You are on page 1of 10

ETIKA PROFESI

Mengapa bangsa ini korup?

Kelompok 6 1. Agastyawan Nugraha (1) 2. Ahmad Fauzi (2) 3. Aldy Anindita Wirmadi (3) 4. Muhammad Zakiyudin (18) 5. Resna Tazkiyatunnafs (24)

3K Akuntansi Pemerintahan

Alasan Bangsa Indonesia Korupsi

Pendahuluan Indonesia adalah negara yang kaya, subur, dan makmur. Begitulah kalimat yang didengungdengungkan nenek moyang hingga masyarakat kita era sekarang. Pun demikian, nampaknya istilah gemah ripah loh jinawi tata tentrem kertaraharja belum akan lepas dari atribut negeri ini. Negara yang besar didukung kebudayaan yang megah dan sumber daya alam yang melimpah adalah gelar Indonesia yang beredar di internasional sejak dulu kala. Kekayaan Indonesia memang masih ada. Kesuburan tanah air Indonesia memang benar adanya. Namun tidak demikian dengan kesejahteraan bangsanya. Berlimpahnya kekayaan alam ini pada akhirnya tidak sanggup memakmurkan rakyatnya. Banyak problem adanya, seperti eksploitasi lebih dikuasai pihak asing, atau kedunguan bangsa ini untuk mengolah bahan mentah yang ada, adalah di antaranya. Namun jika ditilik ulang secara seksama tentu semua setuju bahwa ada masalah besar yang telah menjadi penyakit kronis bagi bangsa ini, yaitu korupsi. Dari dulu sampai saat ini masalah ini sulit untuk di atasi apalagi diberantas total dari hulu sampai hilir. Walaupun sudah banyak cara-cara dalam segala bentuk yang dilakukan oleh pemerintah dan presiden untuk mengatasi masalah yang bernama korupsi ini. Korupsi di Indonesia bahkan sudah seperti layaknya tradisi karena sudah terlalu sering dan banyak sekali kasus dalam korupsi.

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Sebagai pendukung pernyataan ini, Transparansi Internasional telah menerbitkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) setiap tahun yang mengurutkan negara-negara di dunia berdasarkan persepsi (anggapan) publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politis sejak tahun 1995 hingga sekarang. Nilai dari indeks ini memang masih diperdebatkan, karena berdasarkan survei, hasilnya tidak bisa dihindarkan dari bersifat subyektif. Karena korupsi selalu bersifat tersembunyi, maka mustahil untuk mengukur secara langsung dan memberikannya indeks. Meski begitu, ukuran secara umum peringkat korupsi negara-negara di dunia ini masih layak diperhatikan. Survei tahun 2003 mencakup 133 negara. Hasilnya menunjukan tujuh dari setiap sepuluh negara (dan sembilan dari setiap sepuluh negara berkembang) memiliki indeks 5 poin dari 10. Pada 2006 survei mencakup 163 negara. Sedangkan Indonesia berada pada peringkat 130 dari 163 negara tersebut dengan nilai indeks 2,4. Pada 2007 survei mencakup 180 negara Indonesia berada pada peringkat 145 dari 180 negara tersebut dengan nilai indeks

2,3. Pada tahun 2010 survei mencakup 178 negara Indonesia berada pada peringkat 110 dengan nilai indeks 2,8, dan pada 2011 naik menjadi peringkat 100 dari 182 negara dengan nilai index 3,0. Lihat juga grafik di bawah ini!
3.5 3 Indeks Persepsi Korupsi 2.5 2 1.5 1 0.5 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2010 2011

Tahun

Grafik Corruption Perception Index Indonesia tahun 201-2008 dan 2010-2011

Berdasarkan grafik ini terlihat jelas bahwa indeks korupsi negara kita tercinta ini berada di level bawah dan itu tergambar dari peringkat Indonesia yang selalu berada di peringkat 100 lebih di antara 180an negara. Meski sisi positifnya Indonesia masih berada dalam jalur yang benar dalam pemberantasan korupsi (terlihat dari konsistensi kenaikan CPI) namun kenaikan CPI tersebut tidak dapat secara signifikan. Hal ini lah yang menunjukkan pemberantasan korupsi di Indonesia masih belum efektif dan efisien.

Pengertian dan Ruang Lingkup Korupsi Sebelum membahas lebih jauh lagi tentang korupsi di Indonesia dan penyebabnya, tentu kurang bijak jika kita melupakan hal dasar tentang pengertian korupsi. Memang, kata korupsi (yang umum bersanding dengan kolusi dan nepotisme) sudah dikenal rakyat dari segala usia, segala level pendidikan, dan di segala pelosok. Namun, apa sih pengertian korupsi itu sendiri? Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Begitulah kata

Wikipedia. Pengertian yang selalu menggarisbawahi penyalahgunaan kekuasaan publik inilah yang nampaknya diamini masyarakat kita. Korupsi selalu dilakukan oleh pejabat atau orang yang mempunyai wewenang, khususnya kuasa memegang uang rakyat. Hal demikian kita tahu bukan hal yang salah, namun bukanlah kebenaran juga. Jika kita cerdas dan peka, pertanyaan apakah anda pernah korupsi? tentu akan mengena di hati kita. Ya, korupsi hampir pasti pernah dilakukan setiap elemen bangsa ini, apapun bentuknya, dimanapun tempatnya, siapapun orangnya, dan kapanpun waktunya. Sebagai mahasiswa hal kecil pun yang menjadi kebiasaan pun adalah korupsi, di antaranya korupsi waktu dengan sering telat saat kuliah atau menambah waktu saat seharusnya sudah selesai, menjajakan kembalian belanja atau uang pembayaran tertentu dari orang tua tanpa izin, menyontek saat ujian atau menjiplak karya dan tugas orang lain, dan masih banyak kebiasaan kecil yang termasuk korupsi. Namun jangan pernah meremehkan hal-hal kecil, karena ironisnya hal-hal kecil itu pun telah termasuk korupsi, dan akan terus berpengaruh dalam hidup kita kelak. Sedangkan pengertian korupsi sendiri menurut Undang-Undang Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001) Pasal 2 ayat 1 menyebutkan pengertian korupsi sebagai berikut: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Sedangkan di pasal 3 ayat 1 disebutkan ruang lingkup lain dari korupsi adalah: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ada banyak macamnya namun secara umum berikut contoh di antaranya:
y y y y y

memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); penggelapan dalam jabatan; pemerasan dalam jabatan; ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara); menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Faktor Penyebab Bangsa Indonesia Korupsi Seperti telah dibahas di atas, korupsi telah mengakar di pelosok bumi Indonesia. Bahkan kalau pakar definisi tidak memprotes, pantaslah jika ada yang menyebut bahwa korupsi telah menjadi budaya di Indonesia. Kita pikir bersama sejenak, kira-kira apa yang menyebabkan meraja lelanya korupsi di Indonesia. Beberapa poin berikut inilah yang menjadi sumber permasalahan korupsi.

1) Faktor sejarah Ya, sejarah sangat berperan besar dalam memberikan kontribusinya terhadap pelestarian korupsi di Indonesia. Sejak era kerajaan (bahkan kalau kita pelajari lagi sebelum era ada kerajaan) Indonesia telah terbiasa dengan korupsi. Hal yang paling sederhana adalah pengangkatan pemimpin rakyat yang pasti adalah anggota keluarga raja, meski hal itu tak terhindarkan dari sistem kenegaraan berbentuk kerajaan, tetap saja hal seperti itu lah yang bisa menjadi akar nepotisme. Selanjutnya adalah pemberian upeti dari daerah ke pusat, banyak di antara pemegang amanah pemungut pajak tersebut yang menyalahgunakan wewenangnya dengan menarik lebih dari seharusnya dan menyetor kurang dari seharusnya. Masih ada beberapa contoh lagi korupsi di era kerajaan dan menurut Babad Tanah Jawa, korupsi masal Indonesia bermula pada masa akhir Kerajaan Majapahit. Kerajaan belum usai hadirlah penjajah. Kita semua tahu bahwa penjajah pertama kali yang paling lama berkuasa di Indonesia bukanlah negara manapun, namun aliansi pengusaha bernama VOC. Di tahun-tahun pertengahan pun VOC hampir bubar kalau tidak ditolong kerajaan Belanda karena korupsi. Setelah VOC pun berbagai negara menjajah kita, dan pada intinya mereka sama mengeksploitasi SDA tanpa mengembangkan SDM. Dengan begitu mereka dapat pekerja yang murah dan bodoh karena tidak memprotes kebijakan penjajah, hal seperti itu juga terbawa hingga sekarang. 2) Kebiasaan, adat, dan paradigma Kebiasaan tata krama ewuh pakewuh bangsa Indonesia yang terkenal sopan dan mencerminkan adat ketimuran kalau dipakai di jalan yang salah akan menimbulkan korupsi masal atau biasa dinamakan kolusi. Saling memberikan hadiah sesama teman, atau memberikan hadiah kepada atasan untuk menghormati dapat memunculkan gratifikasi. Kebiasaan tidak enak untuk melaporkan teman atau atasan yang jelas-jelas korupsi di depan kita adalah hal biasa di Indonesia. Karena pada umumnya prinsip PNS di Indonesia (yang baik-baik) adalah tidak mau cari masalah, yang penting tidak ikut melakukan. Selain itu, paradigma masyarakat yang telah terbiasa dengan korupsi adalah hal fatal yang harus segera diubah. Masyarakat yang saking seringnya mendengar berita korupsi (atau kriminal lainnya) akan sampai pada titik jenuh dimana kepedulian akan suatu kasus akan sangat minimal. Bahkan ada berbagai kalangan tertentu yang dengan bangganya menyebut dirinya melakukan tindakan tidak benar, seperti cracker, bos preman, dan orang tidak tahu malu lainnya. 3) Lemahnya pengawasan, pengendalian internal, dan penegakan hukum Bukan bermaksud menyalahkan sistem dan hukum. Sistem dan peraturan yang ada di Indonesia untuk mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia telah mencapai tahap lebih dari cukup. Namun sekali lagi masalah muncul ada pada individu pelakunya. Sebagus apapun suatu sistem dan selengkap apapun produk hukum, kalau manusia pelaksananya mau mencari lobang tentu akan selalu muncul adalnya cara menyeleweng atau merekayasanya.

4) Penghasilan kecil sekaligus pengeluaran besar Pegawai Negeri Indonesia sejak era baru telah diseting mendapat gaji kecil. Sementara itu, sangat sulit untuk mendapat penghasilan lain selain gaji tersebut karena fokus mereka memang pada satu pekerjaan. Diperparah dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang super konsumtif. Orang kaya membeli banyak mobil hanya untuk mainan dan koleksi. Bahkan orang miskin seperti pengemis pun sering terlihat minum softdrink atau punya gadget yang umum beredar di pasaran. 5) Korupsi itu enak, pendidikan yang rendah, dan moral yang terpuruk Hal ini boleh dijadikan bahan bercandaan, namun benar adanya. Hal yang dilakukan berulang-ulang biasanya adalah hal yang enak. Dengan lemahnya pengawasan yang ada dan kenikmatan yang diperoleh setelah korupsi, tentu melaksanakan korupsi bisa jadi pekerjaan utama pejabat. Hal ini diperburuk dengan dengan mental yang semakin parah di zaman edan ini. Agama tidak lebih dari identitas dan perayaan hari besar saja. Tuhan Maha Melihat dijadikan pengetahuan saja. Kode etik, norma, dan nilai bagaikan legenda dan cerita orang tua saja. Dengan begitu, meskipun hati tidak tenang saat melakukan korupsi, saking terbiasanya ditambah hati yang telah mati tidak ada halangan lagi untuk melakukan korupsi. Sementara itu pendidikan formal di Indonesia sangatlah lemah. Meskipun kurikulum di Indonesia katanya menuju persaingan dunia dan Indonesia memiliki banyak sarjana yang memiliki otak luar biasa namun jika diperhatikan lagi, kurikulum tersebut hanya mendukung pengajaran saja bukan pendidikan. Anak zaman sekarang sudah pandai dengan komputer dan fasih bahasa Inggris namun bagusnya tidak hapal lima hal bernama Pancasila dan lagu-lagu indah yang disebut lagu nasional. Belum lagi sejarah kerajaan Indonesia, pahlawan-pahlawan Indonesia, kebudayaan daerah, tata krama dan etika, dan hal-hal sepele lainnya yang kurang diperhatikan bahkan di sekolah berlabel Negeri.

Contoh kasus korupsi terbaru


Kasus berikut ini bersumber dari sebuah milis alumni, berikut kisah selengkapnya:
"Semua pegawai KPPN, khususnya front office (FO) dan seksi-seksi tertentu akan mengundurkan diri daripada tertimpa musibah dalam bentuk menanggung dosa yang tidak pernah mereka lakukan."(Pembelaan EIS, terdakwa kasus 'pemalsuan SPM' yang merugikan keuangan negara).Terus terang, ada rasa sanksi atas penegakan hukum yang masih jauh dari rasa keadilan di negeri ini. Dan kemarin sore (9 Januari 2011), kembali terdengar kabar tidak sedap karena dua orang pegawai negeri sipil (PNS) lingkup kementerian keuangan divonis bersalah oleh majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR). Terpidana EIS selaku penandatangan SP2D divonis bersalah 1,5 tahun dan denda Rp100 juta atau subsidaire 3 bulan kurungan, sedangkan ES selaku petugas FO divonis 1 tahun dan denda Rp100 juta atau subsidaire 3 bulan kurungan. Kasus ini bermula dari penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) yang diduga asli tapi palsu (ASPAL)bernomor 00155/440372/XI/2008 tanggal 19 November 2008 yang ditandatangani SUP selaku pejabat penandatangan SPM pada Satker (SNVT) lingkup Ditjen Bina Marga Departemen Pekerjaan

Umum senilai Rp9,95 miliar atas nama PT. CSC yang belakangan diketahui fiktif. (Sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/02/02/16184379/Wah.Dokumen.Anggaran.Pun.Dipals ukan). Sesuai prosedur kerja, SPM tadi ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) bernomor 928710J tertanggal 21 November 2008 oleh EIS selaku Kepala Seksi sebesar Rp8.824.221.000,00 (setelah KPPN Jakarta II. (Sumber dipotong pajak) oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dalam hal ini ditandatangani Perbendaharaan :http://www.mediaindonesia.com/read/2011/03/01/207079/7/5/Polisi-Tahan-Dua-Pegawai-PelayananPerbendaharaan-NegaraJaksa) Penuntut Umum (JPU) pada persidangan tanggal 6 September 2011 menuntut terdakwa EIS dan ES dengan dakwaan primer dan sekunder karena diyakini tidak melakukan penelitian yang mendalam terhadap SPM Nomor 00155/440372/XI/2008 dan memprosesnya menjadi SP2D. Karenanya, JPU mendakwa keduanya tidak mematuhi Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 dan melanggar Keputusan Dirjen Perbendaharaan Nomor KEP-297/PB/2007. (Sumber : http://www.perbendaharaan.go.id/new/index.php?pilih=news&aksi=lihat&id=2698) Dalam dakwaan primernya, JPU mendakwa EIS dan ES "sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara." (Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Sedangkan dakwaan sekunder, keduanya didakwa "sebagai orang yang melakukan atau turut sertamelakukan perbuatan yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara." ((Pasal 3 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Menarik sekali menyimak pleidoi (nota pembelaan) yang dibacakan langsung oleh EIS. Terdakwa mengungkapkan rasa heran dan bingung mengapa Direktur PT. CSC (Penerima dana) dan SUP (selaku pejabat penerbit SPM) tidak diseret juga ke pengadilan TIPIKOR karena jelas-jelas yang bersangkutan sendiri yang menandatangani 60 lembar blangko SPM kosong sesaat sebelum yang bersangkutan berangkat menunaikan ibadah haji? (Sumber :http://www.keuanganpublik.com/) Selain itu, EIS juga menyatakan keheranan terhadap kredibilitas dan kompetensi dari Saksi Ahli yang diajukan oleh JPU yakni Dr. Dian Puji Simatupang yang ternyata belakangan diketahui bukan pakarHukum Keuangan Negara tetapi Hukum Administrasi Negara dari curriculum vitaenya (CV/Riwayat Hidup). Terdakwa mensinyalir saksi ahli yang diajukan JPU tersebut, tidak memiliki latar pendidikan yang mamadai di bidang hukum Keuangan Negara dan tidak memahami masalahmasalah perbendaharaan negara, kecuali sekadar membaca pasal demi pasal dan menafsirkan menurut pendapatnya sendiri. Sesuai ketentuan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan kemudian diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kewenangan Menteri Teknis dalam pengelolaan keuangan di masing-masing Kementeriannya lebih dominan dibandingkan Menteri Keuangan. Menteri Teknis sebagai Pengguna Anggaran (PA), dan semua satker jajarannya

sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), memiliki kewenangan sebagai Otorisator (melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan adanya pengeluaran dan/atau penerimaan negara) dan sekaligus sebagai Ordonatur(melakukan pengujian atas tindakan yang dilakukan oleh Otorisator dan memerintahkan pembayaran kepada comptabel) bagi anggarannya masing-masing. Sedangkan Menteri Keuangan, beserta jajarannya, hanya memiliki kewenangan Comptabel (Bendahara Umum Negara). Merujuk pendapat hukum Drs. Siswo Sujanto, DEA (Ketua TimKecil Penyusunan Paket UU Bidang Keuangan pada Negara), yang turut dihadirkan prinsip let's the manager sebagai manage. Beliau saksi ahli dalam kasus ini menjelaskan bahwa pembagian kewenangan tersebut (Otorisator, Ordonator, dan Comptabel) didasarkan mengemukakan dalam persidangan bahwa prinsip tersebut, hakekatnya menyatakan "anggaran yang diajukan/diminta oleh Kementerian Teknis, diberikan oleh DPR kepada Menteri Teknis untuk membiayai kegiatan yang diusulkan, diputuskan penggunaannya dan dilaksanakan sendiri oleh Menteri Teknis yang bersangkutan, dan konsekuensinya harus dipertanggungjawabkan pula oleh Menteri Teknis. "Merujuk keterangan Saksi Ahli yang diajukan terdakwa yakni Prof. Dr. Muhsan, S.H. (Mantan Hakim Agung, Professor Hukum Administrasi Negara, Pendamping Ahli Tim Penyusunan paket UU Bidang Keuangan Negara), berpendapat "Menteri Teknis merupakan lastgevers (pemberi mandate/ perintah) yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan Menteri Keuangan yang merupakan lasthebbers (penerima mandate/ perintah). "Selanjutnya, Prof. Muhsan mengemukakan pendapat hukumnya, "Oleh sebab itu, semua perintah Menteri Teknis beserta jajarannya dalam hal pengeluaran Negara yang diwujudkan dalam bentuk surat perintah membayar (SPM), sepanjang sesuai persyaratan administratif yang ditentukan, harus dilaksanakan pencairan dananya. Hal ini, harus dilakukan karena semua tanggungjawab terhadap keputusan yang dilakukan merupakan tanggungjawab Kementerian Teknis/ satker yang bersangkutan. Kalaupun pihak Kementerian keuangan (dhi. KPPN) harus melakukan pengujian hanyalah pengujian administrative dan bersifat pengulangan (rechek). Bukan bersifat pengujian materiil (substantif)."Terlepas dari pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara itu, dari lubuk hati terdalam, penulismenyatakan turut prihatin dan bersimpati atas musibah yang menimpa Korps Lapangan Banteng. Perlu kiranya majelis hakim lebih membuka mata hatinya untuk mendengar suara hati, karena vonis yang diputuskan kemarin akan berimplikasi besar terhadap perekonomian negara, khususnya penyerapan APBN di tahun anggaran 2012. Perlu disadari, para pegawai KPPN (khususnya petugas seksi pencairan dana) sebagai ujung tombak dalam pencairan dana APBN mesti akan bertindak ekstra hati-hati dalam meneliti SPM yang diajukan Satker-Satker yang berada di wilayah kantor bayarnya. Dikhawatirkan, saking hati-hatinya, petugas tidak akan menolerir kesalahan dalam dokumen SPM sekalipun itu kesalahan kecil (misalnya kesalahan ketik/redaksional) sehingga tingkat pengembalian SPM (SPM tidak dapat diproses menjadi SP2D) akan meningkat pesat. Tentu saja, proses penerbitan SP2D menjadi berbelit-belit dan butuh waktu lama hingga betul-betul diyakini SPM yang diajukan tepat jumlah, tepat penerima pembayarannya dan tepat pula peruntukannya.Siapa juga yang mau menerima resiko, divonis bersalah (hukuman penjara dan denda ratusan juta rupiah) atas tindakan yang belum tentu dilakukannya? Siapa pula yang rela mendapat stigma (dicap) sebagai seorang koruptor atas dosa/kesalahan yang belum tentu diperbuatnya? Khusus kepada pucuk pimpinan yang berkantor di kawasan Lapangan Banteng, penulis meminta dengan sangat agar diberikan rasa aman dan kepastian hukum kepada para pegawai dengan terusmenyempurnakan sistem dan prosedur kerja (SOP) dan perlindungan hukum sehingga musibah yang menimpa rekan kami tidak terulang kembali.

Bukan kami tak butuh gedung yang megah, taman yang indah, dan peralatan kerja yang lengkap, tapi yang lebih kami butuhkan adalah rasa kebersamaan, RASA AMAN, rasa kekeluargaan dan solidaritas korps yang sepertinya mulai luntur di tengah tantangan tugas ke depan yang semakin berat.Demikian, postingan pertama di tahun 2012 ini, sekadar untuk mencurahkan isi hati sekaligus solidaritas untuk senior dan junior yang nasibnya kini ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Terima kasih. #santorry saad#

Analisis Korupsi di Indonesia Saat ini telah ada berbagai badan yang mengawasi, mencegah, hingga memberantas korupsi di Indonesia. Mulai dari ICW, IBI, BPK, BPKP, BPK, KPK, Kepolisian, Kejaksaan, sampai Kehakiman. Namun tetap saja korupsi merajalela di Indonesia. Sebagaimana disebutkan di atas ada beberapa hal yang menyebabkan korupsi menjadi abadi. Kebiasaan korupsi dari ratusan tahun lalu yang menyebabkan stigma masyarakat terbentuk sedemikian rupa sehingga korupsi menjadi biasa adalah hal yang sulit diubah. Diperparah dengan moral dan nilai yang semakin tidak diperhatikan menjadikan pemberantasan korupsi di Indonesia seperti jalan di tempat. Sekalipun demikian, jalan di tempat mungkin akan menggeser posisi kita sedikit demi sedikit maju ke depan daripada kita diam saja. Hal ini tergambar dari indeks persepsi korupsi Indonesia yang terus membaik tiap tahun. Hal ini menunjukkan kita bisa memberantas korupsi! Meskipun misal kita bisa menge-nol-kan korupsi 350 tahun lagi, itu lebih baik dibanding tidak melakukan apa-apa. Karena menyerah pada korupsi berarti penghancuran negara dalam jangka panjang. Dan memang, motor penggerak utama memang seharusnya pemerintah sebagai regulator dari level atas hingga bawah. Pemerintah harus terus menggalakan pemberantasan korupsi dan melakukan sosialisasi dan penyuluhan berkesinambungan. Selain itu pendidikan Indonesia harus diperbaiki. Peningkatan moral, etos kerja, disiplin, dan kejujuran harus dikedepankan karena hal seperti itu lebih penting dibanding ilmu sains dan sosial bidang apapun.

Daftar pustaka :
http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi http://nasional.kompas.com/read/2011/12/01/17515759 http://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Persepsi_Korupsi http://www.deptan.go.id/itjen/berkas_upload/uu%20nomor%2020%20tahun%202001.pdf http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU%20PNS.pdf http://sosbud.kompasiana.com/2009/12/10/korupsi-dan-persepsi-masyarakat/ http://hamdanzoelva.wordpress.com/2008/08/11/fenomena-korupsi-dari-sudut-pandangfilsafat-ilmu/ http://www.anneahira.com/kasus-kasus-korupsi.htm

http://hukum.kompasiana.com/2011/12/12/mengapa-indonesia-korupsi/ http://kuwatslamet.blogspot.com/2012/01/tragedi-pegawai-kppn.html http://www.kpk.go.id/modules/edito/doc/kumpulan_uu.pdf

You might also like