You are on page 1of 17

Asfiksia Neonatorum

Martono Tri Utomo

BATASAN Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.

PATOFISIOLOGI Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.

GEJALA KLINIK Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

DIAGNOSIS Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis. Pemeriksaan fisik : Nilai Apgar
Klinis Detak jantung Pernafasan Refleks saat jalan nafas dibersihkan Tonus otot Warna kulit 0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Lunglai Biru pucat 1 < 100 x/menit Tak teratur Menyeringai Fleksi ekstrimitas (lemah) Tubuh merah ekstrimitas biru 2 >100x/menit Tangis kuat Batuk/bersin Fleksi kuat gerak aktif Merah seluruh tubuh

Nilai 0-3 : Asfiksia berat Nilai 4-6 : Asfiksia sedang Nilai 7-10 : Normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar) Pemeriksaan penunjang : Foto polos dada USG kepala Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

Penyulit Meliputi berbagai organ yaitu : Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru Gastrointestinal : enterokolitis nekrotikans Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH Hematologi : DIC

PENATALAKSANAAN Resusitasi y y Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan) Terapi medikamentosa :

Epinefrin :

Indikasi : Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada. Asistolik.

Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

Volume ekspander : Indikasi : Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi. Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.

Jenis cairan : Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

Dosis : Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.

Bikarbonat : Indikasi : Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.

Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%) Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.

Efek samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.

Nalokson : Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.

Indikasi : Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.

Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml) Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c

Suportif y y y Jaga kehangatan. Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

Bagan Resusistasi neonatus

Uji kembali efektifitas :

Resusitasi dinilai tidak berhasil jika :


Ventilasi Kompresi dada Intubasi Endotrakeal - Pemberian epinefrin Pertimbangkan kemungkinan :

apnea dan denyut jantung 0 setelah dilakukan resusitasi secara efektif selama 15 menit.

Hipovolemia Asidosis metabolik berat

DAFTAR PUSTAKA 1. Kattwinkel J, Short J, Niermeyer S, Denson SE, Zaichkin J, Simon W. Neonatal resuscitation textbook; edisi ke-4. AAP & AHA, 2000; 1-1 2-25. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 69-79. Ringer SA. Resuscitation in the delivery room. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 53-71. Aurora S, Snyder EY. Perinatal asphyxia. Dalam : Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 536-54. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 12-20. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 512-21. Rennie MJ, Roberton NRC. A manual of neonatal intensive care; edisi ke-4. London : Arnold, 2002; 62-88.
Copyright OpenUrika 2006 Inc.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&ht ml=07110-skow264.htm

Myspace Welcom

Sabtu, 29 Maret 2008


ASFIKSIA By : Sutrisno, S.Kep, Ns A. Pengertian Menurut Hanifa Wiknjosastro (2002) asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2 (A.H Markum, 2002). B. Etiologi Etiologi secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. 1. Faktor ibu Hipoksi ibu, oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, tekanan darah ibu yang rendah. Penyakit pembuluh darah yang menganggu aliran darah uterus, kompresi vena kava dan aorta saat hamil, gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak akibat perdarahan, hipertensi pada penyakit eklampsia. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun Gravida empat atau lebih Sosial ekonomi rendah 2. Faktor plasenta Plasenta tipis Plasenta kecil Plasenta tak menempel Solusio plasenta Perdarahan plasenta 3. Faktor janin / neonatus Kompresi umbilikus Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir Prematur Gemeli Kelainan congenital Pemakaian obat anestesi Trauma yang terjadi akibat persalinan 4. Faktor persalinan Partus lama Partus tindakan

C. Patofisiologi Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukkan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode apnoe yang kedua., dan ditemukan pula bradikardia dan penurunan tekanan darah. Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

D. PATHWAYS Unknown E . Manifestasi klinik 1. Pernafasan cuping hidung 2. Pernafasan cepat 3. Tidak bernafas 4. Nadi cepat 5. Cyanosis 6. Nilai APGAR kurang dari 6 Untuk menilai tingkat asfiksia: asfiksia berat, sedang atau ringan bahkan normal dapat dipakai penilaian dengan APGAR score. Klasifikasi klinik nilai APGAR: 1. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3) Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikalis.

2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6). Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali. 3. Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).

4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10 Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat. F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 ) 2. Penilaian APGAR Score meliputi (Warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot dan reflek) 3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi 4. Pengkajian spesifik G. Penatalaksanaan Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian hari.Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir. Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa: 1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, pertumbuhan homeostasis yang timbul makin berat. Resusitasi akan semakin sulit dan kemungkinan timbulnya sekuele akan meningkat 2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/ hipoksia antenatal tidak dapat diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/hipoksia paska natal harus dicegah dan diatasi. 3. Riwayat kehamilan dan persalinan akan memberikan keterangan yang jelas tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir 4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat dipilih dan ditentukan secara cepat dan tepat. Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat adalah: 1. Membersihkan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar. 2. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha pernafasan lemah. 3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi 4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik. Tindakan Umum: 1. Pengawasan suhu tubuh Pertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan memperburuk keadaan asfiksia.Bayi baru lahir secara relative banyak kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel sehingga kebutuhabn oksigen meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang hangat segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan (membungkus bayi dengan kain kering dan hangat), Badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala ditutup dengan kain atau topi kepala yang terbuat dari

plastik 2. Pembersihan jalan nafas Saluran nafas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion dengan pengisap lendir, tindakan ini dilakukan dengan hati- hati tidak perlu tergesa- gesa atau kasar. Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti: spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan nafas. Pada asfiksia berat dilakukan resusitasi kardiopulmonal. 3. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas selama 20 detik setelah lahir dianggap telah menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus segera dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula merangsang reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila cara ini tidak berhasil dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua telapak kaki bayi. 4. Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksi a.Tujuan Pemberian Cairan untuk Bayi Baru Lahir dengan asfiksia 1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan 2. Memberikan obat- obatan 3. Memberikan nutrisi parenteral b. Keuntungan dan kerugian therapy Cairan Keuntungan : 1. Efek therapy segera tercapai karena penghantaran obat ketempat target berlangsung cepat 2. Absorbsi total, memungkinkan dosis obat lebih tepat dan therapy lebih dapat diandalkan. 3. Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek therapy dapat dipertahankan maupun dimodifikasi. 4. Ras sakit dan iritasi obat- obat tertentu jika diberikan intramuscular dan subkutan dapat dihindari. 5. Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorpsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinal. Kerugian : 1. Resiko toksisitas/anapilaktik dan sensitivitas tinggi 2. Komplikasi tambahan dapat timbul : Kontaminasi mikroba melalui sirkulasi Iritasi vaskuler ( spt phlebitis ) Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan. c.Peran Perawat terhadap Therapi Cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia 1. Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infuse maupun kemasannya. 2. Memastikan cairan infuse diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian) 3. Memeriksa kepatenan tempat insersi 4. Monitor daerah insersi terhadap kelainan 5. Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan program 6. Monitor kondisi dan reaksi pasien

DAFTAR PUSTAKA

1. A.H Markum, (2002). Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: FKUI. 2. Arif Ridwan & Iman Fathurrohman W. (1997). Referensi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-2. Bandung. 3. Berhman, Kliegman & Arvin, (1996), Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Alih Bahasa Samik Wahab. Jilid I, Jakarta: EGC. 4. http: // www.pediatrik.com/kanal.Php?pg=karyailmiah&id=03. 5. http : //www.Suaramerdeka.Com/harian/0308/11/ragam5.htm. 6. Mochtar, Rustam, (1998), Sinopsis Obstetri: Obstetri Patologi, Edisi 2, Jakarta: EGC. 7. Persis Mary Halminton, (1999), Dasar- dasar Keperawatan Maternitas Edisi 2, Jakarta: EGC 8. Staf Pengajar IKA FKUI, (1995), Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3, Jakarta: IKA FKUI. 9. Purnawan, J dkk, (1998) Kapita Selekta Kedokteran, Edisi2, Jakarta: Media Aeusculapius FKUI. 10. PT Otsuka Indonesia. (2003). Pemberian Cairan Infus. Edisi revisi VIII. 11. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, (2002), Ilmu Kebidanan, Jakarta: JNPKKR-POGI 12. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, (2002), Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR- POGI 13. Arif Ridwan & Iman Fathurrohman W. (1998). Referensi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-2. Bandung http://trisnoners.blogspot.com/2008/03/asfiksia.html http://www.scribd.com/doc/52913273/asfiksia-perinatologi

Tugas Keperawatan Anak IIAsuhan Keperawatan Bayi AsfiksiaolehAulia Dwi Zhukmana (06060006) : Tugas Keperawatan Anak IIAsuhan Keperawatan Bayi AsfiksiaolehAulia Dwi Zhukmana (06060006) Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2009

Pengertian : Pengertian Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994). Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapnea serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).

Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksia : Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksia Menurut pedoman Depkes RI Santoso NI, 1995. Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia, antara lain sebagai berikut: 1. Faktor Ibu Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain. 2. Faktor Placenta Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya. 3. Faktor Janin dan Neonatus Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan lain-lain. 4. Faktor Persalinan Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain (Ilyas Jumiarni, 1995).

Patofisiologi : Patofisiologi Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli

yamh tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

Manifestasi Klinis : Manifestasi Klinis Pernafasan terganggu. Detik jantung berkurang. Reflek / respon bayi melemah. Tonus otot menurun. Warna kulit biru atau pucat.

Diagnosis : Diagnosis Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosa anoksia/hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatikan: 1. Denyut Jantung Janin Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. 2. Mekanisme Dalam Air Ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan. 3. Pemeriksaan PH Pada Janin Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia. 4. Dengan Menilai Apgar Skor

Pelaksanaan Resusitasi : Pelaksanaan Resusitasi Membuka Jalan Nafas Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) Pemberian Obat-Obatan Penunjang

Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor : Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor Apgar skor menit I : 0-3, Jaga agar bayi tidak kedinginan; Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke ICU; Ventilasi Biokemial. 2. Apgar skor menit I : 4-6, Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas; Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki; Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong; Detik jantung kurang dari 100 kali permenit lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung. 3. Apgar skor menit I : 7-10, Bersihkan jalan nafas; Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan; Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.

Komplikasi : Komplikasi Odem Otak Pendarahan Otak Anuria atau Oliguria Hyperbilirubinemia Obstruksi usus yang fungsional Kejang sampai koma Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax (Wirjoatmodjo, 1994 : 168).

Prognosa : Prognosa Asfiksia ringan / normal : Baik. Asfiksia sedang; tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa baik. Asfiksia berat; dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation (Wirjoatmodjo, 1994 : 68).

ASKEP : ASKEP I. Pengkajian a) Data subyektif, terdiri dari: Biodata atau identitas pasien : Bayi; meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin Orangtua; meliputi nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat (Talbott Laura A, 1997 : 6). Riwayat kesehatan Riwayat antenatal Riwayat natal komplikasi persalinan Riwayat post natal Pola eliminasi Latar belakang sosial budaya Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropika Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol Hubungan psikologis

: b) Data Obyektif, terdiri dari: Keadaan umum Tanda-tanda Vital, Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 ?C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 ?C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5?C 37,5?C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit. Pemeriksaan fisik. Kulit; warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks. Kepala; kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung. Mata; warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya. Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir. Mulut; Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak. Telinga; perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan Leher; perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek

Cont : Cont Thorax; bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit. Abdomen, bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna. Umbilikus, tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda tanda infeksi pada tali pusat. Genitalia; pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan Anus; perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar

serta warna dari faeses. Ekstremitas; warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya. Refleks; pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356).

Slide 14: c) Data Penunjang, Pemeriksaan yang diperlukan adalah : Darah; Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari : Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit. Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi. Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct). Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari : pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik. PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea. PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif. HCO3 (normal 24-28 mEq/L) Urine Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari : Natrium (normal 134-150 mEq/L) Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L) Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L) Foto thorax Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

II. Analisa Data dan Perumusan Masalah : II. Analisa Data dan Perumusan Masalah

III. Diagnosa Keperawatan : III. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien post asfiksia berat antara lain: 1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat. 2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah. 3. Resiko terjadinya hipoglikemia 4. Resiko terjadinya hipotermia 5. Resiko terjadinya infeksi 6. Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan rawat terpisah.

IV. Rencana Asuhan Keperawatan : IV. Rencana Asuhan Keperawatan Dx 1: Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat. Tujuan: Kebutuhan O2 bayi terpenuhi Kriteria: Pernafasan normal 40-60 kali permenit; Pernafasan teratur; Tidak cyanosis; Wajah dan seluruh tubuh warna kemerahan; Gas darah normal. Intervensi: 1. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm. R/ Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi kelancaran jalan nafas. 2. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu. R/ Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin pertukaran gas yang sempurna. 3. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam. R/ Deteksi dini adanya kelainan. 4. Kolaborasi dengan

team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri. R/ Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan otak. Dan peningkatan pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi.

: Dx 2: Resiko terjadinya hipotermi sehubungan dengan adanya proses persalinan yang lama dengan ditandai akral dingin suhu tubuh dibawah 36 C. Tujuan: Tidak terjadi hipotermia. Kriteria: Suhu tubuh 36,5 37,5C; Akral hangat; Warna seluruh tubuh kemerahan. Intervensi: 1. Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer). R/ Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan sehingga meletakkan bayi menjadi hangat. 2. Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas handuk / kain yang kering dan hangat. R/ Mencegah kehilangan tubuh melalui konduksi. 3. Observasi suhu bayi tiap 6 jam. R/ Perubahan suhu tubuh bayi dapat menentukan tingkat hipotermia. 4. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian Infus Glukosa 5% bila ASI tidak mungkin diberikan. R/ Mencegah terjadinya hipoglikemia.

Slide 19: Dx 3: Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah. Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria: Bayi dapat minum pespeen / personde dengan baik; Berat badan tidak turun lebih dari 10%; Retensi tidak ada. Intervensi: Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi. R/ Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat tindakan / perawatan yang tepat. 2. Monitor turgor dan mukosa mulut. R/ Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut. 3. Monitor intake dan out put. R/ Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance). 4. Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan. R/ Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat. 5. Lakukan control berat badan setiap hari. R/ Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monitor.

Slide 20: Dx 4: Resiko terjadinya infeksi. Tujuan: Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi) Kriteria: Tidak ada tanda-tanda infeksi; Tidak ada gangguan fungsi tubuh. Intervensi: Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan R/ Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah. 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. R/ Mencegah penyebaran infeksi nosokomial. 3. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi). R/ Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi. 4. Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari. R/ Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat karena mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan. 5. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi. R/ Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman. 6. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal. R/ Deteksi dini adanya kelainan. Hindarkan bayi kontak dengan sakit. R/ Mencegah terjadinya penularan infeksi. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik. R/ Mencegah infeksi dari pneumonia. Siapkan pemeriksaan laboratorat sesuai advis dokter yaitu pemeriksaan DL, CRP. R/ Sebagai pemeriksaan penunjang.

Slide 21: Dx 5: Resiko terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan metabolisme yang meningkat. Tujuan: Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan. Kriteria: Akral hangat; Tidak cyanosis; Tidak apnea; Suhu normal (36,5C -37,5C); Distrostik normal (> 40 mg). Intervensi: Berikan nutrisi secara adekuat dan catat serta monitor setiap pemberian nutrisi. R/ Mencegah pembakaran glikogen dalam tubuh dan untuk pemantauan intake dan out put. Beri selimut dan bungkus bayi serta perhatikan suhu lingkungan. R/ Menjaga kehangatan agar tidak terjadi proses pengeluaran suhu yang berlebihan sedangkan suhu lingkungan berpengaruh pada suhu bayi. Observasi gejala kardinal (suhu, nadi, respirasi). R/ Deteksi dini adanya kelainan. Kolaborasi dengan team medis untuk pemeriksaan laborat yaitu distrostik. R/ Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia lebih lanjut dan kompli-kasi yang ditimbulkan pada organ - organ tubuh yang lain.

Slide 22: Dx 6: Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan perawatan intensif. Tujuan: Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu. Kriteria: Ibu dapat segera menggendong dan meneteki bayi; Bayi segera pulang dan ibu dapat merawat bayinya sendiri. Intervensi: Jelaskan para ibu / keluarga tentang keadaan bayinya sekarang. R/ Ibu mengerti keadaan bayinya dan mengura-ngi kecemasan serta untuk kooperatifan ibu/keluarga. 2. Bantu orang tua / ibu mengungkapkan perasaannya. R/ Membantu memecah-kan permasalahan yang dihadapi. Orientasi ibu pada lingkungan rumah sakit. R/ Ketidaktahuan memperbesar stressor. Tunjukkan bayi pada saat ibu berkunjung (batasi oleh kaca pembatas). R/ Menjalin kontak batin antara ibu dan bayi walaupun hanya melalui kaca pembatas. Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu dan bayi jika keadaan bayi memungkinkan. R/ Rawat gabung merupakan upaya mempererat hubungan ibu dan bayi/setelah bayi diperbolehkan pulang.

Tahap Pelaksanaan Tindakan : Tahap Pelaksanaan Tindakan Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal (Santosa NI, 1995).

Tahap Evaluasi : Tahap Evaluasi Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai atau tidak serta untuk pengkajian ulang rencana keperawatan (Santosa NI, 1995). http://www.authorstream.com/Presentation/zhukma-195191-asfiksia-tugas-keperawatan-anak-iiasfiksi-education-ppt-powerpoint/

You might also like