Diajukan kepada Jurusan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu dalam Bidang Hukum Islam
OLEH
BAYU ROHMANTO NIM: 30.02.12.003
PROGRAM STUDI MUAMALAH JURUSAN SYARIAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA 2008
xiv
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TENTANG PERANAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NEGARA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I Dalam Bidang Hukum Islam
Oleh :
BAYU ROHMANTO NIM 30.02.12.003
Surakarta, 8 Mei 2008 Disetujui oleh :
Masjupri, S.Ag. M.Hum NIP. 150 296 104 xv
Masjupri, S.Ag. M.Hum Dosen / Sekjur Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta
NOTA DINAS Hal : Skripsi Sdr. Bayu Rohmanto Kepada Yth. Ketua Jurusan Syariah STAIN Surakarta Di Surakarta
Assalamualaikum Wr. Wb Bersama ini kami sampaikan bahwa setelah kami membaca, menelaah, membimbing dan mengadakan perbaikan seperlunya, kemudian kami mengambil keputusan bahwa Skripsi saudara Bayu Rohmanto, NIM. 30.02.12.003 yang berjudul PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TENTANG PERANAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NEGARA. Sudah dapat diajukan untuk dimunaqosyahkan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SH.I) dalam bidang Syariah program Muamalah. Oleh karena itu, dengan ini mohon agar skripsi tersebut diatas dapat segera dimunaqosyahkan dalam waktu dekat. Atas perhatian dan diperkenankannya, kami ucpkan banyak terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb
Surakarta, 8 Mei 2008 Pembimbing
Masjupri, S.Ag. M.Hum NIP. 150 296 104
xvi MOTTO
Sistim hukum beserta fungsi dan aparat-aparatnya harus diselenggarakan atas dasar agama dengan mengedepankan maqoshid asy syariah ( Ibnu Khaldun)
xvii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk - Ayahanda dan Ibunda yang selalu mencurahkan doa, kasih sayang dan cintanya., - Semua pihak yang telah membantu penulisan. - Pembaca sekalian.
xviii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Taala Rabb dan Illah manusia yang memelihara alam semesta. Berkat limpaahn rahmat, taufik, dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan di Jurusan Syariah Prodi Muamalah STAIN Surakarta. Skripsi berjudul PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TENTANG PERANAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NEGARA ini mampu penulis selesaikan dengan banyak bantuan, dorongan dan bimbingan dari segenap pihak. Kepada mereka lembar sederhana ini dikhususkan sebagai wujud terima kasih penulis: 1. Bapak Prof. Dr. H. Usman Abu Bakar, M.A selaku Ketua STAIN Surakarta. 2. Bapak Ismail Yahya, S.Ag. M.A selaku Ketua Jurusan Syariah. 3. Bapak Masjupri S.Ag. M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan membimbing dan memberikan pengarahan. 4. Ibu Marita, SE. selaku Wali Studi yang selama ini selalu memberikan arahan- arahan dan masukan dengan bijak. 5. Staf Pengajar, Staf Akademik, Staf Jurusan dan Staf Perpus STAIN Surakarta yang telah membantu sehingga terlaksananya penulisan skripsi ini. 6. Bapak Ibu tercinta, serta kakak dan adik-adikku yang telah memberikan dorongan semangat dan pengorbanannya selama ini. 7. Teman-temanku kos monaska dan kos ijo terima kasih atas kebersamaannya. 8. MU Angkatan 02 terima kasih sukses selalu. 9. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. xix Semoga Allah SWT melimpahkan kerunia dan pahala yang setinggi-tingginya atas semua bantuan dan keikhlasannya.
Demikianlah, semoga Allah SWT memberi kemanfaatan atas penelitian ini. Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan. Semoga Allah SWT mengaruniakan kepada kita barokah di dunia ini, terutama kelak di akhirat. Amin
Surakarta, 8 Mei 2008 Penulis
BAYU ROHAMNTO NIM 30.02.12.003
xx DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii HALAMAN NOTA DINAS............................................................................ iii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................... v PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................................... vi HALAMAN MOTTO...................................................................................... x KATA PENGANTAR..................................................................................... xi ABSTRAK....................................................................................................... xiii DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................... 8 D. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 8 E. Kerangka Teori .......................................................................... 10 F. Metode Penelitian ...................................................................... 12 G. Sistematika Penulisan ................................................................. 13
BAB II IBNU KHALDUN RIWAYAT DANKARYANYA......................... 17 A. Biografi Ibnu Khaldun ............................................................... 17 B. Situasi Politik pada Masa Ibnu Khaldun .................................... 24 C. Corak Pemikiran dan Karya Ibnu Khaldun................................. 26
BAB III PEMIKIRAN HUKUM IBNU KHALDUN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NEGARA ..................................................................... 31 A. Hukum Ekonomi Ibnu Khaldun ................................................. 31 B. Beberapa Teori Ibnu Khaldun Dalam Bidang Ekonomi............. 47 xxi C. Pengaruh Hukum dalam Pembangunan Ekonomi Negara.......... 51 BAB IV RELEVANSI PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TERHADAP PERANAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NEGARA...... 63 A. Rekonstruksi Pemikiran Peranan Hukum Ibnu Khaldun sebagai Dasar Kebijakan Negara dalam Pembangunan Ekonomi Negara......... 63 B. Relevansi Pemikiran Peranan Hukum Ibnu Khaldun sebagai Dasar Kebijakan Negara dalam Pembangunan Ekonomi Negara ........ 66 BAB V PENUTUP ........................................................................................ 84 A. Kesimpulan ................................................................................. 84 B. Saran saran............................................................................... 85 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xxii
ABSTRAK
Pola pembangunan ekonomi yang serba cepat sekarang ini, menyebabkan terbentuknya pencapaian pemerataan kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan yang utama. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan adanya peranan hukum yang membawa pengaruh untuk menyusun tata kehidupan baru tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, perhatian tidak lagi diarahkan pada seputar penggarapan hukum, melainkan lebih dikaitkan dengan perubahan-perubahan sosial. Hukum lebih tampak bukan lagi sebagai perekam kebiasaan-kebiasaan yang telah membentuk di dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat, melainkan diharapkan pula hukum dapat menjadi pengungkap yang tepat dari kekuatan baru yang menghendaki terbentuknya kesejahteraan masyarakat. Akibatnya hampir semua aspek kehidupan kita temui adanya peraturan hukum. Disatu pihak, Hukum berkepentingan dengan hasil yang akan diperolehnya melalui pengaturannya, dan oleh karena itu harus paham tentang seluk-beluk masalah yang akan diaturnya. Sedangkan dipihak lain, hukum juga harus menyadari bahwa faktor- faktor dan kekuatan diluar hukum juga akan memberikan pengaruhnya pula terhadap hukum serta proses bekerjanya. Sehingga dalam menyusun kebijakan hukum diperlukan adanya pertimbangan, antara lain mengenai faktor-faktor psikologis, faktor sosiologis dan letak geografis. Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutik, yaitu pendekatan yang menggunakan cara penafsiran terhadap makna-makna yang terdapat dalam isi tulisan dari obyek penelitian yang didapatkan dan menganalisis konteksnya. Pendekatan ini diperlukan untuk memahami apa sesungguhnya yang bterkandung dalam tulisan-tulisan ibnu khaldun. Lalu bagaimana pendapat Ibnu Khaldun tentang peranan hukum dalam pembangunan ekonomi negara dan relevansinya dalam pembangunan ekonomi negara. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa sistem hukum beserta aparat-aparatnya harus diselenggarakan atas dasar agama, dengan landasan agama inilah hukum berjalan untuk mengatur tata perekonomian masyarakat agar berjalan seimbang dan tetap dalam kerangka pertumbuhan produktifitas pertumbuhan ekonomi. Perkembangan sistem hukum diperbolehkan sesuai dengan kebutuhan yang seiring dengan perkembangan watak masyarakat dan kekuasaan. Dengan menekankan keseimbangan antara aspek keberdayaan masyarakat dalam persoalan ekonomi dan ketegasan negara dalam membuat hukum, peradaban dibangun diatas dasar agama.
.
xxiii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam pembangunan yang serba cepat saat ini sangat penting. Keterlibatan hukum yang semakin aktif dalam persoalan-persoalan kehidupan bangsa dan negara, membawa pengaruh pada penggunaan hukum secara sadar dan aktif sebagai sarana menyusun tata kehidupan baru tersebut. Hal ini bisa dilihat dari segi pengaturan oleh hukum, baik dari segi legitimasinya maupun efektifitas penerapannya. Oleh karena itu paradigma yang muncul adalah pergeseran dari bagaimana mengatur melalui prosedur hukum ke arah bagaimana pengaturan itu, dengan tujuan agar dalam masyarakat timbul efek-efek yang memang dikehendaki oleh hukum. 1 Dalam perkembangan selanjutnya, perhatian tidak lagi sekedar diarahkan pada seputar penggarapan hukum sebagai sistem peraturan yang logis dan konsisten, akan tetapi hukum lebih dikaitkan dengan perubahan-perubahan sosial. Hukum lebih tampak bukan lagi sebagai perekam kebiasaan-kebiasaan yang telah membentuk di dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat, melainkan hukum diharapkan pula dapat menjadi pengungkap yang tepat dari kekuatan baru yang menghendaki terbentuknya kesejahteraan masyarakat. Akibatnya hampir semua aspek kehidupan kita temui adanya peraturan hukum.
1 Hadjon P.M, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Tiara Wacana, 1987), hlm.157. xxiv Di dalam masyarakat dan negara yang kehidupan dan tatanannya tertib dan teratur, yang titik pusat serta ruang lingkup kegiatannya berpolakan pemeliharaan kestabilan yang dinamis di bidang sosial, politik, ekonomi dan budaya, perubahan dan ketertiban berada dan sekaligus berfungsi secara bersamaan. Perubahan dan ketertiban menjadi tujuan yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pembangunan. Dalam suatu negara, efektifitas pemberlakuan hukum memerlukan adanya kekuasaan, dan untuk kepentingan penegakannya, kekuasaan merupakan kebutuhan yang mutlak. Dalam kaitannya dengan hal ini, tepatlah pandangan yang mengatakan bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah khayalan belaka, dan sebaliknya, kekuasaan tanpa hukum akan menjurus ke arah penekanan dan kedzaliman, serta akan menyuburkan praktek penindasan dan kekerasan. Sehingga penyelenggaraan kehidupan bernegara akan bertumpu pada penindasan dan kekerasan semata. Martabat dan harkat manusia, harga diri dan kebebasan orang-perorang maupun kelompok masyarakat akan terampas, tidak dihormati, sehingga yang tertinggal hanyalah hancurnya sendi-sendi kehidupan masyarakat dan bernegara. 2
Kesadaran bahwa hukum merupakan instrumen untuk mewujudkan tujuan- tujuan tertentu, menjadikan hukum sebagai sarana yang sadar dan aktif digunakan untuk mengatur masyarakat. Oleh karena itu di sini bisa dilihat bahwa hukum semakin menunjukkan peranan pentingnya sebagai sarana untuk mewujudkan kebijakan- kebijakan negara. Kenyataan empirik menunjukkan bahwa hukum adalah sarana yang paling efektif untuk mewujudkan tujuan politik negara. Di satu pihak, hukum berkepentingan dengan hasil yang akan diperolehnya melalui pengaturannya dan oleh karenanya ia harus paham tentang seluk-beluk
2 Ibid., hlm.158-161. xxv masalah yang akan diaturnya, sedangkan di pihak lain hukum juga harus menyadari bahwa faktor-faktor dan kekuatan-kekuatan di luar hukum juga akan memberikan pengaruhnya pula terhadap hukum serta proses bekerjanya. Sehingga dalam hubungan timbal-balik ini dibutuhkan suatu pendekatan terhadap hukum yang tidak sepihak, yang hanya memusatkan perhatiannya pada kepaduan sistem hukum. Di sinilah pendekatan untuk saling menyapa dan berinteraksi antara Ilmu Hukum dan Ilmu Sosial terjadi dari waktu ke waktu, dalam wujud lintasan-lintasan dua arah, yaitu arah sarjana dan praktisi. Sementara itu, ilmu sosial kini mulai nampak banyak menekuni upaya-upaya hasil temuan penelitian sosial bermakna untuk menata dan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Bagaimana temuan-temuan tersebut diperhatikan para pengambil keputusan, sehingga temuan-temuan yang baik itu tidak hanya berhenti dalam mewujudkannya semata, akan tetapi juga ikut berproses menjadi kebijakan hukum yang sah untuk mempengaruhi pola dan perilaku sosial. 3
Dengan demikian, pembahasan tindakan alat negara dalam mengolah perekonomiannya juga harus membicarakan fungsi hukum atau penman hukum. Pembahasan tentang fungsi hukum ini mempunyai nuansa pembangunan ekonomi modern yang tetap dalam kerangka keilmuan hukum, karena tujuannya masih tetap sama yakni menuju kesejahteraan manusia. Maka, bilamana kegiatan manusia sebagai pelaku ekonomi melawan tujuan inti bermasyarakat yakni kesejahteraan umat manusia, walaupun itu belum diatur dalam hukum positif, maka dapat ditentukan oleh hakim bahwa tindakan tersebut pada hakekatnya bersifat asosial bahkan amoral, sehingga dapat ditentukan sebagai tindakan melawan hukum.
3 Ibid., hlm. 5. xxvi Dalam kaitannya dengan hal ini, Ibnu Khaldun dalam Al-Muqadimah, Bab Ketiga, Pasal Dinasti, Kerajaan, Khilafah, Pangkat Pemerintahan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan itu, menjelaskan: "Ketahuilah, pengambilan milik orang lain dengan paksa oleh pemerintah mengakibatkan hilangnya perangsang untuk berusaha, mencari, dan memperoleh harta, apabila orang beranggapan bahwa tujuan dan nasib yang puncak dari usaha. Luas dan batas kemunduran itu bergantung kepada keras dan tidaknya penyitaan yang dilakukan pemerintah. Maka, apabila penyitaan dilakukan sering meluas, meliputi segala bentuk ekonomi, maka aktifitas ekonomi juga mundur secara merata, karena timbulnya perasaan bahwa tidak ada cabang kegiatan ekonomi yang dapat memberi harapan dan memberikan keuntungan. Tetapi, apabila penyitaan tidak begitu keras, maka akan terjadi kemunduran yang tipis pula dalam kegiatan ekonomi. 4
Dalam kajian sosiologi umum dan Ibnu Khaldun, dalam Al-Muqadimah, mengatakan bahwa masyarakat merupakan fenomena alamiah, ia bahkan menunjukkan faktor-faktor utama yang menyebabkan manusia bersatu dalam masyarakat. Pertama adalah untuk saling tolong-menolong secara ekonomis, di mana hasil-hasil dibentengi oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh pembagian kerja yang selanjutnya diatur oleh hukum dalam pelaksanaannya. 5
Kedua, bahwa kekuatan individu yang terisolir tidak akan cukup untuk mencapai kuantitas bahan makanan yang dibutuhkan dan tidak akan cukup untuk memberi apa yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidupnya. Akhirnya umat manusia membutuhkan otoritas dan peran negara sebagai penegak utamanya. 6 Dasar tentang ketentuan akal dan etika memperlihatkan bahwa Ibnu Khaldun menganggap ilmu ekonomi sebagai ilmu pengetahuan yang positif maupun normatif.
6 Ibid xxvii Selanjutnya, digunakan kata "massa" (al-jumhur) menunjukkan kenyataan bahwa maksud mempelajari ilmu ekonomi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini karena hukum ekonomi dan sosial berlaku pada massa dan tidak banyak dipengaruhi oleh individu yang terkucil. Sehingga beliaulah yang telah melihat hubungan timbal balik antara faktor ekonomi, hukum, sosial, dan pendidikan. 7
Namun, Ibnu Khaldun tidak bermaksud bertindak sebagai juris maupun teolog, sehingga dalam setiap kesempatan dalam Muqadimah, ia tidak memberi saran dan tidak membangun ajaran-ajaran. Menurut dia, fakta-fakta terangkai mengikuti suatu mekanisme yang menentukan suatu kemajuan dan kemunduran negara. Lebih dari itu, tesis-tesis Ibnu Khaldun menyatakan bahwa masyarakat sebagai penyebab kekayaan. Menurutnya, jika kota-kota dan kota besar tertentu mengungguli kota-kota lain dalam aktifitas ekonomi atau kemakmuran yang menyebabkan mereka berbahagia, maka hal ini karena kota-kota ini mengungguli kota-kota lain dan penduduknya 8
Dari deskripsi singkat di atas, terlihat bahwa pemikiran peranan negara dalam hal ini penegak hukum dan perundangan, khususnya dalam aktifitas ekonomi rakyat sangat jelas menggambarkan bahwa pemikirannya berkaitan dengan salah satu dari tiga aliran pokok dalam hal peranan atau keterlibatan negara dalam ekonomi. Ketiga aliran tersebut yaitu: pertama, keterlibatan minimalis dengan penganjur Adam Smith, Jean Baptist Say, David Ricardo dan Thomas Robert Malthus; kedua, keterlibatan maksimalis yang umumnya diikuti oleh pemerintahan diktator absolut dan berbagai
7 Ibid 8 Zainab Kudairi, Filsafat Sejarah Ibnu Kaldun, (Bandung: Pustaka, 1987), hlm. 107. xxviii negara berkembang, dan; ketiga, keterlibatan terukur dengan penganjur Keynes dan Samuelson. 9 Apa yang dikehendaki dalam peranan pembangunan ekonomi sebenarnya adalah koreksi terhadap hukum keseimbangan tersebut. Hal ini disebabkan oleh karena mekanisme ekonomi sendiri tidak dapat mengoreksi dirinya sendiri. Reaksi alami produsen bila permintaan pasar akan barang berkurang adalah dengan mengurangi produksi barang tersebut tanpa memikirkan nasib tenaga kerja yang harus kehilangan nafkah. Kritik yang dapat dilontarkan terhadap cara keterlibatan ini adalah bagaimana secara normatif dapat ditentukan pada saat mana negara harus terlibat dan sejauh mana keterlibatan itu harus dilaksanakan karena pada dasaraya keseimbangan itu bersifat nisbi dan tidak jelas batas-batasnya. Bila batasan ini tidak ditetapkan secara normatif maka dikhawatirkan terjadinya keterlibatan tak terbatas sebagaimana dahulu terjadi pada negara-negara sosialis yang akhirnya juga akan menghabiskan sumber daya ekonomi negara yang bersangkutan.
B. Rumusan Masalah Agar pembahasan penelitian ini lebih terarah pada permasalahan yang dituju sebagaimana telah diuraikan di atas, maka masalahnya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pemikiran Ibnu Khaldun tentang peranan hukum dalam pembangunan ekonomi negara?
9 Gaston Bouthoul, Teori, hlm. 106-107. xxix 2. Bagaimana relevansi pemikiran Ibnu Khaldun atas pentingnya peranan hukum dalam kebijakan pembangunan ekonomi negara?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian a. Untuk mengetahui pemikiran Ibnu Khaldun tentang peranan hukum dalam pembangunan ekonomi negara. b. Untuk mengetahui relevansi pemikiran Ibnu Khaldun atas pentingnya peranan hukum dalam kebijakan pembangunan ekonomi negara. 2. Manfaat Penelitian a. Sebagai upaya memberikan kontribusi khasanah pemikiran bagi masyarakat akademik di lingkungan STAIN surakarta maupun masyarakat umum dalam pemikiran Ibnu Khaldun tentang peranan hukum dalam pembangunan ekonomi negara. b. Sebagai referensi peneliti lain kaitannya dengan pemikiran ibnu khaldun.
D. Tinjauan Pustaka Dalam melakukan penelitian terhadap pemikiran Ibnu Khaldun tentang peranan hukum dalam pembangunan ekonomi negara, maka perlu kiranya perlu dilakukan telaah terhadap studi-studi yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk melihat relevansi dan sumber-sumber yang akan dijadikan xxx rujukan dalam penelitian ini dan sekaligus sebagai upaya menghindari duplikasi terhadap penelitian ini. Dalam buku "Ibnu Khaldun dalam pandangan Barat dan Timur" karya Ahmad Syafi'I Ma'arif. 10 Ibnu Khaldun menyatakan bahwa masyarakat manusia tunduk kepada hukum perputaran masa muda, masa dewasa, dan masa tua, yang olehnya sering dianalogikan dengan perputaran kehidupan biologis dari organisme hidup.
Dalam literatur lain, Osman Raliby. 11 Memaparkan pemikiran Ibnu Khaldun tentang kepemimpinan politik negara. Menurutnya kepemimpinan politik negara yang didasarkan atas kekuasaan syari'at atau pun raja adalah suatu keharusan sebagai pemegang wibawa, dan keterpaduan penguasa dengan hukum inilah yang disebut dengan daulah. Sebaliknya, kehancuran akan terjadi ketika salah satunya ditinggalkan sebagaimana juga dengan tidak adanya yang satu akan mengakibatkan salah satunya ditinggalkan. Demikian penelitian awal terhadap beberapa sumber yang telah penyusun lakukan, mengenai pembahasan spesifik tentang tema yang diangkat dalam literatur tertentu penyusun belum menemukannya. Oleh karena itu dalam skripsi ini penyusun menghadirkan Pemikiran Ibnu Khaldun tentang Peranan Hukum dalam Perkembangan Ekonomi Negara, yang mencoba mengkaji lebih jauh tentang perkembangan yang terjadi dalam diskursus hukum dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi negara menurut pemikiran Ibnu Khaldun serta implikasi pemikiran beliau terhadap diskursus peran hukum dalam pembangunan ekonomi negara saat ini.
10 Ahmad safii Maarif, Ibnu Kaldun Dalam Pandangan Penulis Barat Dan Timur, (Jakarta: Gema Issani press, 1996), hlm. 45. 11 Osman Raliby, Ibnu Kaldun Tentang Masyarakat Dan Negara, (Jakarta: Bulan Bintang, 1965), hlm. 85. xxxi
E. Kerangka Teori Hukum bagaimanapun sangat dibutuhkan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat di dalam segala aspeknya, apakah itu kehidupan sosial, kehidupan politik, budaya, pendidikan apalagi yang tak kalah pentingnya adalah fungsinya atau peranannya dalam mengatur kegiatan ekonomi negara. Dalam kegiatan ekonomi inilah justru hukum sangat diperlukan karena sumber-sumber ekonomi yang terbatas disatu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau kebutuhan akan sumber ekonomi dilain pihak sehingga konflik antara sesama warga dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut akan sering terjadi. Namun demikian berdasarkan pengalaman umat manusia sendiri, peranan hukum dalam pembangunan ekonomi negara tersebut haruslah terukur sehingga tidak mematikan inisiatif dan daya kreasi manusia yang menjadi daya dorong utama dalam pembangunan ekonomi negara. Salah satu teori ekonomi yang dikembangkan oleh ahli pemikir Islam, Ibnu Khaldun, berupa sebuah rumusan berupa kebijaksanaan politik pembangunan, mungkin, dapat diaplikasikan dalam perkembangan Ilmu Ekonomi saat ini. Rumusan Ibnu Khaldun tersebut dikenal sebagai Dynamic Model atau Model Dinamika. Model Dinamika adalah sebuah rumusan yang terdiri dari delapan prinsip kebijaksanaan politik yang terkait dengan prinsip yang lain secara interdisipliner dalam membentuk kekuatan bersama dalam satu lingkaran sehingga awal dan akhir lingkaran tersebut tidak dapat dibedakan, terdiri atas: 1. Kekuatan pemerintah tidak dapat diwujudkan kecuali dengan xxxii implementasi hukum 2. Hukum tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan pemerintahan. 3. Pemerintah tidak dapat memperoleh kekuasaan kecuali dari rakyat. 4. Masyarakat tidak dapat ditopang kecuali oleh kekayaan. 5. Kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali dari pembangunan. 6. Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali melalui keadilan. 7. Keadilan merupakan standar yang akan dievaluasi Allah pada umat-Nya. 8. Pemerintah dibebankan dengan adanya tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan. Masyarakat dalam sebuah negara sesuai kodratnya merupakan manusia yang lebih suka hidup secara bersama. Hal ini disebabkan dengan kapasitas individu yang ada, manusia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok guna mempertahankan kehidupan mereka dalam masyarakat. Oleh karena itu, mereka sangat membutuhkan suasana kehidupan yang saling menolong dan bekerjasama. Akan tetapi, mereka tidak dapat hidup berdampingan dan bekerjasama dengan yang lain dalam suasana penuh konflik dan permusuhan serta ketidakadilan, untuk itu diperlukan adanya sebuah rasa kebersamaan dan negara sebagai pengendali kekuasaan untuk mencegah terjadinya konflik dan ketidakadilan guna mempersatukan mereka. Negara harus tetap mengawasi semua tingkah laku yang dapat membahayakan pembangunan sosial ekonomi seperti ketidakjujuran, penipuan, dan ketidakadilan sebagai prasyarat kualitas yang dibutuhkan untuk keharmonisan sosial dan pembangunan berdasarkan keadilan. Selain itu, negara harus menjamin pemenuhan hukum dan menghormati hak milik individu serta menanamkan kesadaran xxxiii kepada seluruh lapisan masyarakat. Apabila pemerintah melaksanakan peranannya secara efektif, maka akan menjadi sebuah kontribusi positif dalam pembangunan ekonomi negara karena kebutuhan masyarakat akan Terpenuhi. 12
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang sumber datanya diperoleh melalui penelitian buku-buku, majalah, jurnal dan media publikasi lainnya yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini. 2. Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutik, Pendekatan hermeneutik adalah pendekatan yang menggunakan cara penafsiran terhadap makna-makna yang terdapat dalam isi tulisan dari obyek penelitian yang didapatkan dari menganalisis konteksnya. 13 Pendekatan ini diperlukan untuk memahami apa sebetulnya yang terkandung dalam tulisan-tulisan Ibnu Khaldun sehingga bisa dikategorikan madzab Keynesian dari tiga aliran pokok teori keterlibatan negara. Lalu bagaimana kemudian pendapat Ibnu Khaldun tentang peranan hukum dalam pembangunan ekonomi negara? 3. Metode Pengumpulan Data
12 Raharjo, Peranan hukum Dalam Ekonomi, Dikutip dari http://www. Solusihukum.com/Diakses 7 Februari 2008, hlm. 1.
13 Sumaryono E, Hermeuneutik ; Sebuah metode filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm. 25. xxxiv Karena penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka pengumpulan datanya adalah dengan menelusuri dan me-recover buku-buku dan tulisan-tulisan dalam bentuk lain yang berkaitan dengan objek penelitian. Di samping itu juga ditelusuri serta dikaji buku-buku dan tulisan-tulisan lain yang mendukung kedalaman dan ketajaman analisis dalam penelitian ini. Sumber data yang penyusun gunakan dalam kajian ini terdiri dari sumber data primer dan sekunder, yaitu: a. Sumber Data Primer Dalam penelitian ini penyusun menggunakan karya-karya yang telah ditulis oleh Ibnu Khaldun, terutama buku-buku yang berkaitan dengan hukum ekonomi.
b. Sumber Data Sekunder Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah karya- karya penyusun lain yang berkaitan dengan tema penelitian baik berupa buku, artikel, maupun tulisan lain. 4. Metode Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik content analysis, yaitu menganalisis data sesuai dengan kandungan isinya. Sedangkan metode analisis datanya menggunakan metode induktif. Penyusun mencoba menganalisis bagaimana pemikiran Ibnu Khaldun dalam memahami keterlibatan negara dalam pembangunan ekonomi, kemudian dari pemahaman xxxv tersebut diambil kesimpulan umum tentang relevansinya dengan pembangunan ekonomi suatu negara.
G. Sistematika Pembahasan Agar pembahasan dalam penelitian ini tersusun secara sistematis dan menghasilkan sebuah karya ilmiah yang utuh dan komprehensif, maka penelitian ini dibagi ke dalam beberapa bagian. Adapun bagian-bagian tersebut secara garis besarnya dapat disistematikakan sebagai berikut; Bab pertama, Pendahuluan. Dalam Bab ini diuraikan berbagai persoalan mendasar yang akan menentukan bangunan isi seluruhnya, yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bab kedua. Bab ini dibahas tentang biografi Ibnu Khaldun, yang mencakup silsilah dan kehidupannya, situasi sosial, karakter pemikiran dan karya-karyanya sebagai bukti otentik akademik. Bab ketiga. Pada bagian ini dibahas teori al 'umran atau peradaban, berbagai segi penghidupan, macam dan metode pengembangannya dan paradigma hukum Ibnu Khaldun, di samping itu juga akan dibahas tentang keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi rakyat sebagai pijakan untuk membahas tema sesuai dengan rumusan masalah. Bab keempat. Pada bagian ini dilakukan analisis terhadap pemikiran Ibnu Khaldun tentang keterlibatan negara dan relevansinya terhadap peranan hukum dalam pembangunan ekonomi negara. Bab ini dibagi dalam tiga sub bab, yakni: pertama, xxxvi latar belakang pemikiran Ibnu Khaldun tentang keterlibatan negara dengan menurunkannya ke dalam dua turunan pembahasan tentang situasi sosial ekonomi Arab saat itu dan fase-fase kehidupan Ibnu Khaldun; kedua, pemikiran Ibnu Khaldun tentang keterlibatan negara dan relevansinya terhadap peranan hukum dalam pembangunan ekonomi negara ; ketiga, implikasi pandangan Ibnu Khaldun tentang keterlibatan negara dalam dan implikasinya terhadap peranan hukum dalam pembangunan ekonomi negara. Selanjutnya penelitian ini diakhiri dengan Bab kelima. Dalam Bab ini akan disimpulkan semua hasil analisis yang telah dilakukan pada bagian-bagian sebelumnya, dan kemudian akan disampaikan saran-saran yang mungkin diperlukan sebagai bahan perbaikan dan pembahasan lebih lanjut berkaitan dengan tema penelitian ini.
xxxvii
BAB II IBNU KHALDUN RIWAYAT DAN KARYANYA
A. Biografi Ibnu Khaldun Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin bin Khaldun. Nama kecilnya Abdurrahman. Nama panggilnya Abu Zaid; gelarnya Waliuddin, dan nama populernya Ibnu Khaldun. 14
Ibnu Khaldun dikenal dengan Ibnu Khaldun karena dihubungkan dengan garis keturunan kepada kakeknya yang kesembilan, yaitu Khalid bin Utsman, dan dia adalah orang pertama dari marga ini yang memasuki negeri Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab. Dia dikenal dengan nama Khaldun sesuai dengan kebiasaan orang-orang Andalusia dan orang-orang Maghribi, yang terbiasa menambahkan huruf wow () dan nun () di belakang nama-nama orang terkemuka sebagai penghormatan dan takzim, seperti Khalid menjadi Khaldun. Ibnu Khaldun di lahirkan di Tunisia pada awal Ramadhan tahun 732 H, atau tepatnya pada 27 Mei 1333. Rumah tempat kelahirannya masih utuh hingga sekarang yang terletak di jalan Turbah Bay. Dalam beberapa tahun terakhir ini rumah tersebut menjadi pusat sekolah Idarah 'Ulya, yang pada pintu masuknya terpampang sebuah batu manner berukirkan nama dan tanggal kelahiran Ibnu Khaldun Banu Khaldun di Andalusia memainkan peran yang cukup menonjol, baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun politik. Setelah menetap di Carmona, kemudian mereka pindah ke Sevilla, dikarenakan situasi politik di Andalusia yang
14 Ali Abdul Wahid Wafi, Ibnu Khaldun : Riwyat dan Karyanya, Alih Bahasa Ahmadie Thaha, (Jakarta: Grafiti Press, 1985), hlm. 5. xxxviii mengalami kekacauan, baik karena perpecahan di kalangan Muslim maupun karena serangan pihak Kristen di Utara, maka Banu Khaldun pindah lagi ke Afiika Utara. Al- Hasan Ibn Jabir adalah nenek moyang Ibnu Khaldun yang mula-mula datang ke Afiika Utara, di mana Ceuta merupakan kota pertama kali yang mereka pijak, sebelum pindah ke Tunis pada tahun 1223. 15
Di Tunis, di tempat barunya, Banu Khaldun tetap memainkan peran penting. Muhammad Ibn Muhammad, kakek Ibnu Khaldun, adalah seorang 'hajib', kepala rumah tangga istana dinasti Hafsh. la sangat dikagumi dan disegani di kalangan istana, berkali-kali Amir Abu Yahya al-Lihyani (711 H), pemimpin dinasti al- Muwahhidun yang telah menguasai bani Hafz di Tunis, menawarkan kedudukan yang lebih tinggi kepada Muhammad Ibn Muhammad, tetapi tawaran itu ditolaknya, pada akhir hayatnya, kakek Ibnu suka menekuni ilmu-ilmu keagamaan hingga wafatnya pada 1337 M Dari latar belakang keluarganya yang banyak bergerak dalam bidang politik dan pengetahuan seperti inilah Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H. Menurut perhitungan para sejarawan, hal ini bertepatan dengan 27 Mei 1333 M. Kondisi keluarga seperti itu kiranya telah berperan dominan dalam membentuk kehidupan Ibnu Khaldun. Dunia politik dan ilmu pengetahuan telah begitu menyatu dalam diri Ibnu Khaldun. Ditambah lag! kecerdasan otaknya juga berperan bagi pengembangan karirnya. 16
Secara detail perjalanan hidup Ibnu Khaldun akan dipaparkan dalam tiga fase, yaitu:
15 Toto Suharto, Epistemologi Sejarah Kritis Ibnu Khaldun, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003), hlm. 33. 16 Ibid., hlm. 34. xxxix 1. Fase pertama; Masa Pendidikan Fase pertama ini dilalui Ibnu Khaldun di Tunis dalam jangka waktu 18 tahun, yaitu antara tahun 1332-1350 M. Seperti halnya tradisi kaum Muslim pada waktu itu, ayahnya adalah guru pertamanya yang telah mendidiknya secara tradisional, mengajarkan dasar-dasar agama Islam. Di samping ayahnya, Ibnu Khaldun juga mempelajari berbagai disiplin ilmu pengetahuan dari para gurunya di Tunis. Tunis pada waktu itu merupakan pusat para ulama dan sastrawan, tempat berkumpulnya para ulama Andalusia yang lari menuju Tunis akibat berbagai peristiwa politik. Seperti halnya Toto Suharto, menukilkan dari Fathiyah Hasan Slaiman bahwa disebutkan beberapa gurunya yang berjasa dalam perkembangan intelektualnya. Di antaranya adalah Abu 'Abdillah Muhrnas Ibn Sa'ad al-Anshari dan Abu al-'Abbas Ahmad ibn Muhammad al-Bathani dalam qira'at; Abu 'Abdillah Ibn al-Qashar dalam ilmu gramatika Arab; Abu 'Abdillah Muhammad Ibn Bahr dan Abu 'Abdillah Ibn Jabir al-Wadiyasyi dalam sastra; Abu 'Abdillah al-Jayyani dan Abu Abdillah ibn 'Abd al-Salam dalam ilmu fiqh; dan masih banyak lagi gurunya. Walaupun dia mempunyai banyak guru dan mempelajari berbagai disiplin ilmu, pendidikan yang diperoleh Ibnu Khaldun sangatlah mendalam dan terkesan dalam dirinya. Dilihat dengan banyaknya disiplin ilmu yang dipelajari oleh Ibnu Khaldun pada masa mudanya, dapat diketahui bahwa beliau memiliki kecerdasan otak yang luar biasa. Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah orang yang memiliki ambisi tinggi, yang tidak puas dengan satu disiplin ilmu saja. Pengetahuan begitu xl luas dan bervariasi. Hal ini merupakan kelebihan yang sekaligus juga merupakan kekurangannya. 2. Fase kedua; Aktifitas Politik Praktis Fase kedua dilalui Ibnu Khaldun dalam berbagai tempat seperti di Fez, Granada, Baugie, Biskara dan lain-lain, dalam jangka waktu 32 tahun antara 1350-1382 M. Karir pertama Ibnu Khaldun dalam bidang pemerintahan adalah sebagai Sahib al- 'Alamah (penyimpan tanda tangan), pada pemerintahan Abu Muhammad Ibn Tafrakhtn di Tunis dalam usia 20 tahun. 17
Awal karir ini hanya dijalani Ibnu Khaldun selama kurang lebih 2 tahun, kemudian ia berkelana menuju Biskara karena pada tahun 1352 M Tunis diserang dan dikuasai oleh Amir Abu Za'id, penguasa Konstantin sekaligus cucu Sultan Abu Yahya al-Hafsh. Pada waktu Abu 'Inan menjadi raja Maroko, Ibnu Khaldun mencoba mendekatinya demi mempromosikan dirinya ke posisi yang lebih tinggi. Sultan Abu 'Inan bahkan beliau mengangkatnya sebagai sekretaris kesultanan di Fez, Maroko. Di kota inilah Ibnu Khaldun memulai karirnya dalam dunia politik praktis, yaitu pada tahun 1354 M. Selama 8 tahun tinggal di Fez, banyak perilaku- perilaku politik yang dia lakukan. Sehingga belum lama menjabat sebagai sekretaris kesultanan, ia dicurigai oleh Abu 'Inan sebagai pengkhianat bersama pangeran Abu 'Abdillah Muhammad dari bani Hafsh yang berusaha melakukan satu komplotan politik. Iklim politik yang penuh intrik menyebabkan Ibnu Khaldun meninggalkan Afrika Utara dan demi karirnya sebagai politikus dan
17 Mukti Ali, Ibnu Khaldun dan Asal Usul Sosiologi, (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1970), hlm. 17. xli pengamat, akhirnya ia memantapkan pergi ke Spanyol dan sampai di Granada pada tanggal 26 Desember 1362 M. Ibnu Khaldun diterima baik oleh raja Granada, Abu 'Abdillah Muhammad ibn Yusuf. Setahun setelah itu Ibnu Khaldun diangkat menjadi duta ke istana raja Pedro El Cruel, raja Kristen Castilla di Sevilla, sebagai seorang diplomat yang ditugaskan untuk mengadakan perjanjian perdamaian antara Granada dan Sevilla. Karena keberhasilannya, raja V memberi Ibnu Khaldun tempat dan kedudukan yang semakin penting di Granada. Hal ini menimbulkan kecemburuan di lingkungan kerajaan, akhirnya beliau memutuskan untuk kembali ke Afrika Utara. Setelah malang-melintang dalam kehidupan politik praktis, naluri kesarjanaannya memaksanya memasuki tahapan baru dari kehidupannya yaitu ber-khalwat. Dalam masa khalwat dari tahun 1374-1378 itu, beliau menyelesaikan karya al- Muqaddimah yang populer dengan sebutan Muqadimah Ibnu Khaldun, sebuah karya yang seluruhnya berdasarkan penelitian yang baik. Pada tahun 178 M, selanjutnya beliau meninggalkan Qal'at menuju Tunis. Di Tunis beliau mendapatkan tugas menuju Makkah 24 Oktober 1382 untuk ibadah haji dan singgah di Kairo. Sampai di sini, berakhirlah petualangan Ibnu Khaldun dalam intrik-intrik politik yang kadang membuatnya menjadi seorang oportunis. 3. Fase ketiga: Aktivitas Akademis dan Kehakiman Masa mi merupakan fase terakhir dari tahapan perjalanan Ibnu Khaldun, fase ini dihabiskan di Mesir kurang lebih 20 tahun antara 1382-1406 M. Tiba di Kairo, Mesir pada 06 Januari 1983. Pada masa ini dinasti Mamluk sedang berkuasa. Kemajuan peradaban dan stabilitas politik saat itu menjadikan Ibnu Khaldun lebih xlii tertarik dan karyanya al-Muqaddimah merupakan magnum opus atau kedatangan karyanya lebih dahulu daripada pengarangnya sehingga kedatangannya disambut gembira dikalarigan akademisi, disinilah tugas barunya sebagai seorang pengajar dilakukan Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun memberi kuliah di lembaga-lembaga pendidikan Mesir, seperti Universitas al-Azhar, Sekolah Tinggi Hukum Qamhiyah, Sekolah Tinggi Zhahiriyyah dan sekolah tinggi Sharghat Musyiyyah. Mata kuliah yang disampaikan adalah fiqih, hadis dan beberapa teori tentang sejarah sosiologi yang telah ditulisnya dalam Muqadimah. Selain berjuang dalam dunia akademik, Ibnu Khaldun juga melakukan kegiatan yang berkaitan dengan dunia hukum. 18
Pada tanggal 8 Agustus 1384 M, Ibnu Khaldun diangkat oleh Sultan Mesir, al- Zhahir Barqa, sebagai hakim Agung Madzab Maliki pada mahkamah Mesir, jabatan yang diemban dengan penuh antusias ini dimanfaatkan oleh Ibnu Khaldun untuk melakukan reformasi hukum. la berupaya membasmi tindak korupsi dan hal-hal yang tidak beres lainnya di Mahkamah tersebut. Akan tetapi, reformasi ini ternyata membuat orang-orang yang merasa dirugikan menjadi marah dan dengki. Mereka kemudian berusaha memfitnah Ibnu Khaldun dengan berbagai tuduhan, sehingga ia dicopot dari jabatan ini setelah satu tahun memangkunya. Fitnah yang dialamatkan kepada Ibnu Khaldun sebenarnya tidak dapat dibuktikan, tetapi ia tetap bersikeras untuk mengundurkan diri dari jabatan tersebut Pada tahun 1387 M Ibnu Khaldun melaksanakan ibadah haji kemudian dia diangkat lagi sebagai hakim agung Mahkamah Mesir oleh Sultan Mesir Nashir Faraj, putera Sultan Burquq. Pada masa ini, Ibnu Khaldun sempat berkunjung ke
18 Munawir Syadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI Press, 1993), hlm. 97. xliii Damaskus dan Palestina dalam rangka mempertahankan Mesir dari serangan Mongol. Dan pertemuan selama 35 hari di Damaskus, Syria merupakan peristiwa penting terakhir bagi Ibnu Khaldun dalam perjalanan hidupnya yang penuh ketegangan, penderitaan di balik kesuksesanya. Setelah itu ia melanjutkan profesinyasebagai hakim Agung Madzab Maliki hingga wafatnya pad tanggal 16 Maret 1406 M (26 Ramadhan 808 H) dalam usia 74 tahun di Mesir, jenazahnya dimakamkan di pemakaman para sufi di luar Bab al-Nashir, Kairo. 19
B. Situasi Politik pada Masa Ibnu Khaldun Gambaran situasi sosial kehidupan Ibnu Khaldun, penyusun mencoba memaparkan dalam batasan karir Ibnu Khaldun selama menjabat sebagai ilmuwan atau akademisi dan selama menjadi hakim Agung kurang lebih pada tahun 1382-1406 M yaitu hampir 24 tahun pengabdiannya pada Sultan Mesir di Kairo. Hal ini penyusun lakukan guna menyesuaikan tema besar karya ilmiah yang menyoroti pemikiran dan akti vitas hukum, peranannya dalam pembangunan ekonomi negara. Masa Ibnu Khaldun merupakan penghujung zaman Renaisans, sebab Ibnu Khaldun hidup pada abad XIV M (kedelapan Hijriyah). Abad ini merupakan periode di mana terjadi perubahan-perubahan historis besar baik di bidang politik maupun pikiran. Bagi Eropa, pada periode ini merupakan periode tumbuhnya cikal bakal zaman Renaisans. Sementara bagi dunia Islam periode ini merupakan periode kemunduran dan disintergasi. 20
19 Ibid., hlm. 95. 20 Zainab al Khudairi, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun, (Bandung: Pustaka, 1987), hlm. 16. xliv Kota Kairo sebagai kota terakhir perjalanan karir Ibnu Khaldun, dimana dia mengajar di beberapa Universitas di kota ini dalam berbagai disiplin ilmu. Selain berjuang di dunia akademik, Ibnu Khaldun juga melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan reformasi hukum. Dalam beberapa alinea dari al-Ta'rif, Ibnu Khaldun menekankan sikapnya yang adil dan sangat menhormati keadilan. Dalam melaksanakan tugas jabatan Hakim Agung, Ibnu Khaldun berupaya sepenuh tenaga untuk bersikap adil. Beliau berkata; " Dengan sekuat tenaga aku berupaya melakukan hukum-hukum Allah, sedikitpun aku tidak merasakan gentar terhadap celaan dalam menegakkan kebenaran. Pangkat maupun kekuasaan tidaklah membuat aku ketakutan, kedua belah pihak yang berperkara tidak aku bedakan". Tampaknya lembaga peradilan di Mesir saat itu sedang tertimpa kebrobokan, dikuasai oleh hawa nafsu dan kepentingan-kepentingan pribadi. Oleh Karena itu Ibnu Khaldun dengan se'gala kekuatannya berupaya meluruskannya. Namun keadaan ini tidak berlangsung lama, fiiqaha dan ulama Mesir marah karena melihat jabatan peradilan, jabatan yang paling terhormat bagt mereka, diduduki oleh orang asing. Mereka merasa iri dan karena itu merekapun menyebarkan isu-isu mengenai Ibnu Khaldun. 21
Dari indikasi di atas, dapat disimak bahwa pemikiran Ibnu Khaldun mengakui bahwa dalam upaya penegakan Hukum terdapat tujuan untuk terciptanya keadilan kesejahteraan masyarakat secara umum.
C. Corak Pemikiran dan Karya Ibnu Khaldun
21 Ali Abdul Wahid Wafi, Ibnu Khuldun Riwayat, hlm. 61. xlv 1. Corak pemikiran Ibnu Khaldun Ibnu Khaldun sebagai seorang pemikir merupakan produk sejarah. Oleh karena itu, untuk membaca pemikirannya, aspek historis yang mengitarinya tidak dapat dilepas begitu saja. Namun jelas, pemikiran Ibnu Khaldun tidak dapat dilepas dari pemikiran Islamnya. Al-Muqaddimah yang merupakan manifestasi pemikiran Ibnu Khaldun diilhami dari al Qur'an sebagai sumber utama dan pertama ajaran Islam. Dengan demikian, pemikiran Ibnu Khaldun dapat dibaca melaui setting sosial yang mengitarinya yang diungkapkannya, baik secara lisan maupun tulisan, sebagai sebuah kecenderungan. 22
Sebagai seorang filosof Muslim, pemikiran Ibnu Khaldun sangatlah rasional dan banyak berpegangan pada logika. Tokoh yang paling dominan mempengaruhi pemikiran fllsafatnya adalah al-Ghazali (1105-1111 M), meskipun pemikiran Ibnu Khaldun sangatlah berbeda dengan al-Ghazali dalam masalah logika. Al-Ghazali jelas-jelas menentang logika, karena hasil pemikiran tidak dapat diandalkan. Sedangkan Ibnu Khaldun masih menghargainya sebagai metode yang dapat melatih seseorang berpikir sistematis. Namun ada juga pandangan lain bahwa Ibnu Khaldun mendapat pengaruh Ibnu Rusyd (1126-1198 M) dalam masalah hubungan antara filsafat dan agama. Lebih dari itu, posisi Ibnu Khaldun sebagai seorang filosof nampaknya mendukung posisinya sebagai seorang ilmuwan. Selain bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang yang rasionalis ia juga seorang empiris. 23
22 Toto Suharto, Epistemologi Sejarah , hlm. 53. 23 Andi Halim Nasution, Pengantar ke Filsafat Sains, (Jakarta: Lentera Antar Nusa, 1999), hlm. 55. xlvi Sehingga Ibnu Khaldun dapatlah dikatakan modern pada masanya. Juga pemikiran Ibnu Khaldun dalam pemikiran keagamaan sangatlah religius, Ibnu Khaldun memiliki kecenderungan sufistik yang sangat kuat, karena telah terpengaruh doktrin sufl. Hal ini dibuktikan dengan jabatannya yang pernah diembannya sebagai Hakim Agung Madzab Maliki di Mesir selama beberapa kali, dia tidak memanfaatkan untuk memperkaya diri. Maka pemikiran yang rasionalistik-empiris-sufistik kiranya telah dijadikan dasar pijakan dalam membangun teori-teori sejarahnya. Di Mesir waktu itu, ketua pengadilan dipegang oleh empat orang hakim tinggi sebagai wakil dan empat madzab Imam Maliki, Imam Hanbali, Imam Hanafi dan Imam Syafi'i. oleh karena madzab yang pertama ini lebih banyak, maka ketuanya mengepalai ketiga hakim lainnya. Pengadilan Negeri Mesir, ketika itu diliputi oleh kecurangan-kecurangan dan ketidakberesan, di mana para hakimnya seringkali meneampuradukkan antara urusan pribadi dengan urusan- urusan pemerintahan, penuh kolusi dan manipulasi. Dalam kedudukan Ibnu Khaldun yang tinggi, beliau tidak segan-segan mengadakan operasi tertib. Dia ingin merealisasikan keadilan dan meletakkannya pada proporsi yang sebenarnya. Para ulama terkenal yang hidup semasa dengannya, seperti Abul Mahasin dan Ibnu Hajar, sama-sama mencatat, dalam karya-karya mereka atas peristiwa itu. Ketegasan dan keberaniannya dalam mengambil suatu tindakan menciptakan bentuk keadilan yang sebenarnya. Semua orang berdiri di depah undang-undang tidak ada bedanya. Dia membuang jauh segala bentuk suap, cara- xlvii cara tipu daya, membenci korupsi dan manipulasi. Tentu semua ini menimbulkan iri hati dan dengki dalam orang-orang yang ada di sekitarnya. Banyak orang mendebatnya dengan nada-nada tajam. Ditambah lagi dengan alasan-alasan yang tidak-tidak, bahwa dia orang asing, berasal dari Maghribi. Sedangkan jabatan Kehakiman Tinggi menjadi incaran para ahli fiqih dan para ulama Mesir. Mereka iri melihat pamor orang asing. Ibnu Khaldun dituduh dungu dalam masalah hukum, keputusan-keputusan hukum yang dikeluarkannya tidak memuaskan mereka. Berangkat dari semua ini, hati Ibnu Khaldun gundah dan guncang. Ditambah dengan kematian keluarganya secara tragis dalam perjalanan dari Tunis menuju Mesir sehingga menambah kelesuan dan berakhir dengan turunnya dia dart jabatan kehakiman pada tahun 787 H, dua tahun setelah lama menjabat 24
2. Karya-karya Ibnu Khaldun Meskipun Ibnu Khaldun hidup pada masa di mana peradaban Islam mulai mengalami kehancuran atau menurut Nurkholish Madjid, pada saat umat Islam telah mengalami anti klimaks perkembangan peradabannya, namun ia mampu tampil sebagi pemikir muslim yang kreatif yang melahirkan pemikiran-pemikiran besar yang dituangkan dalam beberapa karyanya, hampir seluruhnya bersifat orisinil dan kepeioporan. 25
Berikut ini beberapa karya Ibnu Khaldun yang cukup terkenal, antaralain;
24 Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikirannya, Alih Bahasa Ahmadie Thata, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), hlm. 57 60. 25 Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradapan, (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1997), hlm. 152. xlviii a. Kitab al-I'bar wa Dhuan al-Mubtada' wa al-Khabar fi Ayyam al-'Arab wa al- 'Ajam wa al-Barbar wa man 'Asharahiim min Dzawi al-Suthan al-Akbar. Karya yang dilihat dari judulnya mempunyai gaya sajak yang tinggi ini dapat diterjemahkan menjadi; Kitab contoh-contoh dan rekaman tentang asal-usul dan peristiwa hari-hari arab, Persia, Barbar dan orang-orang yang sezaman dengan mereka yang memiliki kekuatan besar. Oleh karena judulnya terlalu panjang, orang sering menyebutnya dengan kitab al- 'Ibar saja, atau kadang cukup dengan sebutan Tarikh Ibnu Khaldun. 26
b. Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun. Dalam volume tujuh jilid, kajian yang dikandung begitu luas menyangkut masalah-maslah sosial, para Khaldunian cenderung menganggapnya sebagai ensiklopedia. 27
c. Kitab al-Ta 'rif lbnu Khaldun wa Rihlatuhu Garban wa Syarqan. Adalah kitab otobiografi Ibnu Khaldun secara lengkap di mana ia dipandang sebagai orang besar abad pertengahan yang paling sempurna meninggalkan riwayat hidupnya. 28
d. Karya-karya lain Selain karya yang telah disebutkan di atas, Ibnu Khaldun sebenarnya memiliki karya-karya lainnya seperti; Burdah al-Bushairi,tentang logika dan aritmatika dan beberapa resume ilmu fiqih.
26 Ahmad SyafiI Maarif, Ibnu Khaldun dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur, (Jakarta: Gema Issani Press, 1996), hlm. 12. 27 Toto Suharto, Epistemologi Sejarah , hlm. 65. 28 Zainab al Khudairi, Filsafat , hlm. 29. xlix Sementara itu masih ada dua karya Ibnu Khaldun yang masih sempat dilestarikan yaitu sebuah ikhtisar yang ditulis Ibnu Khaldun dengan tangannya sendiri ini diberijudul Lubab al-Muhashal fl Ushul al-Din. Dan kitab Syifa al- Sailfi Tahdzib al-Masatt yang ditulis Ibnu Khaldun ketika berada di Fez, adalah karya pertama yang berbicara tentang teologi skolastik dan karya kedua membahas tentang mistisisme konvensional 29
29 Toto Suharto, Epistemologi Sejarah , hlm. 68. l BAB III PEMIKIRAN HUKUM IBNU KHALDUN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NEGARA
A. Hukum Ekonomi Ibnu Khaldun Hukum Ekonomi Ibnu Khaldun sebagai aspek terciptanya kesejahteraan ekonomi suatu negara, dapat ditinjau dari Muqaddimah, sebagai berikut 1. Konsep Ibnu Khaldun Tentang Ilmu Al-Umran Pada umumnya, kegiatan ekonomi dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi, baik perorangan yang menjalankan perusahaan atau badan-badan usaha yang mempunyai kedudukan sebagai badan hukum atau bukan badan hukum. Setiap pelaku ekonomi, baik itu perorangan maupun lembaga atau institusi, berkewajiban melakukan dan memelihara pencatatan tertentu dengan tertib yang lazim disebut pembukuan. Kegiatan ekonomi dapat hidup dan berkembang apabila memperoleh dukungan dari masyarakat, karena pada dasarnya masyarakatlah yang merupakan pemasok utama kebutuhan perusahaan sekaligus konsumen produksi. Jadi sesungguhnya, secara timbal balik antara perusahaan sebagai pelaku kegiatan ekonomi atau siapapun yang mewakili, dengan masyarakat, berada dalam keadaan saling bergantung yang sangat besar antara satu terhadap yang lain 30 . Menurut Ilmu Khaldun, hubungan antara pemerintah dan rakyatnya adalah hubungan kepemilikan. Pemerintah adalah milik rakyat dan rakyat adalah milik pemerintah. Apabila hubungan kepemilikan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya
30 Sri Rejeki, Hukum Asuransi, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hlm. 4. li baik dan tidak menindas, maka tujuan pemerintah terpenuhi dan kepentingan rakyat terjamin dan demikian juga sebaliknya. 31
Oleh karena itu, kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat pada hakikatnya merupakan rangkaian berbagai perbuatan hukum yang luar biasa banyak jenis, ragam, kualitas dan variasinya, yang dilakukan oleh antar pribadi, perusahaan, antar negara dan antar kelompok dalam berbagai volume dan frekuensi uang tinggi di setiap saat dan di berbagai tempat dengan terorganisir dengan baik. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun dalam ilmu Al-Umran adalah menyatakan bahwa organisasi sosial apapun harus memiliki seorang yang memiliki pengaruh kepada mereka. Peraturan kadang didasarkan pada syariat. Mereka diwajibkan tunduk pada hukum itu berdasarkan keyakinan si pengatur akan pahala dan dosa yang ditimpakan kepada mereka di akherat kelak. Kadang-kadang peraturannya didasarkan pada politik rasioal. Rakyat diharuskan tunduk dengan harapan yang digantungkan kepada si pengatur setelah dia mengetahui apa yang baik bagi mereka. 32
Dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun menuliskan pada Bab Ketiga tentang dinasti, kerajaan, khilafah, pangkat pemerintahan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan itu, yaitu pada pasal Peradaban Manusia sebagaimana berikut : Organisasi sosial masyarakat menjadi keharusan bagi manusia. Tanpa organisasi itu, eksistensi manusia tidak akan sempurna dan keinginan Tuhan unuk memakmurkan dunia dengan makhluk manusia, dan menjadikan mereka khalifah di muka bumi ini tidak akan berhenti. Inilah arti sebenarnya dari peradaban (umran), yang menjadi pokok permasalahan 33
32 Ibid......, hlm. 232. 33 Ibid......, hlm. 72. lii Bahwa sesungguhnya organisasi sosial kemasyarakatan adalah keharusan. Para ahli hukum menyatakan bahwa manusia adalah bersifat politis menurut tabiat- nya. Hal ini berarti manusia memerlukan organisasi kemasyarakatan (tatanan dan atau hukum), yang oleh para filsof dinamakan Kota. Lebih lanjut Ibnu Khaldun menegaskan bahwa ketetapan hukum politik harus bisa diterima dan diikuti rakyat, sebagaimana terjadi di bangsa Persia dan bangsa- bangsa lain. Tidak ada suatu negara bisa tegak dan kuat tanpa hukum. Hukum Allah berlaku bagi orang-orang yang telah berlalu dan yang kemudian. Dalam dunia ekonomi, perniagaan, tanah perkebunan dan pertanian, kaum kapitalis dari kalangan penduduk kota membutuhkan proteksi dan wibawa. Hal ini diindikasikan oleh persaingan mereka dengan para Amir dan Raja, yang selanjutnya menjadi permusuhan sebagai watak manusia. Kebanyakan kebijakan pemerintah tidak adil, karena keadilan yang murni hanya didapat dalam khilafah yang legal, khilafah syariah, yang jarang diwujudkan. Lebih lanjut Ibnu Khaldun menulis bahwa perdagangan raja akan merusak perdagangan rakyat dan akhirnya mengecilkan pendapatan pajak. Hal ini disebabkan oleh; Pertama, kompetisi Raja dengan rakyat terjadi tidak seimbang karena perbedaan modal antara raja dan rakyat yang berdagang. Kedua, raja kadagkala memaksa para pedagang untuk menjual dagangannya kepada raja dengan harga murah atau dengan merampas tanpa imbalan apapun. Ketiga, produksi pertanian dan kerajinan seperti sutra, jagung, madu, gula dan lain-lain dipaksakan untuk dibeli oleh rakyat karena desakan kebutuhan negara. Keempat, barang dagangan raja bebas dari pajak dan bea-cukai. Maka pola bisnis negara secara berlebihan, akan memberikan liii implikasi destruktif bagi peradaban (umran) dan mengancam disintegrasi bangsa. Yang perlu dilakukan raja untuk meningkatkan pendapatannya adalah cukup dari pajak, bukan dengan melakukan perdagangan. Karenanya, pemilik harta dan kekayaan membutuhkan kekuatan untuk melindunginya, di samping wibawa yang diperolehnya dari orang yang memiliki hubungan dekat dengan raja, atau solidaritas sosial di mana raja akan dihormati. Maka kesejahteraan dan kedamaian yang tercapai di bawah kepastian keadilan hukum. 34
Mengenai kuat dan lemahnya suatu negara, banyaknya jumlah suatu bangsa atau generasi, ukuran kota besar atau kota kecil, serta banyaknya kekayaan dan ketenteraman merupakan faktor-faktor fundamental yang saling berhubungan, sebab negara dan kedaulatan merupakan bentuk akan ciptaan dan peradaban (umran), di mana semuanya rakyat. Sementara, kota menjadi materi bagi negara dan kedaulatannya. Untuk pajak kembali ke rakyat dan kekayaan mereka biasanya datang dari perdagangan dan kegiatan komersial. Bila raja melimpahkan pemberian dan uangnya kepada rakyatnya, hal itu akan menyebar di kalangan mereka. Ia datang dari mereka melalui pajak dan pajak tanah, jibayah dan kharaj, serta kembali kepada rakyat berupa pemberian-pemberian. Kekayaan rakyat berhubungan nisbah kepada
34 Ibid......, hlm. 353. liv keuangan negara. Sebaliknya, keuangan negara berhubungan kepada kekayaan rakyat. Asal dari semuanya itu adalah peradaban. 35
Puncak dari peradaban umranadalah hadlarah dan kemewahan. Bahwa bila peradaban telah mencapai puncak peradaban, ia akan berubah menjadi korupsi dan mulai menjadi tua, seperti umur alami bagi makhluk hidup. Lebih dalam menurut Ibnu Khaldun, moral yang dihasilkan dari kekayaan dan kemewahan identik dengan korupsi. Sebab manusia dikatakan sebagai manusia karena kemampuannya menyerap segala manfaat yang berguna bagi dirinya dan menghindar dari segala bahaya, serta karakternya dikendalikan untuk membuat usaha. Dalam hal ini, seorang yang sudah maju tidak mampu secara sendirian mengurusi kebutuhannya. Oleh karena itu, terlalu lemah disebabkan kemewahan yang telah dia nikmati atau oleh karena gensi, disebabkan dia sudah terdidik dalam kekayaan dan kemewahan, yang akhirnya terhina. Dia juga tidak mampu menolak mara bahaya karena kehilangan keberanian sebagai akibat kemewahan, maka dia akan selalu korup bahkan dalam hal agamannya juga. Bila manusia telah rusak dalam kemampuannya, kemudian karakter dan agamanya, maka kemanusiaan telah rusak dan korup. Mereka yang berada dalam dinas ketentaraan pemerintah, yang terdidik hidup disiplin dan keras, lebih bermanfaat dari orang-orang yang terdidik atas hadlarah dan telah menyerap sifat- sifat pembawaannya. Hal ini dapat dijumpai pada sebuah dinasti. Dan sudah jelas
35 Ibid......, hlm. 432. lv bahwa hadlarah merupakan titik henti dalam kehidupan peradaban, umran dan negara daulah. 36
2. Konsep Ibnu Khaldun Tentang Keadaan Sosial Keadilan sosial adalah keadilan yang didasarkan pada norma-norma dan nilai- nilai agama, terlepas dari nilai yang mengejawantahkan dalam hukum dan politik dipersiapkan untuk menerima melalui adat kebiasaan, sikap positifnya atau lainnya. Bagi para teolog dan filosof muslim, keadilan adalah suatu konsep yang abstrak dan idealis, diungkapkan dalam istilah-istilah yang unggul dan sempurna. Mereka tidak berusaha serius melihat keadilan sebagai suatu konsep yang positif serta menganalisannya dari sudut kondisi-kondisi sosial yang ada. Mereka memang adakalanya mengacu pada ide-ide skeptik dan atheis (zindiq) yang nampaknya telah mempersoalkan validitas nilai-nilai yang berasal dari wahyu serta meneguhkan suatu standar naturalistik bagi urusan-urusan manusia, akan tetapi statemen mereka yang tidak signifikan belum sampai pada sorotan kecuali referensi-referensi yang adakalanya samar-samar dalam karya-karya musuh mereka, lebih menarik untuk menyangkal doktrin-doktrin atheistik daripada dalam statemen lengkap tentang pandangan-pandangan yang atheistik 37 . Yusuf Qardhawi, menyatakan bahwa sesungguhnya kebebasan yang disyariatkan Islam dalam bidang ekonomi bukanlah kebebasan mutlak yang terlepas dari setiap ikatan, tetapi ia adalah kebebasan yang terkendali, terikaat dengan keadilan yang diwajibkan oleh Allah. Hal ini karena dalam tabiat masyarakat ada
36 Ibid......, hlm. 437. 37 Ibid......, hlm. 438. lvi semacam kontradiksi yang telah diciptakan Allah padanya, suatu hikmah yang menjadi tuntutan pemakmuran bumi dan kelangsungan hidup 38
Keadilah dalam Islam adalah fondasi dan pilar penyangga kebebasan ekonomi yang berdiri di atas pemuliaan fitrah dan harkat manusia. Ketika Allah memerintahkan tiga hal, maka keadilan merupakan hal pertama yang disebutkan. Sebagaimana Firman Allah : Ep) -.- NON`4C ;^) ^}=O;Oe"-4 ^<.4-C)4 OgO _.O^- _OeuL4C4 ^}4N g7.4=E^- @OE:4^-4 +/^4l^-4 _ 7Og4C :^U ]NO-EO> ) : (
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran 39
Ketika Allah memerintahkan dua hal, maka keadilan merupakan salah satu hal yang disebutkan. Sebagaimana Firman Allah : Ep) -.- 7NON`4C p W-1E> ge4L4`- -O) _)Uu- -O)4 +;O 4u-4 +EEL- p W-O7^4` ;^) _ Ep) -.- +gg^ 7Og4C gO) Ep) -.- 4pE OgE- -LOO4 ) :( Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
38 Jusuf Qordhawi, Peranan Nilai dan Moral dalamPerekonomian Islam. (Jakarta: Robbani Press, 1997), hlm. 383. 39 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, lajnah pentashih mushaf Al-Quran, Bandung, 2005, hlm. 278 lvii diantara manusia suupaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengan lagi Maha Melihat 40
Dan ketika Allah memerintahkan satu hal, maka keadilan merupakan hal yang diperintahkan tersebut. Sebagaimana firman Allah : =O O).4O OO^) W W-O1g4 7-ON_N LgN ] lO4` +ONNu1-4 --)U^C` N. 4g].- _ E 74 4p1ON> ) :( Artinya : Katakanlah: Tuhan menyuruh menjalankan keadilan. Dan (katakanlah): Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepada-Nya) 41
Sesungguhnya tauhid sendiri merupakan tauhid sendiri merupakan inti dari ajaran Islam dan sekaligus sebagai fondasi bangunannya. Di antara yang menunjukkan perhatian Islam terhadap keadilan adalah pelarangan terhadap kedzaliman, penegasan larangan terhadapnya, kecaman keras terhadap orang-orang yang dzalim, dan ancaman terhadap mereka dengan siksaan yang paling keras di dunia dan di akherat. Dalam Al-Quran disebutkan : W-744O_4 lOj1c Oj1c _Uu1g)` W ;} E4N EU;4 +NO;_ O>4N *.- _ +O^^) OUg47 4-g)U-- ) : ( Artinya : Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. 42
40 Ibid., hlm. 88 41 Ibid...., hlm. 154 42 Ibid..., hlm. 370 lviii Pandangan Ibnu Khaldun tentang keadilan tampaknya berasal dari kajian dan pengalaman pribadinya dengan kekuatan-kekuatan terhadap masyarakat yang terlepas dari tradisi-tradisi Islam. Dengan relatifitas pandangan masing-masing peneliti, ada yang menilai dengan metode induktifnya karena menggunakan konsep sekuler, misalnya ashabiyah (suatu bentuk solidaritas sosial berdasarkan hubungan sanak keluarga), dan menganggapnya kembali suatu pandangan bahwa ia dibesarkan dalam suatu tradisi hukum Islam dan filsafat serta memformulasikan teori-teori tentang masyarakat pada dasarnya di dalam konteks tradisi Islam. Pada edisi terakhir Muqaddimah, terkandung sejumlah statement mengenai beragam cabang ilmu pengetahuan Islam yang telah ditambahkan setelah ia tinggal dan menetap di Mesir. Memang tidak mudah untuk mengetahui tingkat kesetiaan Ibnu Khaldun pada tradisi-tradisi; karena alasan ini pula maka al-Muqaddimah mesti dibaca secara keseluruhan untuk memahami konsep-konsep sosialnya. Karena dalam kajian yang berurusan dengan konsep keadilan, sebuah jawaban tentang apakah konsep tentang keadilannya benar-benar sekuler atau religius, dapat diberikan hanya mungkin dari perspektif khusus ini. Dalam Al-Muqaddimah-nya, keadilan didiskusikan sebagai suatu konsep sosial dalam konteks suatu teori tentang masyarakat yang prosesnya ditentukan oleh faktor-faktor sosial yang melampaui kontrol seorang manusia. Dengan kata lain, suatu konsep tentang keadilah boleh jadi dianggap suatu apoligia karena ketidakmampuannya mengontrol kekuatan-kekuatan sosial dan memperbaiki kedzaliman-kedzaliman yang berasal dari mereka. Sebagai seorang hakim yang harus melaksanakan keadilan yang obyektif, ia mengambil pesan seorang partisipan dalam lix suatu proses sosial yang ia coba untuk mempengaruhinya sesuai dengan skala keadilan yang digenggamnya. Dalam kapasitas itu, ia tidak harus berlama-lama tunduk pada suatu pandangan yang determenistik tentang suatu proses sosial. 43
Dari uraian di atas, salah satu aspek penting dalam hukum, yakni aspek kekuatan sosial tampak mejadi perhatian utama Ibnu Khaldun. Berangkat dari konsep umran, Ibnu Khaldun sangat menekankan sebuah arti keadilan. Keadila dalam menjalankan proses sosio-ekonomi, sehingga menjadi suatu pedoman hukum yang pasti. Sedangkan teori mengenai perkembangan ekonomi masyarakat terhadap keadilan dalam al-Muqaddimah, yang merupakan perhatian utama Ibnu Khaldun adalah suatu analisa tentang masyarakat besar, dimana strukturnya dan kekuatan- kekuaatan sosialnya mempengaruhi kehidupan dan nasib manusia. Dalam struktur, unit dasarnya adalah negara (dalam pengertian sempit) sebagaimana dipergunakan Ibnu Khaldun secara khusus untuk menunjuk suatu pemerintahan atau rezim politik. Suatu masyarakat besar (negara Islam) terdiri atas suatu ragam negara-negara, sebagian beada di puncak kekuasaan, yang lain berada dalam dekadensi, dan yang lain masih dalam proses pembinaan. Negara sebagai suatu unit, bagaikan suatu individu, memiliki rentangan hidup terbatas (rentangan masing-masing adalah tiga generasi, atau secara kasar selama 120 tahun). Akan tetapi, Islam sebagai suatu masyarakat besar akan selalu eksis.
43 Ibnu Khaldun, Muqoddimah, hlm. 347 lx Perubahan-perubahan dalam masyarakat, termasuk bangkit dan jatuhnya negara-negara disebabkan oleh kekuatan-kekuatan sosial utama di dalam masing- masing unit. Kekuatan-kekuatan ini identik dngan ashabiyah dan agama, yang pertama (suatu bentuk solidaritas sosial), mungkin dijumpai di kalangan masyarakat nomaden dan cenderung untuk menggerakkan nafsu paling kuat terhadap perang dan destruksi, menggiring pada konflik tetap di antara mereka. Pada sisi yang lain, agama adalah suatu perasaan spiritual dari persaudaraan yang mungkin menjadi matang dalam komunitas-komunitas tidak berpindah, dan oleh karena itu merupakan kekuatan yang lebih lunak daripada ashabiyah. Akan tetapi manakala dikombinasikan dengan ashabiyah di kalangan nomaden, sebagaimana dalam suatu kasus adopsi Islam oleh masyarakat suku (bangsa) Arab, ia menciptakan suatu kesatuan tujuan dan menggiring pada berdirinya masyarakat Islam. Bagaimanapun, agama dan ashabiyah tidak selalu bekerja serempak. Dalam masyarakat Islam, kesatuan antara agama dan ashabiyah berakhir hanya tiga dekade setelah bangkitnya Islam, lainnya berubah menjadi pemerintahan temporal di bawah Daulah Umayyah, yang menekankan suatu bentuk dinasti pemerintahan. Dari waktu itu, suatu kesatuan antar agama dan ashabiyah mulai runtuh berantakan dan suku- suku nomaden mulai bangkit kembali pada ashabiyah untuk melanjutkan eksistensi mereka. Islam sebagai suatu agama, bagaimanapun terus eksis sebagai kekuatan sosial. Para penguasa mencoba memberdayakan hukum, akan tetapi cita-citanya ditinggalkan, digantikan oleh kebiasaan-kebiasaan sosial dan kepentingan diri sendiri kepada otoritas. Akibatnya, ashabiyah tetap sebagai kekuatan tunggal yang sangat lxi potensial yang mendorong suku-suku nomaden melanjutkan periodik mereka pada komunitas-komunitas urban dan ahirnya kebangkitan dan kejatuhan suatu negara terjadi dalam ayunan penuh. 44
Dalam ranah ekonomi, posisi negara seharusnya bisa memberikan motivasi kepada individu untuk terus berusaha dalam lapangan ekonomi, dengan memberikan batasan dan norma hukum tentang apa saja yang boleh dan apa saja yang tidak boleh. Negara tidak diperkenankan melakukan pembatasan terhadap usaha-usaha kultural atau swasta dengan pembebanan pajak atau bea cukai. Dalam kaitannya dengan hal ini Ibnu Khaldun menulis; Pajak kemudian pada era Raja menjadi hal yang sepihak, tanpa ada persetujuan dari rakyat. Padahal syariat hanya membatasi pada zakat, shadaqah, mal jizyah, dan kharaj. Dalam koridor sunnah ini, pembebanan individu masih belum memberatkan, sebagaimana bangsa Badui yang nomaden, yang sangat menghargai kemerdekaan individu dan saling menghargai dalam kemiskinan. Karena fase kemewahan sudah dicapai, maka pajak kemudian ditingkatkan dengan kebutuhan negara yang semakin kompleks. Sehingga usaha-usaha kultural lenyap sebagai pengganti pajak yang tidak seimbang dengan pendapatan rakyat. Dan akhirnya peradaban (umran) hancur atas lenyapnya perangsang untuk melakukan aktifitas- aktifitas kultural atau swasta. Padahal pendorong paling kuat bagi aktifitas kultural atau swasta adalah mengadakan pengurangan sebisa mungkin atas jumlah kewajiban yang dipungut dari orang-orang yang andil dalam usaha- usaha kultural. 45
Menurut Ibnu Khaldun, tiga tipe negara bisa dibedakan atas dasar skala-skala mereka tentang keadilan. Pertama, kategori negara-negara yang tatanan publiknya benar-benar berasal dari sumber-sumber wahyu; dan skala tentang keadilannya diabadikan dalam agama dan hukum. Kedua, negara-negara yang tatanan publiknya bergantung pada hukum-hukum yang ditetapkan oleh manusia; dan skala tentang
44 Ibid, hlm. 303. 45 Ibid.., hlm. 349. lxii keadilannya terdiri atas nilai-nilai yan benar-benar sekuler, baik yang berdasarkan norma-norma rasional atau adat istiadat. Karena nilai-nilai ini tidak berasal dari hukum dan agama, maka suatu skala tentang keadilan benar-benar tidak sempurna, karena hanya Allah dan Rasul-rasul-Nya yang membekali suatu standar yang sempurna dan ideal tentang keadilan. Oleh karena itu, jenis keadilan ini lebih banyak bergantung kepada seorang penguasa. Menurut teori, seorang penguasa yang mengklaim meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, maka sebaliknya (rakyatnya) diharapkan bersikap patuh kepada penguasanya. Ketiga, kategori negara-negara yang tatanan publiknya terdiri atas campuran hukum-hukum sekuler dan religius. Jenis tatanan ini berlaku di negara-negara Islam setelah terjadinya tranformasi dari bentuk pemerintahan khalifah ke bentuk pemerintahan raja. Prinsipnya, para penguasa terikat oleh hukum dan agama, akan tetapi pimpnan dalam praktiknya mengejar kepentingan diri sendiri, ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan sosial, syarat keamanan negara, serta ambisi para anggota keluarga istana. Berikutnya, jenis keadilan ini tidak ideal dan tidak murni rasional, melainkan merupakan suatu bentuk dari keadilan sosial atau keadilan positif, terdiri atas norma-norma dan praktik-praktik yang berlaku di masyarakat Islam. 46
Setelah Ibnu Khaldun menetap di Mesir pada tahun 784 H/ 1382 M, ia mulai memandang keadilan dari perspektif yang sama sekali berbeda. Khususnya pandangannya tentang keadilan dan nilai-nilai yang lain yang dipertimbangkan dari perspektif pengalaman-pengalamannya yang baru sebagai seorang guru dan hakim di Kairo. Setelah kedatangannya di Kairo, pertama kali ia terkesan terhadap ibu kota
46 Ibid......, hlm. 232. lxiii yang pujian tentangnya telah ia dengan sebelumnya. Di samping terpesona dengan kekayaan materialnya, kemegahan gedung-gedungnya serta pertumbuhan penduduknya, ia juga mulai mendeteksi korupsi moral dan kedzaliman-kedzaliman yang tampak dalam masyarakat, yang hampir serupa dengan pengalaman- pengalamannya selama di Afrika Barat. Sebagai seorang hakim, ia menyadari adanya berbagai penyalahgunaan dan ketidakberesan dalam administrasi keadilan yang dikemukakan dengan kaku dan tidak berpihak untuk memberdayakan suatu hukum dan berjuang melawan mereka dan menyadari bahwa keadilan merupakan pusat dalam suatu teori sosial tentang masyarakat, keadilan tampak besar pada horisonnya dan peran seorang hakim bahkan berkedudukan lebih tinggi dalam suatu tatanan sosial. Dalam otobiografinya, ia menyesalkan tersebar luasnya praktik-praktik penyuapan dan berbagai ketidakberesan dalam prosedur yudisial serta praktik-praktik korup lain yang diputuskannya agar dihentikan. Ia mengambil contoh tentang integritas dan impertialitas (sikap netral) dengan menolak untuk dipengaruhi oleh tekanan-tekanan personal atau politik atau melalui praktek penyuapan. Sikapnya yang netral ditunjukkan dengan memperlakukan semua golongan yang berselisih secara sama, apakah penggugat maupun terdakwa. Ia menolak kesaksian para saksi yang terbukti tidak memenuhi klasifikasi-klasifikasi yang disyariatkan dan ia menerapkan keputusan-keputusan yang bebas untuk ditentukan atau dipilih (tazir) guna mengendalikan penindasan dan kedzaliman. Karena kekerasan sikap dan lxiv ketidakberpihakannya ini, akhirnya ia harus membayar mahal dengan pemecatannya dari jabatan sebanyak empat kali. 47
Dari uraian di atas, dapat ditarik garis besarnya, bahwa kemampuan suatu negara mengatur tata sosio-ekonominya adalah sangat penting. Penekanan Ibnu Khaldun terhadap ashabiyah mengindikasikan hal tersebut. Kesatuan politik yang lebih dahulu diikat dengan rasa kebersamaan atas dasar persamaan-persamaan kultur menjadi landasan bagi berdirinya suatu masyarakat politik dan hukum yang kuat. Dari sini bisa dibaca, bahwa peranan hukum tidaklah terlalu diperinci oleh Ibnu Khaldun dalam struktur dan aturan-aturan sebagai hukum positif. Ibnu Khaldun tidak pernah memasuki pemikiran-pemikiran ekonomi abstrak. Ia hanya berbicara hukum ekonomi pada tataran praktis lapangan, seperti ekonomi sebagai dasar dari alasan- alasan politik dan juga fenomena-fenomena elementer dalam ekonomi, seperti geografis masyarakat, pertanian, peggembalaan dan teknik. Seperempat abad dari akhir kehidupannya, digunakan Ibnu Khaldun untuk aktifitas peradilan dan di dalam kelas, yang pada dasarnya berhubungan dengan pengajaran dan penerapan hukum dalam suatu usaha untuk menunjukkan bahwa pencapaian keadilan merupakan suatu kunci untuk merahabilitasi kondisi-kondisi sosial. Jadi, tugas di Mesir ini tidak untuk menjelaskan suatu konsep baru tentang keadilan, ia sudah tentu memperlakukan suatu aspek teoritis dalam Al-Muqaddimah, akan tetapi untuk menerapkan suatu standar tentang keadilan seperti yang eksis pada
47 Ibid......, hlm. 257. lxv zamannya. Ia terbukti loyal terhadap Islam melalui usahanya yang sungguh-sungguh untuk mengejar keadilan prosedural yang nyaris sempurna. 48
B. Beberapa Teori Ibnu Khaldun dalam Bidang Ekonomi Ada beberapa teori Ibnu Khaldun mengenai hukum-hukum yang mengendalikan perkembangan ekonomi, yaitu: 1. Hukum Pembagian Kerja Dalam kedudukannya sebagai individu, manusia diciptakan dalam keadaan lemah dan menjadi kuat dengan keterleburannya dalam masyarakat. Kesadaran akan kelemahan dirinya pada waktu berada diluar masyarakat mendorongnya untuk bekerjasama dengan orang lain dalam menanggung beban kehidupan Teks diatas menunjukkan secara jelas dan teliti bahwa factor utama yang membuat manusia mampu menanggung kehidupan sosila adalah kerjasama ekonomis. Kerjasama ini sendiri diperlukan karena ada pembagian kerja. Menurut Ibnu Khaldun, seperti yang ia kemukakan dalam bab kelima Al- Muqaddimah, ada tiga katagori dalam pembagian kerja, yaitu: a. Pertanian. Pekerjaan ini menurut Ibnu Khaldun, tidak memerlukan ilmu, dan ia merupakan Penghidupan orang-orang tidak punya dan orang-orang sehat. Oleh karena itu, pekerjaan ini jarang dilakukan oleh orang kota dan orang- orang kaya. Disini kelihatan Ibnu Khaldun meletakkan pertanian pada pekerjaan yang lebih rendah disbanding pekerjaan lainnya.
48 Gaston Bouthoul. Teori-Teori Filsafat Sosial Ibnu Khaldun, (Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1998), hlm. 48. lxvi b. Perdagangan. Pekerjaan ini dilakukan setelah adanya pertanian. Para petani mendapatkan hasil pertanian melebihi kebutuhan. Oleh karena itu mereka menukarkan kelebihan itu dengan produk-produk lain yang mereka butuhkan. Perdagangan adalah pembelian dengan harga murah dan penjualan dengan harga mahal c. Perindustrian. Pekerjaan ini dilakukan pada peringkat budaya lebih tinggi dan kompleks ketimbang pertanian dan perdagangan. Dan pekerjaan ini hanya terdapat pada kawasan-kawasan dimana penduduknya telah mencapai peringkat kebudayaan yang cukup maju. Spesialisasi dibidang industri tidak hanya bercorak individual, tapi juga bercorak regional, atau dengan kata lain ada kawasan tertentu yang memiliki keahlian dalam bidang industri, sementara dikawasan lainnya memiliki keahlian dalam industri lainnya sesuai dengan kesiapan masing-masing kawasan 2. Teori Nilai Atas dasar apakah nilai dibatasi? Mengenai hal ini ada empat pendapat: a. Pendapat yang menyatakan adanya dampak biaya produksi atas nilai. b. Pendapat yang menyatakan tentang pentingnya unsure kerja dalam biaya produksi dan nilai. c. Pendapat yang menyatakan bahwa nilai timbul akibat terjadinya interaksi antara faktor penawaran dan faktor permintaan. d. Pendapat yang menyatakan bahwa nilai barang-barang satu sama lainnya saling berkaitan. lxvii Dari pembahasan mengenai masalah ini, jelas Ibnu Khaldun menyatakan pendapatnya dengan jelas dalam sebuah pasal Al-Muqaddimah dengan judul Realitas Rejeki dan Pendapatan dan Uraian tentang Keduanya serta bahwa Pendapatan adalah Nilai Kerja Manusia. 3. Teori Harga Yang mengendalikan harga, menurut Ibnu Khaldun adalah penawaran dan permintaan. Jadi bilamana permintaan meningkat, maka hargapun akan meningkat pula. Sebaliknya bilamana permintaan menurun, harga pun akan menurun. Dalam hal ini kemanfaatanlah yang menggerakkan permintaan. Dengan kata lain, bilamana kemanfaatan sesuatu adalah besar, maka permintaan juga akan semakin besar, demikian pula sebaliknya. Ibnu Khaldun membedakan antara kebutuhan primer dan sekunder, dan ia membedakan antara pasar kota-kota yang banyak penduduknya dan pasar-pasr yang sedikit penduduknya, dari segi penerapan hukum penawaran dan permintaan. Kata Ibnu Khaldun dalam sebuah pasal Al- Muqaddimah denagan judul tentang Harga di Kota. Di kota-kota besar, penawaran lebih besar dari pada permintaan, sehingga harga barang-barang priomer sebagai kebutuhan sehari-hari pun murah. Sedang mengenai barang-barang sekunder, dalam hal ini permintaan lebih besar dari pada penawaran, sehingga harganya pun mahal. Sebaliknya di kota-kota kecil, di sini barang-barang primer lebih mahal daripada di kota-kota besardan barang-barang sekunder lebih murah. Dikota-kota kecil produksi bahan-bahan makanan terbatas, sehingga orangpun berupaya membelinya untuk disimpan. Sementara barang- lxviii barang sekunder banyak didapatkan, sebab permintaan atas barang-barang ini lebih banyak terjadi di kota-kota besaryang lebih maju. 4. Faktor-faktor Produksi Menurut Ibnu Khaldun, yang menjadi factor-faktor produksi adalah alam, pekerjaan dan modal, yang terbentuk dari dua factor sebelumnya. Urutan ketiga factor ini, dari masa ke masa selalu berubah. Ketiga faktor ini sendiri telah di kemukakan oleh Ibnu Khaldun. Factor-faktor tersebut adalah: pertama, alamlah yang membekali manusia dengan materi yang adakalanya dapat ia pergunakan secara langsung dan adakalanya pula setelah ia olah. Kedua, yaitu pekerjaan, hal ini telah diuraikan diatas dalam teori nilai. Namun disini perlu ditambahkan bahwa faktor ini merupakan faktor utama yang melebihi kedua faktor lainnya. Faktor pekerjaan mempunyai kelebihan dengan coraknya yang positif, dan ia merupakan factor yang selalu ada dalam semua bentuk produksi, malah hasil alam tidak mungkin diperoleh tanpa pekerjaan. Pada masa Ibnu Khaldun sendiri, pekerjaan mengungguli factor-faktor produksi lainnya, demikian pula factor ini tidak terpisah dari modal, sebab ketika itu, pemilik modal juga bekerja. 49
C. Pengaruh Hukum dalam Pembangunan Ekonomi Negara 1. Arti Pengaruh dan Fungsi Hukum Ekonomi Pengaruh dalam pembahasan ini diartikan sebagai peranan positif, karena adanya hukum yang terdiri dari berbagai norma itu, maka keberadaanya saja sudah
lxix mempunyai peranan. Ini sesuai dengan fungsi hukum sebagai pernyataan yang berisi petunjuk tingkah laku manusia, alat untuk menyesuaikan konflik dan alat untuk rekayasa sosial ekonomi. Jadi, dari fungsi hukum itu sendiri sudah sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia, utamanya dalam kehidupan ekonomi. Fungsinya adalah untuk mengusahakan kesejahteraan seluruh umat manusia. Fungsi di sini adalah sebagai kerangka yang berwujud peraturan yang membimbing, memberikan pedoman sanksi dan alat untuk merekayasa kehiduupan sosial. Obyeknya adalah segala segi kehidupan manusia, utamanya kegiatan manusia dalam kehidupan ekonominya. Dalam perkembangannya, definisi pembangunan ekonomi diwujudkan dalam upaya meniadakan, setidaknya mengurangi kemiskinan, pengangguan dan ketimpangan. Hal ini dilatarbelakangi realita bahwa implementasi strategi anti kemiskinan, orientasi pada kesempatan kerja dan pemerataan pembangunan sering hanya berhenti sebagai retorika politik penguasa. 50
Sejarah mencatat munculnya paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan distribusi kebutuhan pokok, pembangunan mandiri, pembangunan berkelanjutan terhadap alam, pembangunan memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut etnis. Artinya bahwa, kontribusi mengenai pembangunan tidak berbicara dalam konteks aktual, namun lebih membahas apa yang harus dilakukan. Sehingga harus ada kombinasi berbagai paradigma dalam formulasi maupun implementasi kebijaksanaan. Pembangunan sebagai proses multidimensi
50 Suhardi, Karya Ilmiah Sosial : Menyiapkan, Menulis dan Mencermati, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2007), hlm. 27-28. lxx yang mencakup tidak hanya pembangunan ekonomi, namum juga perubahan- perubahan utama dalam struktur sosial dan perilaku. Maka, bila dikaitkan dengan kegiatan ekonomi yang pada hakekatnya adalah kegiatan yang menjalankan perusahaan, yaitu suatu kegiatan yang mengandung pengertian bahwa kegiatan dimaksud harus dilakukannya adalah a. Secara terus menerus, dalam pengertian tidak terputus-putus. b. Secara terang-terangan, dalam pengertian sah (bukan ilegal). c. Dan kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memperoleh keuntungan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Istilah perusahaan atau menjalankan perusahaan tersebut merupakan istilah pengganti pedagang, kegiatan perdagangan. Penggantian istilah tersebut merupakan satu pembaharuan yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara teoritis maupun praktis. 51
Secara umum, dapat dikatakan bahwa perbuatan-perbuatan di bidang ekonomi merupakan perbuatan hukum yang bersifat netral, artinya bahwa perbuatan- perbuatan hukum yang terjadi pada bidang ekonomi merupakan hukum yang mengandung nilai-nilai netral. Meskipun demikian, perbuatan hukum tersebut tidak sama sekali bebas nilai. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah peraturan-peraturan yang ada, yang diciptakan oleh negara mampu memenuhi kegiatan ekonomi pada umumnya dan kegiatan usaha pada khususnya. Peranan hukum dalam kegiatan ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari dua sisi, dalam dua kepentingan yang setara, yaitu : a. Hukum dilihat dari sisi pelaku ekonomi
51 Hartono, Hukum Asuransi, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hlm. 9. lxxi Berangkat dari tujuan ekonomi itu, sesungguhnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, maka hukum semata-mata dipandang sebagai faktor eksternal yang bermanfaat dan dapat dimanfaatkan dalam rangka mengamankan kegiatan dan tujuan ekonomi yang akan dicapai. b. Hukum dipandang dari sisi negara atas pemerintahannya Hukum dapat dimanfaatkan untuk menjaga keseimbangan kepentingan dalam masyarakat. Hukum dipahami sebagai alat untuk mengawasi seberapa jauh terjadi penyimpangan terhadap perilaku para pelaku ekonomi terhadap kepentingan lain yang lebih luas. 52
Kegiatan ekonomi yang terjadi di masyarakat pada hakekatnya merupakan berbagai perbuatan hukum yang luar biasa anyak, jenis, ragam, kualitas dan variasinya, yang dilakukan oleh antar pribadi, antar perusahaan, antar negara dan antar kelompok dalam berbagai volume dengan frekuensi yang tinggi setiap saat di berbagai tempat. Perbuatan-perbuatan hukum yang demikian tentu saja dapat menimbulkan atau melahirkan berbagai akibat hukum yang sangat luas, dengan frekuensi yang tinggi pula, yang akhirnya menjadi hak dan tanggung jawab bagi banyak pihak dengan berbagai bentuk dalam berbagai variasi. Selanjutnya hukum dalam konteks hukum bisnis pada era globalisasi dan teknologi, pola kerjasama yang disepakati tersebut pada dasarnya mengacu pada satu hal yaitu diciptakannya pasar bebas atau liberasi pasar. Dengan demikian proyeksi untuk sampai dua dekade yang akan datang sangat perlu dilakukan, yaitu dalam rangka mengadakan antisipasi yang cermat. Antisipasi yang cermat adalah penting
52 Ibid..., hlm. 15. lxxii karena situasi masa depan akan menimbulkan berbagai perubahan terhadap semua aspek kehidupan, tidak semata-mata pada aspek kegiatan ekonomi saja, melainkan meliputi pula berbagai aspek hukum. Maka, hukum sebagai nilai-nilai yang menggambarkan abstraksi di nurani manusia dan kemanusiaan mengenai adil tidak adil, benar tidak benar, sah tidak sah, patut dan tidak patut, pada hakekatnya mampu menjawab atas persoalan di atas. Dengan menggunakan konsep umran, Ibnu Khaldun mencoba memasukkan unsur hukum sebagai sebuah batasan baik bagi pemerintah maupun oleh rakyatnya. Semua itu diarahkan demi terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran perdagangan yang bergantung kepada produktifitas dan usaha manusia dalam semua arah. Karena itu apabila orang mandeg dalam mencari penghidupan dan hanya berpangku tangan untuk memperoleh pekerjaan, maka pasar-pasar peradaban, umran akan merosot dan setiap hal akan runtuh. Rakyat akan berpencar ke seluruh pelosok daerah untuk mencari penghidupan. Sehingga ketidakteraturan status raja dalam sebuah negara muncul dan mengakibatkan disintegrasi. Ketika pilar umran (peradaban) ini hancur juga, maka semua bangunan peradaban akan hancur pula 53
Secara rinci, hukum akan menempatkan diri sebagai seperangkat peraturan yang di dalamnya mengandung nilai-nilai, antara lain : a. Pemanfaatan IPTEK secara maksimal yang tidak membahayakan manusia dan kehidupan. b. Tidak melanggar kepentingan dan berbagai hak-hak pribadi maupun publik atau masyarakat.
53 Ibnu Khaldun, Muqoddimah, hlm. 360. lxxiii c. Pengakuan dan prosedur pengakuan hak oleh negara di bidang hak milik intelektual. d. Pengaturan tentang atau mengenai keseimbangan antara kepentingan publik terhadap kepentingan individu dan sebagainya, sebagai keseimbangan kepentingan para pihak e. Mengingat luasnya dan sekaligus tipisnya batas antara nilai kemanfaatan dengan dampak dari teknologi, maka sangat dibutuhkan berbagai aspek hukum, sekaligus untuk mengatur penggunaan teknologi pada umumnya, baik aspek hukum publik (aspek pidana dan administrasi) maupun aspek hukum pribadi atau privat. f. Pengakuan dan prosedur pengakuan hak oleh negara di bidang intelektual. 54
Dengan adanya kemungkinan penyalahgunaan teknologi dan sabotase hak kreatifitas kebendaan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi pula. Maka hukum muncul sebagai kekuatan yang memberikan solusi. Solusi yang diberikan oleh hukum dalam hal ini adalah : a. Memberikan rambu-rambu dengan mengatur keseimbangan kepentingan berbagai pihak terhadap pemanfaatan komoditi baru, antara lain di dalam peraturan tentang hak milik intelektual. b. Memberikan pengakuan terhadap penemu, pencipta sebagai pemilik yang berhak, antara lain dalam Undang-Undang Hak Paten dan Hak Cipta. c. Memberikan perlindungan terhadap pelanggaran hak dan sebagainya terhadap semua pihak yang beritikad buruk, adalah dapat akomodir melalui undang-
54 Hartono, Hukum Asuransi....,hlm. 30. lxxiv undang perlindungan konsumen, Undang-Undang persaingan sehat dan Undang-Undang usaha kecil. Realisasi partisipasi hukum terhadap kemajuan dan perkembangan teknologi, adalah dengan mengatur tentang : a. Pengakuan dan pemberian hak terhadap penemuan, pemakaian dan peredaran teknologi baru. b. Melindungi terhadap yang berhak mengadakan dan mengedarkan dan pemakai yang sah. c. Mengatur tentang transaksi teknologi baru yang bersangkutan dengan tujuan menjaga keseimbangan kepentingan yang mungkin berbenturan dan pertentangan yang mungkin timbul. 55
Jadi pada dasarnya, hukum yang merupakan satu kesatuan nilai yang abstrak mencoba melindungi semua pihak di dalam masyarakat itu sendiri dan semua kepentingan di dalam masyarakat untuk sebesar-besarnya kepentingan kemanusiaan. Hukum harus mampu memberikan nuansa aman di dalam tata pergaulan kehidupan masyarakat. Mengingat bahwa teknologi tidak saja membawa manfaat pada kehiduupan manusia, tetapi dapat menimbulkan malapetaka yang fatal sifatnya. Perlindungan tersebut antara lain Undang-Undang di bidang lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam. Dari uraian di atas, maka negara dalam hal ini sebagai institusi pemerintahan suatu bangsa harus mampu mengakomodasikan berbagai kepentingan warganya,
55 Ibid., hlm. 32. lxxv khususnya dalam kegiatan ekonomi. Karena dalam serkulasi perekonomian, negara bertanggungjawab dalam menjaga dan melindungi stabilitas keamanan kegiatan ekonomi masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa kemakmuran atau kemajuan bangsa ditentukan oleh naiknya kesejahteraan warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dan masa depan generasinya. 2. Berbagai Teori dan Paham Hukum yang Relevan Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi masih dalam kerangka teori hukum, meskipun obyeknya adalah kegiatan ekonomi. Teori hukum yang pertama, ada 3 ajaran tentang 3 lapisan teori hukum, yakni mengenai filsafat hukum, teori hukum, dan dogmatika hukum. Adapun landasan-landasan teori hukum yang relevan antara lain : a. Sebagai landasan filosofis, maka diletakkan rechtfilosofie atau filsafat hukum (ilmu yang mendasar dan mencari makna terdalam dan dalam batasan-batasan kaidah hukum). b. Di atasnya diletakkan rechttheori in enge zin atau teori hukum sempit (mempelajari gejala-gejala umum hukum positif yakni mengenai pengertian- pengertian dalam hukum, definisi berbagai bagian hukum, perbedaan antara aturan hukum tertentu dengan asas-asas hukum, sifat kaidah hukum, sistem hukum dan keberlakuan hukum). c. Di atasnya lagi terdapat rechtwetenschap atau ilmu pengetahuan hukum yang terdiri dari : lxxvi 1) Rechtdogmatick (dogmatika hukum), obyeknya adalah tentang hukum positif atau tentang konsep aturan hukum yang ada dan berlaku. 2) Rechtgeschideris (sejarah hukum). 3) Rechtsvergelijking (perbandingan hukum). 4) Rechtssociologie (sosiologi hukum). 5) Rechtspsykologie (psikologi hukum). 56
Rechtwetenschap ini bersama-sama dengan rechttheori adalah juga disebut sebagai rechtheori in ruim zin atau teori hukum dalam arti luas, sehingga kita sekarang bisa membedakan arti sempit dan yang luas. Dalam kaitannya hukum pada kegiatan ekonomi dengan tujuan filsafat dari hukum itu sendiri yakni keadilan dan kesejahteraan rakyat banyak. Sedangkan pembicaraan tentang peraturan perundangan yang ada dilakukan dengan menggunakan cara seperti pembicaraan tentang dogmatika hukum dan sebagian sejarah hukum suatu negara. 57
Dalam kajian aspek-aspek hukum ini, Ibnu Khaldun sangat memahaminya. Walaupun dalam Muqaddimah ia tidak terlalu detail dan khusus menjelaskan aspek- aspek hukum, akan tetapi dari sebaran pemikirannya kita bisa mengambil pemikirannya tentang hal tersebut.Ibnu Khaldun juga mengatakan bahwa yang memegang kendali atas hukum dan pembuatan hukum Undang-Undang adalah para Khalifah sebagai pengganti dari para Nabi. Akan tetapi karena beratnya tugas
56 Ibid, hlm. 35. 57 Ibid...., hlm. 38. lxxvii khalifah, akhirnya ia harus mengangkat seorang hakim atau sebuah majlis yan dinamakan ahl al hal wa alaqd. Pada awalnya, jabatan hakim hanya mengurusi persoalan apabila terjadi gugatan. Akan tetapi perkembangan lebih lanjut, hakim mempunyai tugas dan fungsi tetap dalam menghukumi perkara. Perkara-perkara tersebut antara lain : a. Pemenuhan sebagai hak muslim. b. Menguasai harta anak yatim, orang gila, orang pailit dan tidak mampu di bawah penguasaan seorang wali. c. Mengurusi surat wasiat dan waqaf. d. Mengawinkan perempuan yang tidak punya wali. e. Mengurusi jalan serta bangunan. f. Menguji barang bukti, pengacara dan pengganti petugas pengadilan. g. Berusaha menyempurnakan pengetahuan dan pengalaman sebagai uji kontinyu terhadap kompetensi kehakiman. 58
Dari pemikiran di atas, bisa dilihat bahwa Ibnu Khaldun mencoba membuat sebuah struktur hukum yang diterjemahkan ke dalam tugas seorang hakim. Dia menggambarkan sebuah peralihan wewenang hukum yang sebenarnya dimiliki oleh Khalifah, kemudian diwakilkan kepada seorang hakim. Semua ini bagi Ibnu Khaldun adalah sebuah proses sejarah yang sedang berjalan menuju sebuah peradaban(umran). Dalam perkembangan sejarah hukum ini, banyak perubahan yang terjadi sesuai dengan watak kekuasaan.
58 Ibnu Khaldun, Muqoddimah, hlm. 268. lxxviii Pemerintahan yang mulai menuju watak menetap (urban), akan meninggalkan wataknya yang nomad. Dalam watak menetap ini, kebutuhan pemerintahan akan semakin kompleks dalam mengurusi masyarakat, karena urusan perluasan wilayah sudah dilupakan. Maka hukum pun akhirnya lebih diketatkan dan beberapa instrumen dibuat. Hakim, wazir, mawla, pengawas pasar (hisbah), polisi dan penjaga pintu gerbang (hajib). Munculnya beberapa aparat hukum dalam sebuah pemerintahan bukanlah sebuah persoalan bagi tumbuhnya peradaban. Bagi Ibnu Khaldun, semua jawaban itu bisa dijalankan asalkan tetap berpegang teguh kepada syariat dan kembali kepada masyarakat. Akan tetapi, mengikuti perkembangan suatu persoalan menjadi watak yang menetap, aparat-aparat hukum ini ternyata diciptakan untuk membatasi gerak masyarakatnya dan pada batas tertentu memberatkan kondisi sosial ekonomi mereka. Penarikan pajak, bea-cukai lewat aparat ini juga dilakukan. Dengan perkembangannya, aparat-aparat ini juga, posisi pemerintah atau raja di tengah masyarakat semakin eksklusif dengan penjagaan baik di pintu gerbang maupun di istana. Maka sistem hukum yang dibuat oleh Ibnu Khaldun adalah berlandaskan pada syariat yang telah diturunkan oleh Allah kepada para Rasul dan kemudian digantikan oleh khalifah. Inilah landasan dari semua landasan hukum akan tetapi, perkembangan zaman kemudian berimplikasi pada meluasnya pembagian tugas dan wewenang dalam hukum. Hukum-hukum yang didasarkan kepada kebutuhan praktis manusia dan bersifat keduniaan semakin diluaskan. Maka lahirlah perangkat-perangkat hukum di atas. lxxix Pendapat Ibnu Khaldun mengenai posisi-posisi aparat ini yang bukan saja sebagai penegak hukum, akan tetapi juga sebagai motivasi bagi penduduk untuk melakukan perbuatan yang berguna bagi sesamanya dan meniadakan kemungkaran antar sesama mereka. Di sinilah letak impact hukum yang harus ditekankan oleh para aparat hukum. Hal ini dijelaskan olehnya dalam menerangkan tugas seorang pengawas pasar (hisbah) : Pengawas pasar adalah jabatan keagamaan. Dia mencari kemungkaran dan mengaplikasikan hukuman yang tepat dan dibarengi dengan tindakan korektif. Dia mengurusi hal itu sambil memberikan motivasi agar orang mau melakukan hal-hal yang berguna bagi kepentingan umum. Dia tidak punya kekuasaan untuk mengurusi klaim hukum-hukum secara mutlak, kecuali terhadap perkara penipuan. 59
59 Ibid., hlm. 274. lxxx
BAB IV RELEVANSI PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TERHADAP PERANAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NEGARA
A. Rekonstuksi Pemikiran Peranan Hukum Ibnu Khaldun sebagai Dasar Kebijakan Negara Dalam Pembangunan Ekonomi Negara Untuk melakukan analisis korelatif pemikiran Ibnu Kaldun dalam hubungannya dengan peranan hukum untuk kesejahteraan ekonomi suatu negara sebagaimana dalam muqaddimah, di perlukan analisa pribadi Ibnu Khaldun, baik melalui karya ilmiahnya maupun kondisi obyektif sistem pemerintahaan yang terapresiasikan dalam sejarah situasi-kondisi negara di masa Ibnu Khaldun hidup. Sebagaimana disebutkan dalam Bab II, secara panjang lebar di paparkan tentang situasi social pada masa Ibnu Khaldun. Dalam masa aktivitas akademik dan kehakiman sebagai fase terakhir dari tahapan perjalanan kehidupannya yang dihabiskan di Mesir kurang lebih 24 Tahun antara tahun 1382-1406 M. tiba di Kairo, Mesir pada 6 Januari 1383 M. pada masa ini dinasti Mamluk sedang berkuasa. Selain berjuang dalam dunia akademik, Ibnu Khaldun juga melakukan kegiatan yang berkaitan dengan reformasi hukum. Pada tanggal 8 Agustus 1384 M, Ibnu Khaldun diangkat oleh Sultan Mesir, Al-Zahir Barqa sebagai hakim Agung Madzhab Maliki padsa mahkamah Mesir, jabatan yang dipegang dengan penuh antusias ini dimanfaatkan oleh Ibnu Khaldun untuk melakukan reformasi hukum. Ia berupaya membasmi tindak korupsi dan hal-hal yang tidak beres lainnya di mahkamah tersebut. Akan tetapi, reformasi ini ternyata telah membuat orang-orang lxxxi yang merasa dirugikan menjadi marah dan dengki. Mereka kemudian berusaha memfitnah Ibnu Khaldun dengan berbagai tuduhan, sehingga ia dicopot dari jabatan ini setelah satu tahun memangkunya. Fitnah yang tuduhkan terhadap Ibnu Khaldun sebenarnya tidak dapat dibuktikan, tetapi ia bermaksud mengundurkan diri dari jabatan tersebut 60
Ibnu Khaldun merupakan produk dari sejarah masyarakatnya denga cukup menguasai beberapa disiplin ilmu pengetahuan yaitu ilmu filsafat, logika dan metafisika. Namun jelas dan pasti bahwa pemikiran Ibnu Khaldun tidak akan bisa dilepas dari pemikiran Islamnya. Ibnu Khaldun menyelaraskan suatu makna penting dengan fenomena yang berkaitan dengan masyarakat. Bahwa dalam pemikiran ekonomi di abad pertengahan, doktrin ekonomi diperkenalkan sebagai peran pembantu untuk menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum, atau dikalangan teolog, doktrin-doktrin tersebut berfungsi untuk mendukung ketentuan-ketentuan moral. Dengan mengatakan: Sebuah pemerintahan yang baik dapat meningkatkan pemasukan-pemasukan secara terhormat. Yang bisa diartikan bahwa dalam mengambil sebuah kebijakan ekonomi negara, tidak sekedar menghadirkan keseluruhan fakta, namun juga harus memahami dengan baik landasan moral yang terbingkai dalam kaidah-kaidah hukum. Maka upaya rekonstruksi subyektif pemikiran Ibnu Khaldun bila dikaitkan dengan upaya pemerintah dalam mengusung pembangunan ekonomi warga memiliki kedekatan dengan ilmu sosial. Hal ini berkaitan pada sebuah klasifikasi pemikiran yang mendefinisikan bahwa ilmu ekonomi sebagai pelajaran tentang bagaimana
60 Toto Suharto, Epistemologi Sejarah Kritis Ibnu Khaldun, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003), hlm. 53. lxxxii orang-orang, kelompok masyarakat dan negara mengadakan pilihan, dengan atau tanpa uang, untuk menggunakan sumber-sumber produktif yang langka dan memiliki berbagai alternative penggunaan, untuk menghasilkan bermacam-macam komoditi dan membaginya untuk konsumsi masa sekarang atau masa depan. Sementara sosiologi diposisikan sebagai upaya sistematis untuk menerangkan keteraturan dan keberagaman berbagai tujuan dan perilaku perseorangan, struktur social, sanksi-sanksi, norma-norma, dan nilai-nilai, lebih khusus lagi, menghubungkan beberapa bentuk variabel saru dengan yang lainnya. Salah satu studi kasus adalah persoalan budaya korupsi yang bersifat polotis dikalangan birokrat pemerintahan adalah penyalahgunaan kekuasaan umum untuk keuntungan pribadi atau kelompok, sehingga menyulitkan hakim yang bertugas mengadili tindak pidana korupsi. Jika pengadilan tidak berhasil membuktikan secara hitam diatas putih, atau tidak adanya saksi-saksi dikalangan birokrat yang benar-benar bersedia untuk membantu memperkuat tuduhan korupsi, maka niscaya hakim tidak mempunyai alasan kuat untuk menghukum 61
Dari pemaparan diatas, konstruksi Ibnu Khaldun yang bisa diambil penyusun adalah ketika kondisi yang korup dalam system dan pelaku pemerintahan yang telah mendominasi kebijakan suatu negara, maka dibutuhkan suatu kekuatan struktur hukum yang independent dan progresif yang diberlakukan, sehingga keseimbangan terpenuhi. Ketetapan hukum serta kebijakan ekonomi juga mempertimbangkan kondisi sosiologi masyarakat, sehingga kesejahteraan tidak hanya bersifat ekonomis melainkan juga nilai-nilai moral-budaya menjadi benteng pertahanan yang kuat.
61 Mubyarto, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Primaduta, 1995), hlm. 88 lxxxiii B. Relevansi Pemikiran Peranan Hukum Ibnu Khaldun sebagai Dasar Kebijakan Negara Dalam Pembangunan Ekonomi Negara Salah satu hal yang bisa dipelajari dari penjelasan diatas adalah di tengah situasi dan kondisi distorsi implementasi kebijakan Mesir saat itu, khususnya dalam kebijakan hukum, lembaga peradilan Mesir yang ketika itu mengalami kebobrokan dikuasai oleh hawa nafsu dan kepentingan-kepentingan pribadi, Ibnu Khaldun dengan segala kekuatannya berupaya meluruskannya. Hal tersebut kiranya mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam upaya pemerataan akses ekonomi bagi warga negara secara umum saat itu. Diabad pertengahan, doktrin-doktrin ekonomi hanya memainkan peran pembantu, di kalangan juris. Dimana doktrin-doktrin ini berfungsi untuk memperjelas ketentuan hokum tertentu, maupun dikalangan teolog di mana doktrin-doktrin ini berfungsi sebagai argument untuk mendukung ketentuan-ketentuan moral tertentu 62 . Hal tersebut kiranya menjadi indikasi ketika kondisi dan situasi pelaksana pemerintah korup jelas mempengaruhi konsentrasi kebijakan negar khususnya dalam perihal kebijakan dalam upaya peningkatan kesejahteraan ekonomi warga. Kepentingan politik kelompok maupun pribadi menjadi lebih dominant disbanding upaya pemerataan kesejahteraan. Sebagaimana dalam masalah keadilan ekonomi, dimana Ibnu Khaldun menyatakan bahwa kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat pada hakekatnya merupakan rangkaian berbagai perbuatan hukum yang luar biasa banyak
62 Gaston Bouthoul. Teori-Teori Filsafat Sosial Ibnu Khaldun, (Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1998), hlm. 28. lxxxiv jenis, ragam, kualitas, dan variasinya, yang dilakukan oleh antar pribadi, perusahaan, antar negara, dan antar kelompok dalam berbagai volume denga frekuensi uang tinggi setiap saat di berbagai tempat terorganisir secara baik 63
Kegiatan ekonomi pada umumnya dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi baik perorangan yang menjalankan perusahaan atau badan-badan usaha yang mempunyai kedudukan sebagai badan hukum atau badan bukan hukum. Kegiatan ekonomi ini dapat hidup dan berkembang apabila memperoleh dukungan dari masyarakat, karena pada dasarnya masyarakatlah yang merupakan pemasok utama kebutuhan perusahaan sekaligus konsumen produksi. Jadi, sesungguhnya secara timbale balik antara perusahaan sebagai pelaku kegiatan ekonomi atau siapapun yang mewakili dengan masyarakat berada dalam keadaan saling bergantung yang sangat besar satu terhadap yang lain. Lebih lanjut Ibnu Khaldun menegaskan, bahwa ketetapan hukum politik harus bisa diterima dan diikuti rakyat, sebagaimana yang terjadi dibangsa Persia dan bangsa-bangsa lain. Tidak ada suatu negara bisa tegak dan kuat tanpa hukum. Karena baginya hukum Allah berlaku bagi orang-orang yang telah lalu dan yang akan datang 64
Dari berbagai konsep hukum ekonomi kotemporer diatas, penyusun mencoba mengkolaborasi relevansi pemikiran Ibnu Khaldun tentang peranan hokum dalam pembangunan ekonomi negara. Secara lebih jauh dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Landasan Demokrasi Politik
63 Ibnu Khaldun, Muqoddimah., hlm. 231. 64 Ibid., hlm.34. lxxxv Dalam mewujudkan masyarakat otonom, swakarsa, swadaya, haruslah demokratis walaupun demokrasi tetap merupakan konsep yang masih di perdebatkan. Salah satu tokoh Mac Pherson membedakan tiga model demokrasi liberal yang menurutnya terjadi dalam waktu yang berlainan; pertama, demokrasi protektif yang dirancang untuk melindungi pihak yang di perintah dari penindasan oleh pemerintah; kedua, demokrasi developmental sebagai sarana bagi diri individu; ketiga, demokrasi equilibrium yang didasarkan pada kompetisi anta relit-elit dengan partisipasi rakyat yang kecil. Dia juga mengajukan sebagai model yang layak bagi masa depan, yaitu demokrasi partisipatif. Supaya demokrasi menjadi real, tidak sekedar formal, maka rakyat harus berpartisipasi dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan-keputusan yang mempengaruhi dirinya. Mengingat pokok soal yang di maksud pembahasan ini adalah upaya perencanaan pembangunan yang berbasis pada peranan hukum, maka wacana tentang teori demokrasi ini tidak dapat di hindari. Dilain pihak, tidak satupun diantara keduanya yang dapat di bahas secara tuntas atau di pecahkan. Perhatian utama adalah eksplorasi kemungkinan-kemungkinan bagi control rakyat secara riil dalam masyarakat dan dalam ekonomi khususnya, untuk mendapatkan suatu garis besar bagi kemungkinan menyediakan bentuk-bentuk institusional yang layak 65
Sebagaimana dengan pentingnya kerja sama antar ilmu ekonomi (kesejahteraan) dan ilmu sosiologi, dibutuhkan upaya konkrit untuk saling mendekati dan bekerjasama guna memecahkan masalah-masalah sosial
65 Ahmad Erani Yustika, Perekonomian Indonesia: Deskripsi, Preskripsi, Kebijakan, (Malang: Bayumedia,2003), hlm. 8. lxxxvi masyarakat yang semakin berat. Masalah inflasi misalnya, masalah ini merupakan sustu gejala ketidak seimbangan ekonomi. Hal ini menunjuk pada keadaan krisis dalam suatu masyarakat, lembaga atau kelompok yang mengundang pemecahan. Dalam hubungannya dengan peranan hukum atau norma-norma dalam kesetabilan ekonomi dan sosial dianggap berlaku diterima sebagai pengatur tingkah laku social, harga-harga pasar yang umum mengatur perilaku ekonomi, status quo diakui. Sementara ketidaksetabilan ekonomi, norma-norma kehilangan fungsi pengaturannya, pembatasan-pembatasan status quo kurang diperhatikan dan tentang harga-harga pasar kehilangan pengaturan, situasi status quo mulai dipertanyakan 66
Oleh karaena itu, maka dalam mekanisme pembagian kekuasaan dalam kondisi kestabilan ekonomi dan social, struktur yang sudah melembaga disahkan oleh norma-norma, pembagian pendapatan sebagai hasil bekerjanya mekanisme pasar diterima apa adanya. Sementara dalam kondisi ketidakstabilan, struktur sosila yang sudah melembaga disahkan oleh norma-norma internal normative, pelaksanaan kekuasaan dianggap sebagai paksaan. Maka pembagian pendapatan ditentang, pembagian oleh pasar tidak lagi dianggap normal tetapi dianggap tidak adil, usaha pemerataan dihambat dengan cara meneruskannya dalam bentuk kenaikan upah 67
Cukup relevan jika salah satu pemikiran Ibnu Khaldun negara dan masyarakat periode sebelumnya, bahwa daulah (negara) dan mulk (kekuasan wibawa) itu mempunyai hubungan yang sama terhadap umran (peradaban atau
66 Ibid, hlm. 35. 67 Ibid, hlm. 17 lxxxvii masyarakat) sebagai hubungan bentuk dengan benda. Yang secara filosofis diterngkan, tidak bisa dibayangkan suatu daulah tanpa umran, sedanga satu umran tanpa daulah adalah tidak mungkin, karena suatu umat manusia menurut wataknya haruslah saling membantu, dan ini meminta adanya satu kewibawaan. Artinya, kepemimpinan politik yang disarkan atas kekuasaan syariat ataupun diraja, adalah keharusan sebagai pemegang wibawa sebagai daulah. Oleh karenanya, tidak bisa dierai pisahkan, maka dihancurkan salah satunya itu mempengaruhi yang lainnya. Sebagaimana juga tidak adanya yang satu, akan mengakibatkan tidak adanya yang lain 68
Di sinilah kemudian relevansi pemikiran Ibnu Khaldun dalam peran pentingnya demokrasi politik sebagai upaya menciptakan peran serta konsep kesejajaran dan kemitraan dalam bingkai peran aktif partisipatif elemen masyarakat menuju terciptanya tatanan sosial ekonomi yang terus berkembang sesuai dengan tuntutan kemajuan zaman. 2. Demokrasi Ekonomi Demokrasi ekonomi telah di tempatkan dalam agenda histories dengan urgensi yang semakin meningkat karena dua perkembangan yang saling berkaitan. Pertama, adanya pengalaman histories para buruh dalam mengajukan tuntutan bahwa mereka lebih sering hanya mendapatkan janji-janji mengenai kondisi- kondisi kerja dan keputusan yang mempengaruhi mereka. Ini terjadi mula-mula ditempat kerja atau perusahaan dan biasanya dikaitkan dengan demokrasi industrial. Belakangan para buruh telah mengajukan pandangan-pandangan dan
68 Osman Ralibi, Ibnu Khaldun Tentang Masyarakat dan Negara, (Jakarta: Bulan Bintang, 1965), hlm. 143. lxxxviii konsep-konsepnya tentang demokrasi industrial untuk diperluas dengan keterlibatan buruh, melalui serikat-serikat buruh mereka. Kedua, ada kesadaran yang meningkat diantara para teoritisi bahwa demokrasi politik tidak sejalan dengan kapitalisme Dalam tataran praktisnya, suatu kondisi yang diperlukan bagi demokrasi ekonomi pada tingkat masyarakat secara keseluruhan merupakan unsure public dalam hubungan sosial sebagai pemilihan alat produksi. Unsur publik inilah yang memungkinkan perencanaan menyeluruh dalam system ekonomi. Dengan demokrasi partisipatif yang dikembangkan secara penuh, akan memungkinkan keputusan-keputusan mengenai seluruh prioritas dan alokasi sumber daya manusia yang terkait untuk ditentukan oleh masyarakat secara keseluruhan. Swakuasa oleh masyarakat secara keseluruhan dalam lingkup ekonomis mencakup perencanaan ekonomi dan demokrasi ekonomi Maka sebagai akibat dari demokrasi ekonomi tingkat ini adalah, rakyat akan lebih menaruh perhatian pada keputusan-keputusan tingkat makro dan lebih memerlukan kerjasama satu sama lain dalam rangka mengimplementasikan keputusan-keputusan tersebut. Sehingga perolehan kesempatan dalam memanfaatkan asset potensi ekonomi bisa diterima sesuai kapasitas dan kapabilitas masyarakat Ibnu Khaldun dipandang sebagai penggagas ekonomi liberal. Aliran liberal didasarkan pada prinsip bahwa hendaknya ekonomi dibiarkan bebas tanpa campur tangan atau pengarahan Negara. Menurut Ibnu Khaldun, penguasa dan perangkatnya dari satu pihak dan Negara dari pihak lain adalah sama. Sebab lxxxix pemegang kekuasaan berada dipuncak aristokrasi yang memerintah negara dan menguasainya sepenuhnya. Lebih jauh lagi Ibnu Khaldun menyatakan bilamana Negara membutuhkan uang lebih banyak maka ia akan menempuh berbagai cara, diantaranya lewat pertanian dan perdagangan, seperti kritik terhadap monopoli dalam kitab muqaddimah 69
Oleh Karen Ibnu Khaldun hidup dalam sistem negara aritokrasi, maka seruan ekonomi liberal Ibnu Khaldun dalam kegiatan ekonomi dewasa ini tidak lagi dipandang sesuai dengan teori sosilisme. Karena dalam teori sosilaisme, Negara perlu ikut campur dalam kegiatan ekonomi dalam kedudukannya sebagai wakil seluruh masyarakat. Dalam Muqaddimah Ibnu Khaldun mengatakan bahwa perdagangan raja akan merusak perdagangan rakyat dan akibatnya mengeilkan pendapatan pajak. Hal ini disebabkan beberapa hal, pertama, kompetisi antara raja dan rakyat terjadi tidak seimbang karena perbedaan modal antara raja dan rakyat yang berdagang. Kedua, raja kadangkalamemaksa para pedagang untuk menjual dagangannya kepada raja dengan harga murah, atau dengan merampas tanpa imbalan apapun. Ketiga, produksi pertanian dan kerajinan seperti sutra, jagung, madu, gula dan lain-lain dipaksakan untuk dibeli oleh rakyat karena desakan kebutuhan negara. Keempat, barang dagangan raja bebas dari pajakdan bea cukai. Maka pola bisnis negara secara berlebihan akan menghasilkan implikasi destruktif bagi peradaban (umran) dan mengancam disintegrasi bangsa. Yang perlu bagi raja untuk meningkatkan pendapatan adalah cukup dari pajak, bukan dengan melakukan perdagangan
69 Zainab Khudairi, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun, (Bandung: Pustaka, 1987), hlm. 136. xc Lebih lanjut Ibnu Khaldun menegaskan bahwa umran, kesejahteraan dan kemakmuranperdagangan bergantung kepada produktifitas dan usaha manusia dalam semua arah. Karena itu, apabila orang mandeg dalam mencari penghidupan dan berpangku tangan untuk memperoleh pekerjaan, maka pasar-pasar peradaban, akan merosot dan setiap hal akan runtuh. Rakyat akan berpencar keseluruh pelosok daerah untuk mencari penghidupan. Sehingga ketidakteraturan status raja dalam sebuah negara muncul dan mengakibatkan disintegrasi. Ketika pilar umran (peradaban) ini hancur juga, maka semua bangunan akan hancur pula Dari konstruksi pemikiran Ibnu Khaldun diatas, penyusun menilai bahwa Ibnu Khaldun menginginkan keterlibatan negara dalam persoalan ekonomi secara terukur atau terbatas dalam skala umum (makro) karena keuntungan yang diperoleh dari campur tangan yang dalam gerak ekonomi lebih sedikit disbanding keuntungan yang diperolehnya tanpa mencampurinya. Hal ini logis dalam kompetisi ekonomi global seperti era saat ini di beberapa negara maju dan negara berkembang. Inilah titik pertama relevansi pemikiran Ibnu Khaldun dalam konteks pembangunan ekonomi negara. 70
3. Supremasi hukum sebagai elemen dan indikasi kesejahteraan Bila dicermati, pembangunan memiliki sifat ganda, pada satu sisi, pembangunan berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia (progresif), sedangkan disisi lain dapat memerosotkan hidup manusia (regresif). Pembangunan dapat melakukan perubahan yang bermakna positif, ataupun bermakna negatif. Pembangunan dapat meningkatkan kualitas hidup manusia, tetapi dampak buruknya terhadap masyarakat dan lingkungan juga mengancam
70 Ibnu Khaldun, Muqoddimah.,hlm.353-360. xci kelangsungan hidup manusia. Karena fungsi dari perencanaan pembangunan adalah penetapan desain, termasuk perhitungan terhadap resiko dan cara mengatasi resiko pembangunan itu 71
Didalam suatu masyarakat hukum, fungsi perencanaan dan penanggulangan itu dilakukan dengan memanfaatkan hukum. Pertama, hukum merupakan hasil penjelajahan ide dan pengalaman manusia dalam mengatur hidupnya. Hukum merupakan bentuk pengaturan kehidupan manusia yang paling tua, yang pada abad ke- XX telah diyakini sebagai desain pengaturan hidup manusia paling modern dan representative. Hampir tidak terdapat satupun negara yang tidak berbentuk negara hukum. Kedua, terbawa oleh hakikat pengadaan dan keberadaan hukum dalam suatu masyarakat, terutama untuk mengatur kehidupan masyarakat, terutama untuk mengatur kehidupan masyarakat. Termasuk didalamnya pengaturan terhadap perubahan yang terjadi, atau yang hendak dilakukan oleh masyarakat. Ketiga, fungsi mengatur itu telah didukung oleh potensi dasar yang terkandung dalam hukum yang melampaui fungsi mengatur, yaitu juga berfungsi sebagai pemberi kepastian, pengamanan, pelindung dan penyeimbang, yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Potensi hukum ini terletak pada dua dimensi utama dari fungsi hukum, yaitu fungsi preventif dan fungsi represif. Keempat, dalam isu pembanguna global, hukum dipercaya untuk mengemban misinya yang baru, yaitu sebagai sarana perubahansosial atau sarana
71 Lili Rasjidi, Hukum Sebagai Suatu Sistim, (Jakarta:Bulan Bintang,1993), hlm.123. xcii pembangunan. Kepercayaan ini didasarkan pada hakekat dan potensi hukum sebagai inti kehidupan masyarakat. Dalam upaya mendukung isu pembangunan global, diperlukan teori-teori hukum pembangunan. Dalam misi-misi hukum ekonomi, terdapat hubungan saling mempengaruhi yang sangat erat antara teori hukum pembangunan, konsep hukum pembangunan dan pelaksanaan hukum pembangunan serta hasil hukum pembangunan. Dalam pembahasan mengenai supremasi hukum ini, Ibnu Khaldun mendekatinya dengan mengelaborasi tentang kedaulatan negara. Baginya, kedaulatan negara adalah titik tonggak bagi terciptanya peradaban masyarakat. Kedaulatan inilah yang memaksa dan mendorong masyarakat untuk membangun kondisi negara dan kedaulatan inilah yang akan membayarnya Menurut Ibnu Khaldun, kedaulatan ini diperoleh dari kepedulian negara atas rakyatnya. Pembelaan kepada rakyat adalah alasan dasar dari pemerintahan dan sikap lemah lembut dan kasih saying adalah jalan untuk merebut kecintaan rakyatnya. Penguasa yang cerdas dan pintar lebih enderung bersifat menindas. Oleh karenanya, Nabi menyuruh untuk mengikuti orang yang paling lemah diantaramu. Karena kecerdasan menunjukkan kelanjutan dari sifat tidak perasa atau fesponsif. Akan tetapi, yang paling baik adalah yang tengah-tengah. Kedermawanan adalah jalan tengah, dan keberanian yang terbatas adalah jalan terbaik Dari kedaulatan inilah konsep kepemilikan atas rqakyat bisa terwwujud. Dan dari kedaulatan inilah kemakmuran dan peradaban bisa tercapai. Sehingga xciii Ibnu Khaldun mensyaratkan kedaulatan yang kuat dalam pembangunan sebuah kota beserta perangkat-perangkatnya seperti monument, sebagai sebuah tanda kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Disinilah supremasi hokum yang dijalankan Negara secara profesional bisa menguatkan kedaulatnnya dan akhirnya bisa berimplikasi secara logis dan bisa dijadikan sebuah indicator dari kesejahteraan rakyat. 72
4. Peranan negara sebagai elemen utama perlindungan ekonomi Jika keadilan social menjadi tujuan akhir dari proses pembangunan (ekonomi) suatu negara, maka strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi yang dipilih haruslah menuju kepada kemaslahatan bersama, tidak diijinkan ada satu manusia yang lebih sejahtera secara mencolok daripada individu lainnya. Hal tersebut diartikan bahwa, dalam pengelolaan negara, filsafat politik dalam politik keseharian tersebut selalu harus berhadapan dengan pertanyaan tentang legitimasi dalam pengertian etis. Maksud dari legitimasi etis adalah jangan sampai setiap kebijakan negara hanya mendapat pasokan dukungan dari segi-segi yang amat pragmatis. Maka jika pembenaran etis merupakan alat ukur sampai sejauh mana filsafat politik telah dijalankan, maka kebijakan public adalh tongkat yang menghubungkan legitimasi dengan filsafat politik. Selanjutnya, isu lain yang harus dikejar berkenaan dengan kebijakan public secara teknisbisa dikontrol oleh pembuat kebijakan. Sekurangnya terdapattiga katagori pengawasan tersebut, yaitu patronase (patronage), regulasi (regulatory) dan kebijakan redistribusi (redistribute policies). Kebijakan redistribusi mungkin merupakan kebijakan yang paling popular diantara tipe-tipe kebijakan yang lain.
72 Ibnu Khaldun, Muqoddimah.,hlm. 231-232. xciv Walaupun tidak semencolok negara-negara eropa yang sebagian merupakan penganjur praktik negara kesejahteraan, walau masih dalam taraf biasa yang tidak memiliki kekuatan apa-apa karena tidak memiliki paying hokum, misalnya undang-undang. Disisi lain, tidak bisa disangkal, disamping memiliki fungsi rasional, Negara wajib mengemban peran etis untuk menyelamatkan setiap jengkal wilayah dan penduduk yang menjadi bagian eksistensinya. Dalam perguliran pemikiran ekonomi, secara konservatif terdapat beberapa argumentasi yang muncul berkenaan dengan pentingnya peran Negara untuk melindungi setiap pelaku ekonomi. Madzhab non-klasik, misalnya menijinkan peran negara dalam perekonomian jika terdapat kasus eksternalitas dan barang- barang publik. Dalam kasus, misalnya operasi sebuah perusahaan menimbulkan pencemaran air, sehingga merugikan pihak ketiga. Disinilah peran negara dituntut untuk membuat regulasi agar perusahaan tersebut ditindak atau masyarakat diberi ganti rugi. Artinya, peran regulatif tersebut untuk menyelamatkan sebagianrakyat dari tindakan tidak etis yang dilakukan oleh sebagian penduduk lainnya. Sedangkan paham Keynesian berpandangan bahwa fungsi negara diperlukan untuk mencegah resesi ekonomi akibat rendahnya agregat permintaan. Bagi Keynes, jika negara dibiarkan diam, maka selamanya resesi secara periodik akan muncul, karena rendahnya agregat permintaan tersebut bersifat sistematis. Paham ini memberikan ilustrasi, bahwa negara dalam momentum tertentu harus menjaga tingkat kehidupan dan kesejahteraan rakyatnya, yang xcv dalam keadaan normal sebenarnya sudah terbiasa dijalankan masyarakat secara sukarela 73 . Dalam konteks menjaga kesetabilan ekonomi ini, Ibnu Khaldun mengajukan peranan negara dalam mengatur perekonomian masyarakat dengan menggerakkan aparat-aparat hukum, bukan hanya tugasnya menyelesaikan persoalan hokum, akan tetapi sampai pada tahap memotivasi masyarakat untuk terus bekerja dan berinisiatif dalam penghidupan dan perekonomian. Dari tumbuhnya inisiatif ini, maka agregat permintaan masyarakat akan hasil produksi juga meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi dalam proses ekonomi masyarakat. Dalam kaitannya dengan kondisi pasar, Ibnu Khaldun menengarai terjadinya kenaikan dan penurunan harga yang bisa menyebabkan kerugian, baik terhadap pedagang, petani atau tukang. Ia mengatakan: ..karena itu kita lihatlah bahwa kerendahan harga yang melampaui batas merugikan mereka yang berdagang dealam barang-barang yang harganya turun. Kenaikan harga yang melampaui batas juga merugikan, sekalipun dalam hal-hal yang luar biasa, sehingga menimbulkan penumpukan kekayaan. Kenaikan harga yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan merugikan masyarakat, baik petani atau pedagang 74 .
Pada sisi nilai etis negara dalam melindungi pelaku ekonomi, ditemukan konstruksi subyektif yang bisa didapatkan dalam pemikiran Ibnu Khaldun mengenai perdagangan masyarakat. Menurut Ibnu Khaldun, dalam perdagangan biasa terjadi kompetisi yang bisa saja berujung pada konflik dan merampas harta orang lain. Maka dibutuhkan peraturan yang tegas untuk membatasi langkah para
73 Suseno, Etika Sosial, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm.130. 74 Ibnu Khaldun, Muqoddimah.,hlm. 274. xcvi pedagang. Karena watak dasar manusia adalah selalu ingin memiliki dan menguasai harta orang lain. Disinilah titik penting pemikiran Ibnu Khaldun khususnya berkaitan dengan perlindungan ekonomi masyarakat lewat negara dengan instrument hokum. Dengan hukum ini atau peraturan ini, maka konflik yang lahir dari kompetisi tidak sehat antar pelaku ekonomi bisa diminimalisir. Sebagaimana dikatakan diatas, Ibnu Khaldun tidak menginginkan terjadinya penimbunan, kenaikan dan penurunan harga yang terlalu drastic dan penumpukan kekayaan pada segelintir orang. Dari rekonstruksi subyektif inilah relevansi pemikiran Ibnu Khaldun pada lapangan hukum negara dalam mengatur pembangunan ekonomi masyarakat terlihat jelas. 75
Ada empat jenis intervensi pemerintah yang bertujuan untuk mewujudkan peran pragmatis dan etisnya, yakni: a. Cistodium yaitu mengacu pada fungsi negara untuk melindungi, mengawasi, dan mencegah terjadinya perilaku ekonomi tertentu yang dipandang merugikan. b. Demiurge yaitu mengharap negara berfungsi maksimal dalam wujud keterlibatannya memproduksi barang dan jasa. c. Midwife yaitu peran negara untuk menjadi mitra dari sektor swasta. d. Husbandry yaitu meyakinkan bahwa peran negara yang sangat vital adalah menyediakan informasi untuk mobilisasi ekonomi, mengidentifikasi sumber daya negara, mengorganisasi riset dan pengembangan serta jaminan hutang.
75 Ibid.., hlm. 276. xcvii Dari keempat tipe peran negara tersebut, menggambarkan negara sebagai institusi rasional mengawal proses pembangunan seacra tepat. Namun, dalam banyak kejadian, Negara seringkali luput untuk mendata satu persatu nisbah dari hasil pembangunan yang telah di selenggarakan. Akibatnya, seperti yang telah dilihat, pembangunan yang digelontorkan sekian lama bukannya semakin menampilkan wajah kemakmuran bersama, tetapi malah menyodorkan kemelaratan dan kenestapaan pada sebagian besar rakyat 76
Disini, Ibnu Khaldun menunjukkan kecondongannya pada peran negara sebagai pelindung masyarakat ekonomi lemah supaya terjadi keseimbangan didalamnya, dengan tidak adanya penimbunan (al-ikhtikar) dan penumpukan kekayaan pada segelintir orang. Bahkan lebih dalam, Ibnu Khaldun menegaskan tentang pentingnya sebuah catatan atau dokumentasi dalam konteks perdagangan, sehingga diketahui secara jelas perkembangan dari pembangunan ekonomi yang tengah dilaksanakan dan juga duduk persoalan dalam persengketan antar pedagan. Mengenai ini Ibnu Khaldun mengatakan: Sifat tidak jujur dalam suatu segi mengaraha kepada penipuan dan pemalsuan barang dagangan dan dari segi yang lain mengkibatkan kelambatan kelambatan dalam pembayaran.suatu perbuatan yang merugikan perdaganagn ....apabila tidak ada bukti tertulis, maka kantor kantor pengadilan tidak bisa membantu apa apa, karena kantor itu hanya menghukumi apabila berdasarkan bukti-bukti yang terang. 77
Apa yang dikatakan oleh Ibnu Khaldun di atas sungguh merupakan sebuah bukti persoalan pembagunan ekonomi negara sangat mebutuhkan ketegasan hukum yang didasarkan kepada kondisi konkrit yang terekam lewat bukti bukti
76 Ahmad Erani Yustika, Perekonomian Indonesia., hlm. 10.
77 Ibnu Khaldun, Muqoddimah., hlm. 468-469. xcviii obyektif dan tertulis. Sehingga hal ini bisa menjamin rasa keadilan yang terpinggirkan sebagai akses dari proses ekonmomi yang tidak seimbang di dalam masyarakat.
xcix BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah dilakukan di atas, maka bagian ini dicoba tarik garis besar pemikiran Ibnu Khaldun tentang persoalan peranan hukum dalam pembagunan ekonomi negara sebagi berikut: 1. Peranan Hukum dalam pembaguanan ekonomi negara menempati posisi yang urgens. Oleh karena itu dalam mengambil suatu kebijakan ekonomi, negara juga harus melihat aspek sosial dan moral masyarakat dengan mengedepankan landasan dan tujuan hukum islam. 2. Pemikiran Ibnu Khaldun tentang hukum dalam pembangunan ekonomi negara diatas menemukan relevansinya dengan konsep demokrasi ekonomi-politik yang harus dijalankan baik oleh negara maupun masyarakat. Keterbukaan negara dan peran aktif masyarakat menjadi titik tekannya. Di sisi lain, penegakan hukum juga bisa diarahkan dalam rangka mewujudkan demokrasi ekonomi dan untuk memotivasi masyarakat agar tetap bekerja dalam wilayah produksi masing- masing. Ketegasan dalam wilayah hukum bagi Ibnu Khaldun akan mempengaruhi kondisi perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, bagi Ibnu Khaldun, kearifan dan kebijaksanaan dalam menjembatani ketegasan, disatu sisi yang lain, menjadi hal yang niscaya demi terwujudnya pembangunan ekonomi oleh negara dan masyarakat sebagai pilar utama umran. Tanpa ini semua, maka kezaliman, baik yang dilakukan oleh negara maupun oleh masyarakat sendiri akan lahir, dan akhirnya akan berujung pada hancurnya peradaban secara bersama-sama. c
B. Saran-saran 1. Melihat realitas seperti diterangkan secara panjang lebar diatas, maka hendaklah segera melakukan sebuah penguatan kedalam dengan mewujudkan tatanan hukum yang lebih bijak dan mengena. Karena pada kenyataannya persoalan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) hingga saat ini ternyata masih jauh dari yang namanya tuntas dan menjadi persoalan yang semakin pelik bagi bangsa ini, karena tidak adanya aturan hukum yang tegas dan juga karena tidak adanya kebijakan yang mengena. Oleh karena itu, penegakan hukum menjadi hal yang sangat penting, terutama pada persoalan yang bersangkutan dengan perekonomian negara, seperti KKN, perbankan, ekspor-impor, dan sebagainya. 2. Gelombang arus neo-liberalisasi di negeri ini harus dihadapi dengan kesiapan internal secara ekonomi, politik, sosial-budaya, dan pertahanan. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan negara yang justru menyengsarakan masyarakat seharusnya segera dicabut, baik yang menyangkut aspek ekonomi, sosial-budaya, maupun politik.
ci
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti, Ibnu Khaldun dan Asal Usul Sosiologi, Yayasan Nida Yogyakarta: 1970.
Baali Fuad dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikirannya, Alih Bahasa Ahmadie Thata, Pustaka Firdaus Jakarta: 1989.
Bouthoul, Gaston, Teori-Teori Filsafat Sosial Ibnu Khaldun. Titian Ilahi Press Yogyakarta: 1998.
Hadjon P.M, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Tiara Wacana Surabaya: 1987.
Hartono, Hukum Asuransi. Sinar Grafika Jakarta: 1992.
Kudairi, Zainab, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun. Pustaka Bandung: 1987.
Maarif Ahmad safiI, Ibnu Khaldun Dalam Pandangan Penulis Barat Dan Timur. Gema Issani Press Jakarta: 1996.
Madjid, Nurcholis, Kaki Langit Peradapan. Yayasan Paramadina Jakarta: 1997.
Nasution, Andi Halim, Pengantar ke Filsafat Sains. Lentera Antar Nusa Jakarta: 1999.
Qardhawi, Yusuf, Peranan Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam. Robbani Press Jakarta: 1997.
Raliby, Osman, Ibnu Khaldun Tentang Masyarakat Dan Negara. Bulan Bintang Jakarta: 1965.
Rasjidi, Lili, Hukum Sebagai Suatu Sistim. Bulan Bintang Jakarta: 1993.
Rejeki, Sri, Hukum Asuransi. Sinar Grafika Jakarta: 1992.
Suhardi, Karya Ilmiah Sosial : Menyiapkan, Menulis dan Mencermati. Yayasan Obor Indonesia Jakarta: 1997.
Suharto, Toto, Epistemologi Sejarah Kritis Ibnu Khaldun. Fajar Pustaka Baru Yogyakarta: 2003.
cii Sumaryono, Hermeuneutik ; Sebuah metode filsafat. Kanisius Yogyakarta: 1993.
Suseno, Etika Sosial. Gramedia Pustaka Utama Jakarta: 1993.
Syadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara. UI Press Jakarta: 1993.
Wafi, Ali Abdulwahid, Ibnu Khaldun : Riwyat dan Karyanya, Alih Bahasa Ahmadie Thaha. Grafiti Press Jakarta: 1985.
Yustika, Ahmad Erani, Perekonomian Indonesia: Deskripsi, Preskripsi, Kebijakan. Bayumedia Malang: 2003.
ciii DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Bayu Rohmanto Tempat Tanggal Lahir : Sukuharjo, 15 Agustus 1984 Jenis Kelamin : Laki Laki Agama : Islam Alamat : Jl. Diponegoro No.18, Joho, Sukuharjo Telp : 02715872324
RIWAYAT PENDIDIKAN 1. MIN Jetis, Lulus Tahun 1996 2. SLTP MUH 1 Sukoharjo Lulus Tahun 1999 3. MAN 1 Sukoharjo Lulus Tahun 2002 4. STAIN Surakarta, Jurusan Syariah, Lulus Tahun 2008