menarik baginya, menyanyi, menulis, menggambar, membaca buku maupun hanya diam membisu saja. Sepintas, aktivitas tersebut memang wajar dan biasa saja. Dari berbagai aktivitas peserta didik, seorang pendidik seyogyanya sudah dapat memahami potensi apa yang ada dalam diri siswanya. Sang guru juga harus memahami bahwa setiap siswanya berbeda secara akademis, fisik, atau sosial pada level yang sama. Untuk mengoptimalkan potensi individu, seorang pendidik hendaknya melakukan pendekatan individualisasi dan mengurangi instruksi kelompok tradisional. Pengajaran yang berturut-turut, rutinitas yang tetap serta model pembelajaran yang konvensional hanya mengabaikan kompleksitas nyata otak kita. Setiap otak itu unik Menurut Eric Jensen dalam buku Brain Based Learning, variabilitas otak para pembelajar merefleksikan banyak faktor, termasuk genetika dan pengaruh-pengaruh lingkungan. Koneksi antara sel-sel yang tercipta sebagai hasil dari pengalaman membentuk peta kognitif personal kita. Peta retinotectal kita (berpikir dan persepsi) sangat bervariasi dan memperlihatkan fluktuasi yang besar dalam batasan-batasannya sepanjang waktu. Dalam sistem visual saja, kita memiliki lebih dari tiga puluh pusat interkoneksi otak, yang masing-masing memiliki petanya sendirisendiri. Pembelajaran terjadi ketika peta-peta ini, atau jaringan sel-sel saraf saling berbicara satu sama lain. Semakin terkoneksi jaringan-jaringan itu, semakin besar pemaknaan yang diperoleh seseorang dari pembelajaran. http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/07/manusia-sebagai-makhluk-yang-unik/

Asas-asas Pendidikan Indonesia dan Manifestasinya dalam Sistem Pendidikan Indonesia

Oleh: Irfan Nugroho

Pengantar Ketika kita dihadapkan pada suatu tata kelola pendidikan, maka di titik itu pulalah kita akan sering bersinggungan dengan apa yang disebut asas-asas dalam hal ini asas-asas pendidikan. Hal ini karena asas-asas pendidikan telah disepakati sebagai suatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan (Tirtarahardja, 1994). Sistem pendidikan Indonesia mengenal adanya tiga asas-asas pendidikan. Asas yang pertama adalah asas Tut Wuri Handayani (berasal dari Bahasa Sansekerta yang berarti Jika di belakang mengawasi dengan awas ). Asas pendidikan yang kedua adalah asas Belajar Sepanjang Hayat; sedang asas yang terakhir adalah asas Kemandirian dalam Belajar. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan secara singkat konsep dasar ketiga asas pendidikan di Indonesia tersebut. Selain itu, penulis juga bermaksud untuk ikut menjelaskan apa saja manifestasi ketiga asas pendidikan tersebut dalam dunia pendidikan Indonesia modern.

Asas Tut Wuri Handayani Pertama kali dicetuskan oleh tokoh sentral pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantoro, pada medio 1922, semboyan Tut Wuri Handayani merupakan satu dari tujuh asas Perguruan

Nasional Taman Siswa. Dalam asas Perguruan Nasional Taman Siswa, semboyan Tut Wuri Handayani termaktub dalam butir pertama yang berbunyi, Setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya persatuan dalam peri kehidupan. Dari kutipan tersebut kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwasanya tujuan dari pembelajaran ala Taman Siswa dan pendidikan di Indonesia pada umumnya adalah menciptakan kehidupan yang tertib dan damai (Tata dan Tenteram, Orde on Vrede) (Tirharahardja, 1994: 119). Dalam perkembangan selanjutnya, Perguruan Taman Siswa menggunakan asas tersebut untuk melegitimasi tekad mereka untuk mengubah sistem pendidikan model lama yang cenderung bersifat paksaan, perintah, dan hukuman dengan Sistem Among khas ala Perguruan Taman Siswa. Sistem Among berkeyakinan bahwa guru adalah pamong. Sesuai dengan semboyan Tut Wuri Handayani di atas, maka pamong atau guru di sini lebih cenderung menjadi navigator peserta didik yang diberi kesempatan untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa (Tirtarahardja, 1994: 120). Jika menilik Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, seperti apa yang tercantum dalam Undangundang Nomer 23 Tahun 2003, maka konsep Tut Wuri Handayani termanifestasi ke dalam sistem KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Peran guru dalam sistem KTSP lebih cenderung sebagai pemberi dorongan karena adanya pergeseran paradigma pengajaran dan pembelajaran, dari teacher oriented kepada student oriented. Dalam KTSP, guru bukan lagi sekedar penceramah melainkan pemberi dorongan, pengawas, dan pengarah kinerja para peserta didik. Dengan sistem kurikulum yang terbaru ini, para pendidik (guru) diharapkan mampu melejitkan semangat atau motivasi peserta didiknya. Hal ini lantaran proses pengajaran dan pembelajaran hanya akan berjalan lancar, efektif dan efisien manakala ada semangat yang kuat dari para peserta didik untuk mengembangkan dirinya melalui pendidikan. Maka bukan tidak mungkin, jika KTSP juga merupakan wujud manifestasi dari asas pendidikan Indonesia Kemandirian dalam Belajar.

Asas Kemandirian dalam Belajar Keberadaan Asas Kemandirian dalam Belajar memang satu jalur dengan apa yang menjadi agenda besar dari Asas Tut Wuri Handayani, yakni memberikan para peserta didik kesempatan untuk berjalan sendiri. Inti dari istilah berjalan sendiri tentunya sama dengan konsep dari mandiri yang dalam Asas Kemandirian dalam Belajar bermakna menghindari campur tangan guru namun (guru juga harus) selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan (Tirtarahardja,

1994:

123).

Kurikulum KTSP tentunya sangat membantu dalam agenda mewujudkan Asas Kemandirian dalam Belajar. Prof. Dr. Umar Tirtarahardja (1994) lebih lanjut mengemukakan bahwa dalam Asas Kemandirian dalam Belajar, guru tidak hanya sebagai pemberi dorongan, namun juga fasilitator, penyampai informasi, dan organisator (Tirtarahardja, 1994: 123). Oleh karena itu, wujud manifestasi Asas Kemandirian dalam Belajar bukan hanya dalam berbentuk kurikulum KTSP, namun juga dalam bentuk ko-kurikuler dan ekstra kurikuler sedang dalam lingkup perguruan tinggi terwujud dalam kegiatan tatap muka dan kegiatan terstruktur dan mandiri. Dalam bukunya Contextual Teaching and Learning Elanie B. Johnson (2009) berpendapat bahwa dalam Pembelajaran Mandiri, seorang guru yang berfaham Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual dituntut untuk mampu menjadi mentor dan guru privat (Johnson, 2009: 177). Sebagai mentor, guru yang hendak mewujudkan kemandirian peserta didik diharapkan mampu memberikan pengalaman yang membantu kepada siswa mandiri untuk menemukan cara menghubungkan sekolah dengan pengalaman dan pengetahuan mereka sebelumnya. Sebagai seorang guru privat, seorang guru biasanya akan memantau siswa dalam belajar dan sesekali menyela proses belajar mereka untuk membenarkan, menuntun, dan member instruksi mendalam (Johnson, 2009). Lebih lanjut Johnson mengungkapkan bahwa kelak jika proses belajar mandiri berjalan dengan baik, maka para peserta didik akan mampu membuat pilihan-pilihan positif tentang bagaimana mereka akan mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan sehari-hari (Johnson, 2009: 179). Dengan kata lain, proses belajar mandiri atau Asas Kemandirian dalam Belajar akan mampu menggiring manusia untuk tetap Belajar sepanjang Hayatnya.

Asas Belajar sepanjang Hayat Mungkin inilah agenda besar pendidikan di Indonesia, yakni manusia Indonesia yang belajar sepanjang hayat. Konsep belajar sepanjang hayat sendiri telah didefinisikan dengan sangat baik oleh UNESCO Institute for Education, lembaga di bawah naungan PBB yang terkonsentrasi dengan urusan pendidikan. Belajar sepanjang hayat merupakan pendidikan yang harus (1) meliputi seluruh hidup setiap individu, (2) mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan, dan penyempurnaan secara sistematis, (3) tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri setiap indiviu, dan (5) mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi (Cropley, 1970: 2-3, Sulo Lipu La Sulo, 1990: 25-26, dalam Tirtarahardja, 1994: 121).

Jika diterapkan dalam sistem pendidikan yang berlaku saat ini, maka pendekatan yang sangat mungkin digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah melalui pendekatan Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual. Sedang dalam konteks pendidikan di Indonesia, konsep Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual sedikit banyak telah termanifestasi ke dalam sistem Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Selain KTSP yang notabene merupakan bagian dari pendidikan formal, maka Asas Belajar sepanjang Hayat juga termanifestasi dalam program pendidikan non-formal, seperti program pemberantasa buta aksara untuk warga Indonesia yang telah berusia lanjut, dan juga program pendidikan informal, seperti hubungan sosial dalam masyarakat dan keluarga tentunya. http://www.melodramaticmind.com/2009/10/asas-asas-pendidikan-indonesia-dan.html

maksud siswa merupakan makhluk unik dan memiliki sifat universal Artikel dan berita tentang maksud siswa merupakan makhluk unik dan memiliki sifat universal mungkin telah berada pada daftar posting yang telah dipublis pada situs ini, namun mungkin anda belum menuliskan kata kunci yang tepat, bila belum menemukan yang sesuai dengan maksud siswa merupakan makhluk unik dan memiliki sifat universal, Anda dapat melakukan pencarian dengan kata kunci yang lain, pada search di situs kafeilmu ini, atau dengan melihat daftar post berikut ini yang mungkin mempunyai materi yang diinginkan. Serta kami sertakan pula beberapa situs lain yang membahas maksud siswa merupakan makhluk unik dan memiliki sifat universal. Anda juga bisa request untuk memuat artikel tentang maksud siswa merupakan makhluk unik dan memiliki sifat universal pada kolom komentar. Bahkan anda dapat juga dapat mengirimkan artikel Anda ke email kami, mykafes@gmail.com.

Read more: http://kafeilmu.com/tema/maksud-siswa-merupakan-makhluk-unik-dan-memilikisifat-universal.html#ixzz1jneG9fDb

siswa merupakan makhluk yang unik sekaligus memiliki sifat sifat universal apa implikasinya dalam dunia pendidikan khususnya pengajaran Artikel dan berita tentang siswa merupakan makhluk yang unik sekaligus memiliki sifat sifat universal apa implikasinya dalam dunia pendidikan khususnya pengajaran mungkin telah berada pada daftar posting yang telah dipublis pada situs ini, namun mungkin anda belum menuliskan kata kunci yang tepat, bila belum menemukan yang sesuai dengan siswa merupakan makhluk yang unik sekaligus memiliki sifat sifat universal apa implikasinya dalam dunia pendidikan khususnya pengajaran, Anda dapat melakukan pencarian dengan kata kunci yang

lain, pada search di situs kafeilmu ini, atau dengan melihat daftar post berikut ini yang mungkin mempunyai materi yang diinginkan. Serta kami sertakan pula beberapa situs lain yang membahas siswa merupakan makhluk yang unik sekaligus memiliki sifat sifat universal apa implikasinya dalam dunia pendidikan khususnya pengajaran. Anda juga bisa request untuk memuat artikel tentang siswa merupakan makhluk yang unik sekaligus memiliki sifat sifat universal apa implikasinya dalam dunia pendidikan khususnya pengajaran pada kolom komentar. Bahkan anda dapat juga dapat mengirimkan artikel Anda ke email kami, mykafes@gmail.com.

Read more: http://kafeilmu.com/tema/siswa-merupakan-makhluk-yang-unik-sekaligusmemiliki-sifat-sifat-universal-apa-implikasinya-dalam-dunia-pendidikan-khususnyapengajaran.html#ixzz1jneQRjj8

asas pendidikan untuk semua Artikel dan berita tentang asas pendidikan untuk semua mungkin telah berada pada daftar posting yang telah dipublis pada situs ini, namun mungkin anda belum menuliskan kata kunci yang tepat, bila belum menemukan yang sesuai dengan asas pendidikan untuk semua, Anda dapat melakukan pencarian dengan kata kunci yang lain, pada search di situs kafeilmu ini, atau dengan melihat daftar post berikut ini yang mungkin mempunyai materi yang diinginkan. Serta kami sertakan pula beberapa situs lain yang membahas asas pendidikan untuk semua. Anda juga bisa request untuk memuat artikel tentang asas pendidikan untuk semua pada kolom komentar. Bahkan anda dapat juga dapat mengirimkan artikel Anda ke email kami, mykafes@gmail.com.

Read more: http://kafeilmu.com/tema/asas-pendidikan-untuk-semua.html#ixzz1jneqb2oc 1.3.MANUSIASEBAGAIMAHLUKBUDAYA1.3.1 Hakekat Keberadaan Manusia Sebelumnyatelahdibahasbahwamanusiasebagaimahluk individudansosial, namuntidakadasalahnyaperludikemukakanjuga mengenaihakekatmanusia itusendiri. Manusia merupakanmakhlukciptaanTuhanyangtertinggidanpalingberadabdibandingkan denganciptaanTuhanlainnya. KeberadaanmanusiatersebutapabiladibandingkandenganciptaanTuhanlainnya, yaitubendamati, tumbuh-tumbuhandanjugabinatang. Bendamatitidakdapatberbuatapa-apa, kecuali ada dorongan atau tindakan dari ciptaan Tuhan lainnya sebagaimakhlukhidupterhadapbendamatiitu.Sehinggabendamatiiniseringkalidijadikan alat untuk membantu atau menopang kehidupan manusia.Sebagaimanamakhlukhidup,tumbuh-tumbuhanjugatumbuh danberkembang,namuniatidakdapatberpindah,mempunyaiemosi, atauberinteraksilangsungdenganpihak lainyangmemberikan suatuaksiatautindakanpadadirinya. Misalnyatumbuh-tumbuhantidakdapat:berjalan, berlari,marahketikaditebang,tertawaketika disiramataudiberipupuk, meresponketikadiajakberinteraksiatauberkomunikasi. Demikianpuladenganbinatang,yangwalaupunia dapatberpindah-pindah, mempunyaiemosidandapatberinteraksimaupunberkomunikasi,namunapayangdilakukannyahanyadalam lingkupdan proses belajar yang terbatas, serta lebih karena adanya dorongan nalurinya saja.Sedangkanmanusia mempunyaitingkatanlebihtinggilagikarenaselainmempunyaiciri-cirisebagaimana makhlukhidupdiatas, manusiajugamempunyai akalyangdapatmemperhitungkantindakannya yangkompleks

19melaluiprosesbelajaryangterusmenerus. Selainitumanusiadikatakanpulasebagai makhluk budaya. Budaya diartikan sebagai pikiran atau akal budi (PusatBahasaDiknas,2001:169).Sehinggamakhlukbudayadapatdiartikansebagaimakhluk yang memiliki pikiran atau akal budi.Aspek yangterkaitdenganhakekatmanusiasebagaimakhlukbudayaantaralainadalahunik danuniversal. Secaraumum, siapapundandimanapunmanusiaberadaiaadalahmakhlukbudaya yang mempunyaiakalpikiran. Sehinggadalamlingkupyang lebihluassebagaibagiandarikumpulan/kelompokmanusiaataumasyarakatakanmempunyaikebudayaan yangberagamkarenamerekaberpikirataumengalamiprosesbelajardalamberinteraksidanmenyesuaikandiridenganlingkungandan kebutuhannya masing-masing. Sedangkandalamkonteksindividual, manusiaadalahmakhlukbudaya yangunik.Unikkarena antaramakhlukhidup yangsatudanlainnyaberbeda,dalamberperilaku,menciptakandanmengekspresikansimbol-simbol. Olehkarena itumanusia jugadikatakansebagaianimalsimbolikumyang mempunyaidoronganuntukmenciptasimbol-simbol tersebut.Dalam hubungannyadenganmanusiadikatakanjugasebagaimakhluk budayamakamanusiadiartikanjugasebagaimakhlukyangdengan kegiatanakalnyadapat mengubahdanbahkandapatmenciptakanrealitasmelaluisimbol-simbolatausistemperlambangan. Contohdari sistemperlambangandisiniadalahbahasa,yangmelambangkansesuatuberdasarkansistempolahubunganantarabenda,tindakan, dan sebagainyadenganyangapayangdilambangkan. Bahasadisinitidakhanya yangverbaltapijugaberupatulisan,lukisan,tanda-tanda atauisyarat-isyarat. Selain bahasa, sistem perlambangan digunakan manusia sebagaimakhlukbudayadalamsegala bidangdalamberinteraksidanberkomunikasidengan manusia atau makhluk lainnya.Dengandemikiansebagaianimal simbolikummanusiaadalahunikkarenatiapmanusiamempunyaikebutuhandankemampuanmenciptakanataumengekspresikan segalasesuatudenganlambangatausimbol-simbolitusecaraberbeda-beda.Sedangkansebagaimakhlukbudaya,manusiaadalah universalkarenasetiapmanusiadianugrahiTuhanakalyangdapatberkembangterusmelaluiprosesbelajarkebudayaandalammemenuhi kebutuhan-kebutuhanhidupnya.Secarauniversal, perilakumanusiasebagaimakhlukbudaya merupakangabungandariadanyaunsur fisik/ragadanmental/kepribadiannya. Sehingga yangberkembangdalamdirimanusiaadalahtidakhanyaraganyanamunjuga ia berkembang secara emosional dan intelektual. http://www.scribd.com/doc/44436778/4/MANUSIA-SEBAGAI-MAHLUK-BUDAYA

Theosofi, Ki Hadjar Dewantara, dan Pendidkan Indonesia Dialog diatas sejatinya hanyalah representasi bahwa mental pendidikan bangsa ini adalah mental formil. Siapa yang tahu jawaban bocah itu? Saya, anda, atau siapa? Mungkin kita akan sama posisinya dengan guru dan pegawai itu jika pertanyaan bocah tersebut mampir ke saya dan anda yang juga adalah seorang guru. Sumpah pemuda yang menyatakan bahwa Indonesia berbahasa satu yakni bahasa Indonesia sepertinya tidak terbukti. Sederhananya, kenapa kita masih sering memakai istilah Jawa pada banyak hal, termasuk motto yang sudah menjadi sabda di dalam dunia pendidikan itu. Ini bukan berarti kita anti terhadap hal berbau Jawa, melainkan dengan hal ini kita bisa mengukur dan bertanya kembali kepada diri kita tentang berbagai motto yang mencekoki anak didik kita dari kecil sampai dewasa, tanpa didudukkan makna dan sejarah dibaliknya. Kalimat Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri adalah kalimat yang dilontarkan Ki Hajar Dewantara yang bermakna Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan. Namun konteks kalimat ini disini tidak jelas dalam

konteks apa. Maka ia menjadi netral agama. Padahal dalam konsep pendidikan Islam, tadib atau tarbiyah selalu didasari pada tauhid kepada Allahutala. Ia tidak bisa netral, objektif, dan tanpa sekat keyakinan agama. Ki Hajar Dewantara memang terkenal sebagai penganut theosofi. Seperti dikutip dari buku Bambang Dewantara, yang berjudul 100 Tahun Ki Hadjar Dewantara, Ki Hadjar mengatakan bahwa semua agama di dunia sama karena mengajarkan asas kasih sayang kepada semua manusia dan mengajarkan perihal kedudukan manusia yang terhormat di hadapan tuhannya. Ki Hadjar berkeyakinan bahwa sumber gerak evolusi seluruh alam semesta adalah kasih sayang ilahi. Inilah yang disebut dengan isitlah kodrat alam yang diperhamba dan aspek yang dipertuhan dari setiap benda-benda. Konteks inilah yang sekarang kita kenal dengan faham musyrik modern, yakni pluralisme agama Ia mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tahun 1922 di Yigyakarta yang sangat berkiblat ke Barat. Ketika menyinggung keberadaan Taman Siswa, Buya Hamka pernah menyatakan, Taman Siswa adalah gearakan abangan, klenik, dan primbon jawa. Yang menjalankan ritual shalat Daim

Dalam kepercayaan kebatinan, shalat disini tidak seperti shalat umumnya umat Islam, tapi shalat daim dalam mazhab Taman Siswa saat itu adalah shalat dalam perspektif kebatinan yakni menjalankan kebaikan terus menerus. Doa iftitah dalam shalat daim pun, terlihat janggal dan aneh.

Aku berniat shalat daim untuk selama hidupku. Berdirinya adalah hidup. Rukuknya adalah mataku. Itidalnya adalah kupingku, sujudnya adalah hidungku, bacaan ayatnya adalah mulutku. Duduk adalah tetapnya imanku, tahiyat adalah kuatnya tauhidku, salamnya adalah makrifatnya. Islamku adalah kiblatnya, kiblatnya adalah menghadap fikiranku Niels Mulders, dalam karyanya Mistisme Jawa seperti dikutip Artawijaya dalam bukunya Gerakan Theosofi, juga menyatakan bahwa Ki Hadjar Dewantara adalah seorang theosofi yang mengamalkan kebatinan. Ia lebih mementingkan Hakikat daripada Syariat. Dalam kepercayaan Kejawen tahap hakikat adalah perjumpaan dengan kebenaran. Orang yang mengamalkan hakikat tidak lagi beribadah dengan berpatokan pada aturan syariat, tetapi menjalankan ibadah dengan perilaku kebaikan sepanjang hari. Kata berperilaku baik disitu adalah tanda kutip bagi kita? Berperilaku baik seperti apa? Tidak lain dalam konteks theosofi bahwa orang yang berperilaku baik tidak mesti beragama. Lebih baik jadi menjadi orang humanis, daripada relijius tapi jahat. Karena kebenaran yang tertinggi adalah kebenaran itu sendiri. Seperti sebuah harian cetak di Indonesia: Kebenaran tidak pernah memihak! Pertanyaannya sebetulnya sederhana, kenapa kita yang katanya bermayoritas muslim, tidak memaki moto pendidikan yang jelas saja seperti: Iman, Ilmu dan Amal. Atau Tauhid, Ilmu, dan Jihad. Islam mengajarkan makna yang jelas dan terukur. Karena itu, konsep menjadi orang baik dalam Islam tidak pernah dilepaskan dari sudut pandangan agama. Kalau sudah begitu, hal ini lebih cocok dan dekat dengan ketakwaan daripada motto yang jelasjelas didirikan oleh penganut theosofi dan kita sendiri tidak mengerti apa maknanya: Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Apa pak Menteri juga tahu artinya? Mungkin begitu kata bocah kecil tadi ketika sampai di kantor Mendiknas. (pz) http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/theosofi-dan-ing-ngarso-sung-tulodo-ingmadyo-mangun-karso-tut-wuri-handayani.htm

Mataharsa
y

Perihal

14 Desember 2009
Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani Diarsipkan di bawah: Cerita, Opini, Pengalaman trissa @ 23:08 and

Jaman masih sekolah dulu, semboyan ING NGARSO SUNG TULODO, ING MADYO MANGUN KARSO, TUT WURI HANDAYANI (Di depan memberi teladan, di tengah

memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan) sering banget dipropagandakan. Terutama Tut Wuri Handayani pasti melekat banget dalam ingatan. Kenapa juga tiba-tiba inget sama semboyan ini?? Tiba-tiba saja tercetus dalam ingatan ketika sedang menemani anakku Keyke (1,5 tahun) berjalan-jalan di sekitar rumah. Aku membiarkan dia berjalan sendiri di depan sambil mengamati dari belakang. Lalu dia terjatuh tapi aku tidak langsung mengangkatnya, sebaliknya aku membiarkan dia berdiri sendiri. Dan bila dia mulai menangis barulah aku turun tangan. Dipandangan orang-orang di sekitarku mungkin mereka menganggap aku ibu yang tidak peduli kepada anaknya. karena aku membiarkan dia berjalan sendiri dan terjatuh pula. Tapi memang begitulah aku cara aku mendidiknya. Biarkan orang mau berkata apa aku bukan tidak peduli tapi justru aku mengajarkan anakku untuk menjadi anak yang mandiri. Ketika dia terjatuh dia akan berusaha untuk bangkit sendiri, tidak sebentar-sebentar mengandalkan orang tuanya untuk mengangkatnya. Baru terasa ketika si-anak menjadi dewasa. Anak yang mandiri, bila sedang menghadapi permasalahan lebih cepat recoverynya daripada anak yang selalu terus menerus dibantu. Kebalikannya, anak yang dimanja seringkali kurang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah, cenderung menunda-nunda dan berharap orang lain yang akan menyelesaikan masalahnya atau masalah itu hilang dengan sendirinya. (Kayaknya gak mungkin deh malah yang ada masalahnya makin bertambah) Prinsip semboyan ini: orangtua / guru semestinya menjadi tauladan bagi anaknya. Tidak hanya mengajarkan anak-anak dengan teori-teori tetapi lebih kepada memberikan contoh melalui sikap dan kelakuan. Orang tua / guru senantiasa harus memberi bimbingan agar anak nantinya tetap berada di jalur yang benar. Orang tua / guru harus memberi dorongan dan semangat agar anak mau maju. Yang sering kali salah kaprah, yang namanya orang tua suka otoriter (ingin selalu dihormati / ditauladani dengan paksaan), posesif (mengawasi terus menerus, cenderung membelenggu kebebasan anak dengan berbagai aturan) dan Mengkritik / mencela jika anak gagal mengerjakan pekerjaannya kurang sempurna. Mudah-mudahan aku bisa memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anakku : memberi tauladan, menjadi teman yang bersisian dan menjadi orang tua yang selalu mensupport mereka. http://mataharsa.blogdetik.com/2009/12/14/ing-ngarso-sung-tulodo-ing-madyo-mangunkarso-tut-wuri-handayani/

Aliran-aliran Pokok Pendidikan di Indonesia


Filed under: Uncategorized April 29, 2011 1. Aliran-Aliran Pokok Pendidikan di Indonesia Tinggalkan komentar

Dari berbagai aliran pendidikan di Indonesia ada dua aliran pokok yang perlu kita pelajari yaitu Pendidikan Taman Siswa dan Pendidikan INS (Institut Nasional Syafei). Hal ini antara lain

karena latar belakang dan kepentingan pendiriannya untuk semua bangsa secara umum tanpa melihat ras, suku, daerah, wilayah, keyakinan, dan keagamaan, atau golongan tertentu saja, sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia. Disamping itu waktu pendiriannya terutama karena mereaksi pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial Belanda yang sangat tidak menguntungkan kepentingan bangsa Indonesia, baik kesempatan yang diberikan, diskriminasi bangsa dan golongan, maupun kepentingan hasil pendidikan misalnya hanya untuk menyiapkan pegawai rendahan yang dibutuhkan oleh Belanda.
y

Perguruan Kebangsaan Taman Siswa

Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1932 di yogyakarta, yakni dalam bentuk yayasan.
1. a. Asas Taman Siswa

1) Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan mengingat terbitnya persatuan dalam peri kehidupan umum. 2) Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan batin dapat memerdekan diri. 3) Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri. 4) Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat. 5) Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuhnya lahir maupun batin hendaknyadiusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak bantuan apapun dan dari siapapun yang mengikat, baik berupa ikatan lahir maupun ikatan batin. 6) Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka harus mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan. 7) Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keiklasan lahir dan batin untuk mengobarkan segala kepentinganpribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak. Kemudian ditambahkan dengan asas kemerdekaan, asas kodrat alam, asas kebudayaan, asas kebangsaan, dan asas kemanusiaan.
1. Tujuan Taman Siswa

1) Sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib dan damai. 2) Membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.

1. Upaya-upaya yang dilakukan Taman Siswa

Beberapa usaha yang dilakukan oleh taman siswa adalah menyiapkan peserta didik yang cerdas dan memiliki kecakapan hidup. Dalam ruang lingkup eksternal Taman siwa membentuk pusatpusat kegiatan kemasyarakatan.
1. Hasil-hasil yang Dicapai

Taman siswa telah berhasil menemukan gagasan tentang pendidikan nasional, lembaga-lembaga pendidikan dari Taman indria sampai Sarjana Wiyata, dan sejumlah besar alumni perguruan.
1. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam

Ruang Pendidik INS (Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Taman (sumatera Barat).
1. Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam

1) Berpikir logis dan rasional 2) Keaktifan atau kegiatan 3) Pendidikan masyarakat 4) Memperhatikan pembawaan anak 5) Menentang intelektualisme
1. Tujuan Ruang pendidik INS Kayu Tanam adalah:

1) Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan 2) Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat 3) Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat 4) Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab. 5) Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.
1. Upaya-upaya Ruang Pendidik INS Kayu Tanam

Beberapa usaha yang dilakukan oleh Ruang Pendidik INS Kayu Tanam antara lain menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan, menyiapkan tenaga guru atau pendidik, dan penerbitan mjalah anak-anak Sendi, serta mencetak buku-buku pelajaran.

1. Hasil-hasil yang Dicapai Ruang Pendidik INS Kayu Tanam

Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mengupayakan gagasan-gagasan tentang pendidikan nasional (utamanya pendidikan keterampilan/kerajinan), beberapa ruang pendidikan (jenjang persekolahan), dan sejumlah alumni.
ADVER TI SEMENT

http://srilestari13.wordpress.com/2011/04/29/aliran-aliran-pokok-pendidikan-di-indonesia/

1. Aliran empirisme (aliran optimisme) Aliran ini dimotori oleh John Locke. Aliran empirisme mengutamakan perkembangan manusia dari segi empirik yang secara eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan sebagai sisi internal manusia. Dengan kata lain pengalaman adalah sumber pengetahuan, sedangkan pembawaaan yang berupa bakat tidak diakui. Manusia dilahirkan dalam keadaan kosong, sehingga pendidikan memiliki peran penting yang dapat menentukan keberadaan anak. Aliran ini melihat keberhasilan seseorang hanya dari pengalaman (pendidikan) yang diperolehnya, bukan dari kemampuan dasar yang merupakan pembawaan lahir. 2. Aliran nativisme (aliran pesimistik) Tokoh aliran ini adalah Arthur Schoupenhauer. Aliran nativisme menyatakan bahwa perkembangan seseorang merupakan produk dari pembawaan yang berupa bakat. Bakat yang merupakan pembawaan seseorang akan menentukan nasibnya. Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran empirisme. Orang yang berbakat tidak baik akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik. Orang yang berbakat baik akan tetap baik dan tidak perlu dididik, karena ia tidak mungkin akan terjerumus menjadi tidak baik. 3. Aliran naturalisme Aliran ini dipelopori oleh J.J. Rousseau. Aliran naturalisme menyatakan bahwa semua anak yang dilahirkan pada dasarnya dalam keadaan baik. Anak menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk tumbuh dengan sendirinya. Pendidikan hendaknya diserahkan kepada alam. Dalam mendidik seorang anak hendaknya dikembalikan kepada alam agar pembawaan yang baik tersebut tidak dirusak oleh pendidik. 4. Aliran konvergensi Aliran ini dipelopori oleh William Stern. Aliran ini menyatakan bahwa bakat, pembawaan dan lingkungan atau pengalamanlah yang menentukan pembentukan pribadi seseorang. Pendidikan dijadikan sebagai penolong kepada anak untuk mengembangkan potensinya. Yang membatasi hasil pendidikan anak adalah pembawan dan lingkungannya. Aliran ini lebih realitis, sehingga banyak diikuti oleh pakar pendidikan.

http://moshimoshi.netne.net/materi/ilmu_pendidikan/bab_5.htm

BEBERAPA LANDASAN DALAM PENDIDIKAN (1)


Written by Munir Yusuf on February 1, 2010 13 Comments

Landasan Filosofis dalam Pendidikan

Dalam mempelajari pendidikan sebagai suatu teori, ada beberapa pendekatan yang dilakukan,yaitu pendekatan religius, pendekatan filosofis dan pendekatan ilmiah. Pendekatan filsafat terhadap pendidikan adalah suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan prnsip-prinsip filsafat. Pengetahuan atau teori pendidikan yang dihasilkan dengan pendekatan filsafat ini ialah filsafat pendidikan. Menurut henderson: Filsafat pendidikan adalah filsafat yang diterapkan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan. Seperti dipahami, tujuan pendidikan adalah bersumber dari tujuan hidup manusia demikian juga nilai menjadi pandangan hidup manusia. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan fakta, tetapi pembahsannya tidak bisa dilakukan hanya dengan menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh ilmu pengetahuan lainnya, malainkan perlu perenungan yang lebih mendalam. Dalam hubunganya dengan pendidikan, pendidikan berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelengarakan pendidikan. Pendidikan tidak dapat dipahami seluruhnya, tetapi memahami tujuan akhir, yang bersumber kepada tujuan serta pandangan hidup manusia. Filsafat akan menelaah suatu realita dengan lebih luas, sesuai dengan ciri-ciri berfikir filsafat, yaitu: radikal, sistematis dan universal. Dengan pendekatan filosofis filsafat akan mencoba menjawab tiga pertanyaan pendidikan secara menyeluruh, yaitu: 1) apakah pendidikan itu, 2) apa yang seharusnya dicapai oleh pendidikan, 3) Dengan cara-cara bagaimana cita-cita pendidikan dapat dicapai. Jawaban terhadap persoalan-persoalan tersebut di atas akan sangat tergantung atau sangat ditentukan oleh filsafat atau pandangan hidup kita. Dari deskripsi tersebut dapat dipahami bahwa filsafat sesungguhnya menjadi salah satu sarana bagi upaya-upaya pemecahan dan penemuan di bidang pendidikan. http://www.muniryusuf.com/beberapa-landasan-dalam-pendidikan-1.html

You might also like