You are on page 1of 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia
sejak tahun 1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program
di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau yang dapat
memberikan data yang cepat sehingga pimpinan dapat memberikan respon atau
tindakan yang cepat dalam wilayah kerjanya. PWS dimulai dengan program
Imunisasi yang dalam perjalanannya, berkembang menjadi PWS-PWS lain seperti
PWS-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dan PWS Gizi.
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka
Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan
beberapa indikator status kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di
Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut
data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228 per 100.000
kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKN 19 per 1.000 kelahiran
hidup, AKABA 44 per 1.000 kelahiran hidup.
Penyebab langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan
dan segera setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung kematian Ibu
adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak
langsung kematian Ibu antara lain Kurang Energi Kronis/KEK pada kehamilan
(37%) dan anemia pada kehamilan (40%). Kejadian anemia pada ibu hamil ini
akan meningkatkan risiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang
tidak anemia. Sedangkan berdasarkan laporan rutin PWS tahun 2007, penyebab
langsung kematian ibu adalah perdarahan (39%), eklampsia (20%), infeksi (7%)
dan lain-lain (33%).

2

B. TUJUAN PENULISAN
Mahasiswa dapat mengerti dan memahami mengenai penegertian, tuuan,
prinsip program, identifikasi pemantauan, identiikasi indicator pemantauan, cara
membuat grafik serta pelembagaan Pemantauan Wilayah Sekitar KIA

C. MANFAAT
1. Bagi Penulis
Dapat menjadi bahan rujukan bagi pengembangan selanjutnya, serta
menambah pengetahua.
2. Bagi Institusi pendidikan
Diharapkan dapat memberi manfaat bagi lembaga pendidikan untuk dapat
digunakan sebagai sumber kepustakaan bagi mahasiswa yang akan datang
sehingga dapat menjadi bahan perbandingan.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mempermudah dalam memahami makalah ini, maka penulis membagi
makalah ini menjadi 3 BAB, sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini terdiri dari : latar belakang, tujuan, penulisan, manfaat penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN
Bab ini terdiri dari : Pengertian, tujuan, prinsip pengelolaan program KIA,
pelayanan antenatal, pertolongan persalinan, deteksi dini ibu hamil risiko tinggi,
pelayanan kesehatan neonatal, batasan PWS, indikator PWS, cara membuat grfik,
langkah pokok pembuatan grafik, pelembagaan PWS, sistem pencatata dan
pelaporan serta proses penerapan PWS.
BAB V : PENUTUP
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
Pemantauan wilayah setempat-KIA adalah suatu alat manajemen program
KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah
(puskesmas/kecamatan) secara terus-menerus, sehingga dapat dilakukan tindak
lanjut yang cepat dan tepat terhadap desa dengan cakupan pelayanan KIA yang
masih rendah.

B. Tujuan PWS-KIA
1. Tujuan umum
a. Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja
puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di setiap desa
secara terus menerus.
b. Meningkatkan pemantauan cakupan dan pelayanan untuk setiap wilayah
kerja secara terus-menerus dalam rangka meningkatkan jangkauan dan
mutu pelayanan.
2. Tujuan khusus
Memantau cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai indikator, secara
teratur (bulanan) dan terus-menerus untuk setiap desa.
a. Menilai kesenjangan antara target yang ditetapkan dan pencapaian untuk
setiap desa.
b. Menentukan urutan desa/wilayah prioritas yang akan ditangani secara
intensif berdasarkan besarnya kesenjangan antara target dan
pencapaiannya.
c. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber yang tersedia
dan yang dapat digali.
4

d. Membangkitkan peran penolong setempat dalam menggerakkan sasaran
dan mobilisasi sumber daya.
e. Memperoleh gambaran tentang masalah-masalah yang menghambat
pelaporan data dari kabupaten/kota.
f. Memantau cakupan KIA yang dipilih sebagai indikator, secara terus-
menerus (bulanan) untuk setiap wilayah.
g. Menilai kesenjangan antara target yang ditetapkan dan pencapaian
sebenarnya untuk setiap kabupaten/kota.

C. Prinsip Pengelolaan Program KIA
Pengelolaan program KIA pada prinsipnya bertujuan memantapkan dan
meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara elektif dan efisien,
pemantapan pelayanan KIA diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut.
1. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelyanan dengan mutu
yang baik serta jangkauan setinggi-tingginya.
2. Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujukan kepada
peningktakan pertolongan oleh petugas profesional secara bertahap.
3. Peningkatan deteksi dini risiko tinggi ibu hamil, oleh tenaga kesehatan
maupun masyarakat oleh kader dan dukun bayi, serta penanganan dan
pengamatan secara terus-menerus.
4. Peningkatan pelayanan neonatal (bayi kurang 1 bulan) dengan mutu yang baik
dan jangkauan setinggi-tingginya.

D. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu semasa
kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal seperti yang ditetapkan
dalam buku Pedoman Pelayanan Antenatal bagi Petugas Puskesmas. Dalam
penerapan secra operasional dikenal dengan standar 7T.

5

Frekuensi pelayanan antenatal selama kehamilan minimal empat kali, dengan
ketentuan sebagai berikut.
1. Minimal 1 kali pada trimester pertama.
2. Minimal 1 kali pada trimester kedua.
3. Minimal 2 kali pada trimester ketiga.
Standar frekuensi pelayanan antenatal ditentukan untuk menjamin mutu
pelayanan, khususnya dalam memberi kesempatan yang cukup dalam menangani
kasus risiko tinggi yang ditemukan pada kasus ibu hamil.

E. Pertolongan Persalinan
Dalam KIA tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat
digolongkan menjadi :
1. Tenaga profesional, meliputi dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan,
pembantu bidan, dan perawat;
2. Dukun bayi terlatih, meliputi dukun bayi yang telah mendapatkan pelatihan
dari tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus;
3. Dukun bayi tidak terlatih, meliputi dukun bayi yang tidak pernah dilatih oleh
tenaga kesehatan atau dukun bayi yang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
Prinsip dalam pertolongan persalinan, penolong harus memperhatikan
sterilitas, metode pertolongan persalinan yang memenuhi persyaratan teknik
medis, serta merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
Dengan penempatan bidan di desa, diharapkan secara bertahap jangkauan
persalinan oleh tenaga profesional terus-menerus dapat meningkat dan
masyarakat akan semakin menyadari pentingnya persalinan yang bersih dan
aman.




6

F. Deteksi Dini Ibu Hamil Risilo Tinggi
Untuk menurunkan angka kematian ibu secara bermakna, kegiatan deteksi
dini ibu hamil berisiko perlu digalakkan kembali baik di fasilitas pelayanan KIA
maupun di masyarakat. Deteksi dini ibu hamil berisiko tinggi perlu di fokuskan
pada keadaan yang menyababkan ibu berslain di rumah dengan yang ditolong
oleh dukun bayi terutama dukun bayi yang tidak terlatih.
Tingginya angka kematian ibu di Indonesia masih disebabkan oleh
timbulnya penyulit persalinan. Masyarakat Indinesia sebagian besar adalah
keluarga (extended family), pengambilan keputusan tidak tidak dapat dilakukan
dengan segera, sehingga jika terjadi penyulit persalinan penolong tidak dapat
segera merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih memadai.
Selain faktor di atas, waktu dan transportasi merupakan faktor yang
sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Penempatan bidan di desa
memungkinkan penanganan dan rujukan ibu hamil berisiko sejak dini, serta
identifikasi tempat persalinan yang tepat bagi ibu hamil sesuai dengan risiko
kehamilan.
Faktor risiko yang sering di jumpai pada ibu hamil di antaranya adalah
primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jumlah anak lebih dari
4 orang, jarak anak terakhir dengan kehamilan kurang dari 2 tahun, tinggi badan
kurang dari 145 cm, berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas (LLA)
kurang dari 23,5 cm, riwayat keluarga dengan kencing manis (DM), hipertensi,
riwayat cacat kongenital, dan kelainan bentuk tubuh.

G. Pelayanan Kesehatan Neonatal
Mengingat angka kematian bayi terjadi pada masa neonatus, upaya yang
dilakukan untuk mencegah kematian neonatal diutamakan pada pemeliharaan
kehamilan sebaik mungkin, pertolongan persalinan 3 bersih (bersih tangan
penolong, bersih alat pemotong tali pusat, dan bersih alas tempat tidur ibu) dan
7

perawatan tali pusat yang memperhatikan prinsip sterilitas. Upaya lain yang
dilakukan adalah deteksi dini neonatal risiko tinggi, sehingga dapat diberikan
pelayanan sedini mungkin.
Risiko tinggi nenatal, di antaranya adalah BBLR, bayi dengan tetanus
neonatorum, asfiksia, ikterus neoatorum, sepsis, bayi lahir dengan berat kurang
dari 400gram, bayi preterm, bayi lahir dengan cacat bawaan sedang, dan bayi
lahir dengan persalinan tindakan (seperti forceps, vakum, dan SC).

H. Batasan PWS-KIA
Penjaringan deteksi dini kehamilan risiko tinggi bertujuan untuk menemukan ibu
hamil beresiko. Penjaringan ini dapat dilakukan oleh kader, dukun bayi, dan
tenaga kesehatan.
a. Kunjungan ibu hamil, yaitu kontak ibu hamil dengan tenaga profesional untuk
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standar yang ditetapkan.
1) Kunjungan baru ibu hamil (KI)
Kunjungan ibu hamil dengan tenaga kesehatan sejak pertama kali dan
seterusnya, untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar selama 1
periode kehamilan berlangsung.
2) Kunjungan ke-4 (K4)
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke-4 atau lebih
untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan,
dengan syarat minimal 1 kali untuk trimester I dan II, serta minimal 2 kali
untuk trimester III.
b. Kunjungan Neonatal (KN), yaitu kontak neonatal dengan tenaga kesehatan
minimal dua kali untuk mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan
neonatal baik di dalam maupun di luar gedung puskesmas.

Cakupan akses adalah persentase ibu hamil di suatu wilayah, dalam kurun
waktu tertentu yang pernah mendapatkan antenatal sesuai standar paling sedikit 1
8

kali selama kehamilan. Cara menghitugnya adalah jumlah kunjungan baru ibu
hamil dibagi dengan jumlah sasaran ibu hamil yang ada disuatu wilayah kerja
dalam kurun waktu 1 tahun dikalikan 100%.

cakupan akses




Cakupan ibu hamil (K4) adalah persentase ibu hamil di suatu wilayah
dalam kurun waktu tertentu, yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar
paling sedikit 4 kali. Cara menghitung adalah jumlah ibu hamil yang telah
menerima K4 dibagi jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu 1 tahun
dikalikan 100%.
cakupan K




Sasaran ibu hamil adalah jumlah semua ibu hamil di suatu wilayah dalam
kurun waktu 1 tahun. Angka ini diperoleh dengan cara sebagai berikut.
3) Angka sebenarnya, diperoleh berdasarkan cacat jiwa.
4) Angka perkiraan, yaitu memakai rumus angka kelahiran kasar (CBR)
dikalikan 1,1 lalu dikalikan jumlah penduduk setempat. Jika pengambilan
angka CBR dari provinsi, atau dari kabupaten setempat bis menggunakan
rumus : 3% x jumlah penduduk setempat.

Sasaran ibu hamil = CBR x 1,1 x jumlah penduduk setempat
Atau
Sasaran ibu hamil = 3%CBR x 1,1 x jumlah penduduk setempat

Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, adalah persentase
ibu bersalin di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang ditolong
9

persalinannya oleh tenaga kesehatan. Jumlah seluruh persalinan di suatu wilayah
dalam kurun waktu 1 tahun dapat dihitung dengan rumus = 2,8% x jumlah
penduduk setempat.

Cakupan pertolongan persalinan = 2,8% x jumlah penduduk setempat.

Cakupan penjaringan ibu hamil berisiko di masyarakat adalah presentase
ibu hamil berisiko yang ditemukan kader dan dukun bayi, yang dirujuk
kepuskesmas/tenaga kesehatan dalam kurun waktu tertentu. Cara mengetahuinya
adalah jumlah ibu hamil berisiko yang dirujuk oleh dukun bayi dan kader dibagi
dengan jumlah sasaran ibu hamil yang ada di suatu wilayah dalam kurun waktu 1
tahun dikalikan 100%. Diperkirakan presentase ibu hamil berisiko mencapai 15-
20% dari seluruh ibu hamil.

cakupan penjaiingan
ibu hamil beiisiko





Cakupan penjaringan ibu hamil berisiko yang ditemukan oleh tenaga
kesehatan merupakan presentasi ibu hamil berisiko yang ditemukan baik oleh
tenaga kesehatan maupun kader/dukun bayi yang telah dipastikan oleh tenaga
kesehatan, yang kemudian ditindaklanjuti (dipantau secara intensif dan ditangani
sesuai kewenangan, dan atau dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi),
dalam kurun waktu tertentu. Cara menghitungnya adalah jumlah ibu hami berisiko
yang ditemukan oleh tenaga kesehatan dan atau dirujuk oleh dukun bayi dan kader
dibagi dengan sasaran ibu hamil yang ada disuwatu wilayah dalam kurun waktu
satu tahun dikalikan 100%.

10

ca





Cakupan kunjungan neonatal (KN) adalah persentase neonatal (bayi usia
kurang dari satu bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan minimal 2 kali dari
tenaga kesehatan (1 kali pada hari ke-1sampai ke-7, dan 1 kali pada hari ke-8
sampai hari ke-28). Cara menghitungnya adalah jumlah kunjungan neonatal yang
mendapatkan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan minimal 2 kali dibagi
dengan jumlah seluruh sasaran bayi yang ada di suatu wilayah dalam kurun waktu
satu tahun.

cakupan kunjungan neonatal





I. Indikator PWS KIA
Indicator PWS KIA merupakan gambaran keadaan pokok dalam program KIA,
yang ditetapkan menjadi enam indicator.
1) Akses pelayanan antenatal ( indicator cakupan K1 )
Cakupan kunjungan pertama ( K1 ) digunakan untuk mengetahui
jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam
menggerakan masyarakat. Cara menghitung cakupan K1 adalah jumlah
kunjungan ( K1 ) dibagi dengan jumlah sasaran ibu hamil dalam satu
tahun dikalikan 100%.
Jumlah sasaran ibu hamil didapat dari angka kelahiran kasar ( Crude
Birth Rate CBR ) provinsi x 1,1 x jumlah penduduk angka nasional,
dengan perhitungan 3% x jumlah penduduk setempat.

11

2) Indicator cakupan ( coverage ) ibu hamil ( K4 )
Cakupan K4 bertujuan untuk mengetahui cakupan pelayanan antenatal
secara lengkap yang mmenggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di
suatu wilayah cakupan K4 adalah jumlah kunjungan ibu hamil K4 dibagi
jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun dikalikan 100%
3) Masalah ( manajemen program )
Drop Out ( DO ) adalah presentasi dari K1 dikurangi K4 dibagi dengan
jumlah K1
DO = ( K1 K4 ) X 100%
4) Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan menggambarkan kemampuan
program KIA dalam pertolongan persalinan secara professional. Cakupan
dihitung dengan cara jumlah persalinan oleh tenaga kesehatan dibagi
dengan jumlah seluruh sasaran persalinan dalam 1 tahun dikalikan 100%,
seperti yang telah dijelasksan sebelumnya.
Jumlah seluruh sassaran dalam satu tahun diperkirakan melalui
perhitungan CBR provinsi x 1,1 x jumlah penduduk setempat. Apabila
provinsi tidak mempunyai data CBR dapat menggunakan angka nasional (
2,8% ) dikalikan jumlah penduduk setempat.
5) Penjaringan ( deteksi ) ibu hamil beresiko oleh masyarakat
Deteksi dini ibu hamil beresiko dapat menggambarkan tingkat
kemampuan dan peran serta masyarakat dalam melakukan deteksi ibu
hamil beresiko dihitung berdasarkan jumlah ibu hamil beresiko yang
dirujuk oleh dukun bayi atau kader ke tenaga kesehatan, dibagi dengan
jumlah seluruh sasaran persalinan dalam satu tahun dikalikan 100%
6) Cakupan pelayanan neonatal ( KN ) oleh tenaga kesehatan
Cakupan pelayanan neonatal bertujuan untuk mengetahui jangkauan dan
kualitas pelayanan kesehatan neonatal. Cakupan neonatal dihitung
berdasarkan jumlah kunjungan neonatal yang mendapatkan pelayanan
12

kesehatan minimal dua kali oleh tenaga kesehatan ( tidak termsauk
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan ) dibagi dengan jumlah
seluruh sasaran bayi dalam stu tahun dikalikan 100%
7) Indicator Keluarga Berencana
Cakupan pelayanan keluarga berencana bertujuan untuk mengetahui
jangkauan dan kualitas pelayanan KB. Cara menghitungnya didasarkan
pada penggerakan masyarakat, keberlangsungan program, dan manajemen
program.
y Penggerakan masyarakat
Akseptor baru metode kontrasepsi efektif terpilih dihitung
berdasarkan jumlah akseptor baru untuk kontrasepsi efektif terpilih
dibagi dengan jumlah seluruh pasangan usia subur (PUS) dikalikan
100%.
Jumlah akseptor baru x 100%
Akseptor baru metode =
kontrasepsi efektif Jumlah seluruh PUS

y Keberlangsungan program
Akseptor aktif metode kontrasepsi efektif terpilih dihitung
berdasarkan jumlah akseptor aktif untuk metode kontrasepsi
efektif terpilih dibagi dengan jumlah sasaran PUS dikalikan 100%.
Jumlah akseptor aktif
Akseptor aktif metode = x 100%
kontrasepsi efektif Jumlah seluruh PUS

y Masalah ( manajemen program )
Drop out ( DO ) dihitung dari pemakai kontrasepsi awal tahun
ditambah akseptor baru sampai bulan ini, dikurangi pemakai
kontrasepsi pertama smapai bulan ini dibagi dengan pemakai
13

kontrasepsi awal tahun ditambah akseptor baru sampai bulan ini
dikalikan 100%

DO = (Pemakai kontrasepsi awal tahun + akseptor baru sampai
dengan bulan ini) Pemakai kontrasepsi sampai dengan bulan ini.

8) Indicator program gizi
Indikator program gizi adalah keberhasilan program gizi pada balita yang
dihitung berdasarkan jangkauan program, keberlangsungan program dan
manajamen program.
y Jangkauan program ( penggerakan masyarakat )

K/S = Jumlah balita terdaftar dan mempunyai KMS dibagi jumlah
balita di wilayah kerja dikalikan 100%

y Keberlangsungan program
D/K = D/S x 100%
K/S

y Manajemen program
Drop out adalah jumlah balita terdaftar dan memiliki KMS
dikurangi jumlah balita datang yang ditimbang jumlah balita
terdaftar yang memiliki KMS dikalikan 100%

DO = K D x 100%
K


14

J. Cara Membuat Grafik PWS KIA
Laporan PWS KIA dibuat setiap bulan. Cara penyajian laporan salah satunya
dengan menggunakan grafik yang dibuat setiap bulan. Garfik tersebut dibuat
berdasarkan indicator yang harus dicapai dalam PWS KIA yaitu sebagai
berikut.
a. Grafik cakupan K1
b. Grafik cakupan K4
c. Grafik cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
d. Grafik penjaringan ibu hamil beresiko oleh masyarakat
e. Grafik penjaringan ibu hamil beresiko oleh tenaga masyarakat
f. Grafik cakupan neonatal oleh tenaga kesehatan

K. Langkah Pokok Pembuatan Geafik PWS-KIA
a. Pengumpulan data
Data diperoleh dari catatan ibu hamil per desa, register kegiatan harian,
register kohort ibu dan bayi, register pemantauan ibu hamil per desa, catatan
posyandu, laporan dari bidan atau dokter praktek swasta, rumah bersalin, dan
sebagainya.
b. Pengolahnan data
Setelah data dikumpulkan dan diteliti kelengkapanny, lakukan pengolahan
data. Untuk mengolah data diperlukan data cakupan kumulatifbper desa,
cakupan bidan yang akan diolah, dan cakupan bulan sebelumnya.
Perhitungan untuk cakupan k1 adalah sebagai berikut.
1) Pencapaian kumulatif per desa adalah pencapaian cakupan kumulatif
ibu hamil baru per desa (Januari-Juni 2008) dibagi sasaran ibu hamil
per desa selama satu tahun dikalikan 100 %.
15

2) Cakupan bulan yang akan diolah per desa adalah pencapaian sasaran
ibu hamil per desa (Juni 2008) dibagi sasaran ibu hamil per desa
selama satu tahun dikalikan 100 %.
3) Pencapaian bulan lalu per desa adalah pencapaian cakupan ibu hamil
baru per desa selama bulan lalu (Mei 2008)dibagi sasaran ibu hamil
per desa selama satu tahun dikalikan 100 %.

Perhitungan untuk cakupan K4 adalah sebagai berikut.
1) Pencapaian kumulatif per desa adalah pencapain kumulatif K4 per
desa (Januari-Juni 2008) dibagi sasaran ibu hamil per desa selama satu
tahun dikalikan 100 %.
2) Pencapaian bulan yang akan dihitung adalah pencapaian cakupan K4
per desa selama bulan (Juni 2008) dibagi sasaran ibu hamil per desa
selama satu tahun dikalikan 100 %.
3) Pencapaian bulan lalu adalah pencapaian cakupan K4 per desa bulan
lalu (MEI 2008) dibag dengan sasaran ibu hamil per desa selama satu
tahun dikalikan 100 %.

c. Penggambaran fisik
Setelah data diolah, berikutnya adalah menggambarkan grafk dengan langkah-
langkah sebagai beerikut.
a) Tentukan target rata-rata perbulan untuk menggambarkan skala pada garis
vertical (sumbu Y)
b) Masukan hasil perhitungan pencapaian kumulatif cakupan K1 sampai
dengan bulan ini (Juni 2008) kedalam jalr presentasi kumulatif secara
berurutan sesuai dengan paringkat. Untuk pencapaian tertinggi, letakan
16

disebelah kiri dan terendah disebelah kanan. Pencapaian puskesmas
dimasukan dalam kolom terakhir.
c) Tuliskan nama desa pada lajur desa sesuai dengan cakupan kumulatif
masing-masing desa.
d) Masukan hasil perhitungan pencpaian bulan ini (Juni 2008) dan bulan lalu
(Mei 2008) kedalam lajur masing-masing desa.
e) Gambar anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur tren. Apabila
pencapaian cakupan bulan ini lebih besar dari pencapaian bulan lalu, maka
digambar anak panah yang menun juk keatas. Sebaliknya apabila cakupan
bulan ini lebih rendah dari cakupan bulan lalu maka digambarkan anak
panah yang menunjuk kebawah. Sedangkan untuk cakupan yang tetap
atau sama gambarkan dengan tanda mi nus (-).

d. Analisis grafik dan tindak lanjut PWS KIA
Langkah berikutnya setelah menggambar grafik adalah melakukan analisis
grafik merupakan langkah penting untuk melihat status desa dan menentukan
rencana tindak lanjut baik tekns maupun nonteknis bagi puskesmas.
Pencapaian target atau cakupan dikategorikan dalam empat status yaitu
sebagai berikut.
a) Status baik : apabila desa dengan cakupan diatas yang ditetapkan dengan
mempunyai kecendrungan cakupan bulanan yang meningkat atau tetap
apabila dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Dsa demikian
dikategorikan e desa A dan B. apabila keadaan tersebut berlanjut, maka
desa akan mencapai atau melebihi target tahunan yang ditentukan.
b) Status kurang : apabila desa dengan cakupan diatas, namun mempunyai
kecendrungan menurun pada cakupan bulanan dibandingkan dengan
cakupan bulan lalu. Desa daam kaagori ini adalah desa C, yang perlu
mendapatkan pehatian. Apabila akupan desa C terus menurun, maa esa
tersebut tidak akan mencapai target yang ditentukan.
17

c) Status cukup : apabila desa denga cakupan dibawah target dan mempunyai
kecendrungan cakupan bulanan yang meningkat jika dibandingkan engan
cakupan bulan lalu.desa demikian dikategorikan kedalam desa D, yang
perlu didorong agar cakupan bulan selanjutnya tidak boleh kecil dari pada
akupan bulanan minimal. Apabla eadaan tersebut dapat terlaksana maka
desa terseut dapat mencapai target tahunan yang ditentukan.
d) Status buruk : apabila desa dengan cakupan dibawah target bulan dan
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan menurun dibandingkan
dengan cakupan bulan yang lalu. Desa ini di ketegorikan dalam Desa E,
yang perlu mendapatkan prioritas untuk pembinaan agar cakupan bulanan
selanjutnya dapat ditingkatkan diatas cakupan bulanan minimal dan dapat
mengejar target pencapaian target tahunan.

e. Rencana tindak lanjut
Setelah melakukan analisis data, untuk menghasilkan suatu keputusan tindak
lanjut dijabarkan dalam bentuk operasional jangka pendek, sehingga masalah
yang dihadapi dapat diselesaikan sesuai dengan spesifikasi daerah. Rencana
operasional yang harus ditindaklanjuti adalah sebagai berikut.
a) Desa yang berstatus baik atau cukup, pola penyelengagaraan KIA perlu
dilanjutkan, dengan beberapa penyesuaian tertentu sesuai kebutuhan.
b) Desa berstatus kurang atau buruk perlu dilakukan analisis lebih mendalam
serta dicari penyebab rendahnya atau menurunnya cakupan bulanan,
sehingga dapat diupayakan cara penanganan masalah secara lebh spesifik.
Intervensi dan kegiatan yang bersifat teknis harus dibicarakan dalam
lokakarya mini puskesma dan rapat Dinas Kesehatan Dati II. In tervensi dan
kegiatan yang bersifat non teknis, misalnya untuk menggerakan sasaran,
motivasi, dan memobilisasi sumber daya yang ada di masyarakat harus
dibicarakan pada rapat koordinasi kecamatan.

18

L. Pelembagaan PWS KIA
Pelembagaan PWS-KIA adalah pemanfaatan PWS-KIA secara teratur dan terus
menerus pada semua siklus pengambilan keputusan untuk memantau
penyelenggaraan program KIA, di semua tingkatan administrasi pemerintah, baik
yang bersifat teknis sektoral maupun yang bersifat koordinasi non teknis dan
lintas sektoral.
Langkah-langkah pelembagaan PWS-KIA adalah sebagai berikut:
a. Penunjukan petugas pengelolaan data disetiap tingkatan, untuk menjaga
kelancaran pengumpulan data, yaitu data dari puskesmas dikirim ke Dinas
Kesehatan Dati II. Data yang ada di puskesmas disusun PWS-KWS per desa,
sedangkan data yang ada di Dati II disusun PWS-KIA per puskesmas.
b. Pemanfaatan pemantauan lintas program.
c. Penyajian PWS-KIA pada pertemuan teknis bulanan ditingkat puskesmas dan
Dati II, untuk menginformasikan hasil yang telah dicapai, identifikasi
masalah, merencanakan perbaikan serta menyusun rencana operasional
berikutnya. Pada pertemuan tersebut wilayah yang berhasil diminta untuk
mempersentasikan upaya yang telah dilakukan.
d. Pemantauan PWS-KIA untuk meyakinkan lintas sektoral.
e. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) disajikan serta didiskusikan pada
pertemuan lintas sektoral di tingkat kecamatan dan Dati II, untuk mendapat
dukungan dalam pemecahan masalah dan agar masalah operasional yang
didapati dapat dipahami bersama, terutama yang berkaitan dengan motivasi
dan pergerakan penduduk sasaran.
f. Pembinaan melalui supervise yang terarah dan berkelanjutan merupakan
system pembinaan yang efektif bagi pelembagaan PWS. Pelaksanaan
supervisi dilaksanakan dengan mengisi forum check list yang akan digunakan
dalam supervise ditingkat puskesmasdan kabupaten untuk dianalisis dan
ditindaklanjuti.

19

M. Sistem Pencatatan Dan Pelaporan
Dalam melakukan pencatatan dan pelaporan, PWS-KIA memerlukan data
sasaran, data pelayanan, dan sumbar data.
Data sasaran yang meliputi jumlah seluruh ibu hamil, ibu bersalin, bayi
kurang dari 1 bulan (neonates), dan jumlah seluruh bayi.
Data pelayanan meliputi jumlah K1, K4, ibu hamil beresiko yang dirujuk
masyarakat, ibu hamil yang beresiko yang dilayani oleh tenga kesehatan,
persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, dan jumlah bayi yang berusia
kurang dari 1 bulan yang dilayani oleh tenaga kesehatan minimal 2 kali.
Sumber data, sebaiknya data berasal dari hasil pencacahan jiwa setempat.
Sumber data dapat diambil dari register kohert ibu dan bayi, laporan persalinan
yang ditolong oleh tenaga kesehatan dan dukun bayi, laporan dari dokter atau
bidan peraktik swasta, dan laporan dari fasilitas pelayanan kesehatan selain
puskesmas yang berada di wilayah puskesmas.

N. Propses Penerapan PWS-KIA
Proses penerapan PWS-KIA merupakan langkah sistematis dan berurutan.
Adapun langkah-langkah tersebut meliputi:
1) Persiapan
Persiapan dimulai dengan diadakan pertemuan ditingkat provinsi untuk
menyamakan persepsipelatihan pelatih, merencanakan pelatihan tingkat
kabupaten dan puskesmas, meenentukan siapa yang akan dilatih, menentukan
kebijaksanaan provinsi dalam pelaksanaan PWS-KIA dan menyusun
mekanisme pemantauan kegiatan. Pada langkah persiapan, harus melibatkan
pihak-pihak lain terutama dari kantor wilayah kesehatan dan dinas kesehatan
tingkat I. pihak dari kantor wilayah yang terlibat dalam persiapan adalah
kepala bidang PKPP, kepala bidang pelayanan dan kesehatan masyarakat,
kepala bidang PPTK, kepala bidang gizi/kesehatan keluarga, kepala seksi
puskesmas, kepala seksi rujukan dan kepala seksi epidemiologi. Sedangkan
20

pihak dari dinas kesehatan tingkat I adalah kepala subdinas KIA, kepala
subdinas pemulihan, kepala subdinas PKM, kepala seksi ibu dan anak, kepala
seksi puskesmas, kepala seksi rumah sakit, kepala seksi imunisasi, dan kepala
sebagian perencanaan.
Persiapan kedua adalah Pelatihan Petugas Dati II. Pelatihan bertujuan
untuk melatih petugas Dati II menjadi petugas puskesmas. Peserta terutama
diambil dari unsure-unsur KIA, pemberantasan penyakit menular (P2M), dan
pemulihan, baik dari dinas kesehatan maupun kantor departemen tingkat II.
Jumlah peserta yang disarankan untuk setiap kali pelatihan adalah tidak lebih
dari 30 orang (10-30) orang, dengan materi pelatihan meliputi: pedoman
PWS-KIA, pedoman pelayanan antenatal, kebijakan program KIA, serta
perencanaan pelaksanaan dan pemantauan kegiatan.
Persiapan ketiga adalah Pelatihan Petugas Puskesmas di Dati II.
Pelatihan ini diberikan kepada petugas di Dati I dan II yang sudah dilatih.
Pelatihan ini merupakan pelatihan khusus mengenai PWS-KIA, yang diikuti
oleh pimpinan puskesmas, koordinator unit KIA, Petugas Sistem Pencatatan
dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP).
Setelah pelatihan petugas puskesmas langkah selanjutnya dari
persiapan adalah pertemuan dengan unit kesehatan, baik dari swasta ataupun
rumah sakit umu, yang bertujuan untuk mengetahui cakupan pelayanan KIA
oleh tenaga kesehatan.
2) Pelaksanaan
Pelaksanaan dilakukan dengan mengadakan pertemuan-pertemuan ditingkat
Dati II, puskesmas, dan tingkat kecamatan.
Pertemuan di Dati II, merupakan pertemuan yang bersifat internal
tenaga kesehatan, yang dihadiri oleh para kepala seksi terkait di lingkungan
dinas kesehatan dan kantor departemen, serta puskesmas. Pertemuan lintaas
sektoral dihadiri oleh sektor terkait ditingkat kabupaten dan kecamatan.
21

Pertemuan di puskesmas, adalah pertemuan dipuskesmas yang dapat
dilakukan bersamaan dengan mini lokakarya atau pertemuan rutin bulanan.
Pada pertemuan dipuskesmas semua staf yang terlibat dalam pelayanan KIA
dilatih tentang PWS-KIA, kemudian menyusun rencana tindak lanjut.
Pertemuan ditingkat kecamatan , merupakan pertemuan bulanan rapat
koordinasi untuk menyampaikan informasi mengenai PWS-KIA nonteknis.
Dalam pertemuan ini diharapkan kepada desa, tim penggerak PKK desa,
puskesmas dan tokoh lintas sektoral.


3) Pemantauan
PWS-KIA dapat dipantau baik ditingkat kabupaten maupun ditingkat
puskesmas. Pemantauan ditingkat kabupaten, merupakan pemantauan
puskesmas, laporan rumah sakit, laporn swasta, dan supervise from check list.
Sedangkan pemantauan ditingkat puskesmas meliputi sarana pencatatan (buku
register), laporan swasta, dan kunjungan desa rawan.
4) Pelaporan
5) Puskesmas mengumpulkan, mengolah dan mengirim data PWS-KIA ke dinas
kesehatan Dati II. Laporan dikirim setiap bulan, dengan ketentuan selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. Kemudian Dinas Kesehatan Dati II
membuat rekapitulasi laporan kabupaten untuk dikirimkan kepusat.
Proses penerapan PWS-KIA secara garis besar dapat dijabarkan kedalam bentuk
bagian alur data pelayanan KIA PWS-KIA baik ditingkat puskeamas maupun
ditingkat Dati II.




22










BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan dasar yang
berfungsi membina peran serta masyarakat sebagai pusat pembangunan kesehatan
masyarakat. Manajemen yang baik merupakan factor yang sangat menentkan
dalam mewujudkan fungsi puskesmas. Fungsi manajemen terse but, terutama
dalam hal monitoring (pemantauan) dan evaluasi (penilaian) eberhasilan program
puskesmas. Salah satu upaya monitoring dan evaluasi dengan menggunakan
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)

B. SARAN
1. Untuk Mahasiswa
Dengan diberikan tugas menyusun makalah seperti ini memacu kami untuk
lebih mandiri dalam mengerti dan memahami materi yang di berikan oleh
dosen.
23

2. Untuk Dosen
Pembelajaran seperti ini sebaiknya lebih di pertahankan dan ditingkatkan lagi
karena proses belajar mengajar yang lebih efektif, misalnya penyusunan
makalah ini dapat melatih mahasiswa untuk lebih mandiri dan meningkatkan
rasa ingin tahu mahasiswa.

You might also like