You are on page 1of 4

MASALAH KERUSAKAN LINGKUNGAN DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL Manusia hidup di dalam sebuah planet yang sama, yaitu bumi,

membentuk peradaban dari peradaban yang paling kuno sampai dengan peradaban modern. Manusia terus berkembang dari masa ke masa dan terus berrevolusi menjadi lebih sempurna. Dalam proses menuju kesempurnaan, manusia tidak luput dari bantuan lingkungan. Lingkungan yang menyimpan berbagai potensi untuk dimanfaatkan sangat menyumbang peranan bagi kemajuan manusia. Berikut adalah arti penting lingkungan bagi manusia: 1. Lingkungan merupakan tempat hidup manusia. Manusia hidup, berada, tumbuh, dan berkembang di atas bumi sebagai lingkungan. 2. Lingkungan memberi sumber-sumber kehidupan bagi manusia. 3. Lingkungan mempengaruhi sifat, karakter, dan perilaku manusia yang mendiaminya. 4. Lingkungan memberi tantangan kemajuan bagi peradaban dunia. 5. Manusia memperbaiki, merubah bahkan menciptakan lingkungan untuk kebutuhan dan kebahagiaan hidup. (Hermianto dan Winarno, 2008). Sejak dimanfaatkan oleh manusia beberapa ratus juta tahun yang lalu, lingkungan mulai menunjukkan degradasi. Lingkungan sebagai tempat tinggal manusia semakin lama tidak dapat dikatakan lagi sebagai tempat tinggal yang aman dan nyaman. Hal ini terjadi karena manusia terlalu serakah dalam memanfaatkan lingkungan tanpa memperhatikan keseimbangan ekosistem dan kelangsungan hidup untuk masa depan. Saat ini daya dukung lingkungan semakin lemah akibat aktivitas manusia yang tidak terkontrol. Kegiatan ekonomi yang menghasilkan profit besar bagi pihak tertentu sangat berpengaruh terhadap rusaknya lingkungan dan timbulnya bencana alam seperti banjir, badai, tanah longsor, kekeringan, dan wabah penyakit. Pihak-pihak yang hanya mengejar keuntungan ekonomi terusmenerus menyumbang polusi udara, air, dan tanah serta menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Padahal udara, air, dan tanah merupakan kebutuhan vital manusia. Menurut Budi Winarno, lingkungan hidup kini menjadi isu global sekaligus daya tawar bagi negara dalam hubungan internasional. Pernyataan tersebut benar, karena selama masih tinggal dalam lingkungan yang sama, manusia harus bertanggung jawab atas lingkungannya demi menjaga hubungan internasional antarbangsa. Jadi apabila lingkungan hidup bermasalah, maka hubungan antarbangsa juga akan bermasalah. Degradasi lingkungan telah mengundang banyak pihak untuk segera memperbaiki, paling tidak menjaga agar tidak semakin parah karena sangat berpengaruh terhadap masalah lain seperti kemiskinan. Masyarakat yang paling rentan terhadap perubahan lingkungan adalah masyarakat miskin. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka sangat tergantung dengan lingkungan dan akan mengalami kesulitan untuk beradaptasi apabila lingkungan mereka berubah.

Ilmu Hubungan Internasional adalah ilmu yang mengkaji hubungan antarbangsa. Setiap negara berusaha menunjukkan eksistensinya di dunia internasional dan berusaha mendapatkan kepentingan nasionalnya. Kepentingan nasional suatu negara sangat berpengaruh terhadap keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara tersebut. Dalam teori realisme, negara sebagai aktor utama harus berjuang untuk mendapatkan kekuasaan agar keamanan dapat tercipta. Namun yang menjadi pertanyaan saat ini, keamanan seperti apakah yang dicari oleh suatu negara? Terlalu sempit apabila hanya membicarakan keamanan dalam konteks teori realisme. Ada masalah keamanan lain yang perlu diperhatikan manusia dan justru merupakan hal yang paling penting untuk diperhatikan karena berkaitan dengan kelangsungan hidup umat manusia, tidak lagi hanya suatu negara. Masalah tersebut adalah keamanan lingkungan. Keamanan lingkungan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap hidup-mati manusia. Lingkungan yang baik akan mendukung kehidupan yang lebih baik bagi umat manusia dan sebaliknya. Sekarang, apabila lingkungan tempat tinggal yang dibangga-banggakan karena menjadi sumber utama kehidupan dan dapat dimanfaatkan ini rusak, apa yang dapat kita lakukan? Tidak ada lagi yang dapat dibanggakan. Bahkan perang untuk mendapat kekuasaan tertinggi dan hegemoni seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat tidak akan menjadi prioritas lagi. Dihadapkan pada pertanyaan tersebut, isu mengenai kerusakan lingkungan sangat mendesak untuk dibicarakan sebagai kajian tersendiri dalam Ilmu Hubungan Internasional. Isu ini perlu untuk didalami karena dampak-dampak yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan seperti pemanasan global, badai, tanah longsor, kekeringan, menyebarnya wabah penyakit, kelaparan, dan banjir di beberapa tempat telah dirasakan oleh manusia dan bukan hanya sekedar prediksi lagi. Padahal usaha untuk menanggulanginya masih jauh dari kata cukup. Hal ini dapat dilihat dari beberapa konferensi internasional yang berhasil menciptakan ketentuan-ketentuan namun belum diimplementasikan dengan baik. Contohnya adalah konferensi Perubahan Iklim di Kyoto, Jepang pada tahun 1997. Sampai saat ini Amerika Serikat belum mau meratifikasi Protokol Kyoto karena isi dari perjanjian tersebut sangat berbenturan dengan kepentingan nasional Amerika dalam bidang ekonomi. Padahal apabila dicermati, Amerika Serikat tidak hanya akan mengorbankan rakyat di negara-negara miskin, tetapi juga mengorbankan masa depan rakyat Amerika Serikat sendiri. Yang paling parah adalah hasil dari Konferensi Copenhagen yang dilaksanakan pada bulan Desember tahun lalu. Konferensi tersebut tidak berhasil merumuskan berapa persen negara-negara harus mengurangi emisinya serta keputusan yang dihasilkan tidak bersifat mengikat. Ekologi sangat berpengaruh terhadap aktivitas manusia dan hal ini harus dipahami karena menyangkut kehidupan saat ini dan masa depan. Pertanyaan seperti Apakah kita benar-benar menyayangi anak cucu kita? Apa yang bisa kita lakukan dan tinggalkan untuk mereka kecuali kerusakan alam dan bahaya bencana alam yang mengancam mereka akibat ulah kita? harus dapat dijawab secara tegas. Telah banyak bukti mengenai bencana alam yang terjadi. Di Indonesia sendiri, musim hujan semakin pendek namun intensitas hujannya semakin tinggi. Selain itu, akhir-akhir ini sering terjadi hujan disertai angin kencang di beberapa daerah. Ini

merupakan salah satu akibat dari kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pemanasan global dan perubahan iklim. Isu-isu kerusakan lingkungan dan segala akibatnya merupakan isu-isu masa depan yang akan menyaingi arti penting perang dan damai dalam hubungan antarbangsa. Dunia ini adalah dunia yang anarki, tidak ada seseorangpun yang mampu mengatur dan memimpin semua negara untuk bertindak memperbaiki lingkungan, karena selalu terbentur dengan kepentingan nasional masing-masing negara. Namun setiap negara harus berkontribusi untuk memperbaiki lingkungan dan belajar bertanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukan, ibaratnya minimal menanam satu untuk setiap menebang satu. Tetapi kenyataannya, alih-alih menanam satu untuk setiap menebang satu, sebagian masyarakat di dunia terkesan menutup mata terhadap kerusakan lingkungan dan tetap mengekploitasi sumber daya yang ada demi menjalankan sistem ekonominya. Jika dilihat lebih dalam, awal dari semua ini adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diciptakan manusia. Teknologi dapat digunakan untuk memajukan kesejahteraan manusia sekaligus menyebabkan polusi dan kerusakan alam yang akhirnya menurunkan daya dukung lingkungan. Manusia sangat dilema antara kehidupan yang lebih sejahtera dan kerusakan lingkungan. Namun, kegiatan ekonomi yang menghasilkan profit besar ini dapat mengalahkan segala hal, termasuk rusaknya lingkungan hidup. Ketamakan negara industri dan keengganan mereka memperbaiki dan menjaga lingkungan semakin memperparah keadaan. Negara-negara utara yang notabene adalah negara maju merupakan negara yang gemar mengeksploitasi kekayaan alam tanpa memperhatikan keseimbangan ekosistem. Negara selatan menyalahkan negara utara yang terlalu konsumtif dan mengutamakan profit sehingga menyebabkan negaranegara miskin di selatan menjadi korbannya. Negara-negara utara berdalih bahwa negaranegara selatan ikut menikmati hasil produksi mereka dan merupakan potensi baru pencemar udara. Sehingga perang saling menyalahkan antara negara utara dan selatan tidak dapat dihindarkan. Hal ini tentu saja menimbulkan ketidakstabilan internasional. Sumber daya alam semakin lama juga semakin menipis karena eksploitasi berlebihan tanpa memperhatikan kemampuan lingkungan untuk memperbaharui. Menipisnya sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia akan menimbulkan kelangkaan. Apabila hal ini terjadi, negara di dunia akan berlomba-lomba mendapatkan barang-barang yang semakin langka demi memenuhi kebutuhan rakyatnya. Perang inilah yang akan terjadi ketika kelangkaan muncul. Sudah saatnya diplomasi tidak hanya bernegosiasi masalah perang dan damai dalam konteks untuk mendapatkan hegemoni. Selama masih hidup dan tinggal di satu tempat yang sama, kita harus bekerja sama untuk menjaganya. Perang justru akan semakin memperparah keadaan lingkungan. Untuk menyelesaikan masalah ini, negara-negara di dunia harus mampu merumuskan hubungan interdependensi yang ideal. Negara utara sangat membutuhkan negara selatan, terutama sumber daya alamnya. Sebaliknya negara selatan membutuhkan barang-barang hasil produksi negara utara. Negara utara harus mampu memberikan jaminan terhadap sumber daya alam dan ekosistem negara selatan agar tidak rusak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara kerja sama

dalam bidang teknologi tanpa syarat. Negara selatan juga harus mampu menjaga lingkungan dari kerusakan dengan menggunakan bantuan teknologi dari negara maju. Pada intinya, kerja sama merupakan hal terpenting dan semua harus ada batasnya. Saya sendiri kurang setuju dengan sistem perdagangan karbon yang diterapkan oleh beberapa negara, karena hal tersebut tidak membatasi secara jelas emisi yang boleh dihasilkan oleh negara industri. Asalkan negara maju membeli hutan di negara yang memiliki hutan luas seperti Indonesia untuk mengimbangi emisi yang mereka hasilkan, maka negara maju tersebut dapat berproduksi sesuka hati. Padahal daya dukung hutan tidak selamanya dapat dijamin. Hutan tidak akan dapat menyerap gas karbondioksida hasil polusi industri secara terus-menerus. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan menjalankan kesepakatan yang telah ditentukan berkaitan dengan kerusakan lingkungan dan perubahan iklim secara konsisten, tidak berperilaku konsumtif, dan berusaha mencari alternatif bahan bakar yang hemat energi dan ramah lingkungan. Yang paling penting adalah menanamkan kesadaran kepada setiap manusia bahwa masalah kerusakan lingkungan dan segala akibat yang ditimbulkan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah negara atau pemerhati lingkungan hidup, namun menjadi tanggung jawab semua umat manusia karena masih tinggal di dalam bumi yang sama, sehingga harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi di dalamnya.

You might also like