You are on page 1of 13

MAKALAH MATA KULIAH PENILAIAN HASIL BELAJAR

PENGERTIAN DAN BENTUK-BENTUK VALIDITAS Dosen pengampu: Taat Wulandari, M. Pd.

Disusun oleh: Narulita Soraya Yuli H. Rr. Ezry M. Nuri Subekti Esti Lila Rahayu Dalilah Nopani 08416241006 09416241004 09416241018 09416241026 09416241042 09416241046

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2011

DAFTAR ISI

Daftar Isi Kata Pengantar Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Bab II Pembahasan A. Pengertian Validitas B. Bentuk-Bentuk Validitas secara Garis Besar C. Bentuk-Bentuk Validitas Menurut Para Ahli D. Konsep Pengukuran Validitas E. Tes Terstandar sebagai Kriterium dalam Menentukan Validitas F. Validitas Faktor G. Validitas Butir Soal atau Validitas Item Bab IV Penutup Kesimpulan Daftar Pustaka

2 3

4 4 4 4

5 5 5 7 9 10 10 11

12 12 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas terselesaikannya makalah yang berjudul Pengertian dan bentuk-bentuk Validitas. Makalah yang masih perlu dikembangkan lebih jauh ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya. Makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Penilaian Hasil Belajar IPS, yang secara garis besar memuat meliputi pengertian validitas, bentuk-bentuk validitas secara garis besar, bentuk-bentuk validitas menurut para ahli, konsep pengukuran validitas, tes terstandar sebagai kriterium dalam menentukan validitas, validitas faktor dan validitas butir soal atau validitas item. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, penulis tidak mungkin menyelesaiakan penyusunan makalah ini, untuk itu ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif, terutama dari Ibu Taat Wulandari dan teman-teman prodi IPS.

Yogyakarta, Oktober 2011

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Suatu tes dapat dikatakan baik bilamana tes tersebut memilki ciri sebagai alat ukur yang baik. Kriterianya antara lain: memiliki validitas yang cukup tinggi, memiliki relabilitas yangaik, dan memilki nilai kepraktisan. Oleh karena itu, kelompok kami akan membuat makalah yang di dalamnya berisi tentang pengertian validitas, bentuk-bentuk validitas secara garis besar, bentuk-bentuk validitas menurut para ahli, dan konsep pengukuran validitas. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes trsebut mengukur apa yang hendak di ukur. Tetapi validitas ini lebih ditekankan pada hasil pengetesan atau skornya bukan pada tes itu sendiri.

B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian validitas? 2. Apa bentuk-bentuk validitas menurut para ahli? 3. Bagamaimana bentuk-bentuk validitas secara garis besar? 4. Bagaimana konsep pengukuran validitas? 5. Apa tes terstandar sebagai kriterium dalam menentukan validitas? 6. Apa validitas faktor? 7. Bagaiman validitas butir soal atau validitas item?

C. Tujuan 1. Menjelaskan pengertian validitas. 2. Mendeskripsikan bentuk-bentuk validitas secara garis besar. 3. Memaparkan bentuk-bentuk validitas menurut para ahli. 4. Menjelaskan konsep pengukuran validitas. 5. Menjelaskan tes terstandar sebagai kriterium dalam menentukan validitas. 6. Memaparkan validitas faktor. 7. Mendeskripsikan validitas butir soal atau validitas item.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Validitas Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar 1986). Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Prinsip validitas adalah pengukuran atau pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi validitas lebih menekankan pada alat pengukuran atau pengamatan. Dalam suatu penelitian yang melibatkan variabel atau konsep yang tidak bisa diukur secara langsung, masalah validitas menjadi tidak sederhana, di dalamnya juga menyangkut penjabaran konsep dari tingkat teoritis sampai tingkat empiris (indikator), namun bagaimanapun tidak sederhananya suatu instrumen penelitian harus valid agar hasilnya dapat dipercaya.

B. Bentuk-Bentuk Validitas Secara Garis besar Secara garis besar ada dua macam validitas yaitu validitas logis dan validitas empiris : 1. Validitas logis Istilah validitas logis mengandung kata logis berasal dari kata logika yang berarti penalaran. Dengan makna demikian maka validitas logis untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid tersebut di pandang terpenuhi karena instrumen yang bersangkutan sudah dirancang secara baik, mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Sebagaimana pelaksanaan tugas yang lain misalnya membuat karangan, jika penulis sudah mengikuti aturan mengarang, tentu secara logis karangannya sudah baik. Berdasarkan penjelasan tersebut maka instrumen yang sudah di susun berdasarkan teori penyusunan instrumen, secara logis sudah valid. Dari penjelasan tersebut kita dapat memahami bahwa validitas logis dapat dicapai apabila instrumen disusun mengikuti ketentuan yang ada. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa validitas logis tidak perlu di uji kondisinya tetapi langsung diperoleh sesudah instrumen tersebut selesai di susun. Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah instrumen yaitu : validitas isi dan validitas konstrak. a. Validitas isi (conten validity)

Sebuah tes di katakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang di berikan. Oleh karena materi yang diajarkan tertera pada kurikulum maka validitas isi sering juga disebut validitas kurikuler. Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan dengan cara memerinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran. Bagaimana cara memerinci materi untuk kepentingan diperolehnya validitas isi sebuah tes akan dibicarakan secara lebih mendalam pada waktu menjelaskan cara penyusunan tes. b. Validitas konstruksi (contruct validity) Sebuah tes di katakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam tujuan instruksional khusus. Dengan kata lain jika butir-butir soal mengukur aspek berpikir tersebut sudah sesuai dengan aspek berpikir yang menjadi tujuan instruksional.

2. Validitas empiris Istilah validitas empiris memuat kata empiris yang artinya pengalaman. Sebuah instrumen dapat di katakan memiliki validitas empiris apabila sudah di uji dari pengalaman. Sebagai contoh sehari-hari, seseorang dapat diakui jujur oleh masyarakat apabila dalam pengalaman dapat di buktikan bahwa orang tersebut memang jujur. Dari penjelasan dan contoh-contoh tersebut diketahui bahwa validitas empiris tidak dapat diperoleh hanya dengan menyusun instrumen berdasarkan ketentuan seperti halnya validitas logis, tetapi harus di buktikan melalui pengalaman. Ada dua macam validitas empiris, yakni ada dua cara yang dapat di lakukan untuk menguji bahwa sebuah instrumen memang valid. Pengujian tersebut dilakukan dengan membandingkan kondisi instrumen yang bersangkutan dengan kriterium atau sebuah

ukuran. Kriterium yang di gunakan sebagai pembanding kondisi instrumen dimaksud ada dua yaitu : yang sudah tersedia dan yang belum ada tetapi akan terjadi di waktu yang akan datang (prediksi). a. Validitas ada sekarang (concurrent validity) Validitas ini lebih garis besar dikenal dengan validitas empiris. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Jika ada istilah sesuai tentu ada dua hal yang dipasangkan. Dalam hal ini hasil tes dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang telah lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada (ada sekarang, concurrent).

Dalam membandingkan hasil sebuah tes maka diperlukan suatu kriterium atau alat pembanding. Maka hasil tes merupakan sesuatu yang dibandingkan. Untuk jelasnya di bawah ini dikemukakan sebuah contoh. Misalnya seorang guru ingin mengetahui apakah tes sumatif yang disusun sudah valid atau belum. Untuk itu diperlukan sebuah kriterium masa lalu yang sekarang datanya dimiliki. Misalnya nilai ulangan harian atau nilai ulangan sumatif yang lalu. b. Validitas prediksi (predictive valydity) Memprediksi artinya meramal, dengan meramal selalu mengenai hal yang akan datang jadi sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Misalnya tes masuk perguruan tinggi adalah sebuah tes yang diperkirakan mampu meramalkan keberhasilan peserta tes dalam mengikuti kuliah dimasa yang akan datang. Apabila calon peserta memiliki nilai tes yang tinggi tentu menjamin keberhasilannya kelak. Sebaliknya seorang calon dikatakan tidak lulus apabila memiliki nilai yang rendah jadi diperkirakan akan tidak mampu mengikuti perkuliahan yang akan datang. Sebagai alat pembanding validitas prediksi adalah nilai-nilai yang diperoleh setelah peserta tes mengikuti pelajaran di perguruan tinggi. Jika ternyata siapa yang memiliki nilai tes yang lebih tinggi gagal dalam ujian semester 1 dibandingkan dengan yang dahulu nilai tesnya lebih rendah maka tes masuk yang dimaksud tidak memiliki validitas prediksi.

C. Bentuk-Bentuk Validitas Menurut Para Ahli a. Menurut Ebel (dalam Nazir 1988) ada 9 jenis-jenis validitas: 1) Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan kinerja. 2) Construct Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentu dapat dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran. 3) Face Validity adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur. 4) Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan faktorfaktor yang yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lainnya, dimana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis faktor. 5) Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.
7

6) Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. 7) Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu alat ukur dengan kinerja seseorang di masa mendatang. 8) Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari suatu populasi. 9) Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari pengukuran dan menilai seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan instruksional.

b.

Sementara Kenneth Bailey mengelompokan tiga jenis utama validitas yaitu:

1. Validitas Rupa (Face validity). adalah validitas yang menunjukan apakah alat pengukur/instrumen penelitian dari segi rupanya nampak mengukur apa yang ingin diukur, validitas ini lebih mengacu pada bentuk dan penampilan instrumen. Menurut Djamaludin Ancok validitas rupa amat penting dalam pengukuran kemampuan individu seperti pengukuran kejujuran, kecerdasan, bakat dan keterampilan. 2. Validitas isi (Content Validity). Validitas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep) yang harus diukur. Ini berarti bahwa suatu alat ukur mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Misalnya test bidang studi IPS, harus mampu mengungkap isi bidang studi tersebut, pengukuran motivasi harus mampu mengukur seluruh aspek yang berkaitan dengan konsep motivasi, dan demikian juga untuk hal-hal lainnya. Menurut Kenneth Hopkin penentuan validitas isi terutama berkaitan dengan proses analisis logis, dengan dasar ini Dia berpendapat bahwa validitas isi berbeda dengan validitas rupa yang kurang menggunakan analisis logis yang sistematis, lebih lanjut dia menyatakan bahwa sebuah instrumen yang punya validitas isi biasanya juga mempunyai validitas rupa, sedang keadaan sebaliknya belum tentu benar. 3. Validitas kriteria (Criterion validity). Adalah validasi suatu instrumen dengan membandingkannya dengan instrumenpengukuran lainnya yang sudah valid dan reliabel dengan cara mengkorelasikannya, bila korelasinya signifikan maka instrumen tersebut mempunyai validitas kriteria. Terdapat dua bentuk Validitas kriteria yaitu : Validitas konkuren (Concurrent validity), Validitas ramalan
8

(Predictive validity). Validitas konkuren adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran untuk mengukur gejala tertentu pada saat sekarang kemudian dibandingkan dengan instrumen pengukuran lain untuk konstruk yang sama. Validitas ramalan adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran memprediksi secara tepat dengan apa yang akan terjadi di masa datang. Contohnya apakah test masuk sekolah mempunyai validitas ramalan atau tidak ditentukan oleh kenyataan apakah terdapat korelasi yang signifikan antara hasil test masuk dengan prestasi belajar sesudah menjadi siswa, bila ada, berarti test tersebut mempunyai validitas ramalan 4. Validitas konstruk (Construct Validity). Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk adalah validitas yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu konsep yang diukurnya. Menurut Jack R. Fraenkel validasi konstruk (penentuan validitas konstruk) merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validasi lainnya, karena melibatkan banyak prosedur termasuk validasi isi dan validasi kriteria.

D. Konsep Pengukuran Validitas Pengukuran validitas sebenarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar (dalam arti kuantitatif) suatu aspek psikologis terdapat dalam diri seseorang, yang dinyatakan oleh skor pada instrumen pengukur yang bersangkutan. Dalam hal pengukuran ilmu sosial, validitas yang ideal tidaklah mudah untuk dapat dicapai. Pengukuran aspek-aspek psikologis dan sosial mengandung lebih banyak sumber kesalahan (error) daripada pengukuran aspek fisik. Kita tidak pernah dapat yakin bahwa validitas instrinsik telah terpenuhi dikarenakan kita tidak dapat membuktikannya secara empiris dengan langsung. Pengertian validitas alat ukur tidaklah berlaku garis besar untuk semua tujuan ukur. Suatu alat ukur menghasilkan ukuran yang valid hanya bagi satu tujuan ukur tertentu saja. Tidak ada alat ukur yang dapat menghasilkan ukuran yang valid bagi berbagai tujuan ukur. Oleh karena itu, pernyataan seperti "alat ukur ini valid" belumlah lengkap apabila tidak diikuti oleh keterangan yang menunjukkan kepada tujuannya, yaitu valid untuk apa dan valid bagi siapa. Itulah yang ditekankan oleh Cronbach (dalam Azwar 1986) bahwa dalam proses validasi sebenarnya kita tidak bertujuan untuk melakukan validasi alat ukur akan tetapi melakukan validasi terhadap interpretasi data yang diperoleh oleh prosedur tertentu.

E. Validitas Butir Soal atau Validitas Item Jika seorang guru atau peneliti mengetahui bahwa validitas soal tes misalnya terlalu rendah atau rendah saja, maka selanjutnya ingin mengetahui butir-butir tes manakah yang menyebabkan soal secara keseluruhan tersebut jelek karena memiliki validitas rendah. Untuk itu perlu dicari validitas butir soal. Secara umum validitas butir soal adalah demikian sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor item yang menyebabkan bisa tinggi atau rendah. Dengan kata lain dapat dikemukakan di sini bahwa sebuah item memilki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Untuk soal-soal bentuk objektif skor untuk item biasa diberikan dengan 1 (bagi item yang dijawab benar) dan 0 (item yang dijawab salah), sedangakan skor total selanjutnya merupakan jumlah dari skor untuk semua item yang membangun soal tersebut.

F. Tes Terstandar sebagai Kriterium dalam Menentukan Validitas Tes terstandar adalah tes yang telah dicobakan berkali-kali sehingga dapat dijamin kebaikannya. Sebuah tes terstandar biasanya memiliki identitas antara lain : sudah dicobakan berapa kali dan di mana, berapa koefisien validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, daya pembeda dan lain-lain. Cara menentukan validitas soal yang menggunakan tes terstandar sebagai kriterium dilakukan dengan mengalikan koefisien validitas yang diperoleh dengan koefisien validitas tes terstandar tersebut. a. Rumus product moment dengan angka kasar: NXY (X) (Y) rXY = { NX2 (X)2} { N Y 2 (Y)2}

b. Rumus product moment dengan simpangan: NXY rXY = (X2 ) ( Y 2 )

Koefisien korelasi selalu terdapat antara -1,00 sampai +1,00. Namun karena dalam menghitung sering dilakukan pembulatan angka-angka, sangat mungkin diperoleh koefisien lebih dari 1,00. Koefisien negatif menunjukkan hubungan kebalikan sedangkan koefisien menunjukkan adanya kesejajaran untuk mengadakan interprestasi mengenai besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
10

o Antara 0,88 sampai dengan 1,00 o Antara 0,600 sampai dengan 0,800 o Antara 0,400 sampai dengan 0,600 o Antara 0,200 sampai dengan 0,400 o Antara 0,00 sampai dengan 0,200 G. Validitas Faktor

: sangat tinggi : tinggi : cukup : rendah : sangat rendah

Selain validitas soal secara keseluruhan dan validitas butir atau item, masih ada lagi yang perlu diketahui validitasnya, yaitu faktor-faktor atau bagian keseluruhan materi. Setiap keseluruhan materi pelajaran terdiri dari pokok-pokok bahasan atau mungkin sekelompok pokok bahasan yang merupakan satu kesatuan. Contoh: Guru akan mengevaluasi penguasaan siswa untuk tiga pokok bahasan, yaitu bunyi, cahaya, dan listrik. Untuk itu guru membuat 30 butir soal, untuk bunyi 8, untuk cahaya 12 dan untuk listrik 10 butir. Jika guru ingin mengetahui validitas faktor, maka ada 3 faktor dalam soal ini. Seperti halnya pengertian validitas butir, pengertian validitas faktor sebagai berikut: butir-butir soal dalam faktor dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap soal-soal secara keseluruhan. Sebagai tanda bahwa butir-butir faktor tersebut mempunyai dukungan yang besar terhadap seluruh soal, yakni apabila jumlah skor untuk butirbutir faktor tesebut menunjukka adanya kesejajaran dengan skor total. Butir-butir soal dikatakan valid apabila menunjukkan kesejajaran skor dengan skor total. Cara mengetahui kesejajaran tersebut digunakan juga rumus korelasi product moment.

11

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Prinsip validitas adalah pengukuran atau pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Secara garis besar ada dua macam validitas yaitu validitas logis dan validitas empiris : 1. Validitas logis a. Validitas isi (conten validity) b. Validitas konstruksi (contruct validity) 2. Validitas empiris a. Validitas ada sekarang (concurrent validity) b. Validitas prediksi (predictive valydity) Cara menentukan validitas soal yang menggunakan tes terstandar sebagai kriterium dilakukan dengan mengalikan koefisien validitas yang diperoleh dengan koefisien validitas tes terstandar tersebut. a. Rumus product moment dengan angka kasar: NXY (X) (Y) rXY = { NX2 (X)2} { N Y 2 (Y)2} b. Rumus product moment dengan simpangan: NXY rXY = (X2 ) ( Y 2 )

12

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharini. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Thoha, M. Chabib. 2003. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

13

You might also like