You are on page 1of 28

Kita menyadari bahwa SDM kita masih rendah, dan tentunya kita masih punya satu sikap yakni

optimis untuk dapat mengangkat SDM tersebut. Salah satu pilar yang tidak mungkin terabaikan adalah melalui pendidikan non formal atau lebih dikenal dengan pendidikan luar sekolah (PLS). Seperti kita ketahui, bahwa rendahnya SDM kita tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah. Rendahnya kualitas SDM tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya ketidakmampuan anak usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sebagai akibat dari kemiskinan yang melilit kehidupan keluarga, atau bisa saja disebabkan oleh oleh angka putus sekolah, hal yang sama disebabkan oleh factor ekonomi Oleh sebab itu, perlu menjadi perhatian pemerintah melalui semangat otonomi daerah adalah mengerakan program pendidikan non formal tersebut, karena UU Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara lugas dan tegas menyebutkan bahwa pendidikan non formal akan terus ditumbuhkembangkan dalam kerangka mewujudkan pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerintah ikut bertanggungjawab kelangsungan pendidikan non formal sebagai upaya untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun. Dalam kerangka perluasan dan pemerataan PLS, secara bertahap dan bergukir akan terus ditingkatkan jangkauan pelayanan serta peran serta masyarakat dan pemerintah daerah untuk menggali dan memanfaatkan seluruh potensi masyarakat untuk mendukung penyelenggaraan PLS, maka Rencana Strategis baik untuk tingkat propinsi maupun kabupaten kota, adalah : 1. Perluasan pemerataan dan jangkauan pendidikan anak usia dini; 2. Peningkatan pemerataan, jangkauan dan kualitas pelayanan Kejar Paket A setara SD dan B setara SLTP; 3. Penuntasan buta aksara melalui program Keaksaraan Fungsional; 4. Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan perempuan (PKUP), Program Pendidikan Orang tua (Parenting); 5. Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang, beasiswa/kursus; dan 6. Memperkuat dan memandirikan PKBM yang telah melembaga saat ini di berbagai daerah di Riau. Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, maka program PLS lebih berorientasi pada kebutuhan pasar, tanpa mengesampingkan aspek akademis. Oleh sebab itu Program PLS mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, profesionalitas, produktivitas, dan daya saing dalam merebut peluang pasar dan peluang usaha, maka yang perlu disusun Rencana strategis adalah : 1. Meningkatkan mutu tenaga kependidikan PLS; 2. Meningkatkan mutu sarana dan prasarana dapat memperluas pelayanan PLS, dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil; 3. Meningkatkan pelaksanaan program kendali mutu melalui penetapan standard kompetensi, standard kurikulum untuk kursus; 4. Meningkatkan kemitraan dengan pihak berkepentingan (stakholder) seperti Dudi, asosiasi profesi, lembaga diklat; serta 5. Melaksanakan penelitian kesesuain program PLS dengan kebutuhan masyarakat dan pasar. Demikian pula kaitan dengan peningkatan kualitas manajemen pendidikan.

Strategi PLS dalam rangka era otonomi daerah, maka rencana strategi yang dilakukan adalah : 1. 2. 3. 4. 5. Meningkatkan peranserta masyarakat dan pemerintah daerah; Pembinaan kelembagaan PLS; Pemanfaatan/pemberdayaan sumber-sumber potensi masyarakat; Mengembangkan sistem komunikasi dan informasi di bidang PLS; Meningkatkan fasilitas di bidang PLS

Semangat Otonomi Daerah PLS memusatkan perhatiannya pada usaha pembelajaran di bidang keterampilan lokal, baik secara sendiri maupun terintegrasi. Diharapkan mereka mampu mengoptimalkan apa yang sudah mereka miliki, sehingga dapat bekerja lebih produktif dan efisien, selanjutnya tidak menutup kemungkinan mereka dapat membuka peluang kerja. Pendidikan Luar Sekolah menggunakan pembelajaran bermakna, artinya lebih berorientasi dengan pasar, dan hasil pembelajaran dapat dirasakan langsung manfaatnya, baik oleh masyarakat maupun peserta didik itu sendiri.. Di dalam pengembangan Pendidikan Luar Sekolah, yang perlu menjadi perhatian bahwa, dalam usaha memberdayakan masyarakat kiranya dapat membaca dan merebut peluang dari otonomi daerah, pendidikan luar sekolah pada era otonomi daerah sebenarnya diberi kesempatan untuk berbuat, karena mustahil peningkatan dan pemberdayaan masyarakat menjadi beban pendidikan formal saja, akan tetapi pendidikan formal juga memiliki tanggungjawab yang sama. . Oleh sebab itu sasaran Pendidikan Luar Sekolah lebih memusatkan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan berkelanjutan, dan perempuan. Selanjutnya Pendidikan Luar Sekolah harus mampu membentuk SDM berdaya saing tinggi, dan sangat ditentukan oleh SDM muda (dini), dan tepatlah Pendidikan Luar sekolah sebagai alternative di dalam peningkatan SDM ke depan. PLS menjadi tanggungjawab masyarakat dan pemerintah sejalan dengan Pendidikan Berbasis Masyarakat, penyelenggaraan PLS lebih memberdayakan masyarakat sebagai perencana, pelaksanaan serta pengendali, PLS perlu mempertahankan falsafah lebih baik mendengar dari pada didengar, Pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota secara terus menerus memberi perhatian terhadap PLS sebagai upaya peningkatan SDM, dan PLS sebagai salah satu solusi terhadap permasalahan masyarakat, terutama anak usia sekolah yang tidak mampu melanjutkan pendidikan, dan anak usia putus sekolah..Semoga.

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Pendidikan luar sekolah sebenarnya bukanlah barang baru dalam khasanah budaya dan peradaban manusia. Pendidikan luar sekolah telah hidup dan menyatu di dalam kehidupan setiap masyarakat jauh sebelum muncul dan memasyarakatnya sistem persekolahan. PLS mempunyai bentuk dan pelaksanaan yang berbeda dengan sistem yang sudah ada di pendidikan persekolahan. PLS timbul dari konsep pendidikan seumur hidup dimana kebutuhan akan pendidikan tidak hanya pada pendidikan persekolahan/pendidikan formal saja. PLS pelaksanaannya lebih ditekankan kepada pemberian keahlian dan keterampilan dalam suatu bidang tertentu. Berbagai kelemahan sistem persekolahan dimuntahkan, terutama pada aspek-aspek prosedural yang dinilai mengeras, kaku, serba ketat dan formalistis. Pada intinya, walaupun sistem persekolahan masih tetap dipandang penting, pijakan pemikiran sudah mulai realistis yaitu tidak semata-mata mengandalkan sistem persekolahan untuk melayani aneka ragam kebutuhan pendidikan yang kian hari semakin mekar dan beragam. Pembinaan dan pengembangan PLS dipandang relevan untuk bisa saling isi-mengisi atau topang menopang dengan sistem persekolahan, agar setiap insan bisa menyesuaikan hidupnya sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang pendidikan luar sekolah yang kita kenal dengan pendidikan informal atau nonformal.

2. Batasan masalah

Agar penulisan makalah ini pembahasannya tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan pembuatan makalah maka dengan ini penulis membatasi masalah hanya pada ruang lingkup sebagai berikut: 1. Definisi pendidikan luar sekolah (PLS) 2. Dasar pendidikan luar sekolah (PLS) 3. Persamaan dan perbedaan PLS dengan pendidikan sekolah 4. Sasaran pendidikan luar sekolah (PLS)

3. Metode Pembahasan Dalam hal ini penulis menggunakan:

1. Metode deskritif, sebagaimana ditunjukan oleh namanya, pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih (Atherton dan Klemmack: 1982). 2. Penelitian kepustakaan, yaitu Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, mengumpulkan data-data dan keterangan melalui bukubuku dan bahan lainnya yang ada hubungannya dengan masalahmasalah yang diteliti.

BAB II

PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PLS)

1. Definisi pendidikan luar sekolah (PLS) 1. Komunikasi Pembaruan Nasional Pendidikan Pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya. 2. PHILLIPS H. COMBS, mengungkapkan bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan di luar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.

2. Dasar pendidikan luar sekolah (PLS) 1. Sejarah terbentuknya pendidikan luar sekolah (PLS) Alasan terselenggaranya PLS dari segi kesejarahan, tidak bisa lepas dari lima aspek yaitu:
y

Aspek pelestarian budaya

Pendidikan yang pertama dan utama adalah pendidikan yang terjadi dan berlangsung di lingkungan keluarga dimana (melalui berbagai perintah, tindakan dan perkataan) ayah dan ibunya bertindak sebagai pendidik. Dengan demikian pendidikan luar sekolah pada permulaan kehadirannya sangat dipengaruhi oleh pendidikan atau kegiatan yang berlangsung di dalam keluarga. Di dalam keluarga terjadi interaksi antara orang tua dengan anak, atau antar anak dengan anak. Pola-pola transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai dan kebiasaan melalui asuhan, suruhan, larangan dan pembimbingan. Pada dasarnya semua bentuk kegiatan ini menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik. Semua bentuk kegiatan yang berlangsung di lingkungan keluarga dilakukan untuk melestarikan dan mewariskan kebudayaan secara turun temurun. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan praktis di masyarakat dan untuk meneruskan warisan budaya yang meliputi kemampuan, cara kerja dan Teknologi yang dimiliki oleh masyarakat dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Jadi dalam keluarga pun sebenarnya telah terjadi proses-proses pendidikan, walaupun sistem yang berlaku berbeda dengan sistem pendidikan sekolah. Kegiatan belajar-membelajarkan yang asli inilah yang termasuk ke dalam kategori pendidikan tradisional yang kemudian menjadi pendidikan luar sekolah.
y

Aspek teoritis Salah satu dasar pijakan teoritis keberadaan PLS adalah teori yang diketengahkan Philip H. Cooms (1973:10), tidak satupun lembaga pendidikan: formal, informal maupun nonformal yang mampu secara sendiri-sendiri memenuhi semua kebutuhan belajar minimum yang esensial. Atas dasar teori di atas dapat dikemukakan bahwa, keberadaan pendidikan tidak hanya penting bagi segelintir masyarakat tapi mutlak diperlukan keberadaannya bagi masyarakat lemah (yang tidak mampu memasukan anak-anaknya ke lembaga pendidikan sekolah) dalam upaya

pemerataan kesempatan belajar, meningkatkan kualitas hasil belajar dan mencapai tujuan pembelajaran yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Uraian di atas cukup untuk dijadikan gambaran bahwa PLS merupakan lembaga pendidikan yang berorientasi kepada bagaimana menempatkan kedudukan, harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang memiliki kemauan, harapan, cita-cita dan akal pikiran.
y

Dasar pijakan Ada tiga dasar pijakan bagi PLS sehingga memperoleh legitimasi dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yaitu: UUD 1945, UndangUndang RI Nomor 2 tahun 1989 dan peraturan pemerintah RI No.73 tahun1991tentang pendidikan luar sekolah. Melalui ketiga dasar di atas dapat dikemukakan bahwa, PLS adalah kumpulan individu yang menghimpun dari dalam kelompok dan memiliki ikatan satu sama lain untuk mengikuti program pendidikan yang diselenggarkan di luar sekolah dalam rangka mencapai tujuan belajar. Adapun bentuk-bentuk satuan PLS., sebagaimana diundangkan di dalam UUSPN tahun 1989 pasal 9:3 meliputi: pendidikan keluarga, kelompok belajar, kursus dan satuan pendidikan sejenis. Satuan PLS sejenis dapat dibentuk kelompok bermain, penitipan anak, padepokan persilatan dan pondok pesantren tradisional.

Aspek kebutuhan terhadap pendidikan Kesadaran masyarakat terhadap pendidikan tidak hanya pada masyarakat daerah perkotaan, melainkan masyarakat daerah pedesaan juga semakin meluas. Kesadaran ini timbul terutama karena perkembangan ekonomi, kemajuan iptek dan perkembangan politik. Kesadaran juga tumbuh pada seseorang yang merasa tertekan akibat kebodohan, keterbelakangan atau kekalahan dari kompetisi pergaulan dunia yang menghendaki suatu keterampilan dan keahlian tertentu. Atas dasar kesadaran dan kebutuhan

inilah sehingga terwujudlah bentuk-bentuk kegiatan kependidikan baik yang bersifat persekolahan ataupun di luar persekolahan.
y

Keterbatasan lembaga pendidikan sekolah Lembaga pendidikan sekolah yang jumlahnya semakin banyak bersifat formal atau resmi yang dibatasi oleh ruang dan waktu serta kurikulum yang baku dan kaku serta berbagai keterbatasan lainnya. Sehingga tidak semua lembaga pendidikan sekolah yang ada di daerah terpencilpun yang mampu memenuhi semua harapan masyarakat setempat, apalagi memenuhi semua harapan masyarakat daerah lain. Akibat dari kekurangan atau keterbatasan itulah yang memungkinkan suatu kegiatan kependidikan yang bersifat informal atau nonformal diselenggarakan, sehingga melalui kedua bentuk pendidikan itu kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. 2. Perkembangan pendidikan luar sekolah (PLS) Dibagi dalam tiga periode:

1. Periode Pra kemerdekaan 2. Periode Revolusi 3. Periode Orde Baru

3. Sistem pendidikan luar sekolah (PLS) PLS adalah sub sistem pendidikan nasional, yaitu suatu sistem yang memiliki tujuan jangka pendek dan tujuan khusus yakni memenuhi kebutuhan belajar tertentu yang fungsional bagi masa sekarang dan masa depan. Komponen atau sub sistem yang ada pada sistem PLS adalah masukan saran (instrumen input), masukan mentah (raw input), masukan lingkungan (environmental input),

proses (process), keluaran (out put) dan masukan lain (other input) dan Pengaruh (impact). 4. Program pendidikan luar sekolah (PLS) Jenis-jenis pendidikan yang ada pada PLS, menurut D. Sudjana (1996:44) di antaranya adalah: 1. Pendidikan Massa (Mass education) Pendidikan massa yaitu kesempatan pendidikan yang diberikan kepada masyarakat luas dengan tujuan yaitu membantu masyarakat agar mereka memiliki kecakapan dalam hal menulis, membaca dan berhitung serta berpengetahuan umum yang diperlukan dalam upaya peningkatan taraf hidup dan kehidupannya sebagai warga negara. Istilah Mass education menunjukan pada aktifitas pendidikan di masyarakat yang sasarannya kepada individu-individu yang mengalami keterlantaran pendidikan, yaitu individu yang tidak berkesempatan memperoleh pendidikan melalui jalur sekolah, tetapi putus di tengah jalan dan belum sempat terbebas dari kebuta-hurufan. Mass education ini dapat dikatakan semacam program pemberantasan buta huruf atau program keaksaraan, tentu saja tidak bertujuan supaya orang-orang didiknya sekedar bisa baca-tulis, tetapi juga supaya memperoleh pengetahuan umum yang relevan bagi keperluan hidupnya sehari-hari. Individu yang menjadi sasarannya adalah pemudapemuda dan orang dewasa. Pelaksanaannya melalui kursus-kursus. 2. Pendidikan Orang Dewasa (Adult Education) Pendidikan orang dewasa yaitu pendidikan yang disajikan untuk membelajarkan orang dewasa. Dalam salah satu bukunya tentang PLS, Sudjana (1996:45) menerangkan bahwa pendidikan orang dewasa adalah pendidikan yang diperuntukan bagi orang-orang dewasa dalam

lingkukangan masyarakatnya, agar mereka dapat mengembangkan kemampuan, memperkaya pengetahuan, meningkatkan kualifikasi teknik dan profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara baru serta merubah sikap dan perilakunya. 3. Pendidikan Perluasan (Extension Education) Kegiatan yang diselenggarakan PLS adalah meliputi seluruh kegiatan pendidikan baik yang dilaksanakan di luar sistem pendidikan sekolah yang dilembagakan ataupun yang tidak dilembagakan.

3. Ciri-ciri pendidikan luar sekolah (PLS) 1. Beberapa bentuk pendidikan luar sekolah yang berbeda ditandai untuk mencapai bermacam-macam tujuan. 2. Keterbatasan adalah suatu perlombaan antara beberapa PLS yang dipandang sebagai pendidikan formal dari PLS sebagai pelengkap bentuk-bentuk pendidikan formal. 3. Tanggung jawab penyelenggaraan lembaga pendidikan luar sekolah dibagi oleh pengawasan umum/masyarakat, pengawasan pribadi atau kombinasi keduanya. 4. Beberapa lembaga pendidikan luar sekolah di disiplinkan secara ketat terhadap waktu pengajaran, Teknologi modern, kelengkapan dan buku-buku bacaan. 5. Metode pengajaran juga bermacam-macam dari tatap muka atau guru dan kelompok-kelompok belajar sampai penggunaan audio televisi, unit latihan keliling, demonstrasi, kursus-kursus korespondensi, alatalat bantu visual. 6. Penekanan pada penyebaran program teori dan praktek secara relative dari pada PLS.

7. Tidak seperti pendidikan formal, tingkat sistem PLS terbatas yang diberikan kredensial. 8. Guru-guru mungkin dilatih secara khusus untuk tugas tertentu atau hanya mempunyai kualifikasi professional dimana tidak termasuk identitas guru. 9. Pencatatan tentang pemasukan murid, guru dan kredensial pimpinan, kesuksesan latihan, membawa akibat peningkatan produksi ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan pendapatan peserta. 10. Pemantapan bentuk PLS mempunyai dampak pada produksi ekonomi dan perubahan sosial dalam waktu singkat dari pada kasus pendidikan formal sekolah. 11. Sebagian besar program PLS dilaksanakan oleh remaja dan orangorang dewasa secara terbatas pada kehidupan dan pekerjaan. 12. Karena secara digunakan, PLS membuat lengkapnya pembangunan nasional. Peranannya mencakup pengetahuan, keterampilan dan pengaruh pada nilai-nilai program. 13. Diselengarakan dengan tidak berjenjang, tidak berkesinambungan dan dilaksanakan dalam waktu singkat. 14. Karena sifatnya itu sehingga tujuan, metode pembelajaran dan materi yang disampaikan selalu berbeda di masing-masing penyelenggara PLS.

4. Persamaan dan perbedaan pendidikan luar sekolah (PLS) 1. Persamaan Persamaan antara PLS dengan pendidikan persekolahan dapat diperhatikan dari dua sudut pandang yaitu sudut pandangan masyarakat dan sudut pandangan individu. Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewaris atau pemindahan nilai-nilai intelek, seni, politik, ekonomi, agama dan

lain sebagainya; Sedangkan dari segi pandangan individual, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi manusia (Hasan Langglung, 1980). Persamaan lainnya yaitu fungsi pendidikan adalah untuk pengembangan ilmu pengetahuan, Teknologi dan keterampilan bahwa menyiapkan suatu generasi agar memiliki dan memainkan peranan tertentu dalam masyarakat. Proses pendidikan selalu melibatkan masyarakat dan semua perangkat kebudayaan sesuai dengan nilai dan falsafah yang dianutnya. 2. Perbedaan Antara Pendidikan Sekolah Dan Luar Sekolah Secara prinsip, satu-satunya perbedaan antara pendidikan luar sekolah dengan pendidikan sekolah adalah legitimasi atau formalisasi penyelenggaraan pendidikan. Tentang perbedaan penyelenggaraan ini, secara institusional, tercantum pada Undang-Undang RI nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 10:2-3. selanjutnya, perbedaan secara operasional, Umberto Sihombing melalui bukunya Pendidikan Luar Sekolah: Manajemen Strategi (2000:40-46) menuliskan secara khusuS dan sistematis tentang perbedaan antara Pendidikan Luar Sekolah dengan Pendidikan Sekolah. Pendidikan luar sekolah (PLS) sangat berbeda dengan pendidikan sekolah, khususnya jika dilihat dari sepuluh unsur di bawah (lihat tabel).

PERBEDAAN NO INDIKATOR PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH 1. Warga belajar     Rentang usia warga belajar heterogen (10-44 tahun) Latar Belakang pendidikan warga belajar heterogen Motivasi belajar karena kebutuhan mendesak Warga belajar dapat berfungsi sebagai sumber belajar

PEN

  

Warga belajar lebih Mandiri dalam memilih program yang dibutuhkan Penerapan warga belajar berdasarkan sasaran Ada yang sudah bekerja baru ikut belajar

2.

Tutor / sumber belajar

     

Biasanya disebut tutor Pemilihan tutor lebih ditekankan pada segi keterampilan yang dimilikinya Bersifat terbuka (siapapun dapat menjadi tutor) Bertindak sebagai fasilitator Tidak ada perjenjangan karir Tidak digaji pemerintah

3.

Pamong belajar / penyelenggara

  

Lebih bersifat sukarela / nobenefit (kecuali untuk program khusus) Perseorangan, LSM atau instansi Bertindak sebagai fasilitator

4.

Sarana belajar

     

Sarana belajar berbentuk variatif (modul, leaflet, booklet, poster, dsb) sesuai dengan kebutuhan belajar Materi bahan belajar dikembangkan sesuai program yang dikembangkan Sarana belajar/learning kit sangat variatif Bahan belajar dapat disusun oleh siapa saja (termasuk warga belajar itu sendiri) Memanfaatkan sarana belajar yang ada Pengalaman warga belajar dimanfaatkan untuk bahan belajar

5.

Tempat Belajar

 

Memanfaatkan bangunan prasarana yang ada Mengoptimalkan sarana yang tersedia

6.

Dana

  

Swadaya masyarakat/ warga belajar Bantuan pemerintah, LSM, badan swasta lainnya Pengelolaan dana bersifat terbuka

7.

Ragi belajar

Pemberian ragi belajar disesuaikan dengan kebutuhan warga belajar

8.

Kelompok belajar

  

Jumlah kelompok 10-20 orang Pembentukan kelompok berdasarkan minat yang sama (melibatkan warga belajar) Ikatan kelompok bersifat informal

9.

Program belajar

    

      

Kurikulum disusun berdasarkan kebutuhan pasar Kurikulum lebih menekankan kemampuan praktis Memungkinkan perubahan kurikulum lebih fleksibel sesuai dengan perubahan keadaan tempat. Program belajar boleh tidak berjenjang Persyaratan keikutsertaan program belajar relatif terbuka (usia latar Belakang pendidikan, sosial, ekonomi, dsb) Program dikembangkan untuk mengatasi masalah riil yang dirasakan mendesak/ jangka pendek Penyusunan program melibatkan masyarakat secara partisipatif Proses pembelajaran secara kelompok dan mandiri Pelaksanaan / waktu belajar fleksibel sesuai kesepakatan Penyelesaian program relative singkat Memberdayakan potensi sumber setempat Sistem evaluasi tidak baku (kecuali program pake A pake B and Kursus)

10.

Hasil belajar

   

Hasil belajar dapat dijadikan bekal untuk bermatapencaharian Hasil belajar berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat Dapat diterapkan sehari-hari Tak mengutamakan ijazah

5. Sasaran pendidikan luar sekolah

Dibagi 2 sasaran pokok: 1. Pendidikan luar sekolah untuk pemuda 1. Sebab-sebab timbulnya: 1. Banyak anak-anak usia sekolah tidak memperoleh pendidikan sekolah yang cukup, lebih-lebih di negara yang berkembang 2. Mereka memperoleh pendidikan yang tradisional 3. Mereka memperoleh latihan kecakapan khusus melalui pola-pola pergaulan 4. Mereka dituntut mempelajari norma-norma dan tanggung jawab sebagai sangsi dari masyarakatnya 1. Kelompok-kelompok kegiatan pendidikan Luar Sekolah antara lain: 1. Klub pemuda 2. Klub-Klub pemuda tani 3. Kelompok pergaulan 2. Pendidikan luar sekolah untuk orang dewasa


Pendidikan ini timbul oleh karena: 1. Orang-orang dewasa tertarik terhadap profesi kerja. 2. Orang dewasa tertarik terhadap keahlian.

Dalam rangka memperoleh pendidikan di atas dapat ditempuh melalui:

1. Kursus-kursus pendek. 2. In service-training. 3. Surat-menyurat. Lebih lanjut, sesuai dengan Rancangan Peraturan Pemerintah maka sasaran PLS dapat meliputi: 1. Ditinjau dari segi sasaran pelayanan, berupa:

1. Usia pra-sekolah (0-6 tahun) 2. Usia pendidikan dasar (7-12 tahun) 3. Usia pendidikan menengah (13-18 tahun) 4. Usia pendidikan tinggi (19-24 tahun) 2. Ditinjau dari jenis kelamin Program ini secara tegas diarahkan pada kaum wanita oleh karena jumlah mereka yang besar dan partisifasinya kurang dalam rangka produktifitas dan efesiensi kerja. 3. Berdasarkan lingkungan sosial budaya 1. Masyarakat pedesaan. 2. Masyarakat perkotaan. 3. Masyarakat terpencil. 4. Berdasarkan kekhususan sasaran Pelajaran 1. Peserta didik yang dapat digolongkan terlantar, seperti anak yatim piatu. 2. Peserta didik yang mengalami pengembangan sosial dan emosional seperti anak nakal, korban narkotika dan wanita tuna susila. 3. Peserta yang mengalami cacat mental dan cacat tubuh seperti tuna netra, tuna rungu, tuna mental. 4. Peserta didik yang karena berbagai sebab sosial, tidak dapat mengikuti program pendidikan persekolahan. 5. Berdasarkan pranata 1. Pendidikan keluarga. 2. Pendidikan perluasan wawasan. 3. Pendidikan keterampilan.

6. Berdasarkan sistem pengajaran 1. Kelompok, organisasi, dan lembaga. 2. Mekanisme sosial budaya seperti perlombaan dan pertandingan. 3. Kesenian tradisional, seperti wayang, ludruk, ataupun teknologi modern seperti televisi, radio, film, dan sebagainya. 4. Prasarana dan sarana seperti balai desa, mesjid, gereja, sekolah dan alat-alat perlengkapan kerja. 7. Berdasarkan segi pelembagaan program 1. Program antar sektoral dan swadaya masyarakat seperti PKK, PKN dan P2WKSS. 2. Koordinasi perencanaan desa atau pelaksanaan program pembangunan. 3. Tenaga pengarahan di tingkat pusat, propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa. BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan Pendidikan luar sekolah mempunyai bentuk dan pelaksanaan yang berbeda dengan sistem yang sudah ada di pendidikan sekolah. Pendidikan luar sekolah timbul dari konsep pendidikan seumur hidup dimana kebutuhan akan pendidikan tidak hanya pada pendidikan persekolahan/pendidikan formal saja. Pendidikan luar sekolah pelaksanaannya lebih ditekankan kepada pemberian keahlian dan keterampilan dalam suatu bidang tertentu. Pembinaan dan pengembangan PLS dipandang relevan untuk bisa saling mengisi atau topang

menopang dengan sistem persekolahan. Agar setiap lulusan bisa hidup mengikuti perkembangan zaman dan selalu dibutuhkan oleh masyarakat seiring dengan perkembangan IPTEK yang semakin maju.

2. Saran Di samping kita mengikuti jenjang pendidikan formal alangkah baiknya dilengkapi dengan mengikuti pendidikan luar sekolah seperti kursus-kursus, dll. Agar kekurangan/kelemahan yang ada pada pendidikan formal bisa tertutupi dengan pendidikan luar sekolah sehingga diharapkan setiap lulusan bisa hidup mengikuti perkembangan zaman dan selalu dibutuhkan oleh masyarakat seiring dengan perkembangan/kemajuan IPTEK. DAFTAR PUSTAKA Joesoef Soelaiman, 2004, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Kurdie Syuaeb, 2002, Pendidikan Luar Sekolah. Cirebon: CV. Alawiyah. Faisal Sanapiah, 1981, Pendidikan Luar Sekolah . Surabaya: CV. Usaha Nasional.

PENDIDIKAN IDEALISME DAN REALISME DALAM PLS Pendidikan Luar Sekolah (PLS) adalah kegiatan terorganisasi dan sistematis diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Untuk mengefektifkan pencapaian tujuan PLS tersebut maka aliran filsafat pendidikan idealisme dan realisme dapat digunakan sebagai landasar teoretis maupun praktis. Berikut ini akan dikemukakan implikasi filsafat pendidikan idealisme dan realisme dalam penyelenggaraan PLS dalam menetapkan tujuan, kurikulum, metode, serta peran peserta didi dan pendidik.

1. Pendidikan Idealisme dalam PLS Dengan memperhatikan implikasi filsafat pendidikan realisme maka penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dapat dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: Pertama: tujuan program PLS pertama-tama harus difokuskan pada pembentukan karakter atau kepribadian peserta didik. Pada tahap selanjutnya program pendidikan tertuju kepada pengembangan bakat dan kebaikan sosial. Peserta didik digali potensinya untuk tampil sebagai individu berbakat/berkemampuan yang akan memiliki nilai guna bagi kepentingan masyarakat. Kedua, kurikulum pendidikan PLS dikembangkan dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan praktis. Kurikulum diarahkan pada upaya pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan umum. Di samping itu kurikulum juga dikembangkan untuk mempersiapkan keterampilan bekerja untuk keperluan memperoleh mata pencaharian melalui pendidikan praktis. Ketiga, metode pendidikan dalam program PLS disusun menggunakan metode pendidikan dialektis. Meskipun demikian setiap metode yang dianggap efektif mendorong belajar dapat pula digunakan. Pelaksanaan pendidikan cenderung mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam belajar. Keempat, peserta didik bebas mengembangkan bakat dan kepribadiannya. Pendidikan bekerjasama dengan alam dengan proses pengembangan kemampuan ilmiah. Oleh karena itu tugas utama tenaga pendidik adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan efisien dan efektif.

2. Pendidikan Realisme dalam PLS Dengan memperhatikan implikasi filsafat penyelenggaraan pendidikan luar sekolah memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: pendidikan idealisme maka dapat dikembangkan dengan

Pertama, tujuan program pendidikan PLS terfokus agar peserta didik dapat menyesuaikan diri secara tepat dalam hidup. Disamping itu, peserta didik diharapkan dapat melaksanakan tanggung jawab sosial dalam hidup bermasyarakat. Kedua, kurikulum komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang berguna dalam penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab sosial. Kurikulum berisi unsur-

unsur pendidikan umum untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja. Ketiga, semua kegiatan belajar berdasarkan pengalaman baik langsung maupun tidak langsung. Metode mengajar hendaknya bersifat logis, bertahap dan berurutan. Pembiasaan (pengkondisian) merupakan sebuah metode pokok yang dapat dipergunakan dengan baik untuk mencapai tujuan pendidikan. Keempat, Dalam hubungannnya dengan pengajaran, peranan peserta didik adalah penguasaan pengetahuan yang handal sehingga mampu mengikuti perkembangan Iptek. Dalam hubungannya dengan disiplin, tatacara yang baik sangat penting dalam belajar. Artinya belajar dilakukan secara terpola berdasarkan pada suatu pedoman. Peserta didik perlu mempunyai disiplin mental dan moral untuk setiap tingkat kebaikkan. Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, keterampilan teknikteknik pendidikan dengan kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan yang dibebankan kepadanya.

D. KESIMPULAN 1. Kesimpulan Berdasarkan kajian yang telah dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya diperoleh temuan sebagai sebagai berikut: Pertama, aliran filsafat idealisme dalam pendidikan menekankan pada upaya pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik sebagai aktualisasi potensi yang dimilikinya. Untuk mencapainya diperlukan pendidikan yang berorientasi pada penggalian potensi dengan memadukan kurikulum pendidikan umum dan pendidikan praktis. Kegiatan belajar terpusat pada peserta didik yang dikondisikan oleh tenaga pendidik. Kedua, pendidikan menurut aliran filsafat realisme menekankan pada pembentukan peserta didik agar mampu melaksanakan tanggung jawab sosial dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Untuk mencapainya diperlukan pendidikan yang ketat dan sistematis dengan dukungan kurikulum yang komprehensif dan kegiatan belajar yang teratur di bawah arahan oleh tenaga pendidik. Berdasarkan temuan tersebut dapat dikemukakan bahwa aliran filsafat idealisme dan realisme pendidikan tidak perlu dipertentangkan, tetapi dapat dipilih atau dipadukan untuk menemukan aliran yang sesuai dalam melandasi teori dan praktek pendidikan untuk mencapai tujuannya. Dengan kata lain idealisme ataupun realisme pendidikan dapat diterapkan tergantung konteks dan kontennya.

2. Saran-saran Dalam pengembangan teori yang mendasari praktek PLS, aliran filsafat idealisme dan realisme akan memberikan warna tersendiri. Terakait dengan hal tersebut dapat dikemukakan beberapa saran untuk pengembangan teori dan praktek PLS yaitu: (1) Aliran filsafat idealisme dan realisme telah memberi perspektif filosofis tersendiri dalam memandang pendidikan. Pada tahap selanjutnya diperlukan upaya untuk memilih mana yang sesuai atau memadukan konsep, prinsip serta pendekatan aliranaliran tersebut pada kerangka konseptual pendidikan; (2) Praktisi pendidikan diharapkan dapat menuangkan landasan filosofis dari setiap aliran filsafat dalam semua keputusan serta proses pendidikan. Sesuai tuntutan profesionalisme, praktisi pendidikan harus memahami landasan filosofis pendidikan yang berpadu dengan ilmu pendidikan untuk mengembangkan teori dan praktek pendiikan; (3) Disamping idealisme dan realisme masih terdapat banyak aliran filsafat lainnya yang melandasi teori pendidikan. Tahap selanjutnya, perlu dikaji aliran-aliran mana yang sesuai dengan konteks PLS.

DAFTAR PUSTAKA Dewey. J (1964). Democracy in Education. Newyork: The Mc Millan Company. Henderson, Stella van Petten, 1959. Introduction to Philosophy of Education. Chicago: The University of Chicago Press. Mudyahardjo, R., (2001). Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Power, E. J. (1982). Philosophy of Education. NewJersey: Prentice Hall Inc. Sadulloh, U. (2004). Pengantar Pilsafat Pendidikan. Bandung: Alpabeta.
ADVER TI SEMENT

KONSEP DASAR PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH


BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Pendidikan luar sekolah sebenarnya bukanlah barang baru dalam khasanah budaya dan peradaban manusia. Pendidikan luar sekolah telah hidup dan menyatu di dalam kehidupan setiap masyarakat jauh sebelum muncul dan memasyarakatnya sistem persekolahan. PLS mempunyai bentuk dan pelaksanaan yang berbeda dengan sistem yang sudah ada di pendidikan persekolahan. PLS timbul dari konsep pendidikan seumur hidup dimana kebutuhan akan pendidikan tidak hanya pada pendidikan persekolahan/pendidikan formal saja. PLS pelaksanaannya lebih ditekankan kepada pemberian keahlian dan keterampilan dalam suatu bidang tertentu. sistem persekolahan masih tetap dipandang penting, pijakan pemikiran sudah mulai realistis yaitu tidak semata-mata mengandalkan sistem persekolahan untuk melayani aneka ragam kebutuhan pendidikan yang kian hari semakin mekar dan beragam. Pembinaan dan pengembangan PLS dipandang relevan untuk bisa saling isi-mengisi atau topang menopang dengan sistem persekolahan, agar setiap insan bisa menyesuaikan hidupnya sesuai dengan perkembangan zaman. Pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.

2. Rumusan Masalah Ada pun rumusan masalah dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut: a. Definisi pendidikan luar sekolah (PLS) b. Sistem Pendidikan Luar Sekolah (PLS) c. Program Pendidikan Luar Sekolah (PLS) d. Sasaran pendidikan luar sekolah (PLS)

3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: a. a. Untuk mengetahui lebih luas ruang lingkup Pendidikan Luar Sekolah

b. b. Menambah wawasan/pengetahuan tentang Pendidikan Luar Sekolah c. c. Supaya pembaca/masyarakat bisa membedakan pendidikan luar sekolah dengan pendidikan sekolah/pendidikan formal.

BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi pendidikan luar sekolah (PLS) Menurut Komunikasi Pembaruan Nasional Pendidikan, Pendidikan luar

sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya. Menurut PHILLIPS H. COMBS, pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan di luar sistem formal,

baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.

2. Sistem pendidikan luar sekolah (PLS) PLS adalah sub sistem pendidikan nasional, yaitu suatu sistem yang memiliki tujuan jangka pendek dan tujuan khusus yakni memenuhi kebutuhan belajar tertentu yang fungsional bagi masa sekarang dan masa depan. Komponen atau sub sistem yang ada pada sistem PLS adalah masukan saran (instrumen input), masukan mentah (raw input), masukan lingkungan (environmental input), proses (process), keluaran (out put) dan masukan lain (other input) dan Pengaruh (impact).

3. Program pendidikan luar sekolah (PLS) Jenis-jenis pendidikan yang ada pada PLS, di antaranya adalah: A. Pendidikan Orang Dewasa (Adult Education) Pendidikan orang dewasa yaitu pendidikan yang disajikan untuk membelajarkan orang dewasa. Dalam salah satu bukunya tentang PLS, Sudjana (1996:45) menerangkan bahwa pendidikan orang dewasa adalah pendidikan yang diperuntukan bagi orang-orang dewasa dalam lingkukangan masyarakatnya, agar mereka dapat mengembangkan kemampuan, memperkaya pengetahuan,

meningkatkan kualifikasi teknik dan profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara baru serta merubah sikap dan perilakunya.

B. Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.

C. Pendidikan Life Skill Pendidikan life skill adalah pendidikan yang memberikan bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan dan berguna bagi perkembangan kehidupan peserta didik. Dengan demikian pendidikan life skill harus dapat merefleksikan kehidupan nyata dalam proses pengajaran agar peserta didik memperoleh kecakapan hidup tersebut, sehingga peserta didik siap untuk hidup di tengah-tengah masyarakat.

D. Pendidikan Kesetaraan Pendidikan Kesetaraan, merupakan salah satu dari pendidikan non formal (PNF) yang mencakup program Paket A setara SD, Paket B setara SMp dan Paket C setara SMA. Program ini penekannnya pada penguasaan pengetahuan, keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional peserta didik. H. Pendidikan Seumur Hidup Pendidikan Seumur Hidup (life long education) yaitu pendidikan yang dilakukan

sepanjang masa, dari mulai kita didalam kandungan hingga meninggal dunia. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam keluarga (rumah tangga), sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah (Bab IV GBHN Bagian Pendidikan). I. Pendidikan Keaksaraan Pendidikan keaksaraan adalah upaya pembelajaran untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan, membaca, menulis, berhitung dan berbahasa Indonesian dengan kandungan nilai fungsional bagi upaya peningkatan kualitas

hidup dan penghidupan kaum buta aksara. 4. Sasaran Pendidikan Luar Sekolah

Sesuai dengan Rancangan Peraturan Pemerintah maka sasaran PLS dapat meliputi:  Ditinjau dari segi sasaran pelayanan, berupa: a. Usia pra-sekolah (0-6 tahun) b. Usia pendidikan dasar (7-12 tahun) c. Usia pendidikan menengah (13-18 tahun)

d. Usia pendidikan tinggi (19-24 tahun)

 Ditinjau dari jenis kelamin Program ini secara tegas diarahkan pada kaum wanita oleh karena jumlah mereka yang besar dan partisifasinya kurang dalam rangka produktifitas dan efesiensi kerja.

 Berdasarkan lingkungan sosial budaya a. Masyarakat pedesaan. b. Masyarakat perkotaan. c. Masyarakat terpencil.

 Berdasarkan kekhususan sasaran Pelajaran a. Peserta didik yang dapat digolongkan terlantar, seperti anak yatim piatu. anak b. Peserta didik yang mengalami pengembangan sosial dan emosional seperti nakal, korban narkotika dan wanita tuna susila. c. Peserta yang mengalami cacat mental dan cacat tubuh seperti tuna netra, tuna rungu, tuna mental. d. Peserta didik yang karena berbagai sebab sosial, tidak dapat mengikuti program pendidikan persekolahan.

 Berdasarkan pranata

1.

Pendidikan keluarga.

2. Pendidikan perluasan wawasan. 3. Pendidikan keterampilan. 4. Berdasarkan sistem pengajaran 5. Kelompok, organisasi, dan lembaga.

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan Pendidikan luar sekolah mempunyai bentuk dan pelaksanaan yang berbeda dengan sistem yang sudah ada di pendidikan sekolah. Pendidikan luar sekolah timbul dari konsep pendidikan seumur hidup dimana kebutuhan akan pendidikan tidak hanya pada pendidikan persekolahan/pendidikan formal saja. Pendidikan luar sekolah pelaksanaannya lebih ditekankan kepada pemberian keahlian dan keterampilan dalam suatu bidang tertentu. Pembinaan dan pengembangan PLS dipandang relevan untuk bisa saling mengisi atau topang menopang dengan sistem persekolahan. Agar setiap lulusan bisa hidup mengikuti perkembangan zaman dan selalu dibutuhkan oleh masyarakat seiring dengan perkembangan IPTEK yang semakin maju.

2. Saran Di samping kita mengikuti jenjang pendidikan formal alangkah baiknya dilengkapi dengan mengikuti pendidikan luar sekolah seperti kursus-kursus, dll. Agar kekurangan/kelemahan yang ada pada pendidikan formal bisa tertutupi dengan pendidikan luar sekolah sehingga diharapkan setiap lulusan bisa hidup mengikuti perkembangan zaman dan selalu dibutuhkan oleh masyarakat seiring dengan perkembangan/kemajuan IPTEK.

DAFTAR PUSTAKA Joesoef Soelaiman, 2004, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Kurdie Syuaeb, 2002, Pendidikan Luar Sekolah. Cirebon: CV. Alawiyah. Faisal Sanapiah, 1981, Pendidikan Luar Sekolah . Surabaya: CV. Usaha Nasional.

You might also like