You are on page 1of 9

1 Oktober adalah hari selamatnya bangsa Indonesia dari malapetaka Gerakan 30 September (G.30.S).

Selamatnya bangsa Indonesia berkat usaha dan upaya manusia serta pertolongan Allah Yang Maha Kuasa. Pada 30 September itu telah terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap jenderal-jenderal putra terbaik bangsa Indonesia. Mereka yang menjadi korban itu adalah : Letnan Jenderal A. Yani, Mayjen R. Suprapto, Mayjen Haryono, Mayjen S. parman, Brigjen D.I. Panjaitan, Brigjen Sutoyo, Letnan Satu Pire Andreas Tendean, dan Brigadir Polisi Karel Susult Tubun. Sementara Jenderal A.H. Nasution berhasil meloloskan diri dari kepungan G.30.S PKI, meski kakinya kena tembak dan putrinya Ade Irma Suryani menjadi korban dan beberapa hari kemudian meninggal dunia. Pada tanggal tersebut pemberontak berhasil menguasai dua sarana komunikasi yaitu RRI Pusat dan Pusat Telekomunikasi masing-masing di Jalan Merdeka Barat dan di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI pagi jam 07.20 dan jam 08.15. pemberontak mengumumkan tentang terbentuknya Dewan Revolusi di pusat dan di daerah-daerah. Dewan Revolusi merupakan sumber segala kekuasaan dalam Negara Republik Indonesia. Juga diumum, gerakan tersebut ditujukan kepada Jenderal-Jenderal anggota Dewan Jenderal yang akan mengadakan coup terhadap pemerintah. Pada saat bersamaan diumumkan pendemisioniran Kabinet Dwikora. Jam 14.00 diumumkan lagi bahwa Dewan Revolusi diketuai oleh Letkol Untung dengan wakil-wakilnya Brigjen Supardjo, Letkol (Udara) Heru, (Laut) Sunardi dan Arjun Komisaris Besar Polisi Anwas.

Direbut dalam 20 menit


Berdasarkan fakta sejarah, Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal Soeharto segera bertindak cepat. Setelah menerima laporan lengkap dari Pangdam Jaya Meyjen Umar Wirahadikusumah karena pimpinan Angkatan Darat lumpuh karena penculikan-penculikan dan pembunuhan maka untuk sementara pucuk pimpinan Angkatan Darat dipegang oleh Mayor Jenderal Soeharto. Operasi militer dimulai sore hari tanggal 1 Oktober 1965, pasukan RPKAD di bawah pimpinan Komandannya Kolonel Sarwo Edhie Wibowo menerima perintah untuk merebut RRI Pusat dan Pusat Telekomunikasi. Hanya dalam waktu 20 menit kedua sarana telekomunikasi telah direbut kembali dari tangan pemberontak G.30.S/ PKI. Melalui RRI Pimpinan Angkatan Darat mengumumkan adanya penculikan 6 orang perwira tinggi dan perebutan kekuasaan oleh G.30.S. Pasukan-pasukan Batalyon 454/Para Divisi Diponegoro dan Batalyon 530/Para Divisi/Brawijaya yang berada di lapangan Merdeka berdiri di pihak yang melakukan pemberontakan. Kedua pasukan ini didatangkan ke Jakarta dalam rangka Hari Ulang Tahun ABRI 5 Oktober 1965. Pasukan-pasukan ini diinsafkan dari keterlibatan dalam pemberontakan, sementara sisa batalyon 454 Diponegoro mundur ke Pangkalan Halim. Waktu itu presiden Soekarno berada di Halim Perdanakusumah, melalui kurir khusus disampaikan pesan agar Bung Karno meninggalkan Halim dan menuju Istana Bogor, selanjutnya diperintahkan agar kesatuan-kesatuan RPKAD, Batalyon 328/Kujang dan Kompi pasukan Kevelri merebut Halim Perdanakusuma.

Menjelang sore tanggal 2 Oktober 1965 jam 15.00 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma dapat dikuasai kembali tanpa kesulitan. Kecuali suatu perlawanan kecil oleh Batalyon 454//Para Diponegoro ketika pasukan-pasukan yang setia kepada pemerintah membersihkan kampong Lubang Buaya yang menjadi pusat latihan Pemuda Rakyat dan Gerwani. Dalam pembersihan di Kampung Lubang Buaya atas petunjuk anggota polisi yang ditawan oleh penculik dan berhasil meloloskan diri menunjukkan sumur tua tempat jenazah perwira-perwira tinggi Angkatan Darat diketemukan tanggal 3 Oktober 1965.

Difitnah dan dibunuh


Ketika dilangsungkan upacara pemberangkatan 7 jenazah Pahlawan Revolusi korban kebiadaban aksi kontra Revolusi G.30.S/PKI ke tempat istirahatnya yang terakhir, Menko Hankam Kasab Jendral Nasution mengatakan, Hari ini tanggal 5 Oktober Hari Angkatan Bersenjata tetapi kali ini dihina oleh fitnahan, penghianatan, penganiayaan, dan pembunuhan. Kami semua difitnah, dan kamu semua dibunuh. Kalau fitnahan itu benar kami semua bersedia mengikuti jejakmu. Dikatakan selanjutnya dalam masa 20 tahun penuh, kamu telah memberi dharma bhaktimu untuk cita-cita yang tinggi. Biarpun dicemarkan difitnah sebagai pengkhianat, tetapi kami tahu kamu telah berjuang di atas jalan yang benar, kami tidak pernah ragu. Kami semua akan melanjutkan perjuangan kamu. Demikian pesan Jenderal Nasution yang diucapkan dalam nada menangis dan penuh haru.

Sumber segala kekuasaan


Kalau kita cermati pengumuman pemberontak G.30.S ketika mereka menguasai RRI Pusat tanggal 1 Oktober pagi, jelas bahwa telah dibentuk Dewan Revolusi baik untuk tingkat pusat maupun untuk tingkat daerah. Dewan Revolusi merupakan sumber segala kakuasaan dalam Negara RI. Menurut buku Fakta-fakta Persoalan Sekitar Gerakan 30 September yang dikeluarkan oleh Pusat Penerangan Angkatan Darat dapat diketahui, bahwa Dewan Revolusi untuk tingkat provinsi 25 orang, tingkat kabupaten 15 orang tingkat kecamatan 10 orang, dan tingkat desa 7 orang. Yang menjadi Dewan Revolusi mulai tingkat provinsi hingga tingkat desa adalah orang-orang sipil dan militer yang mendukung G.30.S tanpa reserve. Dewan Revolusi daerah ini merupakan kekuasaan tertinggi untuk daerahnya. Hal ini berarti Dewan Revolusi daerah tersebut dapat melakukan apa saja terhadap rakyat di daerahnya termasuk pembunuhan terhadap mereka yang menantang G.30.S. Hal ini ditandai, bahwa di masa itu di samping rumah-rumah penduduk telah diperintahkan untuk menggali lubang perlindungan katanya untuk menghindari serangan dari imperialis, padahal untuk tempat menguburkan penduduk yang menantang Gerakan 30 September.

Tapi berkat bantuan Allah maksud mereka semua gagal, karena Allah tahu maksud jahat mereka, yang hendak menguasai republik ini dan menggantikan Pancasila sebagai dasar negara dengan idiologi komunis. Dalam rangka mempersiapkan dan mematangkan maksud melakukan coup berdarah, maka jauh sebelum itu, PKI mengusulkan kepada pemerintah agar 15 juta massa tani dan buruh dipersenjatai. Sementara berita lain dari surat kabar pro PKI menyiarkan kebulatan tekad Pengurus Besar Front Nasional agar sokoguru-sokoguru revolusi dilatih. Selanjutnya juga dituntut kepada pemerintah agar dibentuk satuan-satuan Angkatan ke 5 di samping Angkatan Bersenjata yang telah ada. Untuk mempersenjatai Angkatan ke 5 itu PKI merencanakan menggunakan senjata sebanyak 100.000 pucuk yang dujanjikan dan akan diberikan oleh PM RRC Chow En Lai. Usulan untuk membentuk Angkatan ke 5 ditantang oleh Menteri Pangad Letnan Jenderal A. Yani. Melalui fakta-fakta tersebut jelas siapa sebenarnya yang melakukan persiapan untuk perebutan kekuasaan. Karena Jenderal Yani dan para jenderala lainnya menantang kainginan PKI, maka mereka dibunuh secara keji, dengan alasan yang dicari-cari bahwa Dewan-Dewan Jenderal katanya hendak melakukan coup. Padahal kenyataannya merekalah yang melakukan kekejaman yang tidak bisa dilupakan oleh sejarah. Karena kekejaman itu dan kekejaman-kekejaman sebelumnya menyebabkan rakyat marah bangkit melakukan aksi pengganyangan terhadap mereka. Maksud PKI hendak menggantikan Pancasila ada faktanya yaitu ucapan CC PKI DN Aidit. Menurut Tribuana Said dan D.S Moeljanto dalam bukunya Perlawanan Pers Indonesia (BPS) Terhadap Gerakan PKI (1983) menyebutkan sebagai berikut : DN. Aidit di depan peserta kursus Kader Revolusi di Jakarta 16 Oktober 1964 mengatakan. Kalau kita telah bersatu Pancasila tidak diperlukan, sebab Pancasila alat pemersatu.Pancasila sebagai falsafah persatuan, masing-masing golongan telah punya paham sendiri-sendiri Serangan pertama terhadap gembong PKI ini dilancarkan oleh surat kabar Revolusioner. Kemudian surat-surat kabar Pancasilais lainnya seperti Merdeka, Berita Indonesia , Sementara, Warta Berita, Karyawan, menyerang Aidit karena ucapannya itu. Lawan dari harian tersebut adalah Koran yang pro PKI seperti Harian Rakyat, Bintang Timur, Suluh Indonesia, Warta Bhakti, dan Ekonomi Nasional. Dengan demikian jelaslah mana surat kabar Pancasilais dan surat kabar yang mendukung PKI.

Penutup
Gerakan 30 September yang didalangi oleh PKI adalah suatu pemberontakan terhadap pemerintah yang sah. Hal ini ditandai pemberontak mendemesionirkan kabinet Dwikora. Mereka membentuk Dewan Revolusi merupakan sumber dari segala kekuasaan Negara RI baik untuk tingkat pusat maupun untuk daerah dan desa-desa. Gerakan 30 September itu menggunakan senjata fitnaf, memfitnah para Jenderal yang mereka culik itu akan melakukan coup, kenyataannya merekalah yang melakukan coup berdarah. Apa yang terjadi tanggal 30 September itu identik dengan pemberontakan Madiun 18 Desember

1948 yang dilakukan oleh PKI Muso/Front Demokrasi Rakyat. Mereka juga melakukan pembunuhan terhadap pejabat pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat yang anti PKI. PKI/ Muso mempoklamirkan Negara Sovyet Republik Indonesia menaikkan benderah merah dan mengangkat Letkol Jokosujono sebagai Gubernur Madiun. Pemberontakan PKI/Muso, dapat ditumpas dalam waktu yang singkat. Sasaran yang ingin dicapai baik oleh pemberontakan PKI/Muso maupun pemberontakan G.30 S PKI adalah menggantikan Pancasila dengan idiologi komunis. Kenyataannya Allah masih melindungi bangsa Indonesia.
sumber : http://pubianartikel.blogspot.com/2010/09/kesaktian-pancasila.html

Makna Hari Kesaktian Pancasila


Oleh A Kardiyat Wiharyanto Selasa, 30 September 2008

Selasa besok, 1 Oktober 2008, bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Walau umumnya rakyat Indonesia masih mengenang atau mengingatnya, namun ada pro dan kontra tentang peringatan Hari Kesaktian Pancasila itu. Peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada dasarnya adalah untuk memperkukuh Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa. Hal itu perlu kita sadari dalam rangka mengembalikan Pancasila sebagai dasar dan arah paradigmanya yang selama ini cenderung dilupakan, bahkan mungkin hendak ditinggalkan. Peringatan Hari Kesaktian Pancasila perlu dijadikan media refleksi untuk merenungkan bagaimana bangsa Indonesia saat ini menggunakan Pancasila untuk hidup berbangsa dan bernegara. Dalam masa transisi ke arah demokrasi yang sebenarnya saat ini, ternyata telah terjadi krisis dan disintegrasi moral dan mental. Dalam rangka mempertahankan kehidupan berbangsa dan bernegara, rakyat terpanggil untuk membela dan merevitalisasi Pancasila yang sedang berada di ambang bahaya. Dalam konteks merevitalisasi Pancasila sebagai dasar negara menuju terwujudnya masyarakat yang demokratis, seluruh lapisan masyarakat harus menyadari bahwa tanpa suatu platform dalam format dasar negara atau ideologi, maka suatu bangsa akan mustahil untuk mempertahankan survival-nya. Revitalisasi Pancasila sebagai dasar negara mempunyai makna bahwa Pancasila harus kita letakkan dalam keutuhan dengan pembukaan, dan dieksplorasikan sebagai paradigma dalam dimensi-dimensi yang melekat padanya. Hasrat politik untuk bersatu tidak diimposisi dari atas, tetapi merupakan pergerakan kemasyarakatan, di mana semua kelompok masyarakat bangsa yang majemuk ini ikut serta secara aktif. Jiwa dan semangat Pancasila lahir dari pertemuan hasrat dan kehendak politik pergerakan masyarakat dan dari kesadaran para pendiri negara ini. Dari kancah perjuangan persatuan dan persatuan bangsa dan negara itulah ditemukan formulasi kearifan kenegarawanan dalam falsafah negara Pancasila. Penetapan Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan negara bukanlah pekerjaan yang sederhana. Proses pengesahannya melalui jalan yang panjang, penuh perdebatan yang berbobot, rasa tanggung jawab yang besar terhadap nasib bangsa dan negara di kemudian hari, tetapi juga penuh dengan rasa persaudaraan yang akrab. Kiranya perlu disadari pula bahwa kebinekaan maupun kesatuan-kesatuan Indonesia adalah suatu kenyataan dan suatu persoalan. Walaupun proses integrasi bangsa terus berjalan, namun potensi-potensi yang disintegratif belum hilang, bahkan amat mungkin tidak pernah akan hilang. Hal itu sebagai konsekuensi kita mendasarkan

diri pada Pancasila. Sebab, Pancasila dengan karakter utamanya yang inklusif dan non-diskriminatif, tidak melihat kebinekaan dan kesatuan-persatuan sebagai suatu perlawanan, melainkan merangkul kedua-duanya. Pancasila amat menekankan kesatuan-persatuan, tetapi tanpa mematikan atau melenyapkan kebinekaan. Di pihak lain, Pancasila menerima serta menghargai kebinekaan, tetapi dalam batas tidak membahayakan atau menghancurkan kesatuan-persatuan. Kebinekaan dalam kesatuan-persatuan dan kesatuan-persatuan dalam kebinekaan. Di sinilah letak kesaktian Pancasila. Dalam konstelasi masyarakat Indonesia, memilih kesatuan-persatuan dengan mematikan kebinekaan hanya akan menghasilkan konflik-konflik yang mungkin diketahui di mana awalnya, tapi tak pernah dapat diduga di mana atau bagaimana akan berakhir. Sebaliknya, memilih kebinekaan dengan mengabaikan kesatuanpersatuan ibarat melepas bermacam-macam binatang buas dalam satu kandang, sehingga akan saling menerkam. Kerangka dasar kehidupan nasional yang mendasarkan diri pada Pancasila akan melihat keragaman suku, agama, ras sebagai aset atau kekayaan bangsa. Namun, jiwa dan semangat Pancasila juga punya batas-batas yang menyangkut tetap tegaknya kesatuan-persatuan agar kebinekaan itu tetap berfungsi sebagai kekayaan dan modal bangsa, jangan berfungsi sebaliknya. Pada masa penjajahan, kebinekaan dijadikan alat untuk memecah belah bangsa kita. Dalam konteks Indonesia merdeka, keadaan memang berubah cukup fundamental. Namun, ini pun belum menyelesaikan seluruh persoalan. Ketika diputuskan untuk membentuk negara kesatuan Republik Indonesia, semua kelompok dalam masyarakat terikat satu sama lain dalam satu kesatuan-persatuan secara politis. Setelah melalui fase transisi, dapat dikatakan bahwa kesatuan-persatuan politis itu tetap mantap, tapi kesatuan-persatuan berbangsa dan bernegara masih terkotakkotak. Bertolak dari persoalan tersebut, barangkali faktor keselamatan seluruh rakyat itulah yang kiranya tetap merupakan perekat. Ada nasionalisme dan patriotisme, namun lebih ke dalam, antarkita dengan manifestasi ketulusan memberi dan menerima, ketulusan mendesak ke belakang kepentingan dan ambisi pribadi, golongan, atau suku lewat jalan Pancasila. Jalan Pancasila tidak bisa dikatakan sebagai jalan yang mudah, tetapi sejak awal memang telah disadari bahwa memilih jalan Pancasila memang berarti memilih jalan yang tidak mudah. Juga tidak dikatakan bahwa pembatasan-pembatasan yang bersifat eksternal tidak diperlukan. Tetapi, yang mesti jelas adalah pembatasanpembatasan eksternal saja tidaklah cukup. Itu mungkin dapat mencegah perpecahan, tetapi tidak dapat menumbuhkan kesatuan dan persatuan. Adapun aturan main atau konsensus tersebut juga harus bersifat dinamis, tidak sekali jadi, tetapi terus menjadi selalu terbuka untuk dikembangkan dalam dan melalui proses pengalaman bersama. Rakyat sudah jenuh dengan pengotak-ngotakan yang mencetuskan konflik-konflik horizontal. Rakyat mengharapkan para pemimpin negeri ini benar-benar mampu memperbaiki keadaan. Janganlah kepentingan rakyat dinomorduakan atau diadu domba untuk ambisi pribadi atau golongan. Bangsa ini masih memerlukan momen-momen yang mampu menggugah kesadaran akan pentingnya Pancasila. Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara harus kita jaga dan kita pertahankan dengan segala cara. Tanpa Pancasila, negeri ini akan digerogoti oleh bangsanya sendiri.*** Penulis adalah dosen Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Menggali Kembali Makna Kesaktian Pancasila


NURHIDAYAT, SSos.I, Guru Sejarah Kebudayaan Islam MTs Asih Putera Cimahi.
KAMIS, 30 SEPTEMBER 2010 | 22:05 WIB

SETIAP tanggal 1 Oktober kita memperingatI hari Kesaktian Pancasila. Sudah 45 tahun revolusi berdarah tanggal 30 September 1965 yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Kudeta berdarah yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) ini menelan enam Jenderal TNI AD dan dua Perwira. Tujuan kudeta tersebut adalah merebut pemerintahan yang sah dan mengganti ideologi Pancasila dengan komunisme-sosialisme. Tetapi Tuhan berkehendak lain, sehingga revolusi berdarah ini mengalami kegagalan dan Pancasila masih tegak kuat menjadi dasar negara dan dasar sumber hukum bangsa Indonesia. Setelah 45 tahun, saatnya kita menggali kembali makna hari Kesaktian Pancasila ini agar bangsa Indonesia bisa belajar dari sejarah kelam dan bisa bangkit dari krisis multidimensi. Peristiwa ini adalah puncak dari kerapuhan pemerintah Orde Lama di bawah kendali Presiden Soekarno, yang kemudian dilengserkan oleh MPRS pada tahun 1967. Pada awal berdirinya pemerintahan Orde Baru, di bawah kendali Presiden Soeharto, secara bulat dan meyakinkan tertulis di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) akan melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsukuen. Dasar negara Pancasila dijadikan sebagai landasan ideal dan hukum Rencana Program Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan panjang. Sehingga pemerintah Orde Baru memproklamirkan dan mensosialisasikan program Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila (P4). Setelah pemerintahan Orde Baru berlangsung selama 32 tahun, ternyata Pancasila justru menjadi "alat politik" pemerintahan Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaan. Dan, slogan keberhasilan pembangunan ekonomi ternyata justru hanya melahirkan kesenjangan sosial, krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis politik, dan utang luar negeri yang membengkak. Akhirnya, Orde baru pun digulingkan oleh gerakan moral (moral forces) mahasiswa tahun 1998 yang melahirkan Orde Reformasi di bawah kendali Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Melalui hari Kesaktian Pancasila sekarang ini, kita mencoba untuk menggali kembali makna mendalam Pancasila sebagai ideologi bangsa, dasar hukum, dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk ditanamkan dalam diri anak didik kita. Sehingga, anak didik kita kelak menjadi generasi bangsa yang mempunyai wawasan kebangsaan dan nasionalisme supaya tidak terjebak pada tindakan menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan seperti PKI. Hari Kesaktian Pancasila bukan dalam arti mitologi, bahwa karena kesaktiannya Pancasila mampu menggagalkan rencana PKI untuk menggantikannya dengan ideologi komunis. Mari kita memaknai kembali hari Kesaktian Pancasila sebagai wahana pendidikan bagi anak didik kita untuk melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsukuen dengan semangat belajar dan prestasi. Sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia yang sedang berjuang keluar dari krisis multidimensi dan perkembangan globalisasi, maka memaknai hari Kesaktian Pancasila haruslah kontekstual. Ada tiga prinsip yang harus ditanamkan pada anak didik kita sejak dini menurut Presiden Soekarno yang sering disebut dengan Trisakti. Pertama adalah sakti dalam berbudaya dan berkepribadian. Artinya pendidikan yang kita ajarkan sejak Sekolah Dasar haruslah berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila yang lahir dari khasanah budaya bangsa Indonesia. Kepribadian dan budaya Indonesia yang luhur akan melahirkan anak didik yang mempunyai kebanggaan nasional, cinta tanah air, semangat persatuan dalam pembangunan, dan harga diri sebagai bangsa Indonesia. Kedua, sakti dalam bidang ekonomi yaitu berdiri di atas kaki sendiri (berdikari). Bangsa Indonesia harus keluar dari ketergantungan kepada negara lain dalam bidang ekonomi. Anak-anak Indonesia harus belajar ekonomi Pancasila yang didasarkan pada kemandirian, kekeluargaan, dan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional. Dengan menerapkan ekonomi Pancasila, maka diharapkan tidak ada eksploitasi terhadap sumber daya alam, penumpukan kekayaan pada segolongan orang, dan kesenjangan sosial. Sebab sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 33 bahwa kekayaan alam Indonesia digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ketiga, sakti dalam berdaulat dan menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia telah kehilangan Provinsi Timor Timur, pulau Sipadan dan Ligitan, sekarang Indonesia sedang menghadapi persoalan perbatasan wilayah dengan Malaysia. Oleh karena itu seluruh rakyat Indonesia harus berjuang bersama-sama mempertahankan kedaulatan wilayahnya dari rongrongan negara lain. Sebab, kedaulatan wilayah Indonesia adalah sumber kekayaan alam sekaligus simbol harga diri sebagai bangsa yang besar. Dengan menggali kembali makna Kesaktian Pancasila melalui semangat dan jiwa Trisakti yang kita tanamkan dalam pendidikan kepada anak didik kita, maka bangsa Indonesia akan keluar dari krisis multidimensi. Dan, Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, dan sumber dari segala sumber hukum akan tetap tegak berdiri dan lestari. (*)

Mutsyuhito Solin

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila Mulai Pudar


Diterbitkan pada 4 October, 2011 dalam rubrik Metropolis

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang jatuh pada 1 Oktober tiap tahunnya di peringati bangsa Indonesia. Peringatan ini memberikan makna perjuangan melawan komunis. Namun sangat disayangkan saat ini upacara memperingati hari bersejarah itu sudah mulai ditinggalkan. Apakah kita sudah lupa? Atau memang tak lagi menghargai perjuangan para pahlawan? Berikut wawancara wartawan koran ini Rahmat Sazaly Munthe dengan Ketua Dewan Pendidikan Medan Mutsyuhito Solin, Senin (3/10). Apa sebenarnya makna yang terkandung dalam Hari Kesaktian Pancasila ini?

Kita tahu, kenapa diberi nama Hari Kesaktian Pancasila. Yakni karena telah terbukti Pancasila itu mampu menumpas komunis dari Indonesia. Dan itu menyelamatkan Indonesia dari kehancuran pada percobaan kudeta PKI pada 1965 lalu. Meskipun sampai kini sejarawan masih melakukan kajian-kajian terhadap tudingan pelaku pembantaian kepada enam jenderal dan seorang letnan itu.

Apa yang diharapkan dari kajian-kajian yang dilakukan sejarawan kita? Memang masih perlu dilakukan kajian dan data-data untuk mengungkapkan fakta pada peristiwa G 30 S/PKI. Siapa pelaku sebenarnya yang telah membunuh para jenderal tersebut. Seiring dengan pergantian pemimpin di negara ini, maka lambat-laun peringatan Hari Kesaktian Pancasila juga mulai ditiadakan.

Nah, tak adanya lagi upacara peringatan peristiwa monumental itu merupakan konsekuensi dari manipulasi sejarah yang diciptakan penguasa pada masa lalu. Sebab begitu kepemimpinannya berakhir, maka terjadi delegitimasi yang dasarnya timbul karena sesuatu yang dipaksakan.

Jadi kajian ini dimaksudkan untuk mencari kebenaran fakta terjadinya hal tersebut.

Apa yang menyebabkan kurang perhatiannya lagi instansi dan pemerintah untuk mengenang perjuangan para jendral itu?

Kita lihat sendiri, peringatan Hari Kesaktian Pancasila ini di sejumlah sekolah di Medan juga sudah luntur. Ini terlihat upacara bendera yang tak lagi dilaksanakan sebagaimana rutinitas tahunan. Ini didasari kurangnya kesadaran para pimpinan instansi dan pemerintahan untuk setidaknya mengenang jasa para pahlawan.

Apakah makna Hari Kesaktian Pancasila ini sama sekali belum terintegrasi ke dalam kehidupan kita? Ya, bagi sebagian orang. Ini disebabkan kurangnya ketauladanan. Padahal Hari Kesaktian Pancasila merupakan roh dan jiwa setiap warga Indonesia.

Pancasila merupakan substansi dari keberagaman di Indonesia yang mengandung nilai-nilai kebenaran. Namun Pancasila itu belakangan ini mulai tercabik-cabik dengan fenomena maraknya pertikaian antar kelompok, suku dan agama serta korupsi yang merajalela. (*)

1 Oktober-Hari Kesaktian Pancasila - Sejarah yang Mulai Pudar


Peristiwa Gerakan 30 September 1965/Partai Komunis Indonesia (PKI) bagi bangsa Indonesia mungkin tidak akan dilupakan. Pasalnya, dalam peristiwa tersebut menewaskan 6 jenderal yakni Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI R Suprapto, Mayjen TNI MT Haryono, Mayjen TNI Siswondo Parman, Brigjen TNI DI Panjaitan, Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo dan Lettu Pierre Tendean yang dibunuh secara keji oleh PKI.

Terbongkarnya G 30/SPKI itu kemudian dijadikan cikal bakal peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Setiap tanggal 1 Oktober digelar upacara nasional mengenang peristiwa tersebut di halaman Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya. Termasuk di kantor-kantor instansi pemerintah maupun sekolah-sekolah. Kita semua tahu dari pelajaran sekolah apa sebabnya diberi nama Hari Kesaktian Pancasila, yaitu telah terbukti bahwa Pancasila itu ampuh dan berhasil menghalau dan menumpas komunis dan PKI dari muka bumi Indonesia dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari kehancuran pada percobaan kudeta PKI tahun 1965. Meskipun sampai kini sejarawan masih melakukan kajian-kajian terhadap tudingan pelaku pembantaian ke enam jenderal dan seorang letnan. Seiring dengan pergantian pemimpin di negara ini, maka lambat-laun peringatan Hari Kesaktian Pancasila juga mulai ditiadakan. Menurut sejarawan Universitas Negeri Medan, Dr Phil Ichwan Azhari MS, pada masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarno Putri, peringatan seremonial ini sudah tidak dilaksanakan lagi. Demikian juga dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang hanya sempat sekali memperingatinya dan tidak lagi di tahun-tahun berikut kepemimpinannya. Tidak adanya lagi upacara peringatan peristiwa monumental itu dinilai Ichwan merupakan konsekuensi dari manipulasi sejarah yang diciptakan penguasa pada masa lalu. Sebab begitu kepemimpinannya berakhir, maka terjadi delegitimasi yang dasarnya timbul karena sesuatu yang dipaksakan. Bagi Ichwan, peristiwa itu memang harus diperingati setiap warga negara Indonesia sebagai bentuk mengingat sejarah yang telah menewaskan 6 jenderal dan 1 perwira pertama (Pama). "Harus juga dikaji bahwa pelajaran sejarah di sekolah perlu diluruskan. Sebab pada tragedi 30 September itu masih misterius apakah benar pelakunya PKI, apalagi pasca 1 Oktober terjadi pembantaian sehingga menewaskan sedikitnya 500 warga," ujarnya. "Namun di balik peristiwa tersebut, kita perlu memaknai Hari Kesaktian Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Sebab Pancasila yang lahir dari akar sejarah budaya bangsa itu mengandung nilai-nilai luhur universal yang menjadi pedoman bagi bangsa Indonesia yakni Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Meskipun kita tidak tahu apakah Pancasila telah benarbenar diamalkan oleh seluruh komponen bangsa Indonesia," ujar Ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial Lembaga Penelitian (Pussis-Unimed) ini. Hal senada juga disampaikan Erond Damanik yang juga Peneliti di Pussis-Unimed. Menurutnya, sampai saat ini sejarawan masih terus melaukkan kajian terhadap siapa pelaku yang sebenarnya yang telah membunuh para jenderal tersebut. Peringatan Hari Kesaktian Pancasila menurut Erond harus diperingati terutama para siswa sebagai generasi penerus. Karena itu dia mengaku prihatin dengan mulai ditiadakannya monumental peristiwa tersebut yang selama ini telah menjadi suatu tradisi setiap tahunnya. "Hal ini penting agar sejarah itu tidak memudar. Meskipun materi pelajaran sejarah tentang peristiwa G 30 S/PKI masih tetap diberlakukan di sekolah-sekolah," ucap Erond.

Mulai "luntur" Sementara itu peringatan Hari Kesaktian Pancasila ini di sejumlah sekolah di Medan bukan saja kehilangan makna tapi juga sudah mulai "luntur". Ini terlihat upacara bendera yang tak lagi dilaksanakan sebagaimana rutinitas tahunan. Menurut Aritya, Ketua Osis Sekolah Menengah Atas (SMA) 17 Medan, dalam peringatan kesaktian Pancasila kali ini sama seperti tahun sebelumnya. Tidak ada upacara atau seremonial dalam rangka memperingati hari bersejarah itu. "Nggak ada. Kita juga heran dan penasaran kenapa tidak ada lagi upacara seperti masih duduk di SMP dulu," katanya. Aritya mengaku tidak tahu apa alasan peringatan upacara tersebut tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Baginya, peringatan 1 Oktober ini satu hal yang penting untuk dikenang. Sehingga tahu dan mengerti sejarah lahirnya pancasila. "Ini penting, agar kita tau menghargai para pejuang yang telah mempertahankan ideologi," ujarnya. Sementara itu Reni Siregar, siswi kelas XII SMA Negeri 5 Medan mengaku, tidak pernah mengikuti upacara perigatan Hari Kesaktian Pancasila, karena di sekolahnya memang tidak diadakan upacara nasional tersebut. Menurut remaja manis ini, jika tidak salah, setiap menjelang peringatan hari Kesaktian Pancasila warga selalu disarankan untuk pasang bendera setengah tiang pada tanggal 30 September untuk mengenang para korban PKI. Setelah itu dilanjutkan esok harinya pada tanggal 1 Oktober dengan pemasangan bendera penuh. "Perayaan hari Kesaktian Pancasila dirayakan untuk membangkitkan semangat persatuan setelah masyarakat mengalami masa ketakutan, mengetahui pembunuhan massal para jenderal," ujar Reni seraya menyebutkan tetap menginginkan Pancasila dipertahankan sebagai ideologi bangsa. Secara terpisah Nur Azizah Tambunan anggota DPRD Sumut 2009-2010 menilai makna dari Kesaktian Pancasila saat ini belum terintegrasi. Ini disebabkan kurangnya ketauladanan. Bagi Azizah, hari Kesaktian Pancasila ini merupakan roh dan jiwanya setiap warga negara Indonesia. Pancasila menurutnya merupakan substansi dari keberagaman beragama di Indonesia yang mengandung nilai nilai kebenaran. "Pancasila

merupakan pondasi yang mampu membatasi diri masyarakat, jadi dasar pijakan. Jika ini kokoh, berarti rakyat maupun bangsa ini akan aman dari gangguan eksternal maupun internal," katanya. Menurut pemahaman Azizah, 1 Oktober memiliki arti, semangat baru untuk sebuah pondasi. Harusnya setelah hari itu, akan menjadi awal mula dari semangat baru. Peringatan seperti tahun-tahun sebelumnya, dinilainya masih tetap penting dan diharapkan tidak hanya pada sebatas peringatan semata. "Diharapkan, tidak hanya sekedar mata pelajaran, simbol yang dibacakan maupun diperlombakan dalam ajang cerdas cermat saja. Namun ini lebih dari sekedar simbol yang ada dalam sistem kenegaraan," tukasnya. Bag Azizah, peringatan Hari Kesaktian Pancasila itu sangat perlu dilakukan khususnya terhada para siswa, dengan tujuan untuk menanamkan jiwa-jiwa nasionalisme dan menyampaikan tentang nilai-nilai luhur dari Pancasila itu. "Apabila hal ini tidak dilakukan lagi, saya khawatir akan bisa menghilangkan tentang makna Hari Kesaktian Pancasila itu yang pada akhirnya bisa memudarkan sejarah tersebut," kata Azizah. dari http://www.harian-global.com/index.php?option=com_content&view=article&id=19825:1-oktober-hari-kesaktian-pancasila-sejarahyang-mulai-pudar&catid=56:edukasi&Itemid=63

You might also like