You are on page 1of 25

Pentingnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

menata Industri Keuangan Syariah


Oleh: Ekonudin Islam
I. PENDAHULUAN

Setelah tumbuh secara ajaib bersama dengan para macan Asia selama lebih dari satu dekade, maka pada tahun 1997 Indonesia masuk kedalam realita nyata atas koreksi natural dari pertumbuhan semu yang dipompa ke dalam mekanisme ekonomi kapitalis pasar yang dianut oleh pemerintahan Indonesia era Orde Baru. Hantaman krisis finansial atas ekonomi Indonesia berlangsung parah

(menyebabkan jatuhnya pemerintahan Soeharto) dan lama. Obat penawar racun kapitalis yang dijanjikan oleh IMF tidak diberikan sesuai dosisnya, sehingga menyebabkan pemulihan ekonomi Indonesia berlangsung lama yang pada akhirnya terobati sendiri melalui peningkatan kemampuan dari aktor utama ekonomi Indonesia, yaitu para rakyat kebanyakan (society driven economy recovery). Dalam perjalanan melalui krisis keuangan 1997, masyarakat Indonesia disadarkan akan kekuatan masyarakat akar rumput dalam menerima (absorb) situasi kondisi ekonomi yang terkontraksi secara tiba-tiba. Ketika barang import sudah terlalu mahal untuk dibeli, maka pertumbuhan pembelanjaan barang lokal menjadi lebih baik; dan ketika bunga pinjaman menjadi terlalu tinggi, kesetiakawanan sosial yang berlandaskan akhlak Islami meningkat. Sehingga ketika industri perbankan nasional hanya sibuk mengurusi diri sendiri, institusi keuangan mikro berbasiskan kesadaran sosial masyarakat akar rumput malah meningkat. Ribuan institusi keuangan mikro berbasis syariah tumbuh tanpa asistensi dari Pemerintah; puluhan ribu bisnis mikro terselamatkan mengarungi krisis moneter yang berkepanjangan. Lalu berikutnya, ketika dunia menghadapi krisis ekonomi lainnya yang dimulai pada tahun 2007, masyarakat akar rumput sangat adaptable dengan ketidak adilan mekanisme economy main stream.

Werner Katili

2011

LATAR BELAKANG

Setelah kepergian Rasul Muhamad SAW, pada jaman kekalifahan Abu Bakar, masyarakat Islam berada pada puncak kesempurnaan dalam bermasyarakat dan bernegara. Pada saat itu, ajaran Islam berkembang secara pesat dan luas, yang ditandai dengan semakin banyaknya territory yang mengintegrasikan sistem bermasyarakatnya ke bawah naungan kekalifahan Islam. Ketika Khalifah Umar bin Khatab menggantikan Khalifah Abu Bakar as Shidiq, kesadaran masyarakat dalam berzakat, berinfaq dan bersadaqah mencapai puncaknya sehingga Khalifah Umar memutuskan untuk menciptakan Bayt al-mal atau Baitul Mal, yang berarti rumah harta atau rumah kesejahteraan. Fungsi Baitul Mal sendiri adalah

sebagai kantor kas keuangan yang mengatur keuangan negara dalam mensejahterakan rakyat yang membutuhkan uluran tangan, dan sama sekali bukan untuk kepentingan para pemimpin maupun para hartawan. Momen inilah yang menjadi momen, dimana untuk pertama kalinya dunia memiliki sebuah negara kesejahteraan atau dikenal di dunia Barat sebagai welfare country. Di Indonesia sendiri, situasi sosial politik era 80-an belum merupakan momen yang baik bagi pertumbuhan Ekonomi Islam, karena pemerintahaan Orde Baru mempunyai desain cetak biru untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang eksponensial mengungguli negara-negara di Asia lainnya melalui pengelolaan harta sumber daya alam. Dengan pengelolaan yang baik, diharapkan trickle down economy effect akan terjadi, kemudian pemerataan akan dimulai dengan mendorong pertumbuhan ekonomi kerakyatan yang diwujudkan dalam

pengembangan pertanian dan peternakan, program keluarga berencana dan program transmigrasi. Atas dasar pelaksanaan grand plan dari pemerintahan Orde Baru tersebut, ditambah dengan agenda politik yang menekankan pada kestabilan politik, maka sampai dengan permulaan era 90-an, pembicaraan mengenai Ekonomi Islam (yang dikhawatirkan akan merembet pada aspek politik ekonomi) hanya terjadi di lingkungan kecil dalam struktur masyarakat cendekia yang direstui oleh pemerintah. Setelah Presiden ke-2, Soeharto, yakin bahwa saatnya sudah tiba untuk mulai mengangkat wibawa sosial politik dari masyarakat Islam

Werner Katili

2011

(demi kepentingan geopolitik), maka pemerintah Orde Baru segera mendorong lahirnya bank Islam pertama di Indonesia.
IDENTIFIKASI MASALAH

Pada tahun 1984, para aktifis mesjid Salman ITB mendirikian Baitut Tamwil, yang berikutnya menjadi contoh cikal bakal Islamic Micro Financial Intermediary di Indonesia, yang kemudian diadopsi oleh Ikatan Cendekia Muslim Indonesia (ICMI) sebagai Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dan dipopulerkan oleh Presiden ke-3 B.J. Habibie. Atas dasar perkembangan yang pesat dari BMT, maka dengan restu dari pemerintah Orde Baru, melalui Munas MUI ke-IV tahun 1990, diamanatkanlah pembentukan Bank Islam di Indonesia, yang diikuti oleh pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 1 November 1991. Namun, pengawasan BMI oleh Bank Indonesia (BI) masih menggunakan metoda pelaksanaan dan pengawasan bank konvesional, karena sampai dengan 1998, BI belum mempunyai unit kerja yang secara khusus mengatur dan mengawasi operasional perbankan Islam/Syariah.
BMT

Di lapangan, nyata terlihat bahwa masyarakat lebih dahulu mengerti kebutuhan riil yang diperlukan untuk menjalankan ekonomi dalam masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat Indonesia menerima dan mendorong kehadiran institusi keuangan mikro BMT yang mempunyai peran sebagai Baitul Mal, yaitu sebagai rumah tempat mengumpulkan zakat, infaq, sadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat, yang kemudian mendistribusikannya pada masyarakat yang berhak dan membutuhkannya, terutama di dalam lingkup area operasi BMT yang bersangkutan. Selain itu, BMT juga mempunyai peran khusus lainnya sebagai Baitul Tamwil, yang berperan sebagai Islamic Financial Intermediaries untuk pengusaha mikro dengan pola bagi hasil.

Werner Katili

2011

Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)

Melalui Undang Undang No.12 tahun 1967 mengenai Perkoperasian, Pemerintah Indonesia mendorong program pengembangan koperasi di seluruh Indonesia dengan menginstitusikan pengembangan, pendampingan dan pengawasan melalui institusi departemen yang membidangi Koperasi. Namun dalam perjalanan panjang perkoperasian di Indonesia, baru di tahun 2004 terpikirkan oleh negara untuk mendorong pembentukan Koperasi Jasa Keuangan Syariah/KJKS (KEPMEN MENEGKOP & UKM NO. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004).
BAZ dan LAZ

Melalui Undang Undang Nomer 38 tahun 1999 (yang telah diamandemen oleh DPR pada tanggal 27 Oktober 2011) yang mengatur masalah pengelolaan zakat, pemerintah telah mencanangkan bahwa pengumpulan zakat dari masyarakat harus mencapai tujuan utama dari zakat itu sendiri, yaitu sebagai tindakan yang telah digariskan oleh agama Islam untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat. Dalam kelembagaan institusi pelaksana, dinyatakan bahwa lembaga yang berhak mengelola zakat adalah Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ), yang berfungsi mengelola zakat yang cakupannya adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Adapun kedua institusi tersebut dikoordinasi dan diawasi oleh Dep. Agama.

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

Mulai dengan tanggal 1 Juli 2009, Bank Indonesia (BI) merevisi aturan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Ketentuan baru ini dibuat untuk memberikan landasan hukum yang lebih jelas mengenai syarat dan tata cara pendirian BPRS. Aturan baru ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009. Keberadaan BPRS dimaksudkan untuk dapat memberikan layanan perbankan secara cepat, mudah dan sederhana kepada masyarakat, khususnya pengusaha menengah, kecil, dan mikro baik di perdesaan maupun perkotaan yang selama ini belum/tidak terjangkau oleh layanan bank umum.

Werner Katili

2011

Pada saat ini, pertumbuhan perbankan syariah Indonesia meningkat pesat, yaitu di atas 35% dalam lima tahun terakhir, bahkan di tahun 2010 tumbuh 47%. Bila dibandingkan dengan pertumbuhan (perbankan syariah) di dunia yang hanya sekitar 20%, berarti growth Indonesia lebih tinggi daripada pertumbuhan dunia. Namun, market share perbankan syariah terhadap perbankan konvensional terbilang masih kecil, yakni hanya 3,4% per Juli 2011. Berdasarkan laporan Bank Indonesia, aset total perbankan syariah pada Agustus 2011 mencapai Rp. 120 triliun. Aset Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) mencapai Rp. 116 triliun, sedangkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) mencapai Rp. 3,7 triliun. Dengan kendala pengembangan pangsa pasar yang susah untuk bergerak menjadi lebih besar dari 3,4%, berarti masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dan segenap pemangku kepentingan (stake holder). Selain BUS, UUS dan BPRS yang ada di bawah otoritas dan pengawasan BI, seperti telah diutarakan sebelumnya, BMT (berbaju koperasi simpan-pinjam) yang populasinya telah mencapai ribuan dan tersebar di seluruh pelosok Indonesia, harus mendapatkan penanganan yang khusus dan terintegrasi. Sedangkan KJKS yang merupakan peng-Islaman Koperasi Simpan-Pinjam adalah aktor keuangan syariah utama dalam perekonomian Indonesia, yang juga harus mendapatkan penanganan yang terintegrasi dan terdeferensiasi dengan jelas oleh pemerintah. Bahkan BAZ dan LAZ, yang saat ini perijinan dan pengawasannya berada di bawah otoritas Departemen Agama, harus dibicarakan dan dikoordinasikan secara terpadu agar berkembang secara efisien (complimentary, bukan competition) dengan menghilangkan ego sektoral dan menciptakan keharmonisan mencapai ekonomi yang berkarakter Rahmatan Lil Alamin.
TUJUAN

Makalah ini bertujuan untuk meninjau dan menganalisa kehadiran industri perbankan syariah di tengah masyarakat Islam di Indonesia, serta perannya dalam menawarkan solusi yang dapat dicerna secara gamblang oleh masyarakat akar

Werner Katili

2011

rumput dengan kaitannya dalam bermuamalah sesuai dengan ajaran agama. Seperti telah diketahui, keputusan masyarakat menggunakan institusi perbankan syariah terbagi dalam dua tipe nasabah, yaitu nasabah yang menentukan pilihannya berlandaskan keputusan emotional benefit atas kebutuhannya dalam pengabdian di jalan yang telah digariskan oleh agama Islam (menghindarkan riba), dan nasabah yang mengejar rational benefit yang mendasari keputusannya memilih bank syariah karena aspek lokasi, bagi hasil yang baik, servis dan ditambah dengan bonus mendekatkan diri dalam identitas Islam1. Pada era 80-an, saat Ekonomi Islam mulai gencar didiskusikan di luar negeri dan juga di Indonesia pada level cendekiawan Muslim, ekonomi dunia masih didominasi oleh dua kutub ekonomi, yaitu sosialis komunis dan kapitalis. Berikutnya, permulaan era 90-an, dunia menyaksikan kegagalan/keruntuhan masif dari sistem ekonomi komunis, yang diikuti dengan mulai

berkembangliarnya mekanisme ekonomi kapitalis. Seluruh negara di dunia mulai berlomba-lomba memompa pertumbuhan dengan cara melepaskan

perekonomiannya ke dalam mekanisme pasar bebas yang mempunyai satu tujuan utama, yaitu meningkatkan keuntungan semaksimal mungkin. Dengan asumsi bahwa semua pihak telah memahami mekanisme dasar dari ekonomi Kapitalis, maka pembahasan akan dimulai dengan melihat aspek dasar dari pelaksanaan Ekonomi Islam, yaitu mewujudkan negara kesejahteraan yang merujuk pada ajaran-ajaran dalam Al-Quran dan Sunah. Selanjutnya pembahasan akan sedikit mengupas peran institusi perbankan syariah dalam perekonomian Indonesia; keberadaannya, posisinya dalam struktur pelaku perekonomi nasional, tantangannya untuk menjadi pemain dominan dan penerimaan konsumen atas keberadaan perbankan syariah sebagai solusi substitusi dari perbankan konvensional yang sudah mendominasi kegiatan ekonomi semenjak negara Indonesia belum berdiri. Berkaitan dengan lingkup operasi perbankan syariah (termasuk UUS dan BPRS), akan dibahas aktor ekonomi Islam lainnya, yaitu BMT, KJKS dan kaitan peran BAZ dan LAZ dalam perekonomian yang Islami.
1

Dr. Ir. Asto S. Broto MM; www.marsindonesia.com

Werner Katili

2011

Berikutnya akan sedikit mengulas kembali kebijakan perekonomian Indonesia (pemerintah dan DPR) dalam mewujudkan suatu otoritas yang akan mengawasi seluruh industri keuangan di Indonesia secara terintegrasi dan komprehensif (Otoritas Jasa Keuangan/OJK), serta kaitannya dengan program kemajuan penetrasi perbankan syariah.
II. ANALISA

Ketika para pengusaha Islam berbicara mengenai mekanisme bermuamalah yang Islami, parameter pelaksanaan sudah sangat jelas, yaitu menghindarkan komponen maisyir, gharar, riba dan batil (MaGhRiB). Namun ketika membahas/merancang institusi keuangan yang Islami, ada hal penting lainnya selain MaGhRiB yang terabaikan. Para bankir mengetahui dan mengimani ayat Al-Quran dan Sunnah berikut ini namun tidak memahami, karena khilaf akan kenyataan bahwa akhlak dan iman tidak dapat diinjeksikan ke dalam institusi, melainkan kepada umat Islam yang menjalankan institusi tersebut.

Dalam Al-Quran Allah berfirman: Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS Hud 11: 6);

Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Ruhul Qudus (Jibril) telah meniupkan wahyu ke dalam hatiku, bahwa suatu jiwa tidak akan mati sehingga dia menyempurnakan ajalnya dan mengambil seluruh rezekinya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan carilah rezeki dengan baik. Dan jangan sampai anggapanmu akan lambatnya rezeki mendorongmu untuk mencarinya dengan maksiat kepada Allah. Karena sesungguhnya apa yang di sisi Allah tidak akan bisa diraih kecuali dengan menaati-Nya. (Riwayat Abu Nuaim dalam al-Hilyah, Lihat Shahihul Jami no. 2085).

Werner Katili

2011

Dalam Islam, uang tidak mempunyai nilai dan tidak bisa dijadikan komoditas yang dapat dikembangbiakkan. Suatu institusi keuangan syariah tidak dapat memaksakan pertumbuhan keuntungan bila mencanangkan untuk menjadi institusi yang Islami. Ayat Al-Quran dan hadist diatas tidak dapat diinjeksikan pada institusi perbankan syariah, melainkan kepada para pemangku kepentingan (stake holder), sehingga tanpa mengamalinya, pembahasan dan kesimpulan yang terpaparkan tidak akan dapat dicerna dan dimengerti.
PEMBAHASAN

Membangun negara kesejahteraan adalah menjadi ideologi dasar dari prinsip ekonomi Islam, di mana salah satu fondasi rukun Islam yang ke-3 dari lima adalah menunaikan zakat. Berikutnya, prinsip utama lainnya dari ekonomi Islam adalah menghilangkan mekanisme kegiatan yang haram dalam bermuamalah, yaitu komponen MaGhRiB. Dua komponen utama dalam ekonomi Islam ini, di mana yang wajib adalah berzakat dan yang haram yaitu menghapus komponen MaGhRiB, adalah dasar dari suatu sistem yang diperlukan dalam membangun negara kesejahteraan yang Islami. Jadi pembahasan akan dimulai dari impian negara kesejahteraan sebagai refleksi dari kerinduan umat Islam Indonesia akan datangnya situasi di mana masyarakat dapat hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan seperti masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin2. Kemudian pembahasan akan masuk pada industri perbankan syariah dan jasa keuangan syariah lainnya. Dalam makalah ini, asuransi syariah, pasar modal yang Islami, serta bursa komoditas syariah tidak akan dibahas, untuk mencegah pembahasan yang melebar dan tidak terfokus pada industri jasa keuangan syariah dan permasalahannya.
Negara Kesejahteraan

Dakwah Muhammad SAW pada awal kerasulannya memperoleh sambutan luas dari masyarakat lapisan bawah, yaitu para maula dan budak. Hal ini mudah dipahami mengingat kondisi sosial mereka memang sangat membutuhkan
2

Buku Chiefdom Madinah (salah paham Negara Islam), Dr. Abdul Aziz, MA

Werner Katili

2011

pembebasan. Sebaliknya, sambutan dari masyarakat lapisan atas hanya sedikit, terutama dari istri Nabi Muhammad SAW sendiri, yakni Khadijah binti Khuwalid, keempat anak perempuannya, saudara sepupunya, yakni Ali bin Abi Thalib, serta sahabat lamanya, Atic bin Utsman bin Amir yang setelah memeluk Islam dikenal sebagai Abu Bakar al-Shiddiq.3 Sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW, kalangan yang termarginalkan selalu secara spontan mengharapkan suatu perubahan dalam mekanisme terlaksananya keadilan dalam masyarakat. Seperti yang sudah dipahami oleh semua umat Islam, jelas bahwasanya miskin dan kaya akan selalu ada sampai akhir zaman, sama dengan keberadaan pria dan wanita di atas bumi ini. Kemiskinan tidak dapat dilenyapkan dari peradaban manusia, karena seperti firman Allah SWT dalam AlQuran: Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kamilah kamu

dikembalikan. (QS Al-Anbiya 21;35), di mana jelas dapat dimengerti bahwa kemiskinan hanya merupakan kondisi yang lain dari kekayaan. Di sinilah inti kunci dari filosofi ekonomi Islam, di mana pengeluaran zakat dan penghindaran riba adalah merupakan esensi dasar atau epistemologi dari ilmu ekonomi Islam. Kesejahteraan harus merata dalam suatu sistem ekonomi yang berkesinambungan (yang Islami). Jalan Indoneisa menuju negara kesejahteraan cukup panjang dan berliku, dan ini terlihat dari laporan mengenai Indeks Pembangunan Manusia/IPM (mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup) dari United Nations Development Programme (UNDP). Peringkat IPM Indonesia tahun 2011 berada di urutan 124 dari 187 negara. Walaupun menurut Amartya Sen, pemenang hadiah Nobel dan salah satu perumus index ini, bahwa IPM hanyalah sebuah metoda pengukuran yang vulgar, namun belum ada pengukuran lain yang dipakai seekstensif indeks IPM4. Menurut BPS, jumlah masyarakat miskin Indonesia saat ini adalah lebih dari 30 juta jiwa dan klasifikasi kemiskinan ini menggunakan
3 4

Dr. Abdul Aziz, MA, Chefdom Madinah, hlm 214 http://en.wikipedia.org/wiki/Human_Development_Index

Werner Katili

2011

poverty line dari BPS, yaitu Rp. 5.500 per kapita per hari. Jika menggunakan batasan poverty line dari World Bank yang sebesar US$ 2 per kapita per hari, diperkirakan jumlah orang miskin di Indonesia membengkak sampai dengan 50% dari total populasi. Konsep negara kesejahteraan itu sendiri adalah sebuah konsep ideal di mana pembangunan ekonomi difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui penyerahan tanggung jawab yang lebih besar kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya. Adapun dalam menelaah mengenai negara kesejahteraan yang Islami, walaupun secara spesifik tidak diutarakan dalam ajaran Islam untuk mendirikan negara Islam (tidak ada referensi negara Islam selain periode Rasulullah SAW dan masa Khulafaur Rasyidin), tujuan utama dari para Muslimin dan Muslimat di dunia ini adalah menciptakan kesejahteraan bersama, melalui jalan yang telah diwartakan dalam Quran dan Sunnah. Sebagaimana yang telah diutarakan sebelumnya, zakat yang disebutkan lebih dari 100 kali dalam Al-Quran, merupakan komponen utama dari rukun Islam. Dalam hal perintah pendistribusian harta, ketentuan tersebut termaklumatkan dalam Al-Quran: Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan dari hartanya memperoleh pahala yang besar (QS Al-Hadid 57;7). Beberapa landasan syariat yang merangkum keberadaan negara kesejahteraan dalam konteks ekonomi Islam yang terkait erat dengan konsep keadilan dalam pelaksanaan muamalah, termaktum jelas dalam beberapa ayat-ayat Al-Quran. Dalam Al-Quran disebutkan bahwa Dan hanya kepunyaan Allahlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi..... (QS An-Jajm 53;31); Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil, Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya), dan ulil amri diantara kamu (QS An-Nisa 4;58-59);

Werner Katili

2011

Orang-orang yang jika Kami kukuhkan kedudukan mereka di muka bumi, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan kepada yang ma'ruf dan mencegah yang munkar, dan kepada Allah kesudahan segala urusan (QS Al-Hajj 22: 41).

Membaca dan memahami ayat-ayat tersebut, dengan pendekatan referensi literatur tafsir dari para intelktual Muslim, dengan jelas dapat dilihat bahwa melalu AlQuran, Allah SWT telah menggariskan suatu mekanisme interaksi (muamalah dan Siyaasi/Fiqih Politik) dari suatu struktur bermasyarakat yang ideal, untuk mencapai negara kesejahteraan yang Islami.
Bank dan Institusi Keuangan Syariah

Industri perbankan syariah yang baru lahir tahun 1991, mulai semarak di akhir milenium yang lalu, kemudian tumbuh secara substansial melebihi level pertumbuhan industri sejenis dinegara manapun di dunia. Mendahului pemerintah, masyarakat sudah lebih dahulu berinisiatif dalam menjalankan perekonomian berdasarakan syariat Islam melalui pembentukan BMT dan koperasi-koperasi konvensional yang dijalankan sesuai dengan mekanisme bermuamalah yang Islami. Meskipun perbankan syariah hanya merupakan salah satu komponen/aktor dari seluruh ilmu Ekonomi Islam, indikator utama masyarakat awam dalam menilai perkembangan Ekonomi Islam adalah dengan melihat tingkat kesuksesan industri perbankan syariah dalam memberikan alternatif kepada umat Islam untuk bermuamalah sesuai syariat Islam. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri tahun 2008 menunjukkan bahwa nasabah menginginkan produk-produk yang applicable (bisa dilaksanakan) dan undoubtful (sesuai dengan syariah). Produk pelayanan undoubtful artinya harus menerapkan prinsip syariah yang kuat, memberikan ketenteraman batin, sesuai keyakinan agama, memiliki pegawai yang berperilaku dan bermoral islami. Produk yang applicable artinya bank dikelola secara profesional, memberikan layanan yang cepat dan ramah, memiliki komitmen yang

10

Werner Katili

2011

kuat melayani nasabah, memiliki suasana kantor yang nyaman, didukung oleh IT yang canggih, fasilitas pembiayaan yang sesuai kebutuhan, memiliki jaringan yang luas. Tantangan dalam menghasilkan dan mempertahankan label applicable (bisa dilaksanakan) dan undoubtful (sesuai dengan syariah) tersebut, bersandar pada sumber daya insani (SDI). Rata-rata, SDI yang siap pakai adalah dari para bankir dari lingkungan bank konvensional. Namun, SDI pada perbankan syariah menghadapi tantangan operasi yang lebih rumit dibandingkan dengan perbankan konvensional dalam mengejar target pertumbuhan dan profitabilitas. Risiko pelanggaran seperti prudential banking, banking strategy: short term drive for profits, fraud, perilaku SDI yang tidak islami, pada perbankan syariah yang diakibatkan oleh performance preasure yang diharapkan dari top management, akan berdampak lebih besar daripada pelanggaran serupa oleh bank konvensional karena nasabah dan masyarakat akan ikut menghukum.5 Secara natural, dalam waktu dekat seluruh UUS akan/harus berubah menjadi Bank Syariah. Dengan kendala fundamental seperti yang telah diutarakan di atas, ditambah dengan level dari habitat perbankan syariah yang lebih dominan dalam meladeni masyarakat urban, tidak akan terlalu lama lagi sebelum industri ini akan menghadapi proses seleksi alam dimana konsumen akan mulai memilah-milah bank syariah yang sepenuhnya syariah complient, dengan bank konvensional berbaju syariah. Saat ini, di mana jumlah bank umum yang beroperasi mencapai 121 Bank dengan 13.993 kantor operasi, ditambah dengan 1.671 bank perkreditan rakyat dengan 3.928 kantor operasi6, pada dasarnya pasar dari industri keuangan di Indonesia sudah sangat sesak untuk keberhasilan dari seluruh perbankan syariah dan UUS (bila hanya mengandalkan strategi penetrasi konvensional). Aset industri perbankan konvensional terus tumbuh sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan, walaupun perbankan syariah tumbuh secara impresif dalam tahuntahun belakangan ini, total market share yang tidak lebih dari 3,4% saat ini tidak
5

http://lppi.or.id/index.php/module/Blog/sub/1/id/spin-off-unit-usaha-syariah-menjadi-bankumum-syariah 6 Statistik Perbankan Indonesia, Vol 9 No.3; Februari 2011

11

Werner Katili

2011

akan dapat tumbuh secara eksponensial di tahun-tahun mendatang. Alasannya sangat sederhana: 1) Konsumen terbesar dari bank konvensional adalah Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN, Konglomerat, Multi National Company (MNC), Tauke, Saudagar dan Koruptor. Porsi utama dari keterikatan semua aktor ekonomi tersebut dengan bank konvensional adalah reciprocal relation dalam berniaga. Terlalu banyak produk-produk sarana berniaga perbankan konvensional yang belum pas (seperti kaki dan kaus kaki) tersedia dalam mekanisme perbankan syariah. Konglomerat dan Tauke jelas tidak akan beralih ke perbankan syariah bila tidak mempunyai keuntungan yang istimewa dari perbankan syariah. Sebagai perumpamaan, bagaimana mungkin BCA Syariah akan dapat memberikan sesuatu yang lebih menarik dari Bank BCA, dan bagaimana mungkin Bank Syariah Mandiri bisa menarik nasabah kakap dari Bank BCA. Demikian juga dengan berbagai pertimbangan, MNC, BUMN dan para Saudagar juga akan mengalami resistensi yang kuat (keputusan yang rasional) untuk beralih ke perbankan syariah, apalagi para koruptor. Jadi secara struktur, pasar yang ada tidak akan bergerak, atau bila pun bergerak, akan sangat marginal. 2) Dengan jumlah penduduk Muslim di Indonesia yang melebihi 205 juta, tentu saja pasar industri keuangan di atas kertas akan tampak sangat potensial. Namun dengan mekanisme perhitungan BPS akan masyarakat miskin seperti yang sudah diutarakan di atas, dapat disimpulkan secara kasar bahwa potensial pasar institusi keuangan hanyalah berjumlah 100 juta jiwa. Bila mengacu pada statement Menteri Koperasi bahwa populasi industri mikro (25 orang per industri) di Indonesia berjumlah lebih dari 52 juta, yang tentu saja telah dilayani oleh BPRS, BMT, KJKS dan rentenir, maka secara teoritis, pasar baru yang tersedia mendekati nihil (bila tidak mengambil pasar akar rumput yang sudah terlayani tersebut).

3) Para nasabah emosional dari perbankan syariah (anchor customers) akan menjadi sangat demanding atas undoubtful sharia complient dalam banking conduct. Artinya para nasabah potensial (yang menyimpan uang maupun

12

Werner Katili

2011

menarik fasilitas) akan mulai mempertanyakan kaitan pelaksanaan aturan perbankan, terutama dalam menghitung bagi hasil, menetapkan akad yang benar-benar Islami (bagi hasil dan bagi rugi), sampai pada mekanisme penciptaan uang yang terjadi dalam sistem fractional reseve system (tanpa masuk lebih jauh pada sistem fiat money). Di sini dapat diambil kesimpulan kasar, bahwa nasabah saudagar Muslim terpelajar hanya akan mendukung keberadaan perbankan syariah secara normatif dan masih akan tetap menggunakan layanan perbankan konvensional secara intensif.

4) Strategi logis dari menumbuhbesarkan industri perbankan syariah adalah masuk ke pasar akar rumput (industri mikro dan rakyat miskin), dengan produk yang bisa disandingakn value-nya dengan pulsa, rokok, maupun mie instant. Ini merupakan pendekatan bisnis yang hampir mustahil bagi industri perbankan, karena di samping menciptakan produk finansial bagi pasar retail sangatlah sulit, operasi pemasaran secara kanvasing untuk produk keuangan sangat sulit dan mahal sehingga bila pun sukses, hasilnya tidak dapat disandingkan dengan profil industri keuangan konvensional (catatan: menurut beberapa cendekia Muslim, pendekatan Garameen Bank tidak Islami).

Dari penjabaran kelemahan posisi industri perbankan syariah masuk menjadi industri perbankan korporasi yang Islami, dapat dibentuk suatu model alternatif, namun dengan hasil yang masih perlu dibuktikan. Model yang diusulkan adalah menjadikan lembaga keuangan non-bank mikro sebagai aktor utama dari prespektif masyarakat konsumen akar rumput, namun dengan keterkaitan yang erat dengan Bank Syariah yang menjadi partner.

Para aktor utama dalam model pengembangan pasar akar rumput perbankan syariah: BMT adalah institusi keuangan syariah mikro yang harus didukung oleh perbankan syariah. BMT merupakan institusi mikro yang sudah dikenal perannya oleh masyarakat akar rumput, sebagai institusi pengumpul dan

13

Werner Katili

2011

pendistribusian ZIS, juga pelaksana ekonomi syariah dalam bermuamalah (berbisnis bagi hasil). Di sini ada beberapa langkah yang harus menjadi syarat agar BMT bisa efektif atas keberadaannya sendiri dan efektif bagi perbankan syariah yang melakukan program bisnis linkage dengan BMT tersebut. y BMT harus merupakan lembaga keuangan bersifat sosial, yang mencari tetapi tidak mengejar keuntungan semata. y Pengelola atau sponsor, terkait dengan Ulama, Masjid dan masyarakat pasar setempat. y y Bank Syariah partner menyediakan pelatihan dan sistem. Bila BMT baru berdiri, tahun pertama pendanaan dan gaji pengelola BMT dibayarkan oleh Bank Syariah partner (dipotong secara mencicil dari hasil/fee selama lima tahun berikutnya). y Manajemen benar-benar hanya mendapat kompensasi sebagai Amil dan sangat ramping (maksimal 5 orang). y Menerima, mengumpulkan dan menyalurkan zakat, infaq, sadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat. y Bermuamalah dengan masyarakat sekitar dengan besaran antara Rp.100.000,- sampai maksimal Rp.10.000.000,-; di atas jumlah itu akan disalurkan ke Bank Syariah partner. y Boleh menerima penitipan uang dan mencarikan program untuk dibagihasilkan. y Yang paling penting, BMT harus mempunyai legitimasi hukum terpisah dari Koperasi. KJKS adalah institusi keuangan syariah mikro evolusi dari institusi masyarakat yang dikenal dunia dan sukses, dan telah ada di Indoensia semenjak masih masa penjajahan. Perannya dalam hubungan reciprocal dua arah dengan perbankan syariah paling tidak melalui mekanisme sbb.: y KJKS adalah lembaga usaha kesejahteraan bersama yang mencari untung dari anggota untuk anggota,

14

Werner Katili

2011

Sifat kebersamaan dalam koperasi memungkinkan anggota KJKS menerapkan aturan bagi hasil yang fleksibel, dengan catatan seluruh kegiatan berlaku untuk anggota penuh, dengan kewajiban dan hak yang sama.

Walaupun pendanaan dari perbankan lebih mahal daripada dari sesama anggota, dan dari dana bergulir bantuan pemerintah, mengingat operasi koperasi pada umumnya erat dengan usaha anggotanya yang bergerak di bisnis mikro, kecil sampai menengah, maka ada banyak produk perbankan yang akan sangat membantu perjalanan bisnis koperasi.

Bila dilaksanakan secara baik dan benar, maka pasar dari KJKS akan terdeferensiasi secara alamiah, terpisah dari pasar BMT, di mana pasar KJKS akan berhenti pada masyarakat bawah menengah ke atas, sedangkan pasar BMT akan terfokus pada masyarakat menengah ke bawah (masyarakat miskin).

Secara prinsip, koperasi dapat mendirikin BMT, untuk menangani aspek amal di atas aspek komersial. Bila KJKS harus memikirkan aspek muamalah secara amanah, professional (fathonah), konsisten, dan konsekuen (istiqomah) atas kepentingan sesama anggota, maka BMT melaksanakan pendekatan operasional yang sama dengan KJKS, hanya pelaksanaannya terfokus pada amal bagi kaum dhuafa, tanpa agenda utama mencari keuntungan.

BPRS adalah institusi perbankan yang dikembangkan oleh BI dari institusi BPR yang telah lama hadir dalam ranah perekonomian di Indonesia. Oleh BI, BPRS diberi peran seperti BPR namun dengan pelaksanaan sesuai syariat Islam, yang diharapkan untuk memberikan pelayanan perbankan (khususnya simpan pinjam) kepada usaha kecil/mikro dan sektor informal terutama di daerah pedesaan. Walaupun operasinya diarahkan untuk menjangkau rakyat akar rumput, melihat peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/23/PBI/2009, jelas terlihat dari pengawasannya, bahwa BPRS adalah institusi bisnis dalam jasa finansial dengan mekansime syariah. BPRS dapat/harus menjadi institusi

15

Werner Katili

2011

perantara yang menjembatani Bank Syariah korporasi dengan BMT dan KJKS. Fungsi BPRS sebagai financial intermediary institutions akan sangat efektif dengan strategi sbb.: y Agar tidak terjadi repetisi dalam sumber daya institusi keuangan di daerah terkait (sesuai dengan size pasar terkait) maka strategi jangka panjang terbaik adalah dengan memeluk/membina institusi keuangan mikro di daerah tersebut (BMT dan/atau KJKS), dan juga melaksanakan linkage dengan Bank Syariah terdekat. y BPRS diharapkan akan lebih fokus untuk meningkatkan kemampuan system IT banking serta telekomunikasi, sehingga BMT dan KJKS mendapatkan manfaat tanpa harus pusing menyediakan system. y BPRS tidak usah ragu akan mendapatkan persaingan dari Bank Syariah korporasi, karena kerjasama menciptakan efisiensi infrastruktur dan penghematan biaya operasi (fixed cost).
Otoritas Jasa Keuangan

Tanpa masuk lebih dalam pada pembahasan mengenai dasar diterbitkannya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan dan aspek pro dan kontranya, secara substansi, UU OJK ini adalah suatu pengaturan yang baik dalam mensinergikan berbagai lembaga dengan berbagai aturan yang menangani ribuan institusi keuangan dengan ribuan jenis produk yang ditawarkan pada masyarakat, yang mayoritasnya awam atas masalah ini. Dengan disahkannya UU ini, maka per tanggal 31 Desember 2012, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) otomatis akan melebur ke dalam OJK. Sementara untuk pengawasan perbankan, BI akan masuk dalam OJK paling lambat Desember 2013.

Dapat dipahami bahwa UU OJK yang baru ini, merupakan Undang-Undang yang bertujuan untuk mengkoordinasikan seluruh institusi keuangan di Indonesia ke dalam suatu keseragaman aturan dan rule of conduct, yang berbasis pada filosofi mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan

16

Werner Katili

2011

berkelanjutan. Oleh karena itu, melalui UU OJK ini dicanangkan agar pembangunan ekonomi nasional harus dilakukan secara komprehensif dan mampu menggerakkan kegiatan perekonomian multy layers, yang memiliki jangkauan luas dan menyentuh keseluruhan sektor riil dari perekonomian Indonesia.

Keluarnya UU OJK ini belum terlalu mendapatkan kajian khusus dari para akademisi maupun pengamat Ekonomi Islam, karena fokus berlebihan pada industri perbankan syariah yang menggunakan paradigma pandangan kacamata konvensional. Dari ketiga (calon) Kepala Eksekutif Pengawas OJK, yang pertama mengawasi industri keuangan perbankan (secara logis, termasuk Bank Syariah dan BPRS), sedangkan yang kedua mengawasi industi keuangan bidang Pasar Modal, dan yang ketiga adalah Kepala Eksekutif Pengawas kegiatan jasa keuangan bidang Industri Keuangan Non-Bank (IKNB). Bila melihat ide pembentukan OJK yang dilandasi dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, maka industri keuangan non-bank, khususnya lembaga syariah seperti BMT, KJKS dan bahkan BAZ dan LAZ juga harus masuk dalam koordinasi OJK dan berada dibawah otoritas Eksekutif Pengawas kegiatan jasa keuangan khusus syariah. Masalah tersebut mutlak (walaupun pemerintah sendiri masih ragu), karena pada dasarnya institusi-institusi tersebut merupakan lembaga yang mengumpulkan dana masyarakat, dan masalah perlindungan dana konsumen, baik dalam bentuk muamalah maupun amal, menjadi tanggung jawab negara untuk meregulasi dan mengawasinya secara fathanah, amanah, shiddiq dan tabligh.

III. KESIMPULAN

Menelaah kembali Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia yang diterbitkan oleh BI pada tahun 2002, dapat dilihat bahwa sasaran utama yang dicanangkan akan tercapai di tahun 2011 belum dapat dicapai. Target pencapaian dalam laporan BI tersebut adalah:

17

Werner Katili

2011

Memiliki daya saing yang tinggi dengan tetap berpegang pada nilai-nilai syariah;

Memiliki peran signifikan dalam sistem perekonomian nasional serta perbaikan kesejahteraan rakyat;

Memiliki kemampuan untuk bersaing secara global dengan pemenuhan standar operasional keuangan internasional.

Seperti telah diulas sebelumnya, tantangan perbankan syariah dalam bersaing dengan perbankan konvensional adalah kesalahan pelaku industri dalam usaha menampilkan perbankan syariah dalam suatu medan pertandingan yang sama dengan perbankan konvensional. Jiwa perbankan syariah adalah muamalah dalam ibadah, sedang perbankan konvensional adalah institusi kapitalis dengan tujuan utama mengejar keuntungan. Ada satu aspek utama yang tidak bisa dipahami oleh para businessman sekuler, yaitu penerapan ayat Al-Quran dan Sunnah dalam melaksanakan muamallah, termasuk dalam pelaksanaan perbankan syariah. 7

Industri perbankan syariah harus keluar dari paradigma industri perbankan konvensional. Satu aspek utama yang harus ditata ulang, adalah parameterparameter indikator keberhasilan. Contoh paling simpel adalah jumlah nasabah, karena fungsi dari perbankan syariah itu adalah melaksanakan mekanisme perniagaan yang istiqomah, maka tujuan menyebarkan kemaslahatan melalui penyediaan fasilitas bermuamalah dalam bentuk jasa keuangan kepada masyarakat luas adalah menjadi tujuan utama. Jadi bila institusi perbankan konvensional lebih mengacu pada pertumbuhan aset, industri perbankan syariah harus berani dan yakin akan pelaksanaan mekanisme jasa keuangan dengan syariat Islam secara kafah. Aspek berikutnya, yang tidak kalah pentingnya untuk ditinjau dengan paradigma yang sama sekali baru, adalah mengenai keuntungan institusi. Keuntungan

Ayat Al-Quran Surah Hud 11:6 dan Sunnah: Riwayat Abu Nu aim dalam al-Hilyah, Lihat

Shahihul Jami no. 2085

18

Werner Katili

2011

industri perbankan syariah secara prinsip dasarnya, seharusnya berbeda dengan industri perbankan konvensional (bisa lebih rendah, atau malah lebih tinggi). Hukum berniaga dalam ajaran Islam sudah pasti mengejar keuntungan, tetapi dengan menjunjung tinggi aspek kewajaran, seperti firman Allah dalam Al-Quran: Makanlah, minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-Araf:31), dan di ayat lainnya Allah juga bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang berlaku mubadzir adalah saudara setan. Dan setan sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra:27).

Dalam Undang-Undang OJK Pasal 4 ayat (3) dicantumkan bahwasanya dalam hal mengeluarkan peraturan bagi perbankan, OJK akan berkoordinasi dengan BI. Selanjutnya meskipun Pasal 44, yang mencantumkan pembentukan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), lebih diarahkan pada penanganan ekonomi dalam mengantisipasi kondisi ekonomi darurat, forum ini merupakan forum tetap. FKSSK sendiri terdiri dari Menteri Keuangan selaku anggota merangkap koordinator, Gubernur BI sebagai anggota, Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota dan Ketua Dewan Komisioner LPS selaku anggota. FKSSK, minimal tiga bulan sekali, mengadakan pertemuan koordinasi. Tugas utama forum ini dalam kondisi normal adalah melakukan pemantauan, tukar menukar informasi dan saling memberikan saran atas kebijakan. Dengan memperhatikan spirit perumusan UU OJK secara positif dan konstruktif serta ditambah peran aktif melalui mekanisme implementasi dari pembentukan keorganisasian OJK, di mana sebagian fungsi dari organisasi BI akan beralih ke OJK, maka penguatan/pengokohan dari fondasi perkembangan sistem perbankan syariah oleh komponen organisasi BI yang ada harus mendapatkan perhatian khusus. OJK yang belum mempunyai bentuk nyata saat ini harus menjadi wadah yang dapat mengintegrasikan seluruh sumber daya keuangan nasional dan mempersiapkan keunggulan ekonomi melalui mekanisme yang Islami

menyongsong era Masyarakat Ekonomi ASEAN.

19

Werner Katili

2011

IV. REKOMENDASI

Seperti telah diuraikan terlebih dahulu, paradigma perbankan syariah dari tahun 1991 sampai dengan tahun 2002 masih merupakan mekanisme peng-Islaman dari cara kerja industri perbankan konvensional. Kemudian melalui cetak biru 10 tahun dari BI atas industri perbankan syariah, dapat dilihat bahwa paradigma perbankan syariah masih mengacu pada paradigma awal. Hal ini dapat dilihat dari statement visi kegiatan pengembangan perbankan syariah di Cetak Biru BI: Terwujudnya sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien, dan memenuhi prinsip kehati-hatian serta mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil dan transaksi riil dalam kerangka keadilan, tolong menolong dan menuju kebaikan guna mencapai kemaslahatan masyarakat8.

Baru melalui PBI No.11/23/PBI/2009, mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, secara spesifik BI mencanangkan garis besar haluan pengembangan Ekonomi Islam yang berlandaskan pemerataan kesempatan pada rakyat akar rumput, yang berbunyi: a. bahwa perekonomian nasional perlu memiliki sistem perbankan syariah yang dapat melayani seluruh lapisan masyarakat termasuk pengusaha menengah, kecil dan mikro; b. bahwa untuk meningkatkan pelayanan jasa perbankan syariah kepada pengusaha menengah, kecil dan mikro secara optimal, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah harus sehat dan tangguh (sustainable); BI telah secara spesifik mencanangkan perluasan peran industri perbankan syariah, namun paradigma pengembangan industrinya sendiri masih

menggunakan guide lines dari metoda pengembangan industri perbankan konvensional yang mengutamakan pertumbuhan aset dan profitability dari institusi perbankan bersangkutan.
8

Cetak Biru Bank Indoensia atas Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia; Jakarta, September 2002

20

Werner Katili

2011

1.

OJK sebagai momentum pertumbuhan industri perbankan syariah.

Keunggulan BMT dalam menangani/asistensi kebutuhan masyarakat akar rumput atas pelayanan jasa keuangan, sudah terbukti. Di sisi lain, permasalahan BMT atas aspek legalitas dan legitimasi juga merupakan tantangan yang belum memperoleh penanganan yang serius dari pemerintah. Saat ini kemampuan BI, yang akan bertransformasi ke OJK, menjadi modal utama dalam mengembangkan industri perbankan syariah dengan cara merevitalisasi institusi BMT yang diintegrasikan kedalam mekanisme Perbankan Syariah Nasional, yang berperan sebagai ujung tentakel yang langsung bersentuhan dengan sistem sosial yang setara antara industri dengan konsumen akar rumput. Berikut ini beberapa poin usulan aksi: y OJK membentuk Deputi Kepala Pengawas khusus Industri Keuangan Syariah (IKS). Kelompok keuangan syariah perlu dipisahkan, karena bobot dari syariat Islam dalam pelaksanaan Islamic financial intermediaries dengan prioritas pemakmuran masyarakat akar rumput harus dilaksanakan secara kaffah. y BMT harus diciptakan dengan misi yang lebih mementingkan kepentingan sosial dibandingkan dengan BPRS dan Bank Syariah yang lebih berfokus pada aspek komersial (dalam strategi operasi bersama PS-BMT). y OJK IKS akan merumuskan suatu mekanisme keuangan/pelaporan yang lebih Islami dengan mengutamakan basis pertumbuhan penyebaran kemaslahatan diatas pertumbuhan asset (costumer counts over asset growth). y OJK IKS akan membuat sistem IT yang simpel berbasis GPRS (hand phone) untuk area cakupan yang terjangkau telekomunikasi dan mekanisme konvensional simpel untuk area yang tidak terjangkau komunikasi. y BMT sebagai tangan akan melaksanakan transaksi masyarakat akar rumput dari tanrasaksi Rp 100.000,- sampai dengan maksimal Rp.10.000.000,dengan asistensi/linkage dengan BPRS maupun Bank Syariah. y OJK IKS akan membuat mekanisme yang saling menguntungkan antara BMT-BPRS-Bank Syariah (PS-BMT) untuk encouorage kerjasama ketiga

21

Werner Katili

2011

aktor ekonomi Islam ini. Tidak ada zona eksklusif, namun secara Islami level BMT akan menjadi pembimbing dalam pengembangan pasar yang wajar dan tidak rakus (karena span of control dari satu BMT tergantung dari kemampuan riil individual pelaksana). y Dengan koordinasi tingkat tinggi, OJK IKS akan melaksanakan koordinasi dengan Departemen Agama untuk menyusun mekanisme yang

menguntungkan semua pihak. y Dengan koordinasi tingkat tinggi juga, OJK IKS akan melaksanakan koordinasi dengan Departemen Koperasi dan UMKM.

2.

Pertumbuhan PS-BMT melalui dorongan PEMDA dan ORMAS

Ada kesamaan dalam politik kemasyarakatan dan politik praktis, yang dalam hal ini diwakili oleh mekanisme organisasi masyarakat dan mekanisme representasi suara masyarakat melalui pimpinan daerah (PEMDA). ORMAS dan

PEMDA/PARPOL

sama-sama

memiliki

kepentingan

untuk

memelihara

masyarakat pendukung mereka. Dalam suatu daerah, kepentingan ORMAS (ideologi politik, agama maupun suku/ras) akan saling overlap dengan kepentingan PEMDA/PARPOL. Di sini sistem PS-BMT harus dirancang dan dikreasikan agar dibutuhkan baik oleh PEMDA/PARPOL, maupun oleh ORMAS setempat. Acuan dasar sistem yang dibutuhkan: Sistem operasi PS-BMT (terdata) harus menjangkau masyarakat akar rumput dalam layanannya. Mekanisme sistem IT yang memudahkan akses pada data aktual seluruh masyarakat yang berniaga dalam lingkup OJK IKS. Dengan penyediaan sistem operasi dan kontrol yang baik untuk mendirikan BPRS dan BMT, maka PEMDA dan ORMAS akan berlomba untuk mendirikan institusi tersebut guna memelihara konstituen maupun pengikut, dengan mekanisme muamalah.

3.

Kolaborasi/koordinasi penciptaan Micro Account konsumen akar rumput.

22

Werner Katili

2011

Telekomunikasi dan listrik saat ini telah menjadi suatu kebutuhan dasar dari masyarakat kota dan pedesaan, sedangkan bahan bakar sudah lama menjadi kebutuhan seluruh masyarakat bahkan sampai di daerah pelosok dan perbatasan. Berikut ini adalah beberapa rekomendasi alternatif pengembangan chanel nontradisional bekerja sama dengan tiga raksasa tulang punggung ekonomi Indonesia: y Operator telekomunikasi dengan jumlah nomer HP terpasang yang lebih dari 200 juta dapat dijadikan nasabah tercatat, dengan nomer telepon yang bersangkutan sebagai account-nya (dengan mudah dapat diganti bila dikehendaki). y Saat ini kira-kira ada lebih dari 40 juta sambungan listrik untuk konsumen rumah tangga di seluruh Indonesia. Saat ini PLN tengah melakukan konversi gradual dari penggunaan sistem pembayaran prabayar (seperti operator telko) untuk meningkatkan efisiensi pelayanan yang dapat dikaitkan pada program pengembangan customer base. y Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), total populasi kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 50.824.128 unit dengan STNK yang bisa dikaitkan dengan pengembangan penetrasi perbankan syariah, melalui jaringan distribusi PERTAMINA melalui program pengontrolan atas bahan bakar bersubsidi. Kerja sama dengan ketiga institusi yang disebutkan diatas akan membuka pasar baru atas puluhan juta customer akar rumput yang tidak economically feasible dikelola dalam industri perbankan konvensional.
V. PENUTUP

Industri perbankan syariah didirikan terutama berlandaskan gagasan-gagasan yang merupakan wujud konkrit dari ukhuwah Islamiyah antar kaum Muslimin dalam bermuamalah. Untuk itu, perlu kiranya industri ini diperjuangkan oleh semua pihak sebagai langkah awal menuju terbentuknya kesatuan sosiopolitik ekonomi

23

Werner Katili

2011

antar beragam masyarakat Muslim dalam membentuk masyarakat global Islam yang madani. Undang-undang OJK yang baru dikeluarkan merupakan momen yang strategis untuk dipakai oleh segenap pemangku kepentingan, dalam mengembangkan suatu seri kebijakan yang dapat mendorong pengembangan sistem keuangan yang Islami dan tidak terbelenggu dengan paradigma lama dari industri perbankan yang konvensional. Dengan mekanisme yang transparan dan pelaksanaan yang fathanah, amanah, shiddiq dan tabligh, maka masyarakat akar rumput yang merepresentasikan hampir 90% rakyat Indonesia akan masuk kedalam mekanisme muamalah yang sesuai dengan syariat Islam dan menyongsong negara kesejahteraan melalui pemerataan kesempatan yang diciptakan oleh sistem perbankan syariah yang diidamkan.

24

You might also like