You are on page 1of 13

Paper 2011

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

1.

Konsep Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching and Learning (CTL) dikembangkan oleh The

Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Di indonesia Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih dikenal dengan istilah pembelajaran kontekstual. Menurut Elaine B. Johnson (2002: 65) pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang menyeluruh. Pembelajaran kontekstual terdiri dari bagianbagian yang saling terhubung, jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah. Seperti halnya biola, cello, klarinet dan alat musik lainnya di dalam sebuah orkestra yang menghasilkan bunyi yang berbeda-beda yang secara bersama-sama menghasilkan musik, demikian juga bagian-bagian pembelajaran kontekstual yang terpisah melibatkan proses-proses yang berbeda, yang ketika digunakan secara bersama-sama dapat memampukan para siswa membuat hubungan yang menghasilkan makna. Menurut Sabandar (2003: 2) pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep tentang pembelajaran yang membantu guru-guru untuk menghubungkan isi bahan ajar dengan situasi-situasi dunia nyata, serta memotivasi siswa untuk melakukan koneksi-koneksi diantara pengetahuan dan penerapannya ke dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan pekerja serta terlibat aktif dalam kegiatan belajar yang dituntut dalam pelajaran. Senada dengan Sabandar (2003), Elaine B. Johnson (2002: 35) juga mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya, para siswa mampu melihat makna di dalam tugas sekolah. Ketika para siswa menyusun proyek atau menemukan permasalahan yang menarik, ketika mereka membuat pilihan dan menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik

R.Y

Page 1

Paper 2011

kesimpulan, ketika mereka secara aktif memilih, menyentuh, merencanakan, menyelidiki,

menyusun, mengatur, dan membuat

mempertanyakan

keputusan, mereka mengaitkan isi akademis dengan konteks dalam situasi kehidupan, dan dengan cara ini mereka menemukan makna. Pembelajaran kontekstual merupakan suatu sistem pengajaran yang paling cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa (Johnson, 2002: 57). Dengan pembelajaran kontekstual ini siswa hendaknya dapat mengembangkan keterampilan dan pemahaman konsep matematis untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pemaparan tentang pembelajaran kontekstual di atas kita dapat menarik tiga hal yang harus dipahami dalam pembelajaran kontekstual, yakni; a) Pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi. b) Pembelajaran kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. c) Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan. Terdapat beberapa karakteristik dalam proses pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kontekstual (Kesuma, 2010: 60), yakni; a) Kerjasama b) Saling menunjang c) Menyenangkan, tidak membosankan d) Belajar dengan bergairah e) Pembelajaran terintegrasi f) Menggunakan berbagai sumber g) Siswa aktif h) Sharing dengan teman i) Siswa kritis, guru kreatif

R.Y

Page 2

Paper 2011

j) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain k) Laporan kepada orang tua tidak hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan lain-lain.

2.

Unsur - Unsur Penting Dalam Pembelajaran Kontekstual Owens dan Smith mengidentifikasikan bahwa terdapat enam unsur

penting yang saling berkaitan dalam pembelajaran kontekstual, yakni; a) Belajar bermakna (meaningful learning), terdiri atas pemahaman, relevansi personal dan nilai yang dikaitkan siswa pada konten tentang apa yang dipelajari. Pembelajaran relevan dengan kehidupan siswa. b) Penerapan pengetahuan (knowledge application) terdiri atas kemampuan untuk melihat bagaimana, apa yang dipelajari, diterapkan pada seting dan fungsi lain saat ini dan di kemudian hari. c) Berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). Siswa difasilitasi untuk mengembangkan berpikir kritis dan kreatif dalam memperoleh data, memahami suatu isu, atau menyelesaikan suatu masalah. d) Kurikulum yang terkait dengan standar (standard curriculum) yaitu konten pembelajaran dikaitkan dengan berbagai standar lokal, distrik, nasional, asosiasi dan industri. e) Responsive terhadap budaya (cultural responsiveness). Pendidik harus memahami dan menghargai nilai-nilai keyakinan dan kebiasaan siswa, rekan-rekan pendidik, dan komunitas di mana mereka mendidik. Berbagai kultur individu dan kelompok mempengaruhi pembelajaran. Kultur-kultur dan keterkaitannya mempengaruhi bagaimana pendidik mengajar. Paling sedikit ada perspektif yang harus diperhatikan yaitu individu siswa, kelompok siswa, seting sekolah dan seting komunitas yang lebih luas. f) Penilaian autentik (authentic assessment). Penggunaan multiple strategi asesmen yang secara valid merefleksikan out-come yang actual, yang diharapkan oleh siswa. Hal ini meliputi asesmen projek dan aktifitas siswa, penggunaan portofolio, rubrik, daftar isian, observasi, siswa mengakses

R.Y

Page 3

Paper 2011

belajar

mereka sendiri dan menggunakan setiap asesmen untuk

meningkatkan belajar mereka.

3.

Asas Asas dalam Pembelajaran Kontekstual Asas asas sering juga disebut komponen komponen. Terdapat tujuh

komponen utama dalam pembelajaran kontekstual (Kesuma, 2010: 62-69) yakni konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). Berikut ini akan diuraikan secara singkat tentang masing-masing komponen utama dari pembelajaran kontekstual tersebut. a. Konstruktivisme (constructivism) Konstruktivisme merupakan landasan filosofis dari pembelajaran kontekstual bahwa ilmu pengetahuan itu pada hakekatnya dibangun sendiri oleh siswa tahap demi tahap, sedikit demi sedikit, melalui proses yang tidak terlalu mulus. Siswa perlu dikondisikan untuk terbiasa memecahkan masalah, menemukan hal-hal yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan gagasangagasan. Ilmu pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat, tetapi harus dikonstruksi melalui pengalaman nyata. Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan cara terlibat aktif dalam proses pembelajaran, dengan demikian kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa (student centered learning). Menurut Suparno (dalam Kesuma, 2010: 63) secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme yang diambil adalah; (1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara sosial. (2) Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan kearifan siswa sendiri untuk bernalar.

R.Y

Page 4

Paper 2011

(3) Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah. (4) Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.

b.

Menemukan (inquiry) Inkuiri merupakan suatu rangkaian proses pembelajaran yang didasarkan

pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis, kritis, logis, dan analitis. Pembelajaran berbasis inkuiri ini memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat aktif dalam melakukan investigasi untuk menemukan sendiri konsep serta memberikan pengalaman kepada siswa tentang memecahkan masalah, membuat keputusan dan melatih keterampilan. Inkuiri melibatkan observasi, pembuatan hipotesis dan interpretasi, pembentukan model dan pengujian model, serta refleksi. Dengan demikian, melalui proses inkuiri, para siswa dilatih intuk berpikir kritis.

c.

Bertanya (questioning) Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab. Pada dasarnya

bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap manusia sedangkan menjawab pertanyaan dapat dipandang sebagai pencerminan dari kemampuan seseorang dalam berpikir. Pada proses pembelajaran kontekstual, guru bertugas memancing siswa agar siswa dapat menemukan materi sendiri. Oleh karena itu, bertanya mempunyai peran sangat penting dalam proses pembelajaran, karena dalam pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan inti dari setiap materi. Mengajukan pertanyaan dapat diterapkan pada setiap aktivitas belajar siswa dengan siswa, siswa gengan guru, siswa dengan orang lain, ataupun juga antara siswa dengan keluarganya.

R.Y

Page 5

Paper 2011

d.

Masyarakat Belajar (learning community) Hakikat dari masyarakat belajar yakni masyarakat yang saling berbagi

satu sama lain. Ini berarti bahwa hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar teman, antar kelompok, ataupun antara yang tahu kepada yang belum tahu. Satu telaah di Stanford university (Dave Meieer dalam Kesuma, 2010: 67) menemukan bahwa bimbingan belajar dari kawan itu empat kali lebih efektif untuk meningkatkan prestasi di bidang matematika dan membaca dibandingkan jika jumlah murid dalam kelas dikurangi atau waktu pengajaran diperpanjang serta jauh lebih efektif dibandingkan dengan instruksi individual dengan komputer.

e.

Pemodelan (modeling) Pemodelan merupakan proses pembelajaran dengan memperagakan

sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Dalam pembelajaran komtekstual perlu adanya model untuk ditiru, diadaptasi atau dimodifikasi oleh siswa, dengan begitu biasanya konsep akan lebih mudah dipahami oleh siswa. Pemodelan tidak selalu oleh guru, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang pandai atau memiliki kemampuan.

f.

Refleksi (reflection) Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau

berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap aktifitas atau pengalaman yang baru saja didapat. Peran guru yakni membimbing siswa dalam membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru ia dapatkan, dengan begitu siswa dapat merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.

g.

Penilaian Sebenarnya (authentic assessment) Penilaian Sebenarnya adalah proses yang dilakukan guru untuk

mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.

R.Y

Page 6

Paper 2011

Dalam pembelajaran kontekstual, keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti tes saja, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata. Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangannya, baik intelektual maupun mental siswa.

4.

Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih

merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assesmennya. Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih

menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya. Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut. a. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar. b. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya. c. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu d. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa e. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

R.Y

Page 7

Paper 2011

5.

Model Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Tahapan model pembelajaran kontekstual meliputi empat tahapan, yaitu:

invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, dan pengambilan tindakan. Tahapan pembelajaran tersebut dapat dilihat pada diagram berikut.

INVITASI EKSPLORASI PENJELASAN DAN SOLUSI PENGAMBILAN TINDAKAN Diagram 1. Diagram Tahapan Pembelajaran Kontekstual

Tahapan tahapan model pembelajaran kontekstual tersebut akan diuraikan di bawah ini. a. Invitasi Pada tahap ini, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang dibahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan yang problematik tentang fenomena kehidupan sehari hari melalui kaitan konsep konsep yang dibahas tadi dengan pendapat yang mereka miliki. Siswa diberi kesempatan untuk

mengkomunikasikan, mengikutsertakan pemahamannya tentang konsep tersebut. b. Eksplorasi Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian,

penginterpretasikan data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang guru. Secara berkelompok siswa melakukan kegiatan dan berdiskusi tentang masalah yang ia bahas. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena kehidupan lingkungan sekelilingnya.

R.Y

Page 8

Paper 2011

c. Penjelasan dan Solusi Saat siswa memberikan penjelasan penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan guru, maka siswa dapat menyampaikan gagasan, ringkasan. d. Pengambilan Tindakan Pada tahap ini siswa dapat membuat keputusan, menggunakan keputusan, mengguanakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu maupun kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah. membuat model, membuat rangkuman dan

Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkah pembelajaran kontekstual harus mengandung unsur - unsur berikut. a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik c. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. d. Ciptakan masyarakat belajar. e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

Berdasarkan tahapan tahapan serta unsur unsur pembelajaran kontekstual di atas, maka langkah langkah pembelajaran kontekstual dapat kita susun sebagai berikut.

R.Y

Page 9

Paper 2011

Pendahuluan (1) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi yang akan dipelajari. (2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual: 1) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa 2) Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi 3) Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang berhubungan dengan hasil temuan saat observasi tadi. (3) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Inti Di lapangan (1) Siswa melakukan observasi sesuai dengan pembagian tugas kelompok (2) Siswa mencatat hal hal yang mereka temukan tadi sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya. Di dalam kelas a. Siswa mendiskusikan hasil temuan temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing masing b. c. Siswa merepresentasikan/melaporkan hasil diskusi Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain. Penutup Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah temuan sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.

6.

Prinsip Prinsip Pembelajaran Kontekstual Cara mengajar para instruktur yang menggunakan komponen

komponen pembelajaran kontekstual sesuai dengan cara kerja alam. Oleh karena itu, kesesuaian dengan cara kerja alam tersebut menjadi alasan mendasar yang menyebabkan sistem pembelajaran kontekstual memiliki kekuatan yang luar biasa untuk meningkatkan kinerja siswa.

R.Y

Page 10

Paper 2011

Berbagai pengamatan ilmiah yang teliti dan akurat menunjukkan keseluruhan alam semesta ditopang dan diatur oleh tiga prinsip, yaitu kesalingbergantungan, diferensiasi, dan pengaturan diri sendiri (Capra, 1996; Johnson & Broms, 2000; Margulis & Sagan, 1995; Swimme & Berry, 1992). Bukan sekadar suatu abstraksi, prinsip prinsip ini mengatur dan menopang segala sesuatu termasuk sistem kehidupan. Organisasi organisasi manusia seperti keluarga, tempat kerja, sekolah, dan lingkungan tenpat tinggal adalah sistem kehidupan, oleh karena itu juga mengikuti ketiga prinsip tersebut. Dalam dunia organisasi manusia, kesaling-bergantungan bisa

diidentifikasi melalui istilah kebergantungan, keterkaitan, saling melengkapi, komunitas. Diferensiasi dikenal dengan istilah kebhinekaan, kekompleksan, variasi, keberagaman, disparitas. Sedangkan organisasi diri terwujud dalam istilah manifestasi diri, prinsip dalam keberadaan, pengaturan diri, otonomi dan pertahanan diri. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual berhasil terutama karena sasaran utamanya untuk mencari makna dengan menghubungkan pekerjaan akademik dengan kehidupan keseharian dan beragam elemennya sesuai dengan tiga prinsip dasar alam, juga dengan penemuan penemuan para psikolog dan ahli ilmu saraf.

Tiga prinsip ilmiah dalam CTL: a. Prinsip Kesaling-Bergantungan (Intedependensi) Prinsip ini membuat hubungan yang bermakna (making meaningfull connections) antara proses pembelajaran dan konteks kehidupan nyata sehingga peserta didik berkeyakinan bahwa belajar merupakan aspek yang esensial bagi kehidupan di masa datang. Prinsip ini mengajak para pendidik mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, peserta didik, stakeholder, dan lingkungannya. Bekerjasama (collaborating) untuk membantu peserta didik belajar secara efektif dalam kelompok, membantu peserta didik untuk berinteraksi dengan orang lain, saling mengemukakan gagasan, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, mengumpulkan data, mengolah data, dan menentukan

R.Y

Page 11

Paper 2011

alternatif pemecahan masalah. Prinsipnya menyatukan berbagai pengalaman dari masing-masing peserta didik untuk mencapai standar akademik yang tinggi (reaching high standards) melalui pengidentifikasian tujuan dan memotivasi peserta didik untuk mencapainya.

b.

Prinsip Perbedaan (Diferensiasi) Prinsip diferensiasi adalah mendorong peserta didik menghasilkan

keberagaman, pebedaan, dan keunikan. Terciptanya kemandirian dalam belajar (self-regulated learning) yang dapat mengkontruksi minat peserta didik untuk belajar mandiri dalam konteks tim dengan mengkorelasikan bahan ajar dengan kehidupan nyata, dalam rangka mencapai tujuan secara penuh makna (meaningfullness). Terciptanya berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking) di kalangan peserta didik dalam rangka pengumpulan, analisis, dan sintesa data, guna pemecahan masalah. Terciptanya kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi potensi pribadi, dalam rangka menciptakan dan mengembangkan gaya belajar (style of learning) yang paling sesuai sehingga dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

c.

Prinsip Pengaturan Diri Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa proses pembelajaran diatur,

dipertahankan,

dan disadari oleh peserta

didik sendiri,

dalam rangka

merealisasikan seluruh potensinya. Peserta didik secara sadar harus menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti. Melalui interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan menemukan sisi keterbatasan diri.

R.Y

Page 12

Paper 2011

Daftar Pustaka Johnson, Elaine B. (2002). Contextual Teaching and Learning. California: Kaifa. Kesuma, D. (2010). Contextual Teaching and Learning. Yogyakarta: Rahayasa Research and Training. Krismanto, AL (2003). Beberapa Teknik, Model dan Strategi dalam

Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika. Sagala, S. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

R.Y

Page 13

You might also like