You are on page 1of 20

No.

Unsur UU No. 25 Tahun 2003 Pembanding Bab I Ketentuan Umum 1. Definisi Tidak adanya pengaturan tentang definisi dari Pemeriksaan, Hasil Pemeriksaan, Pihak Pelapor, Pengguna Jasa, Personil Pengendali Korporasi, Permufakatan Jahat, Lembaga Pengawas dan Pengatur, dan Pengawasan Kepatutan. 2. Hasil Pidana Tindak Tidak adanya pengaturan tentang kategori mengenai Harta Kekayaan yang diperoleh dari kepabeanan, cukai, dan perikanan. Pasal 2 ayat 2 berbunyi sebagai berikut: Harta Kekayaan yang dipergunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme dipersamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (n).

UU No. 8 Tahun 2010 Terdapat penambahan beberapa definisi, yaitu: Pemeriksaan, Hasil Pemeriksaan, Pihak Pelapor, Pengguna Jasa, Personil Pengendali Korporasi, Permufakatan Jahat, Lembaga Pengawas dan Pengatur, dan Pengawasan Kepatutan. Terdapat penambahan beberapa kategori mengenai Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana, yaitu: kepabeanan, cukai, dan perikanan. Terdapat perubahan pada isi Pasal 2 ayat 2 menjadi: Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (n).

Bab II Tindak Pidana Pencucian Uang 3. Tindak Pidana Diatur dalam Pasal 3 ayat Diatur dalam Pasal 3, Pasal Yang Dilakukan 1 yang berbunyi sebagai 4 dan Pasal 5 ayat 1 yang Oleh Orang berikut: berbunyi sebagai berikut: Pasal 3 ayat 1: Setiap orang dengan sengaja: a. menempatkan Pasal 3: yang Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, Harta membelanjakan,

b.

c.

d.

e.

Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama pihak lain; mentransfer Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu Penyedia Jasa Keuangan ke dalam Penyedia Jasa Keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain; membayarkan atau membelanjakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain; menghibahkan atau menyumbangkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain; menitipkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas

membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 4: Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

nama pihak lain; f. membawa ke luar negeri Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana; atau g. menukarkan atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). 4. Tindak Pidana Berdasarkan Pasal 4, Yang Dilakukan Korporasi dapat dikenakan Oleh Korporasi pidana apabila tindak pidana dilakukan oleh pengurus dan/atau kuasa pengurus atas nama Korporasi. Namun demikian, Korporasi tidak dapat dimintakan tanggung jawabnya atas tindak

Pasal 5 ayat 1: Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Berdasarkan Pasal 6, Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi dapat dapat dijatuhkan pidana atas Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 apabila Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut:

pidana pencucian uang dilakukan oleh pengurus yang mengatasnamakan Korporasi apabila perbuatan tersebut dilakukan melalui kegiatan yang tidak termasuk dalam lingkup usahanya sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi Korporasi yang bersangkutan.

a. dilakukan atau diperintahkan oleh personil Pengendali Korporasi; b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi; c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; atau d. dilakukan dengan maksud memberikan Berdasarkan Pasal 5, manfaat bagi Korporasi. pidana pokok yang dapat dikenakan kepada Berdasarkan Pasal 7, pidana Korporasi adalah pidana pokok yang dapat dikenakan denda, dengan ketentuan kepada Korporasi adalah maksimum pidana denda pidana denda paling banyak ditambah 1/3 (satu per Rp. 100.000.000.000,00 tiga), dan dapat juga (seratus milyar rupiah), dan dikenakan pidana dapat juga dikenakan pidana tambahan berupa tambahan berupa: pencabutan izin usaha dan/atau pembubaran a. pengumuman putusan korporasi yang diikuti hakim; dengan likuidasi. b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi; c. pencabutan izin usaha; d. pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi; e. perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau f. pengambilah korporasi oleh negara. Apabila Korporasi tidak dapat membayar pidana denda sebagimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1, maka berdasarkan Pasal 9, pidana denda tersebut diganti dengan perampasan harta

kekayaan milik Korporasi atau Personil Pengendali Korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan. Dalam hal penjualan harta kekayaan milik Korporasi yang dirampas tersebut diatas tidak mencukupi, pidana kurungan pengganti denda dijatukan terhadap Personil Pengendali Korporasi. Bab III Tindak Pidana Uang 5. Pihak Pada Tindak Pidana Lain Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Pencucian UU No. 25 Tahun 2003 Terdapat pengaturan tidak mengatur mengenai mengenai larangan bagi larangan ini. direksi, komisaris, pengurus atau pegawai Pihak Pelapor, pejabat atau pegawai PPATK atau Lembaga Pengawas dan Pengatur untuk memberitahukan kepada Pengguna Jasa kepada Pengguna Jasa atau pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara apa pun mengenai laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK. Adapun ancaman sanksi pada pengaturan diatas adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 6. Pihak Pada UU No. 25 Tahun 2003 Terdapat pengaturan

Tindak Lain

Pidana tidak mengatur mengenai mengenai ancaman pidana larangan ini. bagi setiap orang yang melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) UU No. 8 Tahun 2010. Adapun ancaman sanksi pada pengaturan diatas adalah pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

7.

Pihak Tindak Lain

Pada UU No. 25 Tahun 2003 Terdapat pengaturan Pidana tidak mengatur mengenai mengenai ancaman pidana larangan ini. bagi Pejabat atau pegawai PPATK yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4) UU No. 8 Tahun 2010. Adapun ancaman sanksi pada pengaturan diatas adalah pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Bab IV Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan 8. Pihak Pelapor Berdasarkan UU No. 25 Berdasarkan Pasal 17 ayat Tahun 2003, yang 1, Pihak Pelapor meliputi: dimaksud dengan Pihak a. Penyedia Jasa Pelapor adalah Penyedia Keuangan (bank, Jasa Keuangan tanpa perusahaan pembiayaan, dirinci secara jelas perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat,

perposan sebagai penyedia jasa giro, pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, penyelenggara e-money dan/atau e-wallet, koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam, pegadaian, perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi, atau penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang. b. Penyedia barang dan/atau Jasa lain (perusahaan properti/agen properti, pedagang kendaraan bermotor, pedangan permata dan perhiasan/logam mulia, pedagang barang seni dan antik; atau balai lelang). 9. Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Tidak ada pengaturan Pihak Pelapor mempunyai mengenai Prinsip kewajiban untuk Mengenali Pengguna Jasa. menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa yang ditetapkan oleh Lembaga Pengawas dan Pengatur, yang dilakukan pada saat: a. Melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa; b. Terdapat Transaksi Keuangan dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit

atau setara dengan Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah); c. Terdapat Transaksi Keuangan Mencurigakan yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; atau d. Pihak Pelapor meragukan kebenaran informasi yang dilaporkan Pengguna Jasa. Adapun prinsip mengenali Pengguna Jasa sekurangkurangnya harus memuat: a. identifikasi Pengguna Jasa; b. verifikasi Pengguna Jasa; dan c. pemantauan Transaksi Pengguna Jasa. Berdasarkan Pasal 22, Penyedia Jasa Keuangan dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 huruf (a) wajib untuk memutuskan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa jika: a. Pengguna Jasa menolak untuk mematuhi prinsip mengenali Pengguna Jasa; atau b. Penyedia Jasa Keuangan meragukan kebenaran informasi yang disampaikan oleh Pengguna Jasa.

Selain daripada itu, Penyedia Jasa Keuangan juga wajib untuk melaporkan tindakannya, yaitu pemutusan hubungan usaha, kepada PPATK sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan. 10. Penyedia Keuangan Jasa Penyedia Jasa Keuangan dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 huruf (a) wajib untuk menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi: a. Transaksi Keuangan Mencurigakan; b. Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja; dan/atau Penyedia Jasa Keuangan dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 huruf (a) wajib untuk menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi: a. Transaksi Keuangan Mencurigakan; b. Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja; dan/atau c. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.

11.

Pengecualian Terhadap Kewajiban Pelaporan atas Transaksi Keuangan Tunai

Pengecualian berdasarkan Pengecualian berdasarkan UU No. 25 Tahun 2003 UU No. 8 Tahun 2010 meliputi: transaksi antar meliputi: bank, transaksi dengan Pemerintah, transaksi a. Transaksi yang dengan bank sentral, dilakukan oleh penyedia pembayaran gaji, pensiun, jasa keuangan dengan dan transaksi lainnya yang pemerintah dan bank ditetapkan oleh Kepala sentral; PPATK atau atas b. Transaksi untuk permintaan Penyedia Jasa pembayaran gaji atau Keuangan yang disetujui pensiun; dan

oleh PPATK.

c. Transaksi lain yang ditetapkan oleh Kepala PPATK atau atas permintaan penyedia jasa keuangan yang disetujui oleh PPATK.

12.

Penundaan Transaksi

Tidak terdapat pengaturan Berdasarkan Pasal 26, mengenai Penundaan Penyedia Jasa Keuangan Transaksi. dapat menunda transaksi paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak penundaan transaksi dilakukan. Adapun penundaan transaksi tersebut dilakukan dalam hal Pengguna Jasa: a. Melakukan transaksi yang patut diduga menggunakan harta kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 UU No. 8 Tahun 2010; b. Memiliki rekening untuk menampung harta kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 UU No. 8 Tahun 2010; atau c. Diketahui dan/atau patut diduga menggunakan dokumen palsu.

13.

Penyedia Barang Tidak ada pengaturan Berdasarkan Pasal 27, dan/atau Jasa mengenai Penyedia Barang Penyedia Barang dan/atau Lain dan/atau Jasa Lain. Jasa Lain sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat 1 huruf (b) wajib menyampaikan laporan transaksi yang dilakukan oleh Pengguna Jasa dengan

mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit setara dengan Rp. 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah) kepada PPATK. Adapun jangka waktu untuk pelaporan tersebut adalah paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal transaksi dilakukan. Apabila Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain tidak menyampaikan laporan tersebut di atas kepada PPATK, maka Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain akan dikenakan sanksi administratif. 14. Pengawasan Kepatuhan Tidak ada pengaturan Berdasarkan Pasal 31, pasal mengenai Pengawasan 32, dan Pasal 33, Kepatuhan. Pengawasan Kepatuhan terhadap kewajiban Pihak Pelapor untuk melakukan pelaporan dilakukan oleh Lembaga Pengawas dan Pengatur.

Bab V Pembawaan Uang Tunai Dan Instrumen Pembayaran Lain Ke Dalam Atau Ke Luar Daerah Pabean Indonesia 15. Pembawaan Pasal 16 hanya mengatur UU No. 8 Tahun 2010 Uang Tunai dan mengenai pembawaan mengatur dalam bab Instrumen uang tunai sejumlah Rp. tersendiri mengenai Pembayaran 100.000.000,00 (seratus Pembawaan Uang Tunai Lain juta rupiah) atau lebih, atau Dan Instrumen Pembayaran mata uang asing yang Lain Ke Dalam Atau Ke nilainya setara dengan itu. Luar Daerah Pabean Indonesia. Pasal 34 mengatur bahwa setiap orang yang membawa uang tunai dalam mata uang

rupiah dan/atau mata uang asing, dan/atau instrumen pembayaran lain dalam bentuk cek, cek perjalanan, surat sanggup bayar, atau bilyet giro paling sedikit Rp. 100.000.000.00 (seratus juta rupiah) atau dengan nilai yang setara, ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia wajib memberikan pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Laporan tersebut wajib untuk dilaporkan dan disampaikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada PPATK paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak pemberitahuan diterima. Apabila setiap orang yang tidak memberitahukan perbuatan sebagaimana dijelaskan di atas, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh jumlah uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain dengan jumlah paling banyak Rp. 300.000.000.00 (tiga ratus juta rupiah). Selain daripada itu, setiap orang yang telah memberitahukan perbuatan sebagaimana dijelaskan di atas, namun jumlah uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain yang dibawa lebih besar dari

jumlah yang diberikan, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh jumlah uang tunai dan/atau instrument pembayaran lain dengan jumlah paling banyak Rp. 300.000.000.00 (tiga ratus juta rupiah) Bab VI Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan 16. Tugas PPATK PPATK mempunyai tugas Penyederhanaan tugas sebagai berikut: PPATK menjadi sebagai berikut: a. mengumpulkan, menyimpan, a. pencegahan dan menganalisis, pemberantasan tindak mengevaluasi informasi pidana pencucian uang; yang diperoleh oleh b. pengelolaan data dan PPATK sesuai dengan informasi yang diperoleh Undang-Undang ini; PPATK; b. memantau catatan dalam c. pengawasan terhadap buku daftar kepatuhan Pihak pengecualian yang Pelapor; dan dibuat oleh Penyedia d. analisis atau Jasa Keuangan; pemeriksaan laporan dan c. membuat pedoman informasi Transaksi mengenai tata cara Keuangan yang pelaporan Transaksi berindikasi tindak pidana Keuangan pencucian uang dan/atau Mencurigakan; tindak pidana lain. d. memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini; e. membuat pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan tentang kewajibannya yang ditentukannya dalam Undang-Undang ini atau dengan

peraturan perundangundangan lain, dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan; f. memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; g. melaporkan hasil analisis transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian dan Kejaksaan; h. membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi Keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan; memberikan informasi kepada publik tentang kinerja kelembagaan sepanjang pemberian informasi tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. 17. Wewenang PPATK PPATK mempunyai Pasal 41 mengatur bahwa wewenang sebagai berikut: PPATK, dalam menjalankan fungsi pencegahan dan a. meminta dan pemberantasan tindak menerima laporan dari pidana pencucian uang,

Penyedia Jasa mempunyai kewenangan Keuangan; untuk melakukan tindakanb. meminta informasi tindakan sebagai berikut: mengenai perkembangan a. meminta dan penyidikan atau mendapatkan data dan penuntutan terhadap informasi dari instansi tindak pidana pemerintah dan/atau pencucian uang yang lembaga swasta yang telah dilaporkan kepada memiliki kewenangan penyidik atau penuntut mengelola data dan umum; informasi, termasuk dari c. melakukan audit instansi pemerintah terhadap Penyedia Jasa dan/atau lembaga swasta Keuangan mengenai yang menerima laporan kepatuhan kewajiban dari profesi tertentu; sesuai dengan b. menetapkan pedoman ketentuan dalam identifikasi Transaksi Undang-undang ini dan Keuangan terhadap pedoman Mencurigakan; pelaporan mengenai c. mengoordinasikan transaksi keuangan; upaya pencegahan tindak d. memberikan pidana pencucian uang pengecualian dengan instansi terkait; kewajiban pelaporan d. memberikan mengenai transaksi rekomendasi kepada keuangan yang pemerintah mengenai dilakukan secara tunai upaya pencegahan tindak sebagaimana dimaksud pidana pencucian uang; dalam Pasal 13 ayat 1 e. mewakili pemerintah huruf (b). Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; f. menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan antipencucian uang; dan g. menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

Pasal 42 mengatur bahwa PPATK, dalam melaksanakan fungsi pengelolaan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf (b), mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan system informasi. Pasal 43 mengatur bahwa PPATK, dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor, mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakantindakan sebagai berikut: a. menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi Pihak Pelapor; b. menetapkan kategori Pengguna Jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang; c. melakukan audit kepatuhan atau audit khusus; d. menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasanterhadap Pihak Pelapor; e. memberikan peringatan kepada Pihak Pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan; f. merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha Pihak

Pelapor; dan g. menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali Pengguna Jasa bagi Pihak Pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur. Pasal 44 mengatur bahwa PPATK, dalam menjalankan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi, mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakantindakan sebagai berikut: a. meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak Pelapor; b. meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait; c. meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan pengembangan hasil analisis PPATK; d. meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan permintaan dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri; e. meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di dalam maupun di luar negeri; f. menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan tindak pidana pencucian uang;

g. meminta keterangan kepada Pihak Pelapor dan pihak lain yang terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang; h. merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; i. meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana; j. meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan tindak pidana Pencucian Uang; k. mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan l. meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik. 18. Syarat menjadi Berusia paling rendah 35 Berusia paling rendah 40 Kepala/Wakil (tiga puluh lima) tahun dan (empat puluh) tahun dan

Kepala PPATK

paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan; tidak ada batas minimal pengalaman kerja (memiliki salah satu keahlian dalam bidang perbankan, lembaga penyiaran, perusahaan efek, pengelola reksa dana, hukum, dan akuntansi) tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai larangan sebagai pemimpin partai politik; tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai kesediaan memberikan informasi mengenai daftar harta kekayaan. Pasal 20 mengatur bahwa Masa Jabatan Kepala dan Wakil Kepala PPATK adalah 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan; Memiliki salah satu keahlian dalam bidang ekonomi, akuntansi, keuangan, atau hukum dan pengalaman kerja paling singkat 10 (sepuluh) tahun; Bukan pemimipin partai politik; Bersedia memberikan informasi mengenai daftar harta kekayaan.

19.

Masa Jabatan

Pasal 55 mengatur bahwa Masa Jabatan Kepala dan Wakil Kepala PPATK adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Bab VII Pemeriksaan Dan Penghentian Sementara Transaksi 20. Pemeriksaan Tidak ada ketentuan yang PPATK melakukan Dan mengatur mengenai pemeriksaan terhadap Penghentian pemeriksaan dan transaksi keuangan Sementara penghentian sementara mencurigakan dengan Transaksi transaksi. adanya indikasi TPPU atau tindak pidana lain. Dalam hal ditemukan adanya indikasi tindak pidana tersebut diatas, PPATK menyerahkan hasil pemeriksaan kepada Penyidik. Kemudian, PPATK dapat meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau

sebagian transaksi selama 5 (lima) hari, kemudian dapat diperpanjang dalam waktu paling lama 15 (lima belas hari). Bab VIII Penyidikan, Penuntutan Dan Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan 21. Penyidikan, UU No. 8 Tahun 2010 Penuntutan Dan mengatur mengenai Pemeriksaan Di Penyidikan, Penuntutan Dan Sidang Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan Pengadilan secara lebih jelas dan teratur. Bab X Kerja Sama Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang 22. Pembentukan Tidak ada ketentuan yang Untuk meningkatkan Komite mengatur mengenai koordinasi antarlembaga Koordinasi pembentukan Komite terkait dalam pencegahan Nasional untuk meningkatkan dan pemberantasan Tindak Pencegahan dan koordinasi antarlembaga Pidana Pencucian Uang, Pemberantasan terkait dalam pencegahan maka akan dibentuk Tindak Pidana dan pemberantasan Tindak Komite. Pencucian Uang Pidana Pencucian Uang. (Komite) Pengaturan mengenai pembentukkan Komite akan diatur melalui Peraturan Presiden.

You might also like