You are on page 1of 10

HUKUM TAKLIFI

A.Pengertian Hukum Taklifi Hukum taklifi adalah hukum yang menuntut pada mukallaf untuk berbuat, menuntut untuk tidak berbuat atau menghendaki agar mukallaf memilih antara berbuat atau tidak. Contoh hukum yang menuntut kepada mukallaf untuk berbuat adalah firman Allah SWT :

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka (Q.S. At-Taubah : 103). Contoh hukum yang menuntut kepada mukallaf untuk tidak berbuat adalah firman Allah SWT :

Janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (Q.S. Al-Hujurat:11). Contoh hukum yang menghendaki agar mukallaf memilih antara berbuat dan meninggalkan adalah firman Allah SWT :

Dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji maka kamu boleh berburu (Q.S. AlMaidah : 2).

http://www.dedeyahya.com/2011/09/pengertianhukum-syara-dan-hukum.html

B.Pembagian Hukum Taklifi Hukum taklifi terbagi kedalam lima bagian, yaitu : 1. Wajib

Yaitu khitab syari yang menuntut agar dilakukan suatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti, sehingga orang yang melakukan sesuatu yang wajib akan mendapat pahala dan menunggalkannya mendapat dosa atau siksa. Seperti kewajiban shalat. Firman Allah SWT :

.....maka dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (Q.S. An-Nisa : 103). Jumhur Fuqaha menyamakan antara wajib dan fardhu, sedangkan ulama Hanafiyah membedakan kedua istilah ini. Apabila tuntutan untuk mengerjakan sesuatu perbuatan itu berdasarkan dalildalil qathi, baik dari Al-Quran maupun Hadits Mutawatir, maka dinamai fardhu, dan apabila berdasarkan dalil-dalil zhanni, yakni hadits-hadits ahad, maka disebut wajib. 2. Mandub atau Sunah

Yaitu khitab syari yang menuntut agar dilakukan suatu perbuatan dengan tuntutan yang tidak harus dikerjakan. Sehingga orang yang melakukan nadb akan mendapat pahala dan meninggalkannya tidak mendapat dosa. Contohnya firman Allah SWT :

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu saling memperhutangkan dengan suatu hutang sampai waktu yang ditentukkan hendaklah kamu menulisnya..... (Q.S. Al-Baqarah : 282). Menulis dan mencatat hutang itu tidaklah wajib, walaupun dalam firman tersebut dilukiskan dengan fiil amr, yang pada umumnya fiil amr itu mengandung arti wajib, dikarenakan pada perintah tersebut didapatkan suatu qarinah yang menunjuk pada ketidakwajibannya mencatat hutang-piutang. Yakni firman Allah SWT :

Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya..... (Q.S. Al-Baqarah : 283). 3. Haram

Yaitu khitab syari yang menuntut untuk meninggalkan suatu perbuatan dengan tuntutan yang tegas. Sehingga orang yang melakukan hal yang haram akan mendapat dosa atau siksa sedangkan orang yang meninggalkannya mendapat pahala. Contohnya firman Allah SWT :

Katakanlah :Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia... (Q.S.Al-Anam : 151). 4. Makruh

Yaitu khitab syari yang menuntut untuk meninggalkan suatu perbuatan dengan tuntutan yang tidak tegas agar ditinggalkan. Sehingga orang yang melaksanakannya tidak mendapat dosa sedangkan orang yang meninggalkannya mendapat pahala. Contohnya firman Allah SWT :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkanmu... (Q.S.Al-Maidah : 101). Larangan menanyakan sesuatu yang membahayakan itu adalah makruh bukan haram, karena Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk menanyakan kepada para ahli tentang hal-hal yang belum kita ketahui. Firman Allah SWT :

Tanyakanlah kepada para ahli jika kamu tidak mengerti (Q.S.An-Nahl : 43). 5. Mubah

Yaitu khitab syari yang mengandung hak pilihan bagi orang mukallaf antara mengerjakan atau meninggalkannya. Sehingga orang yang melaksanakannya maupun yang meninggalkannya tidak mendapat pahala atau dosa. Contohnya firman Allah SWT :

Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakan bangkai, darah dan daging babi), sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya (Q.S.Al-Baqarah : 173).

C.Hukum-hukum menurut Fuqoha 1. Wajib Para ulama ushul fiqh mengemukakan bahwa hukum wajib itu bisa dibagi dari berbagai segi, yaitu: a. Dilihat dari segi waktu, wajib dibagi atas wajib muthlaq dan wajib al-muaqqot. Wajib muthlaq adalah sesuatu yang dituntut syari untuk dilaksanakan mukallaf tanpa ditentukan waktunya. Misalnya, kewajiban membayar kafarat sebagai hukuman bagi orang yang melanggar sumpahnya. Orang yang bersumpah tanpa mengaitkan dengan waktu, lalu ia melanggar sumpahnya itu, maka kafarat-nya boleh dibayar kapan saja. Adapun wajib al-muaqqot adalah kewajiban yang harus dlaksanakan orang mukallaf pad waktuwaktu tertentu seperti puasa romadhon. Wajb al-muqqot terbagi lagi dalam tiga macam, yaitu: 1. Wajib muwassa, yaitu kewajiban yang ditentukan waktunya tatapi waktunya ini cukup lapang sehingga dalam waktu itu bisa juga dikerjakan amalan yang sejenis misalnya waktu-waktu yang ditentukan untuk melakukan shalat. Jadi ketika seorang mukallaf melakukan shalat dzuhur , ia juga bisa melakukan shalat sunnah. 2. Wajib mudhayyaq, yaitu kewajiban yang waktunya secara khusus diperuntukan pada suatu amalan dan waktunya itu tidak bisa digunakan untuk kewajiban lain. Seperti puasa ramadhan. 3. Wajib zhu asy-syibhain, yaitu kewajiban yang mempuanyai waktu yang lapang tetapi tidak bisa digunakan untuk amalan sejenis secara berulang-ulang. Misalnya waktu haji itu cukup lapang dan seseorang bisa melaksanakan beberapa amalan haji pada waktu itu berkali-kali tetapi yang di perhitungkan syara hanya satu amalan saja.

b. Dilihat dari segi ukuran yang diwajibkan hukum wajib terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Wajib al-muhaddad, adalah suatu kewajiban yang ditentukan ukurannya oleh syara dengan ukuran tertentu, misalnya jumlah harta yang wajib dizkatkan dan jumlah rakaat dalam shalat. 2. Wajib ghairu al-muhaddad, adalah kewajiban yang tidak ditantukan syara ukuran dan jumlahnya tetapi diserahkan kepada para ulama dan pemimpin ummat untuk

menentukannya. Misalnya penentuan hukuman dalam jarimah tazir (tindak pidana diluar hudud dan qishos) yang diserahkan kepada para qodhi atau hakim.

c. Dilihat dari segi orang yang dibebani kewajiban. Hukum wajib dibagi pada wajib al-aini dan wajib al-kifai. 1. Wajib al-aini, adalah kewajiban yang ditujukan pada setiap peribadi orang mukallaf. Misalnya kewajiba shalat. 2. Wajib al-kifai, adalah kewajiban yang ditujukan kepada seluruh orang mukallaf, tetapi apabila telah dikerjakan oleh sebagian daro mereka maka kewajiban itu telah terpenuhi dan orang yang tidak mengerjakannya tidak dituntut untuk melaksanakanya. Misalnya pelaksanaan shlat jenazah.

d. Dilihat dari segi kandungan perintah, para ulama usul fiqh membagi wajib kepada dua bagian. Yaitu: 1. Wajib al-muayyan, adalah kewajiban yang terkait dengan sesuatu yang diperintahkan, seperti shalat, puasa dan harga barang dalam jual beli. 2. Wajib al-mukhayyar, adalah suatu kewajiban tertentu yang bisa dipilih orang mukallaf. Misalnya firman Allah dalam surah al-maidah:89 mengemukakan bahwa kafarat sumpah itu terdiri atas memberi makan fakir miskin, memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan budak. 2. Mandhub Para ulama ushul fiqh membagi mandhunb menjadi tiga macam. Yaitu: 1. Sunnah al-muaqqadah, yaitu pekerjaan yang apabila dikerjakan mandapat pahala dan jika ditinggalkan tidak mendapat dosa, tetapi yang meninggalkannya mendapat celaan. Misalnya shalat-shalat sunnah yang mengiringi shalat lima waktu (rawatib). 2. Sunnah ghairu al-muaqqadah. Yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan mandapat pahala dan jika ditinggalkan tidak mendapat dosa serta tidak mendapat celaan dari syari. Misalnya bersedakah, shalat dhuha dan puasa pada hari senin dan kamis. 3. Sunnah al-zaidah. Yaitu suatu pekerjaan untuk mengikuti apa yang dilakukan rasulullah SAW. Sehingga apabila dikerjakan mendapan pahala, jika ditinggalkan tidak mendapat dosa dan tidak mendapat celaan. Amalan seperti ini adalah berupa sikap dan tindaktanduk Rasulullah sebagai manusia biasa. Seperti cara tidur, cara makan atau cara berpakaian. 3. Haram

Haram terbagi ke dalam dua bagian, yaitu: 1. Haram Lidzatih yang mempunyai arti sesuatu yang ditetapkan oleh syari keharaman melakukannya sejak semula dikarenakan ia mengandung kemafsadatan dan kemudharatan. 2. Haram Lighairih yang mempunyai arti sesuatu yang tidak ditetapkan oleh syari keharamannya akan tetapi ada sesuatu yang menyebabkan keharamannya. Seperti shalat dengan pakaian acak-acakan, jual beli dengan menipu, mentalak istri di waktu haid.

4. Makruh Ulama hanafiyyah membagi makruh kedalam dua bentuk. Yaitu: 1. Makruh tanzih, yaitu sesuatu yang dituntut syari unutk ditinggalkan tetapi dengan tuntutan yang tidak pasti. Misalnya memakan daging kuda. 2. Makruh takhrim, yaitu tuntutan syari untuk meninggalkan suatu perbuatan dan tuntutan itu melalui cara yang pasti tetapi didasarkan kepada dalail yang zhanni. Seperti larangan memakai sutra dan perhiasan emas bagi kaum laki-laki. 5. Mubah Imam abi ishaq asyyathibi mengemukakan pembagian mubah dari segi setatusnya yang bersifat juzi dan kulli. 1. Mubah bi al-juzi al-mathlub bi al-kulliala jihat ar-rujub. Yaitu hukum mubah yang secara parsial bisa berubah menjadi wajib apabila dilihat dari keseluruhan atau kepantingan ummat secara keseluruhan. Misalnya makan, minum dan berpakaian. 2. Mubah bi al-juzi al-mathlub bi al-kulliala jihat al-mandub. Yaitu hukum mubah secara juzi berubah menjadi mandub apabila dilihat dari segi kulli. Misalnya dalam masalah makan dan minum melebihi kebutuhan. 3. Mubah bi al-juzi al-muharromah bi al-kulli. Artinya mubah yang secara juzi bisa diharamkan apabila dilihat dari segi kulli. Misalnya mencela anak dan senantiasa makan dengan makanan yang lezat-lezat. 4. Mubah bi al-juzi al-makruh bi al-kulli. Artinya hukum mubah bsa berubah menjadi makruh apabla dilihat dari akibat negatif perbuatan itu secara kulli. Seperti bernyanyi. Hukum syara menurut istilah ulama ahli ushul adalah khithob (doktrin) syari yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf baik berupa tuntutan, pilihan, atau ketetapan. Adapun hukum syara menurut istilah ahli fikih adalah pengeruh yang ditimbulkan oleh doktrin syari dalam perbuatan (mukallaf), seperti kewajiban, keharaman, dan kebolehan. Hukum terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum taklifi dan hukum wadhi. Hukum taklifi adalah hukum yang menuntut pada

mukallaf untuk berbuat, menuntut untuk tidak berbuat atau menghendaki agar mukallaf memilih antara berbuat atau tidak. Hukum taklifi terbagi kedalam lima bagian, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. Wajib Mandub atau Sunah Haram Makruh Mubah

http://www.dedeyahya.com/2011/09/pengertian-hukum-syaradan-hukum.html

AGAMA ISLAM
Hukum taklifi
XE, Kimia Industri Kelompok 4 ,oleh :
Qori Al-Fajra indah Rere Putra Vanemi Ritya Ambika Gaponi Selvia Forezra Samosir Siti Fitria

You might also like