You are on page 1of 3

BAB I

KASUS PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT OLEH PT.BANK IFI TERHADAP PT. BANK DANAMON

Pada tanggal 18 Desember 1996 dihadapan Notaris Ahmad Abid, SH., pengganti Notaris
Sutjipto, SH., Notaris di Jakarta, telah dibuat dan ditandatangani Akta Perjanjian Pinjaman Sindikasi
No.47 yang disebut Secured Transferable Loan Facilities Agreement, antara PT Riau Prima Energi
dengan Peserta Sindikasi yaitu PT Bank Danamon Indonesia, PT Bank Bira, PT Bank Lippo, PT Bank
Niaga, PT Bank Nusa Nasional, PT Pan Indonesia Bank, PT Bank Tiara Asia, PT Bank Duta, PT Bank
PDFCI, PT Bank Jayabank Internasional, PT Bank Dharmala, PT Bank Indovest, PT Bank Antardaerah,
PT Bank Mayapada Internasional, PT Bank Rama, PT Bank Tata, PT Bank Pikko dan PT Bank Dagang
dan Industri.
Guna memenuhi kewajibannya kepada PT Riau Prima Energi sebesar US$16,781,250 pada
tanggal 18 Desember 1996, berdasarkan Secured Transferable Loan Facilities Agreement, PT Bank
Nusa Nasional selanjutnya mengadakan Perjanjian Sub-Participation Antara Bank Nusa Internasional
dengan Bank IFI senilai US$5,000,000. Oleh karena Perjanjian Sub-Participation Antara Bank Nusa
Internasional dengan Bank IFI tersebut berlaku hanya untuk jangka waktu 2 tahun, maka perjanjian
tersebut berakhir pada tanggal 18 Desember 1998. Sehubungan dengan berakhirnya jangka waktu
perjanjian, PT Bank IFI telah menyampaikan maksudnya untuk tidak memperpanjang partisipasinya
dalam Fasilitas Sindikasi dimana Bank Nusa Nasional adalah salah satu peserta sindikasinya.
Berdasarkan hal tersebut diatas PT Bank IFI melakukan penagihan pembayaran kepada PT
Bank Nusa Nasional. Akan tetapi sebelum tagihan PT Bank IFI kepada PT Bank Nusa Nasional
terpenuhi, berdasarkan Surat Keputusan Ketua BPPN No. 347/BPPN/0300 tanggal 27 Maret 2000
tentang Pelaksanaan Penggabungan Usaha (Merger) antara PT Bank Danamon Indonesia Dengan
Bank-Bank Dalam Penyehatan Dalam Rangka Program Penyehatan Perbankan Nasional, PT Bank Nusa
Nasional dan bank-bank dalam penyehatan perbankan lainnya, yaitu PT.Bank Danamon Indonesia
Tbk., PT Bank Tiara Asia, Bank Duta, PT Bank Rama, PT Bank Tamara, PT Bank Pos Nusantara, PT
Jayabank International, dan PT Bank Risjad Salim International, telah digabungkan (di-merger)
menjadi PT Bank Danamon Indonesia Tbk.
Akibat hukum dari penggabungan usaha tersebut diatas adalah bahwa seluruh kewajiban
bank-bank peserta pengabungan, demi hukum beralih menjadi kewajiban perusahaan hasil
penggabungan (surviving company) yang dalam hal ini adalah PT Bank Danamon Indonesia Tbk.
Berdasarkan penggabungan usaha dimaksud, maka selanjutnya PT Bank IFI mengajukan
tagihannya kepada PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Sehubungan dengan tagihan yang diajukan
oleh PT Bank IFI, PT Bank Danamon Indonesia Tbk. telah melakukan penawaran pembayaran, namun
penawaran pembayaran dimaksud tidak diterima oleh PT Bank IFI karena jumlah yang ditawarkan
oleh PT Bank Danamon Indonesia Tbk. tidak sesuai dengan perhitungan yang dibuat dan ditagihkan
oleh PT Bank IFI, untuk itu PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Selanjutnya menawarkan pembayaran
yang diikuti dengan konsinyasi melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sebelum Bank IFI mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, BANK IFI pada bulan Mei 2000 melalui kuasanya mengirim surat kepada BI meminta
agar Danamon dipailitkan. Namun atas pertimbangan tertentu BI menolak permohonan tersebut.
Maka kemudian Bank IFI memutuskan untuk mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan
Negeri.
Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta, memutuskan menolak permohonan PT Bank IFI
untuk memailitkan PT Bank Danamon Tbk. Majelis juga membebankan biaya perkara sebesar Rp 5
juta kepada Bank IFI sebagai pemohon.
Pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam perkara ini adalah
sebagai berikut:
- Bahwa syarat untuk mengajukan permohonan pailit telah terpenuhi yaitu adanya Debitor,
mempunyai dua Kreditur atau lebih dan adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih;
- Bahwa PT Bank Danamon Indonesia Tbk. dalam perkara ini dapat dikategorikan
sebagai Debitor;
- Bahwa dengan ditolaknya tawaran pembayaran yang disertai dengan konsinyasi melalui Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, Majelis Hakim berpendapat bahwa PT Bank Danamon
Indonesia Tbk. masih mempunyai utang kepada PT Bank IFI;
- Bahwa unsur-unsur tersebut dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 4 tahun 1998 (UUK) telah terbukti;
- Bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat 2 UU No. 10 Tahun 1998 jo UU No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan dan Pasal 1 ayat 3 UUK, Pemohon Pailit, PT Bank IFI, tidak mempunyai kapasitas sebagai
Pemohon Pailit, sedangkan yang berkapasitas hanyalah Bank Indonesia (BI).
Putusan majelis didasarkan pada pertimbangan Bank IFI tidak berwenang meminta agar
memailitkan bank lainnya sebagaimana ketentuan pasal 1, ayat 3, UU no 4/1998 tentang kepailitan,
imperatif sifatnya. “Apabila debitunya adalah bank, maka yang harus memohonkan kepailitan
adalah hanya Bank Indonesia (BI). PT Bank IFI tidak memiliki kapasitas untuk itu,”
BAB II
Analisa :
Kasus diatas terjadi pada tahun 2000, sebelum undang-undang kepalitan No.37 Tahun 2004.
Putusan Pengadilan dalam kasus diatas berdasarkan pada Undang-undang Kepailitan No.4 Tahun
1998.
Dalam mengajukan permohonan pailit oleh debitor yang adalah BANK hanya dapat dilakukan
oleh Bank Indonesia. Bank Danamon adalah debitor dari Bank IFI, sehingga apabila Bank IFI ingin
mengajukan permohonan pailit terhadap Bank Danamon, harus melalui BI, karena ketentuan dalam
Undang-undang menyatakan demikian. Sehingga permohonan pailit yang diajukan Bank IFI terhadap
Bank Danamon ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta karena ia tidak memenuhi ketentuan tersebut.
Bank IFI tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan permohonan tersebut.
Keputusan Pengadilan Niaga Jakarta yang menolak permohonan pernyataan pailit terhadap
PT Bank Danamon Indonesia Tbk., telah menegaskan dan memperkuat ketentuan bahwa
permohonan pernyataan pailit atas debitor yang merupakan bank hanya dapat dimohonkan oleh BI,
walaupun syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pailit disyaratkan oleh UUK telah terpenuhi.
Dalam pertimbangan hakim dengan jelas dinyatakan bahwa syarat-syarat untuk mengajukan
permohonan pailit telah terpenuhi, bahwa BANK IFI dikategorikan sebagai debitor serta diakui
adanya hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, namun demikian karena permohonan
pailit yang debitornya adalah BANK, dalam hal ini Bank IFI hanya dapat diajukan oleh BI, sehingga
hakim dengan pertimbangan ini menolak permohonan BANK IFI.
Dalam hal ini undang-undang No.4 Tahun 1998 dengan Undang-undang No.37 Tahun 2004
memuat ketentuan yang sama. Pada Pasal 2 ayat (3) UU No.37 Tahun 2004 memuat ketentuan bahwa
apabila debitor adalah BANK, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank
Indonesia.
MAS Saronugroho B2A005158
Mira Erwinda 5166
Muhamad Dwi Susanto 173
Mirza Indra Kurniawan 167
Muhammad Rofiudin K 176
Leo Krisandi Theo 149
Navis Dardiri 180
Maria Ulfah 156

You might also like