You are on page 1of 7

Pendidikan Pesantren

Metode Pembelajaran
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang al-Qur'an dan Sunnah Rasul, dengan mempelajari bahasa Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa-bahasa Arab. Rifqi Rohmah Kurniawati 1/10/2012

Pesantren
Pondok pesantren, atau disebut pondok saja, adalah sekolah Islam berasrama yang terdapat di Indonesia. Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang alQur'an dan Sunnah Rasul, dengan mempelajari bahasa Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa-bahasa Arab. Para pelajar pesantren (disebut sebagai santri) belajar di sekolah ini, sekaligus tinggal pada asrama yang disediakan oleh pesantren. Institusi sejenis juga terdapat di negara-negara lainnya; misalnya di Malaysia dan Thailand Selatan yang disebut sekolah pondok, serta di India dan Pakistan yang disebut madrasa Islamia.

Definisi pesantren
Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata "santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa, Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq ( ) yang berarti penginapan Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan. Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertical (dengan penjejelan materi-materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan kikian masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya. Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa. Banyak pesantren di Indonesia hanya membebankan para santrinya dengan biaya yang rendah, meskipun beberapa pesantren modern membebani dengan biaya yang lebih tinggi. Meski begitu, jika dibandingkan dengan beberapa institusi pendidikan lainnya yang sejenis, pesantren modern jauh lebih murah. Organisasi massa (ormas) Islam yang paling banyak memiliki pesantren adalah Nahdlatul Ulama (NU). Ormas Islam lainnya yang juga memiliki banyak pesantren adalah AlWashliyah dan Hidayatullah

A.

Latar Belakang Masalah

Kegiatan pembelajaran di lingkungan pesantren berbeda dengan kegiatan pembelajaran di sekolah formal, hal yang demikian ini sesuai dengan pendapat Abdur Rahman Saleh, bahwa: Pondok pesantren memiliki ciri sebagai berikut: 1) ada kiai yang mengajar dan mendidik, 2) ada santri yang belajar dari kiai, 3) ada masjid, dan 4) ada pondok/asrama tempat para santri bertempat tinggal. Walaupun bentuk pondok pesantren mengalami perkembangan karena tuntutan kemajuan masyarakat, namun ciri khas seperti yang disebutkan selalu nampak pada lembaga pendidikan tersebut. Sistim pendidikan pondok pesantren terutama pada pondok pesantren yang asli (belum dipengaruhi oleh perkembangan dan kemajuan pendidikan) berbeda dengan sistim lembaga-lembaga pendidikan lainnya Seperti juga yang diungkapkan oleh Nurcholis Madjid bahwa: Pesantren itu terdiri dari lima elemen yang pokok, yaitu: kiai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pesantren dan membedakan pendidikan pondok pesantren dengan lembaga pendidikan dalam bentuk lain.

Metode Pembelajaran di Pesantren


Metode pembelajaran di pesantren ada yang bersifat tradisional, yaitu metode pembelajaran yang diselenggarakan menurut kebiasaan-kebiasaan yang telah lama dipergunakan dalam institusi pesantren atau merupakan metode pembelajaran asli pesantren. Ada pula metode pembelajaran baru (tajdid), yaitu metode pembelajaran hasil pembaharuan kalangan pesantren dengan mengintrodusir metode-metode yang berkembang di masyarakat modern. Penerapan metode baru juga diikuti dengan penerapan sistem baru, yaitu sistem sekolah atau klasikal (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007: 453). Berikut ini adalah metode-metode pembelajaran tradisional yang merupakan metode pembelajaran asli pesantren, yaitu: a. Metode Sorogan Metode sorogan merupakan kegiatan pembelajaran para santri yang lebih menitik beratkan pada pengembangan kemampuan perseorangan di bawah bimbingan seorang ustadz atau kyai. Metode pembelajaran sorogan ini biasanya dilaksanakan pada ruang tertentu, di hadapan kyai atau ustadz tersedia sebuah meja pendek (dampar) untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap untuk mengaji kitab. Sementara itu santri-santri yang lain duduk agak jauh sambil mendengarkan dan mempersiapkan diri untuk menunggu giliran menghadap. Metode pembelajaran ini sangat bermakna, karena santri akan merasakan hubungan yang khusus ketika ia membaca kitab dihadapan kyai atau ustadz dan akan meninggalkan kesan yang mendalam baik bagi santri maupun ustadz atau kyai. Selain para santri mendapatkan bimbingan dan arahan, kyai dapat mengevaluasi dan mengetahui secara langsung perkembangan dan kemampuan para santrinya.

b. Metode Bandongan/Wetonan Berbeda dengan metode sorogan, dalam metode bandongan ini kyai menghadapi sekelompok santri yang masing-masing memegang kitab yang sama. Kyai membacakan, menterjemahkan, menerangkan dan sesekali mengulas teks-teks kitab yang berbahasa Arab tanpa harakat (gundul). Sementara itu, para santri memberikan harakat, atatan simbul-simbul kedudukan kata, memberikan makna di bawah kata (makna gandul), dan keterangan-keterangan lain pada kata-kata yang dianggap perlu serta dapat membantu memahami teks. Posisi para santri pada pembelajaran ini melingkari kyai sehingga membentuk halaqah (lingkaran). Dalam penterjemahan maupun penjelasannya kyai menggunakan bahasa utama para santrinya, misalnya bahasa Jawa, Sunda, atau bahasa Indonesia. Sebelum dilakukan pembelajaran kyai mempertimbangkan jumlah jamaahnya, penentuan jenis dan tingkatan kitab yang dikajinya, dan media pembelajaran yang dianggap efektif. Demikian pula, biasanya kyai memulai kegiatan pembelajaran dengan menunjuk salah satu santri yang ada dalam keompok secara acak (sembarang) untuk membaca dan menterjemahkan pelajaran yang telah disampaikan dalam pertemuan sebelumnya dan sesudah itu kyai menyampaikan pelajaran selanjutnya. c. Metode Musyawarah/Bahtsul Masail Metode ini lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Para santri dalam jumlah tertentu duduk membentuk halaqah dan dipimpin langsung oleh kyai atau bisa juga santri senior untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk melakukan pembelajaran dengan metode ini, sebelumnya kyai telah mempertimbangkan kesesuaian topik atau persoalan (materi) dengan kondisi dan kemampuan peserta (para santri). Ada sebagian pesantren yang menerapkan metode ini hanya untuk kalangan santri pada tingkatan yang tinggi dan hal ini sekaligus menjadi predikat untuk menunjukkan tingkatan mereka, yakni para santri pada tingkatan ini disebut sebagai Musyawwirin. d. Metode Pengajian Pasaran Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang kyai senior yang dilakukan secara terus menerus (maraton) selama tenggang waktu tertentu. Pada umumya dilakukan pada bulan Ramadhan, dan targetnya adalah selesai membaca kitab. Titik berat pengkajiannya bukan pemahaman melainkan pembacaan. Sekalipun dimungkinkan bagi para pamula untuk ikut dalam pengajian ini, namun pada umumnya pesertanya adalah mereka yang telah mempelajari kitab tersebut sebelumnya. Bahkan kebanyakan pesertanya adalah para kyai yang datang dari tempat-tempat lain untuk keperluan itu. Pengajian ini lebih bermakna untuk mengambil berkah atau ijazah dari kyai yang dianggap senior. Dalam perspektif yang lebih luas, pengajian pasaran ini dapat dimaknai sebagai proses pembentukan jaringan pengajaran kitab-kitab tertentu di antara pesantren-pesantren. Mereka yang mengikuti pengajian pasaran di tempat tertentu akan menjadi bagian dari jaringan pengajian pesantren itu. Dalam konteks pesantren, hal ini sangat penting karena akan memperkuat keabsahan pengajian di pesantren-pesantren para kyai yang telah mengikuti pengajian pasaran tersebut. e. Metode Hapalan/Muhafazhah Metode hapalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara menghapal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengwasan kyai atau ustadz. Selanjutnya hapalan yang telah dimiliki

santri dilafalkan di hadapan kyai atau ustadz secara periodik atau insidental tergantung petunjuk kyai atau ustadz tersebut. f. Metode Demonstrasi/Praktek ibadah. Metode demonstrasi atau praktek ibadah ialah cara pembelajaran dengan memperagakan (mendemonstrasikan) suatu ketrampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan atau kelompok di bawah petunjuk dan bimbingan kyai atau ustadz. g. Metode Rihlah Ilmiyah Metode rihlah ilmiyah adalah kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan melalui kegiatan kunjungan (perjalanan) menuju ke suatu tempat tertentu dangan tujuan untuk mencari ilmu. Kegiatan kunjungan yang bersifat keilmuan ini dilakukan oleh para santri untuk menyelidiki atau mempelajari suatu hal dengan bimbingan ustadz atau kyai.

h. Metode Muhawarah/Muadatsah Metode Muhawarah merupakan latihan bercakap-cakap dengan bahasa Arab, dalam beberapa pondok pesantren juga dengan bahasa Inggris yang diwajibkan oleh pondok kepada para santri selama mereka tinggal di pondok pesantren. Bagi para pemula akan diberikan perbendaharaan kata-kata yang sering dipergunakan untuk dihapalkan sedikit demi sedikit dalam jangka waktu tertentu. Setelah mencapai target yang ditentukan, maka diwajibkan bagi para santri untuk menggunakannya dalam percakapan sehari-hari. Penggunaan bahasa asing (Arab maupun Inggris) di lingkungan pondok pesantren, biasanya ditetapkan pada hari-hari tertentu. i. Metode Riyadhah Metode Riyadhah ialah metode pembelajaran yang menekankan pada olah batin yang bertujuan mensucikan hati berdasarkan petunjuk dan bimbingan kyai. Metode ini biasanya diterapkan di pesantren yang sebagian kyainya memiliki kecenderungn dan perhatian yang cukup tinggi pada ajaran tasawuf atau tarekat.

Konsep Kurikulum Pendidikan di Pesantren


Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia setelah pendidikan rumah tangga yang masih eksis hingga kini. Pesantren sebagai komunitas dan sebagai lembaga pendidikan yang besar jumlahnya dan luas penyebarannya di berbagai pelosok tanah air telah banyak memberikan saham dalam pembentukan manusia Indonesia yang religius. Peran pesantren di masa lalu kelihatan paling menonjol dalam hal menggerakkan, memimpin dan melakukan perjuangan dalam rangka membebaskan negeri ini dari penindasan para penjajah. Ahmad Tafsir dengan mengutip pernyataan Muhammad Mansur Suryanegara mengatakan bahwa sulit mencari gerakan melawan penjajah di Indonesia ini yang bukan degerakkan dan dipimpin oleh orang pesantren (Tafsir, 2007: 192). Hal itu mudah dipahami karena orang pesantren adalah orang Islam yang imannya dapat diandalkan, iman dan Islam yang mereka miliki tidak dapat menerima adanya supremasi seseorang, golongan, atau bangsa atas orang, golongan, atau bangsa lain. Penjajahan dalam bentuk apapun tidak dapat diterima dalam ajaran Islam.

Pesantren di Indonesia merupakan salah satu wujud pranata pendidikan tradisional yang hingga kini masih relevan dan tetap eksis. Sejak dilancarkannya perubahan atau modernisasi pendidikan Islam di berbagai kawasan dunia Islam, tidak banyak lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam seperti pesantren yang mampu bertahan. Kebanyakannya telah lenyap tergusur oleh ekspansi sistem pendidikan sekuler atau mengalami transformasi menjadi lembaga pendidikan umum, atau setidak-tidaknya menyesuaikan diri dan mengadopsi isi dan metodologi pendidikan umum yang sekuler (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007: 437-438). Di tengah-tengah kehidupan modern, di mana kemerosotan akhlak telah merambah semua kalangan sebagai efek samping yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi, pendidikan pesantren dapat tampil memainkan perannya sebagai pengawal moral bangsa. Terlepas dari segala kelemahan dan kekurangannya, pesantren memiliki keunggulan tersendiri dan masih dianggap sebagai tempat yang paling efektif untuk memperkenalkan ajaran Islam, pembinaan moral serta akhlak yang mulia. Kemunculan pesantren di perkotaan juga merupakan indikator penting bahwa lembaga pendidikan model pesantren semakin dibutuhkan dan diminati. Seiring dengan laju perkembangan masyarakat, pendidikan pesantren telah jauh mangalami perubahan dan perkembangan. Tulisan ini akan membahas tentang perkembangan pondok pesantren dengan membatasi permasalahan pada persoalan pengembangan kurikulum terkait dengan tujuan, materi, dan metode pembelajarannya. 1. Pengertian Kurikulum dapat diterjemahkan dalam bahasa Arab dengan istilah manhaj yang berarti jalan terang atau jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007: 447). Pengertian kurikulum menurut UU SISDIKNAS BAB I Th. 2003 Pasal 1 (19) adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Istilah kurikulum dalam pendidikan pesantren dapat mengalami perluasan atau pengembangan makna, sejalan dengan dinamika pesantren di tengah-tengah proses transformasi masyarakat yang bergerak dari pola kehidupan tradisional menuju masyarakat modern. Proses perkembangan ini telah membawa corak pendidikan pesantren yang semakin beragam dewasa ini. Dari sudut ini pemaknaan terhadap arti dan fungsi kurikulumnya menjadi turut beragam pula. Untuk lembaga-lembaga pendidikan semacam pesantren tradisional, pola transmisi terlihat dominan berpengaruh di dalam aktivitas pendidikannya (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007: 448).

2. Tujuan Tujuan pendidikan pesantren adalah setiap maksud dan cita-cita yang ingin dicapai pesantren, terlepas apakah cita-cita tersebut disampaikan secara tertulis atau tidak tertulis (lisan). Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren dalam merumuskan tujuan atau cita-citanya selalu merujuk pada nilai-nilai yang bersumber pada al-Quran dan al-Sunnah, baik itu rumusan dalam bentuknya yang tertulis maupun yang disampaikan secara lisan oleh kyainya. Pesantren juga memperhatikan aspirasi masyarakat sekitarnya, karena itu pesan-pesan masyarakat juga diakomodasi dalam wujud kurikulum pesantren (Khozin, 2006: 102-103)
www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.kmp-malang.com www.arminaperdana.blogspot.com,

You might also like