You are on page 1of 11

TUGAS MATA KULIAH DASAR-DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING

LANDASAN RELIGIUS
Dosen Pengampu: Sri Hidayati, M.Pd

Di susun oleh: Siti Nur Khotulistina 1113211313 (BKI 1)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONTIANAK 2011

PEMBAHASAN
1. Hakikat Manusia Menurut Agama
Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan (referensi) sikap dan perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai motif beragama, rasa keagamaan, dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Kefitrahannya inilah yang membedakan manusia dari hewan, dan juga yang mengangkat harkat dan martabatnya atau kemuliaannya disisi Tuhan. Fitrah beragama ini merupakan potensi yang arah perkembangannya tergantung pada kehidupan beragama lingkungan dimana orang (anak) itu hidup, terutama lingkungan keluarga. Apabila lingkungan tersebut kondusif, dalam arti lingkungan itu memberikan ajaran, bimbingan dengan memeberikan dorongan (motivasi) dan ketauladanan yang baik (uswah hasanah) dalam mengamalkan nilai-nilai agama, maka anak itu akan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur (berakhlaaqul kariimah). Kemampuan individu (anak) untuk dapat mengembangkan potensi takwa dan mengendalikan fujur-nya, tidak terjadi secara otomatis atau berkembang dengan sendirinya, tetapi memerlukan bantuan orang lain, yaitu melalui pendidikan agama (bimbingan, pengajaran dan pelatihan), terutama dari orangtuanya sebagai pendidik pertama dan utama di lingkungan keluarga. Sebagai hamba dan khalifah Allah, manusia mempunyai tugas suci, yaitu ibadah atau mengabdi kepada-Nya. Bentuk pengabdian itu, baik yang bersifat ritual-personal (seperti shalat, shaum, dan berdoa) maupun ibadah sosial, yaitu menjalin silaturahmi (hubungan persaudaraan antar manusia) dan menciptakan lingkungan yang bermanfaat bagi kesejahteraan atau kebahagiaan umat manusia (rahmatan lilalamin).

2. Peranan Agama
Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk (hudan) tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan mental

(rohani) yang sehat. Sebagai petunjuk bagi hidup manusia dalam mencapai mentalnya yang sehat, agama berfungsi sebagai berikut.

a. Memelihara Fitrah
Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Namun manusia mempunyai hawa nafsu (naluri atau dorongan untuk memenuhi kebutuhan/keinginan), dan juga ada pihak luar yang senantiasa berusaha menggoda atau menyelewengkan manusia dari kebenaran, yaitu setan, manusia sering terjerumus melakukan perbuatan dosa. Agar manusia dapat menbgendalikan hawa nafsunya dan terhindar dari godaan setan (sehingga dirinya tetap suci), maka manusia harus beragama, dan bertakwa kepada Allah, yaitu beriman dan beramal shaleh, atau melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Apabila manusia telah bertakwa kepada Tuhan, berarti dia telah memelihara fitrahnya, dan ini juga berarti bahwa dia termasuk yang akan memperoleh rahmat Allah.

b. Memelihara Jiwa
Agama sangat menghargai harkat dan martabat, atau kemuliaan manusia. Dalam memelihara kemuliaan jwa manusia, agama mengharamkan atau melarang manusia melakukan penganiayaan, penyiksaan atau pembunuhan, atau terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.

c. Memelihara Akal
Allah telah memberikan karunia kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya, yaitu akal. Dengan akalnya inilah, manusia memiliki (a) kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, untuk memahami dan menerima nilai-nilai agama, dan (b) mengembangkan ilmu dan teknologi, atau mengembangkan kebudayaan. Melalui kemampuannya inilah manusia dapat berkembang manjadi makhluk yang berbudaya (beradab). Karena pentingnya peran akal ini, maka agama member petunjuk kepada manusia untuk mengembangkan dan memeliharanya, yaitu hendaknya manusia (a) mensyukuri nikmat akal itu, dengan cara memanfaatkannya seoptimal mungkin untuk berpikir, belajar, atau mencari ilmu; dan (b) menjauhkan diri dari perbuatan yang merusak akal, seperti: meminum minuman keras (miras), menggunakan obat-obatan terlarang, menggunakan narkoba (naza), dan hal-hal lain yang merusak keberfugsian akal yang sehat.

d. Memelihara Keturunan

Agama mengajarkan kepada manusia tentang memelihara keturunan atau system regenerasi yang suci. Aturan atau norma agama untuk memelihara keturunan itu adalah pernikahan. Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan dan pola-pola tingakah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan dan kstabilan hidup manusia. Kehidupan yang efektif menuntut adanyatuntunan hidup yang mutlak. Shalat dan doa merupakan medium dalam agama untuk menuju kearah kehidupan yang berarti. Berikut akan dikemukakan pendapat para ahli tentang pengaruh agama terhadap kesehatan mental. 1. William James (seorang filosof dan ahli ilmu jiwa Amerika) berpendapat sebagai berikut. a. Tidak diragukan lagi bahwa terapi terbaik bagi keresahan adalah keimanan kepada Tuhan. b. Keimanan kepada Tuhan merupakan salah satu kekuatan yang harus terpenuhi untuk menopang seseorang dalam hidup ini. c. Antara kita dengan Tuhan terdapat suatu ikatan yang tidak terputus apabila kita tidak menundukkan diri di bawah pengaruh-Nya, maka semua cita-cita dan harapan kita akan tercapai. d. Gelombang lautan yang menggelora, sama sekali tidak membuat keruh ketenangan relung hati yang dalam dan tidak membuatny resah. 2. Carl G. Jung (ahli psikoanalisis di Jerman) mengemukakan sebagai berikut. a. Selama tiga puluh tahun yang lalu, pribadi-pribadi dari berbagai bangsadi dunia telah mengadakan konseling denganku dan aku pun telah banyak menyembuhkan pasien, tidak kudapatkan seorang pasien pun di antara yang telah berada pada penggal kedua umur mereka, yakni dari 35 tahun yang problem esensialnya bukan kebutuhan akan wawasan agama tentang kehidupan. b. Dapat kukatan bahwa masing-msing mereka telah menjadi mangsa penyakit, sebab mereka telah kehilangan sesuatu yang telah diberikan oleh agama-agama yang ada di setiap masa. Sungguh, tidak ada seorang pun di antara mereka menjadi sembuh kecuali setelah I kembali kepada wawasan agama tentang kehidupan.

3. A. A. Briel (psikoanalisis) mengatakan bahwa,individu yng benar-benar religious tidak akan pernah menderita penyakit jiwa 4. Henry Link (ahli ilmu jiwa Amerika) menyatakan bahwa berdasarkan pengalamannya yang dalam menrapkan percobaan-percobaan kejiwaan atas kaum buruh dalam proses pemulihan dan pengarahan profesi, ia mendapatkan bahwa pribadi-pribadi yang religius dan sering mendatangi tempat ibadah menikmati kepribadian yang lebih kuat dan baik ketimbang pribadi-pribadi yang tidak beragama yang sama sekali tidak menjalankan suatu ibadah. 5. Arnold Toynbee (sejarawan Inggris) mengemukakan bahwa krisis yang diderita orang-orang Eropa pada zaman modern ini pada dasarnya terjadi karena kemiskinan rohaniah dan terapi satu-satunya bagi penderita yang sedang mereka alami adalah kembali kepada agama. 6. Dadang Hawari Idries (psikiater) mengemukakan bahwa dari sejumlah penelitian para ahli bisa disimpulkan (1) komitmen agama dapat mencegah dan melindungi seorang dari penyakit, meningkatkan kemampuan mengatasi penyakit, dan mempercepat pemulihan penyakit, (2) agama lebih bersifat protektif daripada problem producing, dan (3) komitmen agama mempunyai hubungan signifikan dan positif dengan clinical benefit. 7. Larson berpendapat bahwa: untuk mengemudikan atau mengendalikan kompleksitas hubungan dan kesehatan manusia, maka komitmen terhadap agama merupakan suatu kekuatan yang patut diperhatikan. 8. Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa apabila manusia ingin terhindar dari kegelisahan, kecemasan, dan ketegangan jiwa serta ingin hidup tenang, tentram, bahagia, dan dapat membahagiakan orang lain, maka hendaklah manusia percaya kepada Tuhan dan hidup mengamalkan ajaran agama. Agama bukanlah dogma, tetapi agama adalah kebutuhan jiwa yang perlu dipenuhi. 9. Carrel mengemmukakan bahwa apabila doa itu dibiasakan dan bersungguh-sungguh, maka pangaruhnya menjadi sangat jelas. Ia merupakan semacam perubahan kejiwaan dan kebadanan. Ketentraman ditimbulkan oleh doa itu merupakan pertolongan yang besar pada pengobatan . Mengenai tidak ditimbulkannya doa, selanjutnya Carrel mengemukakan Doa itu sering tidak berhasil, karena kebanyakan orang yang

memanjatkan doa itu masuk golongan orang-orang yang hanya mementingkan diri sendiri, pembohong, penyombong, bermuka dua, tidak beriman dan mengasihi. 10. Shaleyy E. Taylor mengemukakan beberapa hasil penelitian para ahli tentang dampak positif agama, atau keimanan kepada Tuhan terhadap kesehatan mental dan kemampuan mengatasi stress, yang diantaranya sebagai berikut. a. Palaotzian & Kirkpatick mengemukakan bahwa agama (keimanan) dapat meningkatkan kesehatan mental dan membatu individu untuk mengatasi stress. b. Ellison mengemukakan bahwa agama dapat mengembangkan kesehatan psikologis banyak orang. Orang-orang yang kuat kaimanannya kepada Tuhan lebih bahagia dalam hidupnya, dan lebih sedikit mengalami dampak negative dari peristiwa kehidupan yang traumatik dibandingkan dengan orang-orang yang rendah keimananya kepada Tuhan (tidak melaksanakan ajaran agama). c. Koenig, dkk mengemukakan bahwa banyak orang yang secara spontan melaporkan bahwa agama sangat menolong diinya pada saat mengatasi stress. d. Melntosh, dkk melakukan penelitian terhadap para orangtua yang kehilangan anaknya, karena kematian secara tiba-tiba, dengan melihat dua hal, yaitu: keykinannya bahwa agama sebagai system keyakinan dan keaktipannya di gereja. Hasilnya menunjukkan bahwa mereka dapat menerima kenyataan tersebut secara wajar. Secara lebih khusus mereka mendapatkan dukungan sosial, dan lebih mampu mengambil hikmah (makna) dari peristiwa kehilangan tersebut. e. McCullough dkk mengemukakan bahwa keyakinan beragama dapat

memperpanjang usia. f. Seybold & Hill, agama itu bukan hanya sebagai bagian hidup yang bermakna, tetapi juga memeberikan keuntungan dalam mengembangkan mental yang sehat. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa agama mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan mental individu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa individu tidak akan mencapai atau memiliki mental yang sehat tanpa agama. Mengenai kaitan keimanan kepada Tuhan dan pengamalan ajaran-Nya dengan kesehatan mental, dalam Al-Quran banyak yang menunjukkan hal tersebut, yaitu sebagai berikut.

1. Surat At-Tiin mengisyaratkan bahwa manusia akan mengalami kehidupan yang hina/jatuh martabatnya termasuk juga kehidupan psikologis yang tidak nyaman (mentalnya tidak sehat) kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh (berbuat kebajikan). 2. Senada dengan surat At-Tiin adalah surat Al-Ashr, yaitu bahwa semua manusia itu merugi (celaka hidupnya, tidak tentram, atau perasaan resah dan gelisah) kecuali orang-orang yang beriman, beramal shaleh, dan saling mewasiati dengan kebenaran dan kesabaran. 3. Surat Ar-Radu:28, yaitu, orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berdzikir kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah-lah, hati akan menjadi tenteram (bahagia). 4. Surat Al-Baqarah:112 Tidaklah demikian, bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhan nya, dan tidak ada kekhawatiran atau kecemasan dan tidak pula kesedihan bagi mereka. 5. Surat Al-Ahqof:13 Sesungguhnya orang yang menyatakan Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka tetap istiqomah (teguh pendirian dalam keimanan kepada Allah dan menjalankan syariat-Nya), dan tidak pula berduka cita. 6. Surat Al-Israa:82 Dan Kami menurunkan dari Al-Quran, sebagai obat (penawar) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. 7. Surat Yunus:57 Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu mauidhah (nasihat) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada (syifaaun lima fish shuduur), petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Ayat syifaaun lima fi shuduur, terkandung maksud bahwa Al-Quran merupakan obat yang dapat menyembuhkan atau menghilangkan berbagai penyakit hati manusia (amradlul quluub). Al-Quran akan menjadi obat apabila dipahami dan diamalkan ajaran yang terkandung didalamnya. Penyakit-penyakit hati manusia itu diantaranya sebagai

1. Al-Israaku billah: Menyekutukan Allah atau meyakini adanya tuhan-tuhan lain (zat yang dipertuhanjan atau disembah) selain Allah, seperti percaya kepada dewa-dewa, nyai roro kidul, dewi sri, jimat-jimat, dan dukun (paranormal). 2. Riya : bersikap pamer. Keinginan untuk dipuji orang lain dalam melakukan suatu amal, bukan untuk mencari ridho Allah. Orang riya tidaklah akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki, karena kebahagiaan yang diperolehnya bersifat temporer, sementara,atau incidental di dunia ini, dan itupun diperoleh jika orang ada yang memujinya. 3. Al-kufru ilallah: menolak perintah dan larangan Allah. Orang yang seperti ini adalah orang yang sangat arogan, atau sombong, karena sebagai makhluk yang hina, dan tak berdaya berani menolak aturan, atau perintah Khaliknya yaitu Allah SWT. 4. Annifaaq : sikap ragu dalam beriman kepada Allaah, atau karateristik seseorang yang suka berbohong atau berdusta apabila berbicara, sika ingkar apabila berjanji, dan berkhianat apabila diberi amanat. 5. Al-hasad: sikap dengki,dendam, kesumat, atau iri hati terhadap kenikmatan (seperti kekayaan, kecantikan, dan jabatan) yang diperoleh atau dimiliki orang lain, dan berkeinginan untuk melenyapkan atau mencelakakannya. 6. Al-ifasaad: sikap dan perilaku desdruktif, trouble maker, mengganggu kenyamanan hidup orang lain (seperti premanisme, kriminalitas, penyalahgunaan obat-obat terlarang, tawuran dan meminum minuman keras), atau merusak lingkungan hidup (seperti menggundulkan hutan, pencemaran udara, membuang sampah disembarang tempat). Allah sangat membenci orang melakukan kerusakan di muka bumi. 7. Takabur: sikap sombong, arogan, suka membangga-banggakan diri, dan cenderung suka menhina (melecehkan) orang lain. 8. Bakhil: kikir, tidak mau menafkahkan harta kekayaannya di jalan Allah (tidak mau mengeluarkan zakat, infaq, atau shadaqah). 9. Hubud dunya: sangat mencintai dunia dan melupakan akhirat (hamba dunia),sikap materialistic atau hedonistic. 10. Hubbusysyahawaat: mempertuhankan hawa nafsu, mengikuti dorongan hawa nafsu (instinktif), atau melakukan suatu perbuatan tanpa mempertimbangkan pemikiran yang matang atau norma agama (impulsif),

11. Al-hazan: selalu merasa cemas, sedih, stres, atau mudah frustasi. 12. Al-kasal: sikap malas atau keengganan melakukan suatu kebaikan (seperti malas belajar dan bekerja, atau malas beramal shaleh) 13. Suudhan: berburuk sangka (negatif thinking) kepada orang lain. Uraian di atas menerangkan tentang pentingnya peranan agama dalam kesehatan mental. Berdasarkan hal tersebut, maka memberikan pelayanan bimbingan yang terintegrasi di dalamnya nilai-nilai agama, merupakan suatu yang seharusnya mendapat perhatian dari para koselor atau pembimbing.

3. Persyaratan Konselor
Landasan religious dalam bimbingan dan konseling mengimplikasikan bahwa konselor sebagai helpler, pemberi bantuan ditutut memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien atau peserta didik. Konselor seyogianya menyadari bahwa memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien merupakan salah satu kegiatan yang bernilai ibadah, karena di dalam proses bantuannya terkandung nilai amar maruf nahyi munkar (mengembangkan kebaikan dan mencegah keburukan). Agar layanan bantuan yang diberikan itu bernilai ibadah, maka kegiatan tersebut harus didasarkan kepada kikhlasan dan kesabaran. Kaitannya dengan hal tersebut, Prayitno dan Erman Amti mengemukakan persyaratan bagi konselor, yaitu sebagai berikut. a. Konselor hendaklah orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik keimanan dan ketakwaannya sesuai dengan agama yang dianutnya. b. Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama secara garis besar yang relevan dengan masalah klien. c. Konselor harus benar-benar memperhatikan dan menghormati agama klien.

KESIMPULAN
Agama merupakan pedoman hidup bagi manusia dalam rangka mencapai kebahagiaan yang hakiki di dunia ini dan akhirat kelak. Karena agama sebagai pedoman hidup, maka dalam semua kegiatan kehidupan manusia harus merujuk kepada nilai-nilai agama. Manusia adalah makhluk yang mempunyai fitrah beragama, homo religious, yang berpotensi untuk dapat memahami dan mengamalkan nilai-nilai agama. Hakikat manusia adalah makhuk Allah, yang berfungsi sebagai hamba dan khalifah-Nya. Sebagai hamba, manusia mempunyai tugas suci untuk beribadah kepadaNya. Sebagai khlalifah manusia mempunyai kewajiban atau amanha untuk menciptakan dan menata kehidupan yang bermakna bagi kesejahteraan hidup bersama (rahmatan lilalamin). Brdasarkan pendapat para ahli dan temuan-temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa agama sangat berperan (berkonstribusi secara signifikan) terhadap pencerahan diri dan kesehatan mental individu. Agar penerapan nilai-nilai agama dalam layanan bimbingan dan konseling berlangsung secara baik, maka konselor dipersyaratkan untuk memiliki pemahaman dan pengamalan agama yang dianutny, dan menghormati agama klien yang berbeda dengan agam yang dianutnya.

DAFTAR PUSTAKA
y Syamsu Yusuf, L.N & A. Juntika Nurihsan. (2010). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung Program Pascasarjana, UPI

You might also like