You are on page 1of 36

MAKALAH TENTANG ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN

Disusun Oleh : Kelompok 9 1. Dwi Lestari 2. Fitria Eka Rarasati 3. Heni Rismawati 4. Heti Septinur 5. Indah Setia Ningsih 6. Kristina Winda Wati Tingkat : II A

YAYASAN SAPTA BUANA AKADEMI KEBIDANAN WIRA BUANA METRO

TP.2011/2012
HUBUNGAN STANDAR PROFESI KEBIDANAN DENGAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Pengertian Bidan Dalam bahasa inggris, kata Midwife (Bidan) berarti with woman(bersama wanita, mid= together, wife = a woman. Dalam bahasa Perancis, sage femme (Bidan) berarti wanita bijaksana,sedangkan dalam bahasa latin, cum-mater (Bidan) bearti berkaitan dengan wanita. Bidan adalah a health worker who may or may not formally trained and is a physician, that delivers babies and provides associated maternal care (seorang petugas kesehatan yang terlatih secara formal ataupun tidak dan bukan seorang dokter, yang membantu pelahiran bayi serta memberi perawatan maternal terkait).(Menurut Churchill) Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan, yang terakreditasi, memenuhi kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk praktek kebidanan. Yang diakui sebagai seorang profesional yang bertanggung jawab, bermitra dengan perempuan dalam memberikan dukungan, asuhandan nasehat yang diperlukan selama kehamilan, persalinan dan nifas, memfasilitasi kelahiran atas tanggung jawabnya sendiri serta memberikan asuhan kepada bayibaru lahir dan anak. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku. (KEPMENKES NOMOR 900/ MENKES/SK/ VII/2002 bab I pasal 1) Bidan adalah seseorang yang telah diakui secara regular dalam program pendidikan kebidanan sebagaimana yang telah diakui skala yuridis, dimana ia ditempatkan dan telah menyelesaikan pendidikan kebidanan dan memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan. (Menurut WHO) Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk melaksanakan praktekkebidanan di negara itu. (INTERNATIONAL CONFEDERATION of MIDWIFE).

B. Pengertian Hukum Ada beberapa pendapat para pakar mengenai pengertian hukum

a. Mayers menjelaskan bahwa hukum itu adalah semua aturan yang menyangkut kesusilaan dan ditujukan terhadap tingkah laku manusia dalam masyarakat serta sebagai pedoman bagi penguasa Negara dalam melaksanakan tugasnya. b. Utrecht berpendapat bahwa hukum adalah himpunan perintah dan larangan untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat dan oleh karenanya masyarakat harus mematuhinya. c. Simorangkir mengatakan bahwa hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh lembaga berwenang serta bagi sapa saja yang melanggarnya akan mendapat hukuman. d. Sudikno Mertokusuro menyatakan bahwa hukum adalah sekumpulan-sekumpulan peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturantentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama yang dapat dipaksakanpelaksanaannya dengan suatu sanksi. e. Achmad Ali menyatakan hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut. C. Pengertian Undang-undang Undang-undang dalam politik dan perundangan, merupakan satu sistem peraturan atau norma yang cuba diikuti oleh ahli-ahli masyarakat. Biasanya ini adalah peraturan sesuatu negara. Jika peraturan-peraturan ini dilanggar, orang yang melanggarperaturan tersebut mungkin dihukum atau didenda oleh mahkamah. Peraturan ini biasanya dibuat oleh pemerintah negara tersebut supaya rakyatnya boleh hidup, bekerja dan bersosial antara satu sama lain. Kadangkala, undang-undang juga dibuat oleh sekumpulan orang yang berfikiran sama. D. Hukum Kesehatan Hukum kesehatan meliputi semua ketentuan hukum yang langsung berhubungan denganpemeliharaan kesehatan dan penerapan dari hukum perdata, hukum pidana,

dan hukumpedoman internasional, hukum kebiasaan dan jurisprudensi yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, hukum otonom, ilmu dan literatur, menjadi sumber hukum kesehatan.Hukum kesehatan meliputi : a. Hukum kedokteran b. Hukum keperawatan c. Hukum kebidanan d. Hukum farmasi e. Hukum rumah sakit f. Dsb. E. Hubungan Standar Praktek Kebidanan Dengan Hukum dan Perundang-undangan Bidan merupakan suatu profesi yang selalu mempunyai ukuran atau standar profesi. Standar profesi bidan yang terbaru adalah diatur dalam PERMENKES RI No. HK. 02.02/MENKES/149/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan. 1. Lingkup Praktek Kebidanan Lingkup prakek kebidanan yang digunakan meliputi asuhan mandiri/ otonomi pada anak-anak perem, remaja putri dan wanita desa sebelum, selama kehamilan dan selanjutnya. Hal ini berarti bidan membeirkan pengawasan yang diperlukan asuhan sertanasehat bagi wanita selama masa hamil, bersalin dan nifas. 2. Standar Praktek Kebidanan Standar I : Metode asuhan. Metode asuhan meliputi : pengumpulan data, penentuan diagnosa perencanan pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi. Standar II : Pengkajian Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Standar III : Diagnosa KebidananDiagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan.

Standar IV : Rencana Asuhan Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan. Standar V : Tindakan-Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien. Standar VI : Partisipasi Klien Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/ partisipasi klien dan keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Standar VII : Pengawasan Monitor/pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien. Standar VIII : Evaluas-evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang tidak dirumuskan. Standar IX : Dokumentasi Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan. 3. Landasan Hukum Dalam Praktek Kebidanan Adapun keterkaitan antara standar praktik kebidanan dengan hukum dan undangundang bagi bidan dalam melaksanakan praktik, tugas ataupun pelayanannya yaitu Landasan hukum dalam praktik bidan : UU RI No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan mencerdaskan kehidupanbangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban diunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social. Dalam rangka mencapai cita-cita bangsa tersebut diselenggarakan pembangunan nasional di semua bidang kehidupan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terpadu, dan terarah. Pemabangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar

dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan kesehatan pada dasarkan menyangkut semua segi kehidupan, baik fisikmental maupun social ekonomi, Dalam perkemnbangan pembangunan kesehatan selama ini, telah terjadi perubahan orientasi, baik tata nilai maupun pemikiran terutama mengenai upaya pemecahan masalah dibidang kesehatan yang dipengaruhi oleh politik , ekonomi social budaya, pertahanan dan keamanan serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan orientasi tersebut akan mempengaruhi proses penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Di samping hal tersebut dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan perlu memperhatikan jumlah penduduk Indonesia yang besar, terdiri dari berbagai suku dan adapt istiadat, menghuni ribuan pulau yang terpencar-pencar dengan tingkat pendidikan dan social yang beragam. Penyelenggaraan Pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan dan sumber dayanya, harus dilakkan secara terpadu dan berkesinambungan guna mencapai hasil yang optimal. Upaya kesehatan yangsemula dititkberatkan pada upaya penyembuhan penderita secara berangsur-angsur berkembang kearah keterpaduan upaya kesehatan yang menyeluruh. Oleh karena itu, pembangunan kesehatan yang menyangkut upaya peningkatan kesehatan (promotif) pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, dan dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan masyarakat.Peran serta aktif masyarakat termasuk swasta perlu diarahkan, dibina dan dikembangkan sehinhgga dapat melakukan fungsi dan tanggung jawab sosialnya sebagai mitra pemerintah. Peran pemerintah lebih dititik beratkan pada pembinaa, pengaturan,dan pengawasan untuk terciptanya pemerataan pelayanan kesehatan dan tercapainya kondisi yang serasi dan seimbang antara upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk swasta. Kewajiban untuk melakukan pemerataan dan peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat, tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah. Keberhasilan pembangunan diberbagai bidang dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat dan kesadaran akan hidup sehat. Hal ini mempengaruhi meningkatnya kebutuhan pelayanan dan

pemerataan yang mencakup tenaga, sarana, dan prasarana baik jumlah maupun mutu. Karena itu dperlukan pengaturan untuk melindungi pemberi da penerima jasa pelayanan kesehatan. Dalam memberikan kepastian dan perlindungan hukum untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberi dasar bagi pembangunan kesehatan diperlukan perangkat hukum kesehatan yang dinamis. Bagi pemberi jasa pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman hasil produksi rumah tangga yang masih dalam pembinaan Pemerintah, pelaksanaan hukum diberlakukan secara bertahap. Perangkat hukum tesebut hendaknya dapat menjangkau perkembangan yang makin komplek yang akan terjadi dalam kurun waktu mendatang. Untuk itu perlu penyempurnaan dan pengintegrasian perangkat hukum yang sudah ada. Dalam Undang-undang ini diatur tentang : 1. Asas dan tujuan yang menjadi landasan dan pemberi arah pembangunan kesehatan yang dilaksanakan melalui upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi orang sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal tanpa membedakan status sosialnya; 2. Hak dan kewajiban setiap orang untuk memperoleh derajat kesejahteraan yang optimal serta wajib untuk ikut serta di dalam memelihara dan meningkatkan derajatkesehatan; 3. Tugas dan tanggung jawab Pemerintah pada dasarnya adalah mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan serta menggerakkan peran serta masyarakat; 4. Upaya kesehatan dilaksanankan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pencegahan kesehatan; 5. Sumber daya kesehatan sebagai pendukung penyelenggaraan upaya kesehatan harus tetap melaksanakan fungsi dan tanggung jawab sosialnya dengan pengertianbahwa sarana pelayanan kesehatan harus melalui pendekatan peningkaan dan kesehatan, pemulihan penyakit, penyembuhanpenyakit,

tetap memperhatkan golongan masyarakat yang kurang mampu dan tidak semata-mata mencari keuntungan; 6. Ketentuan pidana untuk melindungi pemberi dan penerima jasa pelayanan kesehatan bila terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang ini.Undang-undang ini hanya mengatur hal-hal yang bersifat pokok, sedangkan yang bersifat teknis dan operasional diatur dalam Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaannya. PP No. 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan

BAB V STANDAR PROFESI DAN PERLINDUNGAN HUKUM

Bagian Kesatu Standar Profesi

Pasal 21 1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan. 2) Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( I ) ditetapkan oleh Menteri. Pasal 22 1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk: a. Menghormati hak pasien b. Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi klien c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan d. Meminta persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan

e. Membuat dan memelihara rekam medik 2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam aya ( I ) diatur lebih lanjut oleh Menteri. Pasal23 1) Pasien berhak aas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian. 2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat ( I ) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

KepMenKes No. 900 Tahun 2002 Tentang Registrasi dan Praktek Bidan

BAB V PRAKTIK BIDAN

Pasal 14 Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi : a. Pelayanan Kebidanan b. Pelayanan akeluarga Berencana c. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pasal 15 1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf a ditunjukkan kepada ibu dan anak.

2) Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval). 3) Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah. Pasal 16 1) Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi : a. Penyuluhan dan konseling b. Pemerisaan fisik c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal d. Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I, preeklamsi ringan dan anemi ringan; e. Pertolongan persalinan normal f. Pertolongan persalinan abnormal yang mencakup letak sungsang, parus macet, kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahanpost partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term; g. Pertolongan ibu nifas normal h. Pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta, renjatan dan infeksi ringan; i. Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid. 2) Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi : a. Pemeriksaan bayi baru lahir b. Perawatan tali pusat

c. Perawatan bayi d. Resusitasi pada bayi baru lahir e. Pemantauan tumbuh kembang anak f. Pemberian imunisasi g. Pemberian penyuluhan Pasal 17 Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidandapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan kemampuannya. Pasal 18 Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berwenang untuk : a. Memberikan imunisasi b. Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas c. Mengeluarkan plasenta secara manual d. Bimbingan senam hamil e. Pengeluaran sisa jaringan konsepsi f. Episiotomi g. Penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II h. Amniotomi pada pembukaan servik lebih dari 4 cm i. Pemberian infus j. Pemberian suntikan intra muskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa k. Kompresi bimanual

l. Versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya m. Vakum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul n. Pengendalian anemia o. Meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan Air Susu Ibu p. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia q. Penanganan hipotermi r. Pemberian minum dengan sonde/pipet s. Pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai dengan formulir VI terlampir t. Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian Pasal 19 Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf b, berwenang untuk : a. Memberikan obat dan alat kontrasepsi oaral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom; b. c. d. e. Memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim Melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit Memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, KB dan kesehatan masyarakat Pasal 20 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalampasal 14 huruf c, berwenang untuk : a. Pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak

b. Memantau tumbuh kembang anak c. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas d. Melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan pertama, merujuk dan memberikan penyuluhan infeksi menular seksual (ims), penyalahgunaan narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza) serta penyakit lainnya. Pasal 21 1) Dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. 2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat ( I ) ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Pasal 22 Bidan dalam menjalankan praktik perorangan harus memenuhi persyaratan yang meliputi tempat dan ruangan praktik, tempat tidur, peralatan, obatobatan dan kelengkapan administrasi. Pasal 23 1) Bidan dalam menjalankan praktik perorangan sekurang-kurangnya harus memiliki peralatan dan kelengkapan administratif sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini. 2) Obat-obatan yang dapat digunakan dalam melakukan praktek sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini. Pasal 24 Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana. Pasal 25

1) Bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan berdasarkan standar profesi. 2) Disamping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( I ) bidan dalam melaksanakan praktik sesuai dengan kewenangannya harus : a. Menghormati hak pasien b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani c. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku d. Memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan e. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan f. Melakukan catatan medik dengan baik Pasal 26 Petunjuk pelaksanaan praktik bidan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Keputusan ini. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 6 Tahun 2004 Tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Bidan

Dari sudut hukum, profesi bidan dapat diminta pertanggungjawaban berdasarkan hukum perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi. Proses regulasi sebelum bidan melakukan kegiatan praktek pelayanan (entry to market) terdapat pada keputusan Presiden no.77 tahun 2000 tentang pengangkatan bidan sebagai pegawai tidak tetap (PTT), yakni keharusan memiliki izin bagi bidan yang akan melaksanakan praktek setelah selesai masa bakti. Demikian pula KeputusanMenteri Kesehatan No. 900 tahun 2002 tentang registrasi dan praktek bidan mewajibkan bidan yang akan melaksanakan praktek memiliki surat izin praktek bidan (SIPB), pasal 22 KepMenkes No. 900 tahun 2002, bidan yang akan melaksanakan

pelayanan praktek harus memiliki ruangan praktek, tempat tidur, peralatan dan obat-obatan dan kelengkapan administratip sesuai dengan standarstandar. Regulasi yang dilakukan pada saat bidan sudah melaksanakan praktek pelayanan (Quality and safety), terdapat dalam Kep Menkes No.900 tahun 2002, bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan yang menjadi kewenangannya, yaitu memberikan pelayanan kebidanan ibu dan anak, keluarga berencana dan pelayanan kesehatan masyarakat, dan dalam Keputusan Menteri Kesehatan tersebut sudah diatur masalah pembinaan dan pengawasan bidan yang melaksanakan praktek dilakukan oleh pihak pemerintah yaitu Dinas Kesehatan dan Organisasi profesi Ikatan Bidan .Peraturan Undang-Undang No. 23 tentang kesehatan tahun 1992, bahwa penggunaan dan penyebaran tenaga kesehatan dalam rangka pemerataan, menjadi tanggng jawab pemerintah3. Regulasi penetapan tarif (price), dari jasa layanan bidan praktek, dapat mengacu kepada Surat Keputusan Dirjen Binkesmas No.664 tahun 1987, mengatur tarif jasa pelayanan dan komponen biaya, sedangkan rincian besaran tarif setiap komponen disusun dan diajukan oleh Pemerintah Daerah setempat untuk persetujuannya.Regulasi yang menyangkut layanan Informasi Publik (Publik Information and Advertising), terdapat dalam Keputusan Menteri Kesehatan no.900 tahun 2002 mengatur setiap tindakan yang dilakukan bidan, terlebih dahulu bidan harus memberikan informasi mengenai manfaat, kemungkinan resiko yang akan timbul, alternatif tindakanlain yang bisa dilakukan dan meminta persetujuan dari pasien atau keluarganya secara tertulis1. Surat Keputusan Dirjen Binkesmas no.66 tahun 1987, mewajibkan pengelolaan sarana pelayanan kesehatan untuk melakukan pencatatan dan pelaporan. Keputusan Menteri Kesehatan No. 572 tahun 1966, mengatur papan nama praktek bidanharus memuat, nama bidan, Nomor Surat Izin Praktek Bidan (SIPB), dan waktu praktek. Dalam ruangan praktik harus mencantumkan Surat Izin Praktek Bidan (SIPB), dan apabila bidan menutup prakteknya selama 7 (tujuh) hari berturut-turut harus mengumumkan secara tertulis di tempat prakteknya.(Neni Haryani : 2002) Pemerintah dalam mengatur jalannya pemerintahan tidak terlepas dengan instansi-instansi yang dapat membantu untuk melancarkan pembangunan, antara lain dengan membentuk Kementerian Kesehatan

(KEMENKES) dalam bidang kesehatan. Selain membentuk Kemenkes, pemerintah juga membuat kelompok-kelompok profesi. Hal ini dilakukan mengontrol terhadap pembangunan di bidang kesehatan, sehingga bisa mempertegasperanan pemerintah dalam mengusahakan perkembangan kesehatan yang lebih baik. Pemerintah juga mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitandengan kesehatan, yaitu UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, yang mengaturhal-hal yang berkaitan dengan tindakan, kewenangan, sanksi, maupun pertanggungjawaban tarhadap kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh tenaga kesehatansebagai subyek peraturan tersebut.Menurut Pasal 1 ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, yang dimaksud dengan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan berdasarkan Pasal 50 UU Kesehatan adalah bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Sedangkan mengenai ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga kesehatan ditetapkan dengan PeraturanPemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Tenaga kesehatan terdiri dari : a. Tenaga medis b. Tenaga keperawatan dan bidan c. Tenaga kefarmasian d. Tenaga kesehatan masyarakat e. Tenaga gizi
f.

Tenaga keterapian fisik

g. Tenaga keteknisian medis

Dalam rangka penempatan terhadap jenis tenaga kesehatan tertentu ditetapkan kebijaksanaan melalui pelaksanaan masa bakti terutama bagi tenaga kesehatan yang sangat potensial di dalam kebutuhan penyelenggaraan upaya kesehatan. Disamping itu tenaga kesehatan tertentu yang bertugas sebagai pelaksana atau pemberi pelayanankesehatan diberi wewenang dan sesuai dengan kompetensi pendidikan yang diperolehnya, sehingga terkait erat dengan hak dan kewajibarnya. Kompetensi kewenangan tersebut menunjukan kemampuan professional yang baku dan merupakan standar profesi untuk tenaga kesehatan tersebut. Dari sejumlah tenaga medis tersebut, bidan merupakan salah satu unsur tenaga medis yang berperan dalam mengurangi angka kematian bayi dan ibu yang melahirkan, baik dalam proses persalinan maupun dalam memberikan penyuluhan atau panduan bagiibu hamil. Melihat besarnya peranan bidan tersebut, maka haruslah ada pembatasan yang jelas mengenai hak dan kewajiban dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan bidan tersebut. Maka, dibuatlah Kode Etik bidan, dimana kode etik tersebut merupakan suatu pernyataan kemprehensif dan profesi yang memberikan tuntutan bagi anggota untuk melaksanakan praktek profesinya, baik yang berhubungan dengan klien sebagai individu, keluarga, masyarakat, maupun terhadap teman sejawat, profesi dandiri sendiri, sebagai kontrol kualitas dalam praktek kebidanan.Untuk melengkapi peraturan yang ada, maka dibuatlah sebuah kode etik yang dibuatoleh kelompok-kelompok profesi yang ada di bidang kesehatan, dengan ketentuan pokok bahwa peraturan yang dibuat tersebut tidak bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya. Contoh kode etik profesi adalah kelompok dokter yang mempunyai kode etik kedokteran, dan untuk kelompok bidan mempunyai kode etik kebidanan.Dalam kode etik tersebut terdapat pengenaan sanksi apabila ada pelanggaran yangberupa sanksi administratif, seperti penurunan pangkat, pencabutan izin atau penundaan gaji.Proses implementasi kebijakan dapat dirumuskan sebagai tindakan-tindakan baik dari institusi pemerintah maupun swasta atau kelompok masyarakat yang diarahkan oleh keinginan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan di dalam kebijakan. Sedangkan implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu

program

dinyatakan

berlaku

atau

dirumuskan.

Fokus

perhatian

inplementasi kebijakan mencakup kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah diberlakukannya kebijakan negara, baik usaha untuk mengadministrasikannya maupun akibat/dampak nyata pada masyarakat. Kebijakan ditransformasikan secara terus menerus melalui tindakantindakan implementasi sehingga secara simultan mengubah sumbersumber dan tujuan-tujuan yang pada akhirnya fase implementasi akan berpengaruh pada hasil akhir kebijakan. Sebagai seorang tenaga kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, seorang bidan harus melakukan tindakan dalam praktek kebidanansecara etis, serta harus memiliki etika kebidanan yang sesuai dengan nilainilaikeyakinan filosofi profesi dan masyarakat. Selain itu bidan juga berperan dalammemberikan persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang amandan bersih. Dalam melakukan praktek kebidanan, seorang bidan juga berpedoman pada PERMENKESRI NOMOR HK. 02.02/MENKES/149/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. 3. Surat Izin Praktek Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kebidanan.

4. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi dan standar operasional prosedur. 5. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah kepada tenaga kesehatan yang memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. 6. Obat bebas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna hijau yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. 7. Obat bebas terbatas adalah obat yang berlogo bulatan yang berwarna biru yang diperoleh tanpa resep dokter. 8. Organisasi profesi adalah Katan Bidan Indonesia BAB II PERIZINAN Pasal 2 1. Bidan dapat menjalankan praktek pada fasilitas pelayanan kesehatan 2. Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat ( i ) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri dan/atau praktik mandiri. 3. Bidan yang menjalankan praktekmandiri sebagaimana dimaksud pada ayat ( 2 ) berpendidikan minimal Diploma III (D III) kebidanan. Pasal 3 1. Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB 2. Kewajiban memiliki SIPB dikecualikan pada bidan yang menjalankan praktek pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri atau Bidan yang menjalankan tugas pemerintah sebagai Bidan Desa. Pasal 4

1. SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat ( 1 ) dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota. 2. SIPB berlaku selama STR masih berlaku Pasal 5 1. Untuk memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, bidan harus mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan: a. b. fotocopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki surat izin praktek c. d. e. surat pernyataan memiliki tempat praktek pas foto berwarna terbaru ukuran 4 x 6 sebanyak 3 ( tiga ) lembar rekomendasi dari Organisasi Profesi

2. Surat permohonan memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ), sebagaimana tercantum dalam Formulir I (terlampir) 3. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) hanya diberikan untuk 1 ( satu ) tempat praktik. 4. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat ( 3 ) sebagaimana tercantum dalam formulir II terlampir Pasal 6 1. Bidan dalam menjalankan praktek mandiri harus memenuhi

persyaratan meliputi tempat praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan 2. Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) tercantum dalam lampiran peraturan ini.

3. Dalam menjalankan praktek mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ), Bidan wajib memasang nama praktik kebidanan Pasal 7 SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
1. 2. 3. 4. 5.

Tempat praktek tidak sesuai lagi dengan SIPB Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang Dicabut atas perintah pengadilan Dicabut atas rekomendasi organisasi profesi Yang bersangkutan meninggal dunia

BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK Pasal 8 Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi: a. b.
c.

Pelayanan kebidanan Pelayanan reproduksi perempuan Pelayanan kesehatan masyarakat

Pasal 9 1. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditunjukkan kepada ibu dan bayi 2. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa menyusui. 3. Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari.

Pasal 10
1. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9

ayat ( 2 ) meliputi : a. Penyuluhan dan konseling b. Pemeriksaan fisik c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal d. Pertolongan persalinan normal
e. Pelayanan ibu nifas normal

2. pelayanan kebidanan kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat ( 3 ) meliputi : a. Pemeriksaan bayi baru lahir b. Perawatan tali pusat c. Perawatan bayi
d. Resusitasi pada bayi baru lahir e. Pemberian imunisasi pada bayi dalam rangka menjalankan tugas

pemerintah
f. Pemberian penyuluhan

Pasal 11 Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk: a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah b. Bimbingan senam hamil c. Episiotomi

d. Penjahitan luka episiotomi


e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan

dengan perujukan f. Pencegahan anemi g. Inisiasi munyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
j. Pemberian minum dengan sonde/pipet

k. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk post partum dan manajemen aktif kala III l. Pemberian surat keterangan kelahiran
m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan

Pasal 12 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk : a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter
c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi

d. Melakukan pencabutan alat kotrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah

e. Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil. Pasal 13 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalampasal 8 huruf c, berwenang untuk:
a.

Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi

b.
c.

Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan infeksi menular seksual (PMS), penyalahgunaan NAPZA serta penyakit lainnya

Pasal 14 1. Dalam keadaan gawat darurat untuk penyelamatan seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8. 2. Bagi bidan yang menjalankan praktek di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatandi luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8. 3. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat ( 2 ) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 4. Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 3 ) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.

Pasal 15

1. Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter. 2. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) diselenggarakan sesuai dengan modul-modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri. 3. Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 2 ) memperoleh sertifikat. Pasal 16 Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya menempatkan Bidan dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau bidan dengan pendidikan Diploma Ikebidanan yang telah mengikuti pelatihan. Pasal 17 Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pasal 18
1. Dalam menjalankan praktek, bidan berkewajiban untuk :

a. b.

Menghormati hak pasien Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu

c.

Menyimpan rahasia kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d.

Memberkan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan

e.

Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan

f.

Melakukan pencatatan asuhan kebidanan yang akan dilakukan

g. h.

Mematuhi standar Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktek kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian

2. Bidan dalam menjalankan praktek senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melaluipendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya. Pasal 19 Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak: a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktek sepanjang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan; b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi dan standar pelayanan d. Menerima imbalan jasa profesi

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 20 1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan dan mengikutsertakan organisasi profesi. 2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Pasal 21

1. Dalam rangka melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam peraturan ini. 2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. Teguran lisan b. Teguran tertulis c. Pencabutan sipb sementara paling lama 1 ( satu ) tahun
d. Pencabutan SIPB selamanya

BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 22 1. SIPB yang dimiliki bidan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan masih tetap berlaku sampai masa SIPB berakhir. 2. Pada saat peraturan ini mulai berlaku, SIPB yang sedang dalam proses perizinan, dilaksanakan sesuai ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 24 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam BeritaNegara Republik Indonesia.(PERMENKES 2010)Hal yang dilematis yang sering terjadi di masyarakat, ketika kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan meningkat, terutama pelayanan bidan, tidak disertai oleh keahlian dan keterampilan bidan untuk membentuk suatu mekanisme kerja pelayanan yang baik. Masih sering dijumpai pelayanan bidan dengan seadanya, lambandengan disertai adanya pemungutan biaya yang mahal. Oleh karena itu, diperlukanpenegakan hukum terhadap pelanggaran kode etik bidan.

APLIKASI ETIKA DALAM PRAKTEK KEBIDANAN

A. Kode Etik Profesi Bidan Setiap profesi mutlak mengenal atau mempunyai kode etik. Dengan demikian dokter, perawat, bidan, guru dan sebagainya yang merupakan bidang pekerjaan profesi yang mempunyai kode etik. Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Kode etik profesi merupakan suatu pernyataan komprehensif dari profesi yang memberikan tuntunan bagi anggotanya untuk melaksanakan praktik dalam bidang profesinya baik yang berhubungan dengan klien/pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri. Namun dikatakan bahwa kode etik pada zaman ini dimana nilainilai peradaban semakin kompleks, kode etik tidak dapat lagi dipakai sebagai pegangan satusatunya dalam menyelesaikan masalah etik, untuk itu dibutuhkan juga suatu pengetahuan yang berhubungan dengan

hukum. Benar atau salah pada penerapan kode etik, ketentuan/nilai moral yang berlaku terpulang kepada profesi. B. Tujuan Kode Etik Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi. Secara umum tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai berikut: 1) Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat, mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia luar. Dari segi ini kode etik juga disebut kode kehormatan.
2) Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota

Yang dimaksud kesejahteraan ialah kesejahteraan material dan spiritual atau mental. Dalam hal kesejahteraan materil anggota profesi kode etik umumnya menerapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan peraturanperaturan yang ditujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi. 3) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi Dalam hal ini kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan oleh para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya. 4) Untuk meningkatkan mutu profesi Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi. Dimensi Kode Etik : 1. Anggota profesi dan Klien/ Pasien.

2. Anggota profesi dan sistem kesehatan. 3. Anggota profesi dan profesi kesehatan
4. Anggota profesi dan sesama anggota profesi.

Prinsip Kode Etik : 1. Menghargai otonomi 2. Melakukan tindakan yang benar 3. Mencegah tindakan yang dapat merugikan. 4. Memberlakukan manisia dengan adil. 5. Menjelaskan dengan benar. 6. Menepati janji yang telah disepakati. 7. Menjaga kerahasiaan Penetapan Kode Etik Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para anggotanya. Penetapan kode etik IBI harus dilakukan dalam kongres IBI. C. Kode Etik Bidan Kode etik bidan di Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disyahkan dalam kongres nasional IBI X tahun 1988, sedang petunjuk pelaksanaanya disyahkan dalam rapat kerja nasional (RAKERNAS) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disyahkan pada kongres nasional IBI XII tahun 1998. Sebagai pedoman dalam berperilaku, kode etik bidan Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah, tujuan dan bab. Secara Umum Kode Etik Tersebut Berisi 7 Bab Yaitu: 1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir) 1) Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2) Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi

harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
3) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada

peran, tugas dan tanggungjawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.

4) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan

klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
5) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan

kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
6) Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam

hubungan pelaksanaan - tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal. 2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
1) Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien,

keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat. 2) Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
3) Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan

atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau dipedukan sehubungan kepentingan klien. 3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir) 1) Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi. 2) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya. 4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
1) Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra

profesinya dengan

menampilkan

kepribadian

yang

tinggi

dan

memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat. 2) Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan did dan meningkatkan kemampuan profesinya seuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan

kegiatan sejenis yang dapat meningkatkan mute dan citra profesinya. 5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
1) Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan

tugas profesinya dengan baik.


2) Setiap

bidan

harus

berusaha

secara

terus

menerus

untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir) 1) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuanketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat. 2) Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk- meningkatkan mutu jangakauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga. 7. Penutup (1 butir) Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode Etik BidanIndonesia. D. PERILAKU ETIS PROFESIONAL Perawat atau bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan profesional. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat atau bidan, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau teman. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat atau bidan mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat atau bidan seringkali menggunakan dua pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan pendekatan berdasarkan asuhan keperawatan /kebidanan. 1. Pendekatan Berdasarkan Prinsip

Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam bio etika untuk menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994), empat pendekatan prinsip dalam etika biomedik :
(1) Sebaiknya mengarah langsung untuk bertindak sebagai penghargaan terhadap

kapasitas otonomi setiap orang


(2) Menghindarkan berbuat suatu kesalahan; (3) Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan

segala konsekuensinya; (4) Keadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi. Dilema etik muncul ketika ketaatan terhadap prinsip menimbulkan penyebab konflik dalam bertindak. 2. Pendekatan Berdasarkan Asuhan Ketidakpuasan yang timbul dalam pendekatan berdasarkan prinsip dalam bioetik mengarahkan banyak perawat atau bidan untuk memandang care atau asuhan sebagai fondasi dan kewajiban moral. Hubungan perawat/bidan dengan pasen merupakan pusat pendekatan berdasarkan asuhan, dimana memberikan langsung perhatian khusus kepada pasien, sebagaimana dilakukan sepanjang kehidupannya sebagai perawat atau bidan. Perspektif asuhan memberikan arah dengan cara bagaimana perawat/bidan dapat membagi waktu untuk dapat duduk bersama dengan pasen atau sejawat, merupakan suatu kewajaran yang dapat membahagiakan bila diterapkan berdasarkan etika. (Taylor,1993),Karakteristik perspektif dari asuhan meliputi :
(1) Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan; (2) Meningkatkan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat klien atau

pasen sebagai manusia;


(3) Mau mendengarkan dan mengolah saran-saran dari orang lain sebagai dasar

yang mengarah pada tanggung-jawab profesional


(4) Mengingat kembali arti tanggung-jawab moral yang meliputi kebajikan

seperti: kebaikan, kepedulian, empati, perasaan kasih-sayang, dan menerima kenyataan. Asuhan juga memiliki tradisi memberikan komitmen utamanya terhadap pasien dan belakangan ini mengklaim bahwa advokasi terhadap pasen merupakan salah satu peran yang sudah dilegimitasi sebagai peran dalam memberikan asuhan

keperawatan/kebidanan. Advokasi adalah memberikan saran dalam upaya melindungi dan mendukung hak-hak pasen. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban moral bagi perawat atau bidan, dalam menemukan kepastian tentang dua sistem pendekatan etika yang dilakukan yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan asuhan. Perawat atau bidan yang memiliki komitmen tinggi dalam mempraktekkan keperawatan profesional dan tradisi tersebut perlu mengingat halhal sbb:
(1) Pastikan bahwa loyalitas staf atau kolega agar tetap memegang teguh

komitmen utamanya terhadap pasen;


(2) Berikan prioritas utama terhadap pasen dan masyarakat pada umumnya;

(3) Kepedulian mengevaluasi terhadap kemungkinan adanya klaim otonomi dalam kesembuhan pasen. Bila menghargai otonomi, perawat atau bidan harus memberikan informasi yang akurat, menghormati dan mendukung hak pasien dalam mengambil keputusan.

Contoh Kasus :
1. Seorang ibu yang memerlukan biaya untuk pengobatan progresif bagi bayinya

yang lahir tanpa otak dan secara medis dinyatakan tidak akan pernah menikmati kehidupan bahagia yang paling sederhana sekalipun. Di sini terlihat adanya kebutuhan untuk tetap menghargai otonomi si ibu akan pilihan pengobatan bayinya, tetapi dilain pihak masyarakat berpendapat akan lebih adil bila pengobatan diberikan kepada bayi yang masih memungkinkan mempunyai harapan hidup yang besar. Hal ini tentu sangat mengecewakan karena tidak ada satu metoda pun yang mudah dan aman untuk menetapkan prinsip-prinsip mana yang lebih penting, bila terjadi konflik diantara kedua prinsip yang berlawanan. Umumnya, pendekatan berdasarkan prinsip dalam bioetik, hasilnya terkadang lebih membingungkan. Hal ini dapat mengurangi perhatian perawat atau bidan terhadap sesuatu yang penting dalam etika. 2. Seorang ibu PP masuk kamar bersalin dalam keadaan inpartu. Sewaktu dilakukan anamnesa dia mengatakan tidak mau di episiotomi. Sekarang ini pasen tersebut berada dalam kala II dan kala II yang berlangsung agak lambat, tetapi ada kemajuan. Perineum masih kaku dan tebal. Keadaan ini dijelaskan

kepada ibu oleh bidan, tetapi ibu tetap pada pendiriannya. Sementara waktu berjalan terus dan bjj mulai menunjukkan keadaan yang tidak stabil/fetal distress dan ini mengharuskan bidan untuk mempertimbangkan melakukan episiotomi, tetapi ibu tersebut tidak menggubrisnya. Bidan berharap bayinya selamat. Sementara itu ada bidan yang memberitahukan bahwa dia pernah melakukan hal ini tanpa persetujuan pasen untuk melindungi bayinya. Jika bidan melakukan episiotomi tanpa persetujuan pasen, maka bidan akan dihadapkan kepada sederetan tuntutan.

DAFTAR PUSTAKA

http://obstetriginekologi.com/artikel/standar+praktek+kebidanan+dikaitkan+d engan+perundang+undangan.html http://www.scribd.com/doc/46359193/Untitled http://berty-bidan.blogspot.com/2008/02/etik-dan-moral-dalam-praktek.html

You might also like