You are on page 1of 91

xiii

PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TENTANG PERANAN


HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NEGARA





SKRIPSI




Diajukan kepada Jurusan Syariah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta
Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Strata Satu dalam Bidang Hukum Islam




OLEH

BAYU ROHMANTO
NIM: 30.02.12.003






PROGRAM STUDI MUAMALAH
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2008

xiv

PERSETUJUAN PEMBIMBING


PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TENTANG PERANAN
HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NEGARA



SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I
Dalam Bidang Hukum Islam




Oleh :

BAYU ROHMANTO
NIM 30.02.12.003



Surakarta, 8 Mei 2008
Disetujui oleh :


Masjupri, S.Ag. M.Hum
NIP. 150 296 104
xv

Masjupri, S.Ag. M.Hum
Dosen / Sekjur Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta

NOTA DINAS
Hal : Skripsi Sdr. Bayu Rohmanto
Kepada
Yth. Ketua Jurusan Syariah
STAIN Surakarta
Di Surakarta

Assalamualaikum Wr. Wb
Bersama ini kami sampaikan bahwa setelah kami membaca, menelaah,
membimbing dan mengadakan perbaikan seperlunya, kemudian kami mengambil
keputusan bahwa Skripsi saudara Bayu Rohmanto, NIM. 30.02.12.003 yang berjudul
PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TENTANG PERANAN HUKUM DALAM
PEMBANGUNAN EKONOMI NEGARA. Sudah dapat diajukan untuk
dimunaqosyahkan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam
(SH.I) dalam bidang Syariah program Muamalah.
Oleh karena itu, dengan ini mohon agar skripsi tersebut diatas dapat segera
dimunaqosyahkan dalam waktu dekat.
Atas perhatian dan diperkenankannya, kami ucpkan banyak terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Surakarta, 8 Mei 2008
Pembimbing

Masjupri, S.Ag. M.Hum
NIP. 150 296 104


xvi
MOTTO


Sistim hukum beserta fungsi dan aparat-aparatnya harus diselenggarakan atas dasar agama dengan
mengedepankan maqoshid asy syariah
( Ibnu Khaldun)


























xvii

PERSEMBAHAN























Skripsi ini kupersembahkan untuk
- Ayahanda dan Ibunda yang selalu mencurahkan doa, kasih sayang
dan cintanya.,
- Semua pihak yang telah membantu penulisan.
- Pembaca sekalian.

xviii





KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Allah Taala Rabb dan Illah manusia yang memelihara alam
semesta. Berkat limpaahn rahmat, taufik, dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar
kesarjanaan di Jurusan Syariah Prodi Muamalah STAIN Surakarta.
Skripsi berjudul PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TENTANG PERANAN
HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NEGARA ini mampu penulis
selesaikan dengan banyak bantuan, dorongan dan bimbingan dari segenap pihak. Kepada
mereka lembar sederhana ini dikhususkan sebagai wujud terima kasih penulis:
1. Bapak Prof. Dr. H. Usman Abu Bakar, M.A selaku Ketua STAIN Surakarta.
2. Bapak Ismail Yahya, S.Ag. M.A selaku Ketua Jurusan Syariah.
3. Bapak Masjupri S.Ag. M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan
membimbing dan memberikan pengarahan.
4. Ibu Marita, SE. selaku Wali Studi yang selama ini selalu memberikan arahan-
arahan dan masukan dengan bijak.
5. Staf Pengajar, Staf Akademik, Staf Jurusan dan Staf Perpus STAIN Surakarta
yang telah membantu sehingga terlaksananya penulisan skripsi ini.
6. Bapak Ibu tercinta, serta kakak dan adik-adikku yang telah memberikan dorongan
semangat dan pengorbanannya selama ini.
7. Teman-temanku kos monaska dan kos ijo terima kasih atas kebersamaannya.
8. MU Angkatan 02 terima kasih sukses selalu.
9. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
xix
Semoga Allah SWT melimpahkan kerunia dan pahala yang setinggi-tingginya atas semua
bantuan dan keikhlasannya.

Demikianlah, semoga Allah SWT memberi kemanfaatan atas penelitian ini.
Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu kritik dan saran yang
konstruktif sangat diharapkan. Semoga Allah SWT mengaruniakan kepada kita barokah
di dunia ini, terutama kelak di akhirat. Amin


Surakarta, 8 Mei 2008
Penulis

BAYU ROHAMNTO
NIM 30.02.12.003


















xx
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN NOTA DINAS............................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................................... vi
HALAMAN MOTTO...................................................................................... x
KATA PENGANTAR..................................................................................... xi
ABSTRAK....................................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................... 8
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 8
E. Kerangka Teori .......................................................................... 10
F. Metode Penelitian ...................................................................... 12
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 13

BAB II IBNU KHALDUN RIWAYAT DANKARYANYA......................... 17
A. Biografi Ibnu Khaldun ............................................................... 17
B. Situasi Politik pada Masa Ibnu Khaldun .................................... 24
C. Corak Pemikiran dan Karya Ibnu Khaldun................................. 26

BAB III PEMIKIRAN HUKUM IBNU KHALDUN DALAM PEMBANGUNAN
EKONOMI NEGARA ..................................................................... 31
A. Hukum Ekonomi Ibnu Khaldun ................................................. 31
B. Beberapa Teori Ibnu Khaldun Dalam Bidang Ekonomi............. 47
xxi
C. Pengaruh Hukum dalam Pembangunan Ekonomi Negara.......... 51
BAB IV RELEVANSI PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TERHADAP PERANAN
HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NEGARA...... 63
A. Rekonstruksi Pemikiran Peranan Hukum Ibnu Khaldun sebagai Dasar
Kebijakan Negara dalam Pembangunan Ekonomi Negara......... 63
B. Relevansi Pemikiran Peranan Hukum Ibnu Khaldun sebagai Dasar
Kebijakan Negara dalam Pembangunan Ekonomi Negara ........ 66
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 84
A. Kesimpulan ................................................................................. 84
B. Saran saran............................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP




























xxii

ABSTRAK


Pola pembangunan ekonomi yang serba cepat sekarang ini, menyebabkan
terbentuknya pencapaian pemerataan kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan yang
utama. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan adanya peranan hukum yang
membawa pengaruh untuk menyusun tata kehidupan baru tersebut. Dalam perkembangan
selanjutnya, perhatian tidak lagi diarahkan pada seputar penggarapan hukum, melainkan
lebih dikaitkan dengan perubahan-perubahan sosial.
Hukum lebih tampak bukan lagi sebagai perekam kebiasaan-kebiasaan yang telah
membentuk di dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat, melainkan diharapkan pula
hukum dapat menjadi pengungkap yang tepat dari kekuatan baru yang menghendaki
terbentuknya kesejahteraan masyarakat. Akibatnya hampir semua aspek kehidupan kita
temui adanya peraturan hukum.
Disatu pihak, Hukum berkepentingan dengan hasil yang akan diperolehnya
melalui pengaturannya, dan oleh karena itu harus paham tentang seluk-beluk masalah
yang akan diaturnya. Sedangkan dipihak lain, hukum juga harus menyadari bahwa faktor-
faktor dan kekuatan diluar hukum juga akan memberikan pengaruhnya pula terhadap
hukum serta proses bekerjanya. Sehingga dalam menyusun kebijakan hukum diperlukan
adanya pertimbangan, antara lain mengenai faktor-faktor psikologis, faktor sosiologis dan
letak geografis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutik, yaitu pendekatan yang
menggunakan cara penafsiran terhadap makna-makna yang terdapat dalam isi tulisan dari
obyek penelitian yang didapatkan dan menganalisis konteksnya. Pendekatan ini
diperlukan untuk memahami apa sesungguhnya yang bterkandung dalam tulisan-tulisan
ibnu khaldun. Lalu bagaimana pendapat Ibnu Khaldun tentang peranan hukum dalam
pembangunan ekonomi negara dan relevansinya dalam pembangunan ekonomi negara.
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa sistem hukum beserta aparat-aparatnya harus
diselenggarakan atas dasar agama, dengan landasan agama inilah hukum berjalan untuk
mengatur tata perekonomian masyarakat agar berjalan seimbang dan tetap dalam
kerangka pertumbuhan produktifitas pertumbuhan ekonomi.
Perkembangan sistem hukum diperbolehkan sesuai dengan kebutuhan yang
seiring dengan perkembangan watak masyarakat dan kekuasaan. Dengan menekankan
keseimbangan antara aspek keberdayaan masyarakat dalam persoalan ekonomi dan
ketegasan negara dalam membuat hukum, peradaban dibangun diatas dasar agama.

.








xxiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Peranan hukum dalam pembangunan yang serba cepat saat ini sangat penting.
Keterlibatan hukum yang semakin aktif dalam persoalan-persoalan kehidupan bangsa
dan negara, membawa pengaruh pada penggunaan hukum secara sadar dan aktif
sebagai sarana menyusun tata kehidupan baru tersebut. Hal ini bisa dilihat dari segi
pengaturan oleh hukum, baik dari segi legitimasinya maupun efektifitas
penerapannya. Oleh karena itu paradigma yang muncul adalah pergeseran dari
bagaimana mengatur melalui prosedur hukum ke arah bagaimana pengaturan itu,
dengan tujuan agar dalam masyarakat timbul efek-efek yang memang dikehendaki
oleh hukum.
1
Dalam perkembangan selanjutnya, perhatian tidak lagi sekedar diarahkan
pada seputar penggarapan hukum sebagai sistem peraturan yang logis dan konsisten,
akan tetapi hukum lebih dikaitkan dengan perubahan-perubahan sosial. Hukum lebih
tampak bukan lagi sebagai perekam kebiasaan-kebiasaan yang telah membentuk di
dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat, melainkan hukum diharapkan pula dapat
menjadi pengungkap yang tepat dari kekuatan baru yang menghendaki terbentuknya
kesejahteraan masyarakat. Akibatnya hampir semua aspek kehidupan kita temui
adanya peraturan hukum.

1
Hadjon P.M, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Tiara Wacana,
1987), hlm.157.
xxiv
Di dalam masyarakat dan negara yang kehidupan dan tatanannya tertib dan
teratur, yang titik pusat serta ruang lingkup kegiatannya berpolakan pemeliharaan
kestabilan yang dinamis di bidang sosial, politik, ekonomi dan budaya, perubahan dan
ketertiban berada dan sekaligus berfungsi secara bersamaan. Perubahan dan ketertiban
menjadi tujuan yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pembangunan.
Dalam suatu negara, efektifitas pemberlakuan hukum memerlukan adanya
kekuasaan, dan untuk kepentingan penegakannya, kekuasaan merupakan kebutuhan
yang mutlak. Dalam kaitannya dengan hal ini, tepatlah pandangan yang mengatakan
bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah khayalan belaka, dan sebaliknya, kekuasaan
tanpa hukum akan menjurus ke arah penekanan dan kedzaliman, serta akan
menyuburkan praktek penindasan dan kekerasan. Sehingga penyelenggaraan
kehidupan bernegara akan bertumpu pada penindasan dan kekerasan semata. Martabat
dan harkat manusia, harga diri dan kebebasan orang-perorang maupun kelompok
masyarakat akan terampas, tidak dihormati, sehingga yang tertinggal hanyalah
hancurnya sendi-sendi kehidupan masyarakat dan bernegara.
2

Kesadaran bahwa hukum merupakan instrumen untuk mewujudkan tujuan-
tujuan tertentu, menjadikan hukum sebagai sarana yang sadar dan aktif digunakan
untuk mengatur masyarakat. Oleh karena itu di sini bisa dilihat bahwa hukum semakin
menunjukkan peranan pentingnya sebagai sarana untuk mewujudkan kebijakan-
kebijakan negara. Kenyataan empirik menunjukkan bahwa hukum adalah sarana yang
paling efektif untuk mewujudkan tujuan politik negara.
Di satu pihak, hukum berkepentingan dengan hasil yang akan diperolehnya
melalui pengaturannya dan oleh karenanya ia harus paham tentang seluk-beluk

2
Ibid., hlm.158-161.
xxv
masalah yang akan diaturnya, sedangkan di pihak lain hukum juga harus menyadari
bahwa faktor-faktor dan kekuatan-kekuatan di luar hukum juga akan memberikan
pengaruhnya pula terhadap hukum serta proses bekerjanya. Sehingga dalam hubungan
timbal-balik ini dibutuhkan suatu pendekatan terhadap hukum yang tidak sepihak,
yang hanya memusatkan perhatiannya pada kepaduan sistem hukum. Di sinilah
pendekatan untuk saling menyapa dan berinteraksi antara Ilmu Hukum dan Ilmu
Sosial terjadi dari waktu ke waktu, dalam wujud lintasan-lintasan dua arah, yaitu arah
sarjana dan praktisi.
Sementara itu, ilmu sosial kini mulai nampak banyak menekuni upaya-upaya
hasil temuan penelitian sosial bermakna untuk menata dan meningkatkan taraf
kesejahteraan masyarakat. Bagaimana temuan-temuan tersebut diperhatikan para
pengambil keputusan, sehingga temuan-temuan yang baik itu tidak hanya berhenti
dalam mewujudkannya semata, akan tetapi juga ikut berproses menjadi kebijakan
hukum yang sah untuk mempengaruhi pola dan perilaku sosial.
3

Dengan demikian, pembahasan tindakan alat negara dalam mengolah
perekonomiannya juga harus membicarakan fungsi hukum atau penman hukum.
Pembahasan tentang fungsi hukum ini mempunyai nuansa pembangunan ekonomi
modern yang tetap dalam kerangka keilmuan hukum, karena tujuannya masih tetap
sama yakni menuju kesejahteraan manusia. Maka, bilamana kegiatan manusia sebagai
pelaku ekonomi melawan tujuan inti bermasyarakat yakni kesejahteraan umat
manusia, walaupun itu belum diatur dalam hukum positif, maka dapat ditentukan oleh
hakim bahwa tindakan tersebut pada hakekatnya bersifat asosial bahkan amoral,
sehingga dapat ditentukan sebagai tindakan melawan hukum.

3
Ibid., hlm. 5.
xxvi
Dalam kaitannya dengan hal ini, Ibnu Khaldun dalam Al-Muqadimah, Bab
Ketiga, Pasal Dinasti, Kerajaan, Khilafah, Pangkat Pemerintahan, dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan itu, menjelaskan:
"Ketahuilah, pengambilan milik orang lain dengan paksa oleh pemerintah
mengakibatkan hilangnya perangsang untuk berusaha, mencari, dan memperoleh harta,
apabila orang beranggapan bahwa tujuan dan nasib yang puncak dari usaha. Luas dan
batas kemunduran itu bergantung kepada keras dan tidaknya penyitaan yang dilakukan
pemerintah. Maka, apabila penyitaan dilakukan sering meluas, meliputi segala bentuk
ekonomi, maka aktifitas ekonomi juga mundur secara merata, karena timbulnya
perasaan bahwa tidak ada cabang kegiatan ekonomi yang dapat memberi harapan dan
memberikan keuntungan. Tetapi, apabila penyitaan tidak begitu keras, maka akan
terjadi kemunduran yang tipis pula dalam kegiatan ekonomi.
4



Dalam kajian sosiologi umum dan Ibnu Khaldun, dalam Al-Muqadimah,
mengatakan bahwa masyarakat merupakan fenomena alamiah, ia bahkan
menunjukkan faktor-faktor utama yang menyebabkan manusia bersatu dalam
masyarakat. Pertama adalah untuk saling tolong-menolong secara ekonomis, di mana
hasil-hasil dibentengi oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh
pembagian kerja yang selanjutnya diatur oleh hukum dalam pelaksanaannya.
5

Kedua, bahwa kekuatan individu yang terisolir tidak akan cukup untuk mencapai
kuantitas bahan makanan yang dibutuhkan dan tidak akan cukup untuk memberi apa
yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidupnya. Akhirnya umat manusia
membutuhkan otoritas dan peran negara sebagai penegak utamanya.
6
Dasar tentang ketentuan akal dan etika memperlihatkan bahwa Ibnu Khaldun
menganggap ilmu ekonomi sebagai ilmu pengetahuan yang positif maupun normatif.

4
Ibnu khaldun, Muquddimah, terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hlm.
299.
5
Gaston Bouthoul, Teori-Teori Filsafat Sosial Ibnu Khaldun, (Yogyakarta: Titian Ilahi press,
1998), hlm. 78.

6
Ibid
xxvii
Selanjutnya, digunakan kata "massa" (al-jumhur) menunjukkan kenyataan bahwa
maksud mempelajari ilmu ekonomi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Hal ini karena hukum ekonomi dan sosial berlaku pada massa dan tidak
banyak dipengaruhi oleh individu yang terkucil. Sehingga beliaulah yang telah
melihat hubungan timbal balik antara faktor ekonomi, hukum, sosial, dan pendidikan.
7

Namun, Ibnu Khaldun tidak bermaksud bertindak sebagai juris maupun
teolog, sehingga dalam setiap kesempatan dalam Muqadimah, ia tidak memberi saran
dan tidak membangun ajaran-ajaran. Menurut dia, fakta-fakta terangkai mengikuti
suatu mekanisme yang menentukan suatu kemajuan dan kemunduran negara. Lebih
dari itu, tesis-tesis Ibnu Khaldun menyatakan bahwa masyarakat sebagai penyebab
kekayaan. Menurutnya, jika kota-kota dan kota besar tertentu mengungguli kota-kota
lain dalam aktifitas ekonomi atau kemakmuran yang menyebabkan mereka
berbahagia, maka hal ini karena kota-kota ini mengungguli kota-kota lain dan
penduduknya
8

Dari deskripsi singkat di atas, terlihat bahwa pemikiran peranan negara dalam
hal ini penegak hukum dan perundangan, khususnya dalam aktifitas ekonomi rakyat
sangat jelas menggambarkan bahwa pemikirannya berkaitan dengan salah satu dari
tiga aliran pokok dalam hal peranan atau keterlibatan negara dalam ekonomi. Ketiga
aliran tersebut yaitu: pertama, keterlibatan minimalis dengan penganjur Adam Smith,
Jean Baptist Say, David Ricardo dan Thomas Robert Malthus; kedua, keterlibatan
maksimalis yang umumnya diikuti oleh pemerintahan diktator absolut dan berbagai

7
Ibid
8
Zainab Kudairi, Filsafat Sejarah Ibnu Kaldun, (Bandung: Pustaka, 1987), hlm. 107.
xxviii
negara berkembang, dan; ketiga, keterlibatan terukur dengan penganjur Keynes dan
Samuelson.
9
Apa yang dikehendaki dalam peranan pembangunan ekonomi sebenarnya
adalah koreksi terhadap hukum keseimbangan tersebut. Hal ini disebabkan oleh
karena mekanisme ekonomi sendiri tidak dapat mengoreksi dirinya sendiri. Reaksi
alami produsen bila permintaan pasar akan barang berkurang adalah dengan
mengurangi produksi barang tersebut tanpa memikirkan nasib tenaga kerja yang harus
kehilangan nafkah.
Kritik yang dapat dilontarkan terhadap cara keterlibatan ini adalah bagaimana
secara normatif dapat ditentukan pada saat mana negara harus terlibat dan sejauh
mana keterlibatan itu harus dilaksanakan karena pada dasaraya keseimbangan itu
bersifat nisbi dan tidak jelas batas-batasnya. Bila batasan ini tidak ditetapkan secara
normatif maka dikhawatirkan terjadinya keterlibatan tak terbatas sebagaimana dahulu
terjadi pada negara-negara sosialis yang akhirnya juga akan menghabiskan sumber
daya ekonomi negara yang bersangkutan.

B. Rumusan Masalah
Agar pembahasan penelitian ini lebih terarah pada permasalahan yang dituju
sebagaimana telah diuraikan di atas, maka masalahnya dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana pemikiran Ibnu Khaldun tentang peranan hukum dalam
pembangunan ekonomi negara?

9
Gaston Bouthoul, Teori, hlm. 106-107.
xxix
2. Bagaimana relevansi pemikiran Ibnu Khaldun atas pentingnya peranan
hukum dalam kebijakan pembangunan ekonomi negara?


C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui pemikiran Ibnu Khaldun tentang peranan hukum dalam
pembangunan ekonomi negara.
b. Untuk mengetahui relevansi pemikiran Ibnu Khaldun atas pentingnya peranan
hukum dalam kebijakan pembangunan ekonomi negara.
2. Manfaat Penelitian
a. Sebagai upaya memberikan kontribusi khasanah pemikiran bagi masyarakat
akademik di lingkungan STAIN surakarta maupun masyarakat umum dalam
pemikiran Ibnu Khaldun tentang peranan hukum dalam pembangunan
ekonomi negara.
b. Sebagai referensi peneliti lain kaitannya dengan pemikiran ibnu khaldun.

D. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian terhadap pemikiran Ibnu Khaldun tentang
peranan hukum dalam pembangunan ekonomi negara, maka perlu kiranya perlu
dilakukan telaah terhadap studi-studi yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Hal
ini dimaksudkan untuk melihat relevansi dan sumber-sumber yang akan dijadikan
xxx
rujukan dalam penelitian ini dan sekaligus sebagai upaya menghindari duplikasi
terhadap penelitian ini.
Dalam buku "Ibnu Khaldun dalam pandangan Barat dan Timur" karya Ahmad
Syafi'I Ma'arif.
10
Ibnu Khaldun menyatakan bahwa masyarakat manusia tunduk
kepada hukum perputaran masa muda, masa dewasa, dan masa tua, yang olehnya
sering dianalogikan dengan perputaran kehidupan biologis dari organisme hidup.

Dalam literatur lain, Osman Raliby.
11
Memaparkan pemikiran Ibnu Khaldun
tentang kepemimpinan politik negara. Menurutnya kepemimpinan politik negara yang
didasarkan atas kekuasaan syari'at atau pun raja adalah suatu keharusan sebagai
pemegang wibawa, dan keterpaduan penguasa dengan hukum inilah yang disebut
dengan daulah. Sebaliknya, kehancuran akan terjadi ketika salah satunya ditinggalkan
sebagaimana juga dengan tidak adanya yang satu akan mengakibatkan salah satunya
ditinggalkan.
Demikian penelitian awal terhadap beberapa sumber yang telah penyusun
lakukan, mengenai pembahasan spesifik tentang tema yang diangkat dalam literatur
tertentu penyusun belum menemukannya. Oleh karena itu dalam skripsi ini penyusun
menghadirkan Pemikiran Ibnu Khaldun tentang Peranan Hukum dalam Perkembangan
Ekonomi Negara, yang mencoba mengkaji lebih jauh tentang perkembangan yang
terjadi dalam diskursus hukum dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi
negara menurut pemikiran Ibnu Khaldun serta implikasi pemikiran beliau terhadap
diskursus peran hukum dalam pembangunan ekonomi negara saat ini.

10
Ahmad safii Maarif, Ibnu Kaldun Dalam Pandangan Penulis Barat Dan Timur, (Jakarta:
Gema Issani press, 1996), hlm. 45.
11
Osman Raliby, Ibnu Kaldun Tentang Masyarakat Dan Negara, (Jakarta: Bulan Bintang,
1965), hlm. 85.
xxxi

E. Kerangka Teori
Hukum bagaimanapun sangat dibutuhkan untuk mengatur kehidupan
bermasyarakat di dalam segala aspeknya, apakah itu kehidupan sosial, kehidupan
politik, budaya, pendidikan apalagi yang tak kalah pentingnya adalah fungsinya atau
peranannya dalam mengatur kegiatan ekonomi negara. Dalam kegiatan ekonomi inilah
justru hukum sangat diperlukan karena sumber-sumber ekonomi yang terbatas disatu
pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau kebutuhan akan sumber ekonomi dilain
pihak sehingga konflik antara sesama warga dalam memperebutkan sumber-sumber
ekonomi tersebut akan sering terjadi.
Namun demikian berdasarkan pengalaman umat manusia sendiri, peranan hukum
dalam pembangunan ekonomi negara tersebut haruslah terukur sehingga tidak
mematikan inisiatif dan daya kreasi manusia yang menjadi daya dorong utama dalam
pembangunan ekonomi negara.
Salah satu teori ekonomi yang dikembangkan oleh ahli pemikir Islam, Ibnu
Khaldun, berupa sebuah rumusan berupa kebijaksanaan politik pembangunan,
mungkin, dapat diaplikasikan dalam perkembangan Ilmu Ekonomi saat ini. Rumusan
Ibnu Khaldun tersebut dikenal sebagai Dynamic Model atau Model Dinamika. Model
Dinamika adalah sebuah rumusan yang terdiri dari delapan prinsip kebijaksanaan
politik yang terkait dengan prinsip yang lain secara
interdisipliner dalam membentuk kekuatan bersama dalam satu lingkaran sehingga
awal dan akhir lingkaran tersebut tidak dapat dibedakan, terdiri atas:
1. Kekuatan pemerintah tidak dapat diwujudkan kecuali dengan
xxxii
implementasi hukum
2. Hukum tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan pemerintahan.
3. Pemerintah tidak dapat memperoleh kekuasaan kecuali dari rakyat.
4. Masyarakat tidak dapat ditopang kecuali oleh kekayaan.
5. Kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali dari pembangunan.
6. Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali melalui keadilan.
7. Keadilan merupakan standar yang akan dievaluasi Allah pada umat-Nya.
8. Pemerintah dibebankan dengan adanya tanggung jawab untuk mewujudkan
keadilan.
Masyarakat dalam sebuah negara sesuai kodratnya merupakan manusia yang
lebih suka hidup secara bersama. Hal ini disebabkan dengan kapasitas individu yang
ada, manusia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok guna mempertahankan
kehidupan mereka dalam masyarakat. Oleh karena itu, mereka sangat membutuhkan
suasana kehidupan yang saling menolong dan bekerjasama. Akan tetapi, mereka tidak
dapat hidup berdampingan dan bekerjasama dengan yang lain dalam suasana penuh
konflik dan permusuhan serta ketidakadilan, untuk itu diperlukan adanya sebuah rasa
kebersamaan dan negara sebagai pengendali kekuasaan untuk mencegah terjadinya
konflik dan ketidakadilan guna mempersatukan mereka.
Negara harus tetap mengawasi semua tingkah laku yang dapat
membahayakan pembangunan sosial ekonomi seperti ketidakjujuran, penipuan, dan
ketidakadilan sebagai prasyarat kualitas yang dibutuhkan untuk keharmonisan sosial
dan pembangunan berdasarkan keadilan. Selain itu, negara harus menjamin
pemenuhan hukum dan menghormati hak milik individu serta menanamkan kesadaran
xxxiii
kepada seluruh lapisan masyarakat. Apabila pemerintah melaksanakan peranannya
secara efektif, maka akan menjadi sebuah kontribusi positif dalam pembangunan
ekonomi negara karena kebutuhan masyarakat akan Terpenuhi.
12


F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), yaitu
penelitian yang sumber datanya diperoleh melalui penelitian buku-buku,
majalah, jurnal dan media publikasi lainnya yang berkaitan dengan masalah
dalam penelitian ini.
2. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutik, Pendekatan
hermeneutik adalah pendekatan yang menggunakan cara penafsiran terhadap
makna-makna yang terdapat dalam isi tulisan dari obyek penelitian yang
didapatkan dari menganalisis konteksnya.
13
Pendekatan ini diperlukan untuk
memahami apa sebetulnya yang terkandung dalam tulisan-tulisan Ibnu
Khaldun sehingga bisa dikategorikan madzab Keynesian dari tiga aliran pokok
teori keterlibatan negara. Lalu bagaimana kemudian pendapat Ibnu Khaldun
tentang peranan hukum dalam pembangunan ekonomi negara?
3. Metode Pengumpulan Data

12
Raharjo, Peranan hukum Dalam Ekonomi, Dikutip dari http://www.
Solusihukum.com/Diakses 7 Februari 2008, hlm. 1.

13
Sumaryono E, Hermeuneutik ; Sebuah metode filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm.
25.
xxxiv
Karena penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka
pengumpulan datanya adalah dengan menelusuri dan me-recover buku-buku
dan tulisan-tulisan dalam bentuk lain yang berkaitan dengan objek penelitian.
Di samping itu juga ditelusuri serta dikaji buku-buku dan tulisan-tulisan lain
yang mendukung kedalaman dan ketajaman analisis dalam penelitian ini.
Sumber data yang penyusun gunakan dalam kajian ini terdiri dari
sumber data primer dan sekunder, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Dalam penelitian ini penyusun menggunakan karya-karya yang
telah ditulis oleh Ibnu Khaldun, terutama buku-buku yang berkaitan
dengan hukum ekonomi.

b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah karya-
karya penyusun lain yang berkaitan dengan tema penelitian baik berupa
buku, artikel, maupun tulisan lain.
4. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik content
analysis, yaitu menganalisis data sesuai dengan kandungan isinya. Sedangkan
metode analisis datanya menggunakan metode induktif. Penyusun mencoba
menganalisis bagaimana pemikiran Ibnu Khaldun dalam memahami
keterlibatan negara dalam pembangunan ekonomi, kemudian dari pemahaman
xxxv
tersebut diambil kesimpulan umum tentang relevansinya dengan
pembangunan ekonomi suatu negara.

G. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan dalam penelitian ini tersusun secara sistematis dan
menghasilkan sebuah karya ilmiah yang utuh dan komprehensif, maka penelitian ini
dibagi ke dalam beberapa bagian. Adapun bagian-bagian tersebut secara garis
besarnya dapat disistematikakan sebagai berikut;
Bab pertama, Pendahuluan. Dalam Bab ini diuraikan berbagai persoalan
mendasar yang akan menentukan bangunan isi seluruhnya, yang mencakup latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua. Bab ini dibahas tentang biografi Ibnu Khaldun, yang mencakup
silsilah dan kehidupannya, situasi sosial, karakter pemikiran dan karya-karyanya
sebagai bukti otentik akademik.
Bab ketiga. Pada bagian ini dibahas teori al 'umran atau peradaban, berbagai
segi penghidupan, macam dan metode pengembangannya dan paradigma hukum Ibnu
Khaldun, di samping itu juga akan dibahas tentang keterlibatan negara dalam kegiatan
ekonomi rakyat sebagai pijakan untuk membahas tema sesuai dengan rumusan
masalah.
Bab keempat. Pada bagian ini dilakukan analisis terhadap pemikiran Ibnu
Khaldun tentang keterlibatan negara dan relevansinya terhadap peranan hukum dalam
pembangunan ekonomi negara. Bab ini dibagi dalam tiga sub bab, yakni: pertama,
xxxvi
latar belakang pemikiran Ibnu Khaldun tentang keterlibatan negara dengan
menurunkannya ke dalam dua turunan pembahasan tentang situasi sosial ekonomi
Arab saat itu dan fase-fase kehidupan Ibnu Khaldun; kedua, pemikiran Ibnu Khaldun
tentang keterlibatan negara dan relevansinya terhadap peranan hukum dalam
pembangunan ekonomi negara ; ketiga, implikasi pandangan Ibnu Khaldun tentang
keterlibatan negara dalam dan implikasinya terhadap peranan hukum dalam
pembangunan ekonomi negara.
Selanjutnya penelitian ini diakhiri dengan Bab kelima. Dalam Bab ini akan
disimpulkan semua hasil analisis yang telah dilakukan pada bagian-bagian
sebelumnya, dan kemudian akan disampaikan saran-saran yang mungkin diperlukan
sebagai bahan perbaikan dan pembahasan lebih lanjut berkaitan dengan tema
penelitian ini.


















xxxvii

BAB II
IBNU KHALDUN RIWAYAT DAN KARYANYA

A. Biografi Ibnu Khaldun
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abdurrahman Abu Zaid
Waliuddin bin Khaldun. Nama kecilnya Abdurrahman. Nama panggilnya Abu Zaid;
gelarnya Waliuddin, dan nama populernya Ibnu Khaldun.
14

Ibnu Khaldun dikenal dengan Ibnu Khaldun karena dihubungkan dengan
garis keturunan kepada kakeknya yang kesembilan, yaitu Khalid bin Utsman, dan dia
adalah orang pertama dari marga ini yang memasuki negeri Andalusia bersama para
penakluk berkebangsaan Arab. Dia dikenal dengan nama Khaldun sesuai dengan
kebiasaan orang-orang Andalusia dan orang-orang Maghribi, yang terbiasa
menambahkan huruf wow () dan nun () di belakang nama-nama orang terkemuka
sebagai penghormatan dan takzim, seperti Khalid menjadi Khaldun.
Ibnu Khaldun di lahirkan di Tunisia pada awal Ramadhan tahun 732 H, atau
tepatnya pada 27 Mei 1333. Rumah tempat kelahirannya masih utuh hingga sekarang
yang terletak di jalan Turbah Bay. Dalam beberapa tahun terakhir ini rumah tersebut
menjadi pusat sekolah Idarah 'Ulya, yang pada pintu masuknya terpampang sebuah
batu manner berukirkan nama dan tanggal kelahiran Ibnu Khaldun
Banu Khaldun di Andalusia memainkan peran yang cukup menonjol, baik
dalam bidang ilmu pengetahuan maupun politik. Setelah menetap di Carmona,
kemudian mereka pindah ke Sevilla, dikarenakan situasi politik di Andalusia yang

14
Ali Abdul Wahid Wafi, Ibnu Khaldun : Riwyat dan Karyanya, Alih Bahasa Ahmadie
Thaha, (Jakarta: Grafiti Press, 1985), hlm. 5.
xxxviii
mengalami kekacauan, baik karena perpecahan di kalangan Muslim maupun karena
serangan pihak Kristen di Utara, maka Banu Khaldun pindah lagi ke Afiika Utara. Al-
Hasan Ibn Jabir adalah nenek moyang Ibnu Khaldun yang mula-mula datang ke
Afiika Utara, di mana Ceuta merupakan kota pertama kali yang mereka pijak,
sebelum pindah ke Tunis pada tahun 1223.
15

Di Tunis, di tempat barunya, Banu Khaldun tetap memainkan peran penting.
Muhammad Ibn Muhammad, kakek Ibnu Khaldun, adalah seorang 'hajib', kepala
rumah tangga istana dinasti Hafsh. la sangat dikagumi dan disegani di kalangan
istana, berkali-kali Amir Abu Yahya al-Lihyani (711 H), pemimpin dinasti al-
Muwahhidun yang telah menguasai bani Hafz di Tunis, menawarkan kedudukan yang
lebih tinggi kepada Muhammad Ibn Muhammad, tetapi tawaran itu ditolaknya, pada
akhir hayatnya, kakek Ibnu suka menekuni ilmu-ilmu keagamaan hingga wafatnya
pada 1337 M
Dari latar belakang keluarganya yang banyak bergerak dalam bidang politik
dan pengetahuan seperti inilah Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada awal
Ramadhan 732 H. Menurut perhitungan para sejarawan, hal ini bertepatan dengan 27
Mei 1333 M. Kondisi keluarga seperti itu kiranya telah berperan dominan dalam
membentuk kehidupan Ibnu Khaldun. Dunia politik dan ilmu pengetahuan telah
begitu menyatu dalam diri Ibnu Khaldun. Ditambah lag! kecerdasan otaknya juga
berperan bagi pengembangan karirnya.
16

Secara detail perjalanan hidup Ibnu Khaldun akan dipaparkan dalam tiga fase,
yaitu:

15
Toto Suharto, Epistemologi Sejarah Kritis Ibnu Khaldun, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru,
2003), hlm. 33.
16
Ibid., hlm. 34.
xxxix
1. Fase pertama; Masa Pendidikan
Fase pertama ini dilalui Ibnu Khaldun di Tunis dalam jangka waktu 18 tahun,
yaitu antara tahun 1332-1350 M. Seperti halnya tradisi kaum Muslim pada waktu
itu, ayahnya adalah guru pertamanya yang telah mendidiknya secara tradisional,
mengajarkan dasar-dasar agama Islam.
Di samping ayahnya, Ibnu Khaldun juga mempelajari berbagai disiplin ilmu
pengetahuan dari para gurunya di Tunis. Tunis pada waktu itu merupakan pusat
para ulama dan sastrawan, tempat berkumpulnya para ulama Andalusia yang lari
menuju Tunis akibat berbagai peristiwa politik. Seperti halnya Toto Suharto,
menukilkan dari Fathiyah Hasan Slaiman bahwa disebutkan beberapa gurunya
yang berjasa dalam perkembangan intelektualnya. Di antaranya adalah Abu
'Abdillah Muhrnas Ibn Sa'ad al-Anshari dan Abu al-'Abbas Ahmad ibn
Muhammad al-Bathani dalam qira'at; Abu 'Abdillah Ibn al-Qashar dalam ilmu
gramatika Arab; Abu 'Abdillah Muhammad Ibn Bahr dan Abu 'Abdillah Ibn Jabir
al-Wadiyasyi dalam sastra; Abu 'Abdillah al-Jayyani dan Abu Abdillah ibn 'Abd
al-Salam dalam ilmu fiqh; dan masih banyak lagi gurunya. Walaupun dia
mempunyai banyak guru dan mempelajari berbagai disiplin ilmu, pendidikan yang
diperoleh Ibnu Khaldun sangatlah mendalam dan terkesan dalam dirinya.
Dilihat dengan banyaknya disiplin ilmu yang dipelajari oleh Ibnu Khaldun pada
masa mudanya, dapat diketahui bahwa beliau memiliki kecerdasan otak yang luar
biasa. Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah orang yang memiliki
ambisi tinggi, yang tidak puas dengan satu disiplin ilmu saja. Pengetahuan begitu
xl
luas dan bervariasi. Hal ini merupakan kelebihan yang sekaligus juga merupakan
kekurangannya.
2. Fase kedua; Aktifitas Politik Praktis
Fase kedua dilalui Ibnu Khaldun dalam berbagai tempat seperti di Fez, Granada,
Baugie, Biskara dan lain-lain, dalam jangka waktu 32 tahun antara 1350-1382 M.
Karir pertama Ibnu Khaldun dalam bidang pemerintahan adalah sebagai Sahib al-
'Alamah (penyimpan tanda tangan), pada pemerintahan Abu Muhammad Ibn
Tafrakhtn di Tunis dalam usia 20 tahun.
17

Awal karir ini hanya dijalani Ibnu Khaldun selama kurang lebih 2 tahun,
kemudian ia berkelana menuju Biskara karena pada tahun 1352 M Tunis diserang
dan dikuasai oleh Amir Abu Za'id, penguasa Konstantin sekaligus cucu Sultan
Abu Yahya al-Hafsh.
Pada waktu Abu 'Inan menjadi raja Maroko, Ibnu Khaldun mencoba
mendekatinya demi mempromosikan dirinya ke posisi yang lebih tinggi. Sultan
Abu 'Inan bahkan beliau mengangkatnya sebagai sekretaris kesultanan di Fez,
Maroko. Di kota inilah Ibnu Khaldun memulai karirnya dalam dunia politik
praktis, yaitu pada tahun 1354 M. Selama 8 tahun tinggal di Fez, banyak perilaku-
perilaku politik yang dia lakukan. Sehingga belum lama menjabat sebagai
sekretaris kesultanan, ia dicurigai oleh Abu 'Inan sebagai pengkhianat bersama
pangeran Abu 'Abdillah Muhammad dari bani Hafsh yang berusaha melakukan
satu komplotan politik. Iklim politik yang penuh intrik menyebabkan Ibnu
Khaldun meninggalkan Afrika Utara dan demi karirnya sebagai politikus dan

17
Mukti Ali, Ibnu Khaldun dan Asal Usul Sosiologi, (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1970),
hlm. 17.
xli
pengamat, akhirnya ia memantapkan pergi ke Spanyol dan sampai di Granada
pada tanggal 26 Desember 1362 M.
Ibnu Khaldun diterima baik oleh raja Granada, Abu 'Abdillah Muhammad ibn
Yusuf. Setahun setelah itu Ibnu Khaldun diangkat menjadi duta ke istana raja
Pedro El Cruel, raja Kristen Castilla di Sevilla, sebagai seorang diplomat yang
ditugaskan untuk mengadakan perjanjian perdamaian antara Granada dan Sevilla.
Karena keberhasilannya, raja V memberi Ibnu Khaldun tempat dan kedudukan
yang semakin penting di Granada. Hal ini menimbulkan kecemburuan di
lingkungan kerajaan, akhirnya beliau memutuskan untuk kembali ke Afrika Utara.
Setelah malang-melintang dalam kehidupan politik praktis, naluri kesarjanaannya
memaksanya memasuki tahapan baru dari kehidupannya yaitu ber-khalwat. Dalam
masa khalwat dari tahun 1374-1378 itu, beliau menyelesaikan karya al-
Muqaddimah yang populer dengan sebutan Muqadimah Ibnu Khaldun, sebuah
karya yang seluruhnya berdasarkan penelitian yang baik. Pada tahun 178 M,
selanjutnya beliau meninggalkan Qal'at menuju Tunis. Di Tunis beliau
mendapatkan tugas menuju Makkah 24 Oktober 1382 untuk ibadah haji dan
singgah di Kairo. Sampai di sini, berakhirlah petualangan Ibnu Khaldun dalam
intrik-intrik politik yang kadang membuatnya menjadi seorang oportunis.
3. Fase ketiga: Aktivitas Akademis dan Kehakiman
Masa mi merupakan fase terakhir dari tahapan perjalanan Ibnu Khaldun, fase ini
dihabiskan di Mesir kurang lebih 20 tahun antara 1382-1406 M. Tiba di Kairo,
Mesir pada 06 Januari 1983. Pada masa ini dinasti Mamluk sedang berkuasa.
Kemajuan peradaban dan stabilitas politik saat itu menjadikan Ibnu Khaldun lebih
xlii
tertarik dan karyanya al-Muqaddimah merupakan magnum opus atau kedatangan
karyanya lebih dahulu daripada pengarangnya sehingga kedatangannya disambut
gembira dikalarigan akademisi, disinilah tugas barunya sebagai seorang pengajar
dilakukan Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun memberi kuliah di lembaga-lembaga
pendidikan Mesir, seperti Universitas al-Azhar, Sekolah Tinggi Hukum
Qamhiyah, Sekolah Tinggi Zhahiriyyah dan sekolah tinggi Sharghat Musyiyyah.
Mata kuliah yang disampaikan adalah fiqih, hadis dan beberapa teori tentang
sejarah sosiologi yang telah ditulisnya dalam Muqadimah. Selain berjuang
dalam dunia akademik, Ibnu Khaldun juga melakukan kegiatan yang berkaitan
dengan dunia hukum.
18

Pada tanggal 8 Agustus 1384 M, Ibnu Khaldun diangkat oleh Sultan Mesir, al-
Zhahir Barqa, sebagai hakim Agung Madzab Maliki pada mahkamah Mesir,
jabatan yang diemban dengan penuh antusias ini dimanfaatkan oleh Ibnu Khaldun
untuk melakukan reformasi hukum. la berupaya membasmi tindak korupsi dan
hal-hal yang tidak beres lainnya di Mahkamah tersebut. Akan tetapi, reformasi ini
ternyata membuat orang-orang yang merasa dirugikan menjadi marah dan dengki.
Mereka kemudian berusaha memfitnah Ibnu Khaldun dengan berbagai tuduhan,
sehingga ia dicopot dari jabatan ini setelah satu tahun memangkunya. Fitnah yang
dialamatkan kepada Ibnu Khaldun sebenarnya tidak dapat dibuktikan, tetapi ia
tetap bersikeras untuk mengundurkan diri dari jabatan tersebut
Pada tahun 1387 M Ibnu Khaldun melaksanakan ibadah haji kemudian dia
diangkat lagi sebagai hakim agung Mahkamah Mesir oleh Sultan Mesir Nashir
Faraj, putera Sultan Burquq. Pada masa ini, Ibnu Khaldun sempat berkunjung ke

18
Munawir Syadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI Press, 1993), hlm. 97.
xliii
Damaskus dan Palestina dalam rangka mempertahankan Mesir dari serangan
Mongol. Dan pertemuan selama 35 hari di Damaskus, Syria merupakan peristiwa
penting terakhir bagi Ibnu Khaldun dalam perjalanan hidupnya yang penuh
ketegangan, penderitaan di balik kesuksesanya. Setelah itu ia melanjutkan
profesinyasebagai hakim Agung Madzab Maliki hingga wafatnya pad tanggal 16
Maret 1406 M (26 Ramadhan 808 H) dalam usia 74 tahun di Mesir, jenazahnya
dimakamkan di pemakaman para sufi di luar Bab al-Nashir, Kairo.
19


B. Situasi Politik pada Masa Ibnu Khaldun
Gambaran situasi sosial kehidupan Ibnu Khaldun, penyusun mencoba
memaparkan dalam batasan karir Ibnu Khaldun selama menjabat sebagai ilmuwan
atau akademisi dan selama menjadi hakim Agung kurang lebih pada tahun 1382-1406
M yaitu hampir 24 tahun pengabdiannya pada Sultan Mesir di Kairo. Hal ini
penyusun lakukan guna menyesuaikan tema besar karya ilmiah yang menyoroti
pemikiran dan akti vitas hukum, peranannya dalam pembangunan ekonomi negara.
Masa Ibnu Khaldun merupakan penghujung zaman Renaisans, sebab Ibnu
Khaldun hidup pada abad XIV M (kedelapan Hijriyah). Abad ini merupakan periode
di mana terjadi perubahan-perubahan historis besar baik di bidang politik maupun
pikiran. Bagi Eropa, pada periode ini merupakan periode tumbuhnya cikal bakal
zaman Renaisans. Sementara bagi dunia Islam periode ini merupakan periode
kemunduran dan disintergasi.
20


19
Ibid., hlm. 95.
20
Zainab al Khudairi, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun, (Bandung: Pustaka, 1987), hlm. 16.
xliv
Kota Kairo sebagai kota terakhir perjalanan karir Ibnu Khaldun, dimana dia
mengajar di beberapa Universitas di kota ini dalam berbagai disiplin ilmu. Selain
berjuang di dunia akademik, Ibnu Khaldun juga melakukan kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan reformasi hukum. Dalam beberapa alinea dari al-Ta'rif, Ibnu
Khaldun menekankan sikapnya yang adil dan sangat menhormati keadilan. Dalam
melaksanakan tugas jabatan Hakim Agung, Ibnu Khaldun berupaya sepenuh tenaga
untuk bersikap adil. Beliau berkata; " Dengan sekuat tenaga aku berupaya melakukan
hukum-hukum Allah, sedikitpun aku tidak merasakan gentar terhadap celaan dalam
menegakkan kebenaran. Pangkat maupun kekuasaan tidaklah membuat aku ketakutan,
kedua belah pihak yang berperkara tidak aku bedakan".
Tampaknya lembaga peradilan di Mesir saat itu sedang tertimpa kebrobokan,
dikuasai oleh hawa nafsu dan kepentingan-kepentingan pribadi. Oleh Karena itu Ibnu
Khaldun dengan se'gala kekuatannya berupaya meluruskannya. Namun keadaan ini
tidak berlangsung lama, fiiqaha dan ulama Mesir marah karena melihat jabatan
peradilan, jabatan yang paling terhormat bagt mereka, diduduki oleh orang asing.
Mereka merasa iri dan karena itu merekapun menyebarkan isu-isu mengenai Ibnu
Khaldun.
21

Dari indikasi di atas, dapat disimak bahwa pemikiran Ibnu Khaldun mengakui
bahwa dalam upaya penegakan Hukum terdapat tujuan untuk terciptanya keadilan
kesejahteraan masyarakat secara umum.


C. Corak Pemikiran dan Karya Ibnu Khaldun

21
Ali Abdul Wahid Wafi, Ibnu Khuldun Riwayat, hlm. 61.
xlv
1. Corak pemikiran Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun sebagai seorang pemikir merupakan produk sejarah. Oleh
karena itu, untuk membaca pemikirannya, aspek historis yang mengitarinya tidak
dapat dilepas begitu saja. Namun jelas, pemikiran Ibnu Khaldun tidak dapat
dilepas dari pemikiran Islamnya. Al-Muqaddimah yang merupakan manifestasi
pemikiran Ibnu Khaldun diilhami dari al Qur'an sebagai sumber utama dan
pertama ajaran Islam. Dengan demikian, pemikiran Ibnu Khaldun dapat dibaca
melaui setting sosial yang mengitarinya yang diungkapkannya, baik secara lisan
maupun tulisan, sebagai sebuah kecenderungan.
22

Sebagai seorang filosof Muslim, pemikiran Ibnu Khaldun sangatlah
rasional dan banyak berpegangan pada logika. Tokoh yang paling dominan
mempengaruhi pemikiran fllsafatnya adalah al-Ghazali (1105-1111 M), meskipun
pemikiran Ibnu Khaldun sangatlah berbeda dengan al-Ghazali dalam masalah
logika. Al-Ghazali jelas-jelas menentang logika, karena hasil pemikiran tidak
dapat diandalkan. Sedangkan Ibnu Khaldun masih menghargainya sebagai metode
yang dapat melatih seseorang berpikir sistematis. Namun ada juga pandangan lain
bahwa Ibnu Khaldun mendapat pengaruh Ibnu Rusyd (1126-1198 M) dalam
masalah hubungan antara filsafat dan agama.
Lebih dari itu, posisi Ibnu Khaldun sebagai seorang filosof nampaknya
mendukung posisinya sebagai seorang ilmuwan. Selain bahwa Ibnu Khaldun
adalah seorang yang rasionalis ia juga seorang empiris.
23


22
Toto Suharto, Epistemologi Sejarah , hlm. 53.
23
Andi Halim Nasution, Pengantar ke Filsafat Sains, (Jakarta: Lentera Antar Nusa, 1999),
hlm. 55.
xlvi
Sehingga Ibnu Khaldun dapatlah dikatakan modern pada masanya. Juga
pemikiran Ibnu Khaldun dalam pemikiran keagamaan sangatlah religius, Ibnu
Khaldun memiliki kecenderungan sufistik yang sangat kuat, karena telah
terpengaruh doktrin sufl. Hal ini dibuktikan dengan jabatannya yang pernah
diembannya sebagai Hakim Agung Madzab Maliki di Mesir selama beberapa kali,
dia tidak memanfaatkan untuk memperkaya diri. Maka pemikiran yang
rasionalistik-empiris-sufistik kiranya telah dijadikan dasar pijakan dalam
membangun teori-teori sejarahnya.
Di Mesir waktu itu, ketua pengadilan dipegang oleh empat orang hakim
tinggi sebagai wakil dan empat madzab Imam Maliki, Imam Hanbali, Imam
Hanafi dan Imam Syafi'i. oleh karena madzab yang pertama ini lebih banyak,
maka ketuanya mengepalai ketiga hakim lainnya. Pengadilan Negeri Mesir, ketika
itu diliputi oleh kecurangan-kecurangan dan ketidakberesan, di mana para
hakimnya seringkali meneampuradukkan antara urusan pribadi dengan urusan-
urusan pemerintahan, penuh kolusi dan manipulasi.
Dalam kedudukan Ibnu Khaldun yang tinggi, beliau tidak segan-segan
mengadakan operasi tertib. Dia ingin merealisasikan keadilan dan meletakkannya
pada proporsi yang sebenarnya. Para ulama terkenal yang hidup semasa
dengannya, seperti Abul Mahasin dan Ibnu Hajar, sama-sama mencatat, dalam
karya-karya mereka atas peristiwa itu.
Ketegasan dan keberaniannya dalam mengambil suatu tindakan
menciptakan bentuk keadilan yang sebenarnya. Semua orang berdiri di depah
undang-undang tidak ada bedanya. Dia membuang jauh segala bentuk suap, cara-
xlvii
cara tipu daya, membenci korupsi dan manipulasi. Tentu semua ini menimbulkan
iri hati dan dengki dalam orang-orang yang ada di sekitarnya. Banyak orang
mendebatnya dengan nada-nada tajam. Ditambah lagi dengan alasan-alasan yang
tidak-tidak, bahwa dia orang asing, berasal dari Maghribi. Sedangkan jabatan
Kehakiman Tinggi menjadi incaran para ahli fiqih dan para ulama Mesir. Mereka
iri melihat pamor orang asing. Ibnu Khaldun dituduh dungu dalam masalah
hukum, keputusan-keputusan hukum yang dikeluarkannya tidak memuaskan
mereka.
Berangkat dari semua ini, hati Ibnu Khaldun gundah dan guncang.
Ditambah dengan kematian keluarganya secara tragis dalam perjalanan dari Tunis
menuju Mesir sehingga menambah kelesuan dan berakhir dengan turunnya dia
dart jabatan kehakiman pada tahun 787 H, dua tahun setelah lama menjabat
24


2. Karya-karya Ibnu Khaldun
Meskipun Ibnu Khaldun hidup pada masa di mana peradaban Islam mulai
mengalami kehancuran atau menurut Nurkholish Madjid, pada saat umat Islam
telah mengalami anti klimaks perkembangan peradabannya, namun ia mampu
tampil sebagi pemikir muslim yang kreatif yang melahirkan pemikiran-pemikiran
besar yang dituangkan dalam beberapa karyanya, hampir seluruhnya bersifat
orisinil dan kepeioporan.
25

Berikut ini beberapa karya Ibnu Khaldun yang cukup terkenal, antaralain;

24
Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikirannya, Alih Bahasa Ahmadie
Thata, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), hlm. 57 60.
25
Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradapan, (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1997), hlm.
152.
xlviii
a. Kitab al-I'bar wa Dhuan al-Mubtada' wa al-Khabar fi Ayyam al-'Arab wa al-
'Ajam wa al-Barbar wa man 'Asharahiim min Dzawi al-Suthan al-Akbar.
Karya yang dilihat dari judulnya mempunyai gaya sajak yang tinggi
ini dapat diterjemahkan menjadi; Kitab contoh-contoh dan rekaman tentang
asal-usul dan peristiwa hari-hari arab, Persia, Barbar dan orang-orang yang
sezaman dengan mereka yang memiliki kekuatan besar. Oleh karena judulnya
terlalu panjang, orang sering menyebutnya dengan kitab al- 'Ibar saja, atau
kadang cukup dengan sebutan Tarikh Ibnu Khaldun.
26


b. Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun.
Dalam volume tujuh jilid, kajian yang dikandung begitu luas
menyangkut masalah-maslah sosial, para Khaldunian cenderung
menganggapnya sebagai ensiklopedia.
27

c. Kitab al-Ta 'rif lbnu Khaldun wa Rihlatuhu Garban wa Syarqan.
Adalah kitab otobiografi Ibnu Khaldun secara lengkap di mana ia
dipandang sebagai orang besar abad pertengahan yang paling sempurna
meninggalkan riwayat hidupnya.
28

d. Karya-karya lain
Selain karya yang telah disebutkan di atas, Ibnu Khaldun sebenarnya
memiliki karya-karya lainnya seperti; Burdah al-Bushairi,tentang logika dan
aritmatika dan beberapa resume ilmu fiqih.

26
Ahmad SyafiI Maarif, Ibnu Khaldun dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur,
(Jakarta: Gema Issani Press, 1996), hlm. 12.
27
Toto Suharto, Epistemologi Sejarah , hlm. 65.
28
Zainab al Khudairi, Filsafat , hlm. 29.
xlix
Sementara itu masih ada dua karya Ibnu Khaldun yang masih sempat
dilestarikan yaitu sebuah ikhtisar yang ditulis Ibnu Khaldun dengan tangannya
sendiri ini diberijudul Lubab al-Muhashal fl Ushul al-Din. Dan kitab Syifa al-
Sailfi Tahdzib al-Masatt yang ditulis Ibnu Khaldun ketika berada di Fez,
adalah karya pertama yang berbicara tentang teologi skolastik dan karya
kedua membahas tentang mistisisme konvensional
29


































29
Toto Suharto, Epistemologi Sejarah , hlm. 68.
l
BAB III
PEMIKIRAN HUKUM IBNU KHALDUN
DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NEGARA

A. Hukum Ekonomi Ibnu Khaldun
Hukum Ekonomi Ibnu Khaldun sebagai aspek terciptanya kesejahteraan
ekonomi suatu negara, dapat ditinjau dari Muqaddimah, sebagai berikut
1. Konsep Ibnu Khaldun Tentang Ilmu Al-Umran
Pada umumnya, kegiatan ekonomi dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi,
baik perorangan yang menjalankan perusahaan atau badan-badan usaha yang
mempunyai kedudukan sebagai badan hukum atau bukan badan hukum.
Setiap pelaku ekonomi, baik itu perorangan maupun lembaga atau institusi,
berkewajiban melakukan dan memelihara pencatatan tertentu dengan tertib yang
lazim disebut pembukuan. Kegiatan ekonomi dapat hidup dan berkembang apabila
memperoleh dukungan dari masyarakat, karena pada dasarnya masyarakatlah yang
merupakan pemasok utama kebutuhan perusahaan sekaligus konsumen produksi. Jadi
sesungguhnya, secara timbal balik antara perusahaan sebagai pelaku kegiatan
ekonomi atau siapapun yang mewakili, dengan masyarakat, berada dalam keadaan
saling bergantung yang sangat besar antara satu terhadap yang lain
30
.
Menurut Ilmu Khaldun, hubungan antara pemerintah dan rakyatnya adalah
hubungan kepemilikan. Pemerintah adalah milik rakyat dan rakyat adalah milik
pemerintah. Apabila hubungan kepemilikan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya

30
Sri Rejeki, Hukum Asuransi, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hlm. 4.
li
baik dan tidak menindas, maka tujuan pemerintah terpenuhi dan kepentingan rakyat
terjamin dan demikian juga sebaliknya.
31

Oleh karena itu, kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat pada
hakikatnya merupakan rangkaian berbagai perbuatan hukum yang luar biasa banyak
jenis, ragam, kualitas dan variasinya, yang dilakukan oleh antar pribadi, perusahaan,
antar negara dan antar kelompok dalam berbagai volume dan frekuensi uang tinggi di
setiap saat dan di berbagai tempat dengan terorganisir dengan baik.
Dalam hal ini, Ibnu Khaldun dalam ilmu Al-Umran adalah menyatakan
bahwa organisasi sosial apapun harus memiliki seorang yang memiliki pengaruh
kepada mereka. Peraturan kadang didasarkan pada syariat. Mereka diwajibkan tunduk
pada hukum itu berdasarkan keyakinan si pengatur akan pahala dan dosa yang
ditimpakan kepada mereka di akherat kelak. Kadang-kadang peraturannya didasarkan
pada politik rasioal. Rakyat diharuskan tunduk dengan harapan yang digantungkan
kepada si pengatur setelah dia mengetahui apa yang baik bagi mereka.
32

Dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun menuliskan pada Bab Ketiga tentang
dinasti, kerajaan, khilafah, pangkat pemerintahan dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan itu, yaitu pada pasal Peradaban Manusia sebagaimana berikut :
Organisasi sosial masyarakat menjadi keharusan bagi manusia. Tanpa
organisasi itu, eksistensi manusia tidak akan sempurna dan keinginan Tuhan
unuk memakmurkan dunia dengan makhluk manusia, dan menjadikan mereka
khalifah di muka bumi ini tidak akan berhenti. Inilah arti sebenarnya dari
peradaban (umran), yang menjadi pokok permasalahan
33



31
Ibnu Khaldun, Muqoddimah, terj. Ahmadie Thaha, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2000), hal.
231.

32
Ibid......, hlm. 232.
33
Ibid......, hlm. 72.
lii
Bahwa sesungguhnya organisasi sosial kemasyarakatan adalah keharusan.
Para ahli hukum menyatakan bahwa manusia adalah bersifat politis menurut tabiat-
nya. Hal ini berarti manusia memerlukan organisasi kemasyarakatan (tatanan dan
atau hukum), yang oleh para filsof dinamakan Kota.
Lebih lanjut Ibnu Khaldun menegaskan bahwa ketetapan hukum politik harus
bisa diterima dan diikuti rakyat, sebagaimana terjadi di bangsa Persia dan bangsa-
bangsa lain. Tidak ada suatu negara bisa tegak dan kuat tanpa hukum. Hukum Allah
berlaku bagi orang-orang yang telah berlalu dan yang kemudian.
Dalam dunia ekonomi, perniagaan, tanah perkebunan dan pertanian, kaum
kapitalis dari kalangan penduduk kota membutuhkan proteksi dan wibawa. Hal ini
diindikasikan oleh persaingan mereka dengan para Amir dan Raja, yang selanjutnya
menjadi permusuhan sebagai watak manusia. Kebanyakan kebijakan pemerintah
tidak adil, karena keadilan yang murni hanya didapat dalam khilafah yang legal,
khilafah syariah, yang jarang diwujudkan.
Lebih lanjut Ibnu Khaldun menulis bahwa perdagangan raja akan merusak
perdagangan rakyat dan akhirnya mengecilkan pendapatan pajak. Hal ini disebabkan
oleh; Pertama, kompetisi Raja dengan rakyat terjadi tidak seimbang karena
perbedaan modal antara raja dan rakyat yang berdagang. Kedua, raja kadagkala
memaksa para pedagang untuk menjual dagangannya kepada raja dengan harga
murah atau dengan merampas tanpa imbalan apapun. Ketiga, produksi pertanian dan
kerajinan seperti sutra, jagung, madu, gula dan lain-lain dipaksakan untuk dibeli oleh
rakyat karena desakan kebutuhan negara. Keempat, barang dagangan raja bebas dari
pajak dan bea-cukai. Maka pola bisnis negara secara berlebihan, akan memberikan
liii
implikasi destruktif bagi peradaban (umran) dan mengancam disintegrasi bangsa.
Yang perlu dilakukan raja untuk meningkatkan pendapatannya adalah cukup dari
pajak, bukan dengan melakukan perdagangan.
Karenanya, pemilik harta dan kekayaan membutuhkan kekuatan untuk
melindunginya, di samping wibawa yang diperolehnya dari orang yang memiliki
hubungan dekat dengan raja, atau solidaritas sosial di mana raja akan dihormati.
Maka kesejahteraan dan kedamaian yang tercapai di bawah kepastian keadilan
hukum.
34

Mengenai kuat dan lemahnya suatu negara, banyaknya jumlah suatu bangsa
atau generasi, ukuran kota besar atau kota kecil, serta banyaknya kekayaan dan
ketenteraman merupakan faktor-faktor fundamental yang saling berhubungan, sebab
negara dan kedaulatan merupakan bentuk akan ciptaan dan peradaban (umran), di
mana semuanya rakyat. Sementara, kota menjadi materi bagi negara dan
kedaulatannya.
Untuk pajak kembali ke rakyat dan kekayaan mereka biasanya datang dari
perdagangan dan kegiatan komersial. Bila raja melimpahkan pemberian dan uangnya
kepada rakyatnya, hal itu akan menyebar di kalangan mereka. Ia datang dari mereka
melalui pajak dan pajak tanah, jibayah dan kharaj, serta kembali kepada rakyat
berupa pemberian-pemberian. Kekayaan rakyat berhubungan nisbah kepada

34
Ibid......, hlm. 353.
liv
keuangan negara. Sebaliknya, keuangan negara berhubungan kepada kekayaan
rakyat. Asal dari semuanya itu adalah peradaban.
35

Puncak dari peradaban umranadalah hadlarah dan kemewahan. Bahwa
bila peradaban telah mencapai puncak peradaban, ia akan berubah menjadi korupsi
dan mulai menjadi tua, seperti umur alami bagi makhluk hidup.
Lebih dalam menurut Ibnu Khaldun, moral yang dihasilkan dari kekayaan dan
kemewahan identik dengan korupsi. Sebab manusia dikatakan sebagai manusia
karena kemampuannya menyerap segala manfaat yang berguna bagi dirinya dan
menghindar dari segala bahaya, serta karakternya dikendalikan untuk membuat
usaha. Dalam hal ini, seorang yang sudah maju tidak mampu secara sendirian
mengurusi kebutuhannya. Oleh karena itu, terlalu lemah disebabkan kemewahan
yang telah dia nikmati atau oleh karena gensi, disebabkan dia sudah terdidik dalam
kekayaan dan kemewahan, yang akhirnya terhina. Dia juga tidak mampu menolak
mara bahaya karena kehilangan keberanian sebagai akibat kemewahan, maka dia
akan selalu korup bahkan dalam hal agamannya juga.
Bila manusia telah rusak dalam kemampuannya, kemudian karakter dan
agamanya, maka kemanusiaan telah rusak dan korup. Mereka yang berada dalam
dinas ketentaraan pemerintah, yang terdidik hidup disiplin dan keras, lebih
bermanfaat dari orang-orang yang terdidik atas hadlarah dan telah menyerap sifat-
sifat pembawaannya. Hal ini dapat dijumpai pada sebuah dinasti. Dan sudah jelas

35
Ibid......, hlm. 432.
lv
bahwa hadlarah merupakan titik henti dalam kehidupan peradaban, umran dan
negara daulah.
36

2. Konsep Ibnu Khaldun Tentang Keadaan Sosial
Keadilan sosial adalah keadilan yang didasarkan pada norma-norma dan nilai-
nilai agama, terlepas dari nilai yang mengejawantahkan dalam hukum dan politik
dipersiapkan untuk menerima melalui adat kebiasaan, sikap positifnya atau lainnya.
Bagi para teolog dan filosof muslim, keadilan adalah suatu konsep yang
abstrak dan idealis, diungkapkan dalam istilah-istilah yang unggul dan sempurna.
Mereka tidak berusaha serius melihat keadilan sebagai suatu konsep yang positif serta
menganalisannya dari sudut kondisi-kondisi sosial yang ada. Mereka memang
adakalanya mengacu pada ide-ide skeptik dan atheis (zindiq) yang nampaknya telah
mempersoalkan validitas nilai-nilai yang berasal dari wahyu serta meneguhkan suatu
standar naturalistik bagi urusan-urusan manusia, akan tetapi statemen mereka yang
tidak signifikan belum sampai pada sorotan kecuali referensi-referensi yang
adakalanya samar-samar dalam karya-karya musuh mereka, lebih menarik untuk
menyangkal doktrin-doktrin atheistik daripada dalam statemen lengkap tentang
pandangan-pandangan yang atheistik
37
.
Yusuf Qardhawi, menyatakan bahwa sesungguhnya kebebasan yang
disyariatkan Islam dalam bidang ekonomi bukanlah kebebasan mutlak yang terlepas
dari setiap ikatan, tetapi ia adalah kebebasan yang terkendali, terikaat dengan
keadilan yang diwajibkan oleh Allah. Hal ini karena dalam tabiat masyarakat ada

36
Ibid......, hlm. 437.
37
Ibid......, hlm. 438.
lvi
semacam kontradiksi yang telah diciptakan Allah padanya, suatu hikmah yang
menjadi tuntutan pemakmuran bumi dan kelangsungan hidup
38

Keadilah dalam Islam adalah fondasi dan pilar penyangga kebebasan
ekonomi yang berdiri di atas pemuliaan fitrah dan harkat manusia. Ketika Allah
memerintahkan tiga hal, maka keadilan merupakan hal pertama yang disebutkan.
Sebagaimana Firman Allah :
Ep) -.- NON`4C ;^)
^}=O;Oe"-4 ^<.4-C)4 OgO
_.O^- _OeuL4C4 ^}4N
g7.4=E^- @OE:4^-4
+/^4l^-4 _ 7Og4C
:^U ]NO-EO> ) : (

Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran
39

Ketika Allah memerintahkan dua hal, maka keadilan merupakan salah satu
hal yang disebutkan. Sebagaimana Firman Allah :
Ep) -.- 7NON`4C p
W-1E> ge4L4`- -O)
_)Uu- -O)4 +;O 4u-4
+EEL- p W-O7^4`
;^) _ Ep) -.- +gg^
7Og4C gO) Ep) -.- 4pE
OgE- -LOO4 ) :(
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum

38
Jusuf Qordhawi, Peranan Nilai dan Moral dalamPerekonomian Islam. (Jakarta: Robbani
Press, 1997), hlm. 383.
39
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, lajnah pentashih mushaf Al-Quran,
Bandung, 2005, hlm. 278
lvii
diantara manusia suupaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengan lagi Maha Melihat
40

Dan ketika Allah memerintahkan satu hal, maka keadilan merupakan hal yang
diperintahkan tersebut. Sebagaimana firman Allah :
=O O).4O OO^) W
W-O1g4 7-ON_N LgN
] lO4` +ONNu1-4
--)U^C` N. 4g].- _ E
74 4p1ON> ) :(
Artinya : Katakanlah: Tuhan menyuruh menjalankan keadilan. Dan (katakanlah):
Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah
dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah
menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali
kepada-Nya)
41

Sesungguhnya tauhid sendiri merupakan tauhid sendiri merupakan inti dari
ajaran Islam dan sekaligus sebagai fondasi bangunannya. Di antara yang
menunjukkan perhatian Islam terhadap keadilan adalah pelarangan terhadap
kedzaliman, penegasan larangan terhadapnya, kecaman keras terhadap orang-orang
yang dzalim, dan ancaman terhadap mereka dengan siksaan yang paling keras di
dunia dan di akherat. Dalam Al-Quran disebutkan :
W-744O_4 lOj1c Oj1c
_Uu1g)` W ;} E4N
EU;4 +NO;_ O>4N *.- _
+O^^) OUg47 4-g)U-- )
: (
Artinya : Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang
siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.
Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.
42


40
Ibid., hlm. 88
41
Ibid...., hlm. 154
42
Ibid..., hlm. 370
lviii
Pandangan Ibnu Khaldun tentang keadilan tampaknya berasal dari kajian dan
pengalaman pribadinya dengan kekuatan-kekuatan terhadap masyarakat yang terlepas
dari tradisi-tradisi Islam. Dengan relatifitas pandangan masing-masing peneliti, ada
yang menilai dengan metode induktifnya karena menggunakan konsep sekuler,
misalnya ashabiyah (suatu bentuk solidaritas sosial berdasarkan hubungan sanak
keluarga), dan menganggapnya kembali suatu pandangan bahwa ia dibesarkan dalam
suatu tradisi hukum Islam dan filsafat serta memformulasikan teori-teori tentang
masyarakat pada dasarnya di dalam konteks tradisi Islam.
Pada edisi terakhir Muqaddimah, terkandung sejumlah statement mengenai
beragam cabang ilmu pengetahuan Islam yang telah ditambahkan setelah ia tinggal
dan menetap di Mesir. Memang tidak mudah untuk mengetahui tingkat kesetiaan
Ibnu Khaldun pada tradisi-tradisi; karena alasan ini pula maka al-Muqaddimah mesti
dibaca secara keseluruhan untuk memahami konsep-konsep sosialnya. Karena dalam
kajian yang berurusan dengan konsep keadilan, sebuah jawaban tentang apakah
konsep tentang keadilannya benar-benar sekuler atau religius, dapat diberikan hanya
mungkin dari perspektif khusus ini.
Dalam Al-Muqaddimah-nya, keadilan didiskusikan sebagai suatu konsep
sosial dalam konteks suatu teori tentang masyarakat yang prosesnya ditentukan oleh
faktor-faktor sosial yang melampaui kontrol seorang manusia. Dengan kata lain,
suatu konsep tentang keadilah boleh jadi dianggap suatu apoligia karena
ketidakmampuannya mengontrol kekuatan-kekuatan sosial dan memperbaiki
kedzaliman-kedzaliman yang berasal dari mereka. Sebagai seorang hakim yang harus
melaksanakan keadilan yang obyektif, ia mengambil pesan seorang partisipan dalam
lix
suatu proses sosial yang ia coba untuk mempengaruhinya sesuai dengan skala
keadilan yang digenggamnya. Dalam kapasitas itu, ia tidak harus berlama-lama
tunduk pada suatu pandangan yang determenistik tentang suatu proses sosial.
43

Dari uraian di atas, salah satu aspek penting dalam hukum, yakni aspek
kekuatan sosial tampak mejadi perhatian utama Ibnu Khaldun. Berangkat dari konsep
umran, Ibnu Khaldun sangat menekankan sebuah arti keadilan. Keadila dalam
menjalankan proses sosio-ekonomi, sehingga menjadi suatu pedoman hukum yang
pasti.
Sedangkan teori mengenai perkembangan ekonomi masyarakat terhadap
keadilan dalam al-Muqaddimah, yang merupakan perhatian utama Ibnu Khaldun
adalah suatu analisa tentang masyarakat besar, dimana strukturnya dan kekuatan-
kekuaatan sosialnya mempengaruhi kehidupan dan nasib manusia. Dalam struktur,
unit dasarnya adalah negara (dalam pengertian sempit) sebagaimana dipergunakan
Ibnu Khaldun secara khusus untuk menunjuk suatu pemerintahan atau rezim politik.
Suatu masyarakat besar (negara Islam) terdiri atas suatu ragam negara-negara,
sebagian beada di puncak kekuasaan, yang lain berada dalam dekadensi, dan yang
lain masih dalam proses pembinaan. Negara sebagai suatu unit, bagaikan suatu
individu, memiliki rentangan hidup terbatas (rentangan masing-masing adalah tiga
generasi, atau secara kasar selama 120 tahun). Akan tetapi, Islam sebagai suatu
masyarakat besar akan selalu eksis.

43
Ibnu Khaldun, Muqoddimah, hlm. 347
lx
Perubahan-perubahan dalam masyarakat, termasuk bangkit dan jatuhnya
negara-negara disebabkan oleh kekuatan-kekuatan sosial utama di dalam masing-
masing unit. Kekuatan-kekuatan ini identik dngan ashabiyah dan agama, yang
pertama (suatu bentuk solidaritas sosial), mungkin dijumpai di kalangan masyarakat
nomaden dan cenderung untuk menggerakkan nafsu paling kuat terhadap perang dan
destruksi, menggiring pada konflik tetap di antara mereka. Pada sisi yang lain, agama
adalah suatu perasaan spiritual dari persaudaraan yang mungkin menjadi matang
dalam komunitas-komunitas tidak berpindah, dan oleh karena itu merupakan
kekuatan yang lebih lunak daripada ashabiyah. Akan tetapi manakala dikombinasikan
dengan ashabiyah di kalangan nomaden, sebagaimana dalam suatu kasus adopsi
Islam oleh masyarakat suku (bangsa) Arab, ia menciptakan suatu kesatuan tujuan dan
menggiring pada berdirinya masyarakat Islam.
Bagaimanapun, agama dan ashabiyah tidak selalu bekerja serempak. Dalam
masyarakat Islam, kesatuan antara agama dan ashabiyah berakhir hanya tiga dekade
setelah bangkitnya Islam, lainnya berubah menjadi pemerintahan temporal di bawah
Daulah Umayyah, yang menekankan suatu bentuk dinasti pemerintahan. Dari waktu
itu, suatu kesatuan antar agama dan ashabiyah mulai runtuh berantakan dan suku-
suku nomaden mulai bangkit kembali pada ashabiyah untuk melanjutkan eksistensi
mereka.
Islam sebagai suatu agama, bagaimanapun terus eksis sebagai kekuatan
sosial. Para penguasa mencoba memberdayakan hukum, akan tetapi cita-citanya
ditinggalkan, digantikan oleh kebiasaan-kebiasaan sosial dan kepentingan diri sendiri
kepada otoritas. Akibatnya, ashabiyah tetap sebagai kekuatan tunggal yang sangat
lxi
potensial yang mendorong suku-suku nomaden melanjutkan periodik mereka pada
komunitas-komunitas urban dan ahirnya kebangkitan dan kejatuhan suatu negara
terjadi dalam ayunan penuh.
44

Dalam ranah ekonomi, posisi negara seharusnya bisa memberikan motivasi
kepada individu untuk terus berusaha dalam lapangan ekonomi, dengan memberikan
batasan dan norma hukum tentang apa saja yang boleh dan apa saja yang tidak boleh.
Negara tidak diperkenankan melakukan pembatasan terhadap usaha-usaha kultural
atau swasta dengan pembebanan pajak atau bea cukai. Dalam kaitannya dengan hal
ini Ibnu Khaldun menulis;
Pajak kemudian pada era Raja menjadi hal yang sepihak, tanpa ada
persetujuan dari rakyat. Padahal syariat hanya membatasi pada zakat,
shadaqah, mal jizyah, dan kharaj. Dalam koridor sunnah ini, pembebanan
individu masih belum memberatkan, sebagaimana bangsa Badui yang
nomaden, yang sangat menghargai kemerdekaan individu dan saling
menghargai dalam kemiskinan. Karena fase kemewahan sudah dicapai, maka
pajak kemudian ditingkatkan dengan kebutuhan negara yang semakin
kompleks. Sehingga usaha-usaha kultural lenyap sebagai pengganti pajak
yang tidak seimbang dengan pendapatan rakyat. Dan akhirnya peradaban
(umran) hancur atas lenyapnya perangsang untuk melakukan aktifitas-
aktifitas kultural atau swasta. Padahal pendorong paling kuat bagi aktifitas
kultural atau swasta adalah mengadakan pengurangan sebisa mungkin atas
jumlah kewajiban yang dipungut dari orang-orang yang andil dalam usaha-
usaha kultural.
45

Menurut Ibnu Khaldun, tiga tipe negara bisa dibedakan atas dasar skala-skala
mereka tentang keadilan. Pertama, kategori negara-negara yang tatanan publiknya
benar-benar berasal dari sumber-sumber wahyu; dan skala tentang keadilannya
diabadikan dalam agama dan hukum. Kedua, negara-negara yang tatanan publiknya
bergantung pada hukum-hukum yang ditetapkan oleh manusia; dan skala tentang

44
Ibid, hlm. 303.
45
Ibid.., hlm. 349.
lxii
keadilannya terdiri atas nilai-nilai yan benar-benar sekuler, baik yang berdasarkan
norma-norma rasional atau adat istiadat. Karena nilai-nilai ini tidak berasal dari
hukum dan agama, maka suatu skala tentang keadilan benar-benar tidak sempurna,
karena hanya Allah dan Rasul-rasul-Nya yang membekali suatu standar yang
sempurna dan ideal tentang keadilan. Oleh karena itu, jenis keadilan ini lebih banyak
bergantung kepada seorang penguasa. Menurut teori, seorang penguasa yang
mengklaim meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, maka sebaliknya (rakyatnya)
diharapkan bersikap patuh kepada penguasanya. Ketiga, kategori negara-negara yang
tatanan publiknya terdiri atas campuran hukum-hukum sekuler dan religius. Jenis
tatanan ini berlaku di negara-negara Islam setelah terjadinya tranformasi dari bentuk
pemerintahan khalifah ke bentuk pemerintahan raja. Prinsipnya, para penguasa terikat
oleh hukum dan agama, akan tetapi pimpnan dalam praktiknya mengejar kepentingan
diri sendiri, ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan sosial, syarat keamanan negara,
serta ambisi para anggota keluarga istana. Berikutnya, jenis keadilan ini tidak ideal
dan tidak murni rasional, melainkan merupakan suatu bentuk dari keadilan sosial atau
keadilan positif, terdiri atas norma-norma dan praktik-praktik yang berlaku di
masyarakat Islam.
46

Setelah Ibnu Khaldun menetap di Mesir pada tahun 784 H/ 1382 M, ia mulai
memandang keadilan dari perspektif yang sama sekali berbeda. Khususnya
pandangannya tentang keadilan dan nilai-nilai yang lain yang dipertimbangkan dari
perspektif pengalaman-pengalamannya yang baru sebagai seorang guru dan hakim di
Kairo. Setelah kedatangannya di Kairo, pertama kali ia terkesan terhadap ibu kota

46
Ibid......, hlm. 232.
lxiii
yang pujian tentangnya telah ia dengan sebelumnya. Di samping terpesona dengan
kekayaan materialnya, kemegahan gedung-gedungnya serta pertumbuhan
penduduknya, ia juga mulai mendeteksi korupsi moral dan kedzaliman-kedzaliman
yang tampak dalam masyarakat, yang hampir serupa dengan pengalaman-
pengalamannya selama di Afrika Barat.
Sebagai seorang hakim, ia menyadari adanya berbagai penyalahgunaan dan
ketidakberesan dalam administrasi keadilan yang dikemukakan dengan kaku dan
tidak berpihak untuk memberdayakan suatu hukum dan berjuang melawan mereka
dan menyadari bahwa keadilan merupakan pusat dalam suatu teori sosial tentang
masyarakat, keadilan tampak besar pada horisonnya dan peran seorang hakim bahkan
berkedudukan lebih tinggi dalam suatu tatanan sosial.
Dalam otobiografinya, ia menyesalkan tersebar luasnya praktik-praktik
penyuapan dan berbagai ketidakberesan dalam prosedur yudisial serta praktik-praktik
korup lain yang diputuskannya agar dihentikan. Ia mengambil contoh tentang
integritas dan impertialitas (sikap netral) dengan menolak untuk dipengaruhi oleh
tekanan-tekanan personal atau politik atau melalui praktek penyuapan. Sikapnya yang
netral ditunjukkan dengan memperlakukan semua golongan yang berselisih secara
sama, apakah penggugat maupun terdakwa. Ia menolak kesaksian para saksi yang
terbukti tidak memenuhi klasifikasi-klasifikasi yang disyariatkan dan ia menerapkan
keputusan-keputusan yang bebas untuk ditentukan atau dipilih (tazir) guna
mengendalikan penindasan dan kedzaliman. Karena kekerasan sikap dan
lxiv
ketidakberpihakannya ini, akhirnya ia harus membayar mahal dengan pemecatannya
dari jabatan sebanyak empat kali.
47

Dari uraian di atas, dapat ditarik garis besarnya, bahwa kemampuan suatu
negara mengatur tata sosio-ekonominya adalah sangat penting. Penekanan Ibnu
Khaldun terhadap ashabiyah mengindikasikan hal tersebut. Kesatuan politik yang
lebih dahulu diikat dengan rasa kebersamaan atas dasar persamaan-persamaan kultur
menjadi landasan bagi berdirinya suatu masyarakat politik dan hukum yang kuat.
Dari sini bisa dibaca, bahwa peranan hukum tidaklah terlalu diperinci oleh Ibnu
Khaldun dalam struktur dan aturan-aturan sebagai hukum positif. Ibnu Khaldun tidak
pernah memasuki pemikiran-pemikiran ekonomi abstrak. Ia hanya berbicara hukum
ekonomi pada tataran praktis lapangan, seperti ekonomi sebagai dasar dari alasan-
alasan politik dan juga fenomena-fenomena elementer dalam ekonomi, seperti
geografis masyarakat, pertanian, peggembalaan dan teknik.
Seperempat abad dari akhir kehidupannya, digunakan Ibnu Khaldun untuk
aktifitas peradilan dan di dalam kelas, yang pada dasarnya berhubungan dengan
pengajaran dan penerapan hukum dalam suatu usaha untuk menunjukkan bahwa
pencapaian keadilan merupakan suatu kunci untuk merahabilitasi kondisi-kondisi
sosial. Jadi, tugas di Mesir ini tidak untuk menjelaskan suatu konsep baru tentang
keadilan, ia sudah tentu memperlakukan suatu aspek teoritis dalam Al-Muqaddimah,
akan tetapi untuk menerapkan suatu standar tentang keadilan seperti yang eksis pada

47
Ibid......, hlm. 257.
lxv
zamannya. Ia terbukti loyal terhadap Islam melalui usahanya yang sungguh-sungguh
untuk mengejar keadilan prosedural yang nyaris sempurna.
48


B. Beberapa Teori Ibnu Khaldun dalam Bidang Ekonomi
Ada beberapa teori Ibnu Khaldun mengenai hukum-hukum yang
mengendalikan perkembangan ekonomi, yaitu:
1. Hukum Pembagian Kerja
Dalam kedudukannya sebagai individu, manusia diciptakan dalam keadaan
lemah dan menjadi kuat dengan keterleburannya dalam masyarakat. Kesadaran
akan kelemahan dirinya pada waktu berada diluar masyarakat mendorongnya
untuk bekerjasama dengan orang lain dalam menanggung beban kehidupan
Teks diatas menunjukkan secara jelas dan teliti bahwa factor utama yang
membuat manusia mampu menanggung kehidupan sosila adalah kerjasama
ekonomis. Kerjasama ini sendiri diperlukan karena ada pembagian kerja.
Menurut Ibnu Khaldun, seperti yang ia kemukakan dalam bab kelima Al-
Muqaddimah, ada tiga katagori dalam pembagian kerja, yaitu:
a. Pertanian. Pekerjaan ini menurut Ibnu Khaldun, tidak memerlukan ilmu, dan
ia merupakan Penghidupan orang-orang tidak punya dan orang-orang sehat.
Oleh karena itu, pekerjaan ini jarang dilakukan oleh orang kota dan orang-
orang kaya. Disini kelihatan Ibnu Khaldun meletakkan pertanian pada
pekerjaan yang lebih rendah disbanding pekerjaan lainnya.

48
Gaston Bouthoul. Teori-Teori Filsafat Sosial Ibnu Khaldun, (Yogyakarta: Titian Illahi
Press, 1998), hlm. 48.
lxvi
b. Perdagangan. Pekerjaan ini dilakukan setelah adanya pertanian. Para petani
mendapatkan hasil pertanian melebihi kebutuhan. Oleh karena itu mereka
menukarkan kelebihan itu dengan produk-produk lain yang mereka butuhkan.
Perdagangan adalah pembelian dengan harga murah dan penjualan dengan
harga mahal
c. Perindustrian. Pekerjaan ini dilakukan pada peringkat budaya lebih tinggi dan
kompleks ketimbang pertanian dan perdagangan. Dan pekerjaan ini hanya
terdapat pada kawasan-kawasan dimana penduduknya telah mencapai
peringkat kebudayaan yang cukup maju. Spesialisasi dibidang industri tidak
hanya bercorak individual, tapi juga bercorak regional, atau dengan kata lain
ada kawasan tertentu yang memiliki keahlian dalam bidang industri,
sementara dikawasan lainnya memiliki keahlian dalam industri lainnya sesuai
dengan kesiapan masing-masing kawasan
2. Teori Nilai
Atas dasar apakah nilai dibatasi? Mengenai hal ini ada empat pendapat:
a. Pendapat yang menyatakan adanya dampak biaya produksi atas nilai.
b. Pendapat yang menyatakan tentang pentingnya unsure kerja dalam biaya
produksi dan nilai.
c. Pendapat yang menyatakan bahwa nilai timbul akibat terjadinya interaksi
antara faktor penawaran dan faktor permintaan.
d. Pendapat yang menyatakan bahwa nilai barang-barang satu sama lainnya
saling berkaitan.
lxvii
Dari pembahasan mengenai masalah ini, jelas Ibnu Khaldun menyatakan
pendapatnya dengan jelas dalam sebuah pasal Al-Muqaddimah dengan judul
Realitas Rejeki dan Pendapatan dan Uraian tentang Keduanya serta bahwa
Pendapatan adalah Nilai Kerja Manusia.
3. Teori Harga
Yang mengendalikan harga, menurut Ibnu Khaldun adalah penawaran dan
permintaan. Jadi bilamana permintaan meningkat, maka hargapun akan meningkat
pula. Sebaliknya bilamana permintaan menurun, harga pun akan menurun. Dalam
hal ini kemanfaatanlah yang menggerakkan permintaan. Dengan kata lain,
bilamana kemanfaatan sesuatu adalah besar, maka permintaan juga akan semakin
besar, demikian pula sebaliknya. Ibnu Khaldun membedakan antara kebutuhan
primer dan sekunder, dan ia membedakan antara pasar kota-kota yang banyak
penduduknya dan pasar-pasr yang sedikit penduduknya, dari segi penerapan
hukum penawaran dan permintaan. Kata Ibnu Khaldun dalam sebuah pasal Al-
Muqaddimah denagan judul tentang Harga di Kota.
Di kota-kota besar, penawaran lebih besar dari pada permintaan, sehingga
harga barang-barang priomer sebagai kebutuhan sehari-hari pun murah. Sedang
mengenai barang-barang sekunder, dalam hal ini permintaan lebih besar dari pada
penawaran, sehingga harganya pun mahal. Sebaliknya di kota-kota kecil, di sini
barang-barang primer lebih mahal daripada di kota-kota besardan barang-barang
sekunder lebih murah. Dikota-kota kecil produksi bahan-bahan makanan terbatas,
sehingga orangpun berupaya membelinya untuk disimpan. Sementara barang-
lxviii
barang sekunder banyak didapatkan, sebab permintaan atas barang-barang ini
lebih banyak terjadi di kota-kota besaryang lebih maju.
4. Faktor-faktor Produksi
Menurut Ibnu Khaldun, yang menjadi factor-faktor produksi adalah alam,
pekerjaan dan modal, yang terbentuk dari dua factor sebelumnya. Urutan ketiga
factor ini, dari masa ke masa selalu berubah. Ketiga faktor ini sendiri telah di
kemukakan oleh Ibnu Khaldun.
Factor-faktor tersebut adalah: pertama, alamlah yang membekali manusia
dengan materi yang adakalanya dapat ia pergunakan secara langsung dan
adakalanya pula setelah ia olah. Kedua, yaitu pekerjaan, hal ini telah diuraikan
diatas dalam teori nilai. Namun disini perlu ditambahkan bahwa faktor ini
merupakan faktor utama yang melebihi kedua faktor lainnya. Faktor pekerjaan
mempunyai kelebihan dengan coraknya yang positif, dan ia merupakan factor
yang selalu ada dalam semua bentuk produksi, malah hasil alam tidak mungkin
diperoleh tanpa pekerjaan. Pada masa Ibnu Khaldun sendiri, pekerjaan
mengungguli factor-faktor produksi lainnya, demikian pula factor ini tidak
terpisah dari modal, sebab ketika itu, pemilik modal juga bekerja.
49


C. Pengaruh Hukum dalam Pembangunan Ekonomi Negara
1. Arti Pengaruh dan Fungsi Hukum Ekonomi
Pengaruh dalam pembahasan ini diartikan sebagai peranan positif, karena
adanya hukum yang terdiri dari berbagai norma itu, maka keberadaanya saja sudah

49
Ibnu Khaldun, Muqoddimah, terj. Ahmadie Thaha, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2000), hlm.37-
50.

lxix
mempunyai peranan. Ini sesuai dengan fungsi hukum sebagai pernyataan yang berisi
petunjuk tingkah laku manusia, alat untuk menyesuaikan konflik dan alat untuk
rekayasa sosial ekonomi.
Jadi, dari fungsi hukum itu sendiri sudah sangat berpengaruh dalam
kehidupan manusia, utamanya dalam kehidupan ekonomi. Fungsinya adalah untuk
mengusahakan kesejahteraan seluruh umat manusia. Fungsi di sini adalah sebagai
kerangka yang berwujud peraturan yang membimbing, memberikan pedoman sanksi
dan alat untuk merekayasa kehiduupan sosial. Obyeknya adalah segala segi
kehidupan manusia, utamanya kegiatan manusia dalam kehidupan ekonominya.
Dalam perkembangannya, definisi pembangunan ekonomi diwujudkan dalam
upaya meniadakan, setidaknya mengurangi kemiskinan, pengangguan dan
ketimpangan. Hal ini dilatarbelakangi realita bahwa implementasi strategi anti
kemiskinan, orientasi pada kesempatan kerja dan pemerataan pembangunan sering
hanya berhenti sebagai retorika politik penguasa.
50

Sejarah mencatat munculnya paradigma baru dalam pembangunan seperti
pertumbuhan dengan distribusi kebutuhan pokok, pembangunan mandiri,
pembangunan berkelanjutan terhadap alam, pembangunan memperhatikan
ketimpangan pendapatan menurut etnis. Artinya bahwa, kontribusi mengenai
pembangunan tidak berbicara dalam konteks aktual, namun lebih membahas apa yang
harus dilakukan. Sehingga harus ada kombinasi berbagai paradigma dalam formulasi
maupun implementasi kebijaksanaan. Pembangunan sebagai proses multidimensi

50
Suhardi, Karya Ilmiah Sosial : Menyiapkan, Menulis dan Mencermati, (Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia, 2007), hlm. 27-28.
lxx
yang mencakup tidak hanya pembangunan ekonomi, namum juga perubahan-
perubahan utama dalam struktur sosial dan perilaku.
Maka, bila dikaitkan dengan kegiatan ekonomi yang pada hakekatnya adalah
kegiatan yang menjalankan perusahaan, yaitu suatu kegiatan yang mengandung
pengertian bahwa kegiatan dimaksud harus dilakukannya adalah
a. Secara terus menerus, dalam pengertian tidak terputus-putus.
b. Secara terang-terangan, dalam pengertian sah (bukan ilegal).
c. Dan kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memperoleh keuntungan,
baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Istilah perusahaan atau menjalankan perusahaan tersebut merupakan istilah
pengganti pedagang, kegiatan perdagangan. Penggantian istilah tersebut merupakan
satu pembaharuan yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara teoritis maupun
praktis.
51

Secara umum, dapat dikatakan bahwa perbuatan-perbuatan di bidang
ekonomi merupakan perbuatan hukum yang bersifat netral, artinya bahwa perbuatan-
perbuatan hukum yang terjadi pada bidang ekonomi merupakan hukum yang
mengandung nilai-nilai netral. Meskipun demikian, perbuatan hukum tersebut tidak
sama sekali bebas nilai. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah peraturan-peraturan
yang ada, yang diciptakan oleh negara mampu memenuhi kegiatan ekonomi pada
umumnya dan kegiatan usaha pada khususnya.
Peranan hukum dalam kegiatan ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari
dua sisi, dalam dua kepentingan yang setara, yaitu :
a. Hukum dilihat dari sisi pelaku ekonomi

51
Hartono, Hukum Asuransi, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hlm. 9.
lxxi
Berangkat dari tujuan ekonomi itu, sesungguhnya untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya, maka hukum semata-mata dipandang
sebagai faktor eksternal yang bermanfaat dan dapat dimanfaatkan dalam
rangka mengamankan kegiatan dan tujuan ekonomi yang akan dicapai.
b. Hukum dipandang dari sisi negara atas pemerintahannya
Hukum dapat dimanfaatkan untuk menjaga keseimbangan kepentingan
dalam masyarakat. Hukum dipahami sebagai alat untuk mengawasi
seberapa jauh terjadi penyimpangan terhadap perilaku para pelaku
ekonomi terhadap kepentingan lain yang lebih luas.
52

Kegiatan ekonomi yang terjadi di masyarakat pada hakekatnya merupakan
berbagai perbuatan hukum yang luar biasa anyak, jenis, ragam, kualitas dan
variasinya, yang dilakukan oleh antar pribadi, antar perusahaan, antar negara dan
antar kelompok dalam berbagai volume dengan frekuensi yang tinggi setiap saat di
berbagai tempat.
Perbuatan-perbuatan hukum yang demikian tentu saja dapat menimbulkan
atau melahirkan berbagai akibat hukum yang sangat luas, dengan frekuensi yang
tinggi pula, yang akhirnya menjadi hak dan tanggung jawab bagi banyak pihak
dengan berbagai bentuk dalam berbagai variasi.
Selanjutnya hukum dalam konteks hukum bisnis pada era globalisasi dan
teknologi, pola kerjasama yang disepakati tersebut pada dasarnya mengacu pada satu
hal yaitu diciptakannya pasar bebas atau liberasi pasar. Dengan demikian proyeksi
untuk sampai dua dekade yang akan datang sangat perlu dilakukan, yaitu dalam
rangka mengadakan antisipasi yang cermat. Antisipasi yang cermat adalah penting

52
Ibid..., hlm. 15.
lxxii
karena situasi masa depan akan menimbulkan berbagai perubahan terhadap semua
aspek kehidupan, tidak semata-mata pada aspek kegiatan ekonomi saja, melainkan
meliputi pula berbagai aspek hukum.
Maka, hukum sebagai nilai-nilai yang menggambarkan abstraksi di nurani
manusia dan kemanusiaan mengenai adil tidak adil, benar tidak benar, sah tidak sah,
patut dan tidak patut, pada hakekatnya mampu menjawab atas persoalan di atas.
Dengan menggunakan konsep umran, Ibnu Khaldun mencoba memasukkan unsur
hukum sebagai sebuah batasan baik bagi pemerintah maupun oleh rakyatnya. Semua
itu diarahkan demi terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran perdagangan yang
bergantung kepada produktifitas dan usaha manusia dalam semua arah. Karena itu
apabila orang mandeg dalam mencari penghidupan dan hanya berpangku tangan
untuk memperoleh pekerjaan, maka pasar-pasar peradaban, umran akan merosot dan
setiap hal akan runtuh. Rakyat akan berpencar ke seluruh pelosok daerah untuk
mencari penghidupan. Sehingga ketidakteraturan status raja dalam sebuah negara
muncul dan mengakibatkan disintegrasi. Ketika pilar umran (peradaban) ini hancur
juga, maka semua bangunan peradaban akan hancur pula
53

Secara rinci, hukum akan menempatkan diri sebagai seperangkat peraturan
yang di dalamnya mengandung nilai-nilai, antara lain :
a. Pemanfaatan IPTEK secara maksimal yang tidak membahayakan manusia
dan kehidupan.
b. Tidak melanggar kepentingan dan berbagai hak-hak pribadi maupun publik
atau masyarakat.

53
Ibnu Khaldun, Muqoddimah, hlm. 360.
lxxiii
c. Pengakuan dan prosedur pengakuan hak oleh negara di bidang hak milik
intelektual.
d. Pengaturan tentang atau mengenai keseimbangan antara kepentingan publik
terhadap kepentingan individu dan sebagainya, sebagai keseimbangan
kepentingan para pihak
e. Mengingat luasnya dan sekaligus tipisnya batas antara nilai kemanfaatan
dengan dampak dari teknologi, maka sangat dibutuhkan berbagai aspek
hukum, sekaligus untuk mengatur penggunaan teknologi pada umumnya, baik
aspek hukum publik (aspek pidana dan administrasi) maupun aspek hukum
pribadi atau privat.
f. Pengakuan dan prosedur pengakuan hak oleh negara di bidang intelektual.
54

Dengan adanya kemungkinan penyalahgunaan teknologi dan sabotase hak
kreatifitas kebendaan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi pula. Maka hukum
muncul sebagai kekuatan yang memberikan solusi. Solusi yang diberikan oleh hukum
dalam hal ini adalah :
a. Memberikan rambu-rambu dengan mengatur keseimbangan kepentingan
berbagai pihak terhadap pemanfaatan komoditi baru, antara lain di dalam
peraturan tentang hak milik intelektual.
b. Memberikan pengakuan terhadap penemu, pencipta sebagai pemilik yang
berhak, antara lain dalam Undang-Undang Hak Paten dan Hak Cipta.
c. Memberikan perlindungan terhadap pelanggaran hak dan sebagainya terhadap
semua pihak yang beritikad buruk, adalah dapat akomodir melalui undang-

54
Hartono, Hukum Asuransi....,hlm. 30.
lxxiv
undang perlindungan konsumen, Undang-Undang persaingan sehat dan
Undang-Undang usaha kecil.
Realisasi partisipasi hukum terhadap kemajuan dan perkembangan teknologi,
adalah dengan mengatur tentang :
a. Pengakuan dan pemberian hak terhadap penemuan, pemakaian dan peredaran
teknologi baru.
b. Melindungi terhadap yang berhak mengadakan dan mengedarkan dan
pemakai yang sah.
c. Mengatur tentang transaksi teknologi baru yang bersangkutan dengan tujuan
menjaga keseimbangan kepentingan yang mungkin berbenturan dan
pertentangan yang mungkin timbul.
55

Jadi pada dasarnya, hukum yang merupakan satu kesatuan nilai yang abstrak
mencoba melindungi semua pihak di dalam masyarakat itu sendiri dan semua
kepentingan di dalam masyarakat untuk sebesar-besarnya kepentingan kemanusiaan.
Hukum harus mampu memberikan nuansa aman di dalam tata pergaulan kehidupan
masyarakat. Mengingat bahwa teknologi tidak saja membawa manfaat pada
kehiduupan manusia, tetapi dapat menimbulkan malapetaka yang fatal sifatnya.
Perlindungan tersebut antara lain Undang-Undang di bidang lingkungan hidup dan
pemanfaatan sumber daya alam.
Dari uraian di atas, maka negara dalam hal ini sebagai institusi pemerintahan
suatu bangsa harus mampu mengakomodasikan berbagai kepentingan warganya,

55
Ibid., hlm. 32.
lxxv
khususnya dalam kegiatan ekonomi. Karena dalam serkulasi perekonomian, negara
bertanggungjawab dalam menjaga dan melindungi stabilitas keamanan kegiatan
ekonomi masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa kemakmuran atau kemajuan
bangsa ditentukan oleh naiknya kesejahteraan warga masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari dan masa depan generasinya.
2. Berbagai Teori dan Paham Hukum yang Relevan
Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi masih dalam kerangka teori
hukum, meskipun obyeknya adalah kegiatan ekonomi. Teori hukum yang pertama,
ada 3 ajaran tentang 3 lapisan teori hukum, yakni mengenai filsafat hukum, teori
hukum, dan dogmatika hukum. Adapun landasan-landasan teori hukum yang relevan
antara lain :
a. Sebagai landasan filosofis, maka diletakkan rechtfilosofie atau filsafat hukum
(ilmu yang mendasar dan mencari makna terdalam dan dalam batasan-batasan
kaidah hukum).
b. Di atasnya diletakkan rechttheori in enge zin atau teori hukum sempit
(mempelajari gejala-gejala umum hukum positif yakni mengenai pengertian-
pengertian dalam hukum, definisi berbagai bagian hukum, perbedaan antara
aturan hukum tertentu dengan asas-asas hukum, sifat kaidah hukum, sistem
hukum dan keberlakuan hukum).
c. Di atasnya lagi terdapat rechtwetenschap atau ilmu pengetahuan hukum yang
terdiri dari :
lxxvi
1) Rechtdogmatick (dogmatika hukum), obyeknya adalah tentang
hukum positif atau tentang konsep aturan hukum yang ada dan
berlaku.
2) Rechtgeschideris (sejarah hukum).
3) Rechtsvergelijking (perbandingan hukum).
4) Rechtssociologie (sosiologi hukum).
5) Rechtspsykologie (psikologi hukum).
56

Rechtwetenschap ini bersama-sama dengan rechttheori adalah juga disebut
sebagai rechtheori in ruim zin atau teori hukum dalam arti luas, sehingga kita
sekarang bisa membedakan arti sempit dan yang luas.
Dalam kaitannya hukum pada kegiatan ekonomi dengan tujuan filsafat dari
hukum itu sendiri yakni keadilan dan kesejahteraan rakyat banyak. Sedangkan
pembicaraan tentang peraturan perundangan yang ada dilakukan dengan
menggunakan cara seperti pembicaraan tentang dogmatika hukum dan sebagian
sejarah hukum suatu negara.
57

Dalam kajian aspek-aspek hukum ini, Ibnu Khaldun sangat memahaminya.
Walaupun dalam Muqaddimah ia tidak terlalu detail dan khusus menjelaskan aspek-
aspek hukum, akan tetapi dari sebaran pemikirannya kita bisa mengambil
pemikirannya tentang hal tersebut.Ibnu Khaldun juga mengatakan bahwa yang
memegang kendali atas hukum dan pembuatan hukum Undang-Undang adalah para
Khalifah sebagai pengganti dari para Nabi. Akan tetapi karena beratnya tugas

56
Ibid, hlm. 35.
57
Ibid...., hlm. 38.
lxxvii
khalifah, akhirnya ia harus mengangkat seorang hakim atau sebuah majlis yan
dinamakan ahl al hal wa alaqd. Pada awalnya, jabatan hakim hanya mengurusi
persoalan apabila terjadi gugatan. Akan tetapi perkembangan lebih lanjut, hakim
mempunyai tugas dan fungsi tetap dalam menghukumi perkara. Perkara-perkara
tersebut antara lain :
a. Pemenuhan sebagai hak muslim.
b. Menguasai harta anak yatim, orang gila, orang pailit dan tidak mampu di
bawah penguasaan seorang wali.
c. Mengurusi surat wasiat dan waqaf.
d. Mengawinkan perempuan yang tidak punya wali.
e. Mengurusi jalan serta bangunan.
f. Menguji barang bukti, pengacara dan pengganti petugas pengadilan.
g. Berusaha menyempurnakan pengetahuan dan pengalaman sebagai uji
kontinyu terhadap kompetensi kehakiman.
58

Dari pemikiran di atas, bisa dilihat bahwa Ibnu Khaldun mencoba membuat
sebuah struktur hukum yang diterjemahkan ke dalam tugas seorang hakim. Dia
menggambarkan sebuah peralihan wewenang hukum yang sebenarnya dimiliki oleh
Khalifah, kemudian diwakilkan kepada seorang hakim. Semua ini bagi Ibnu Khaldun
adalah sebuah proses sejarah yang sedang berjalan menuju sebuah peradaban(umran).
Dalam perkembangan sejarah hukum ini, banyak perubahan yang terjadi sesuai
dengan watak kekuasaan.

58
Ibnu Khaldun, Muqoddimah, hlm. 268.
lxxviii
Pemerintahan yang mulai menuju watak menetap (urban), akan meninggalkan
wataknya yang nomad. Dalam watak menetap ini, kebutuhan pemerintahan akan
semakin kompleks dalam mengurusi masyarakat, karena urusan perluasan wilayah
sudah dilupakan. Maka hukum pun akhirnya lebih diketatkan dan beberapa instrumen
dibuat. Hakim, wazir, mawla, pengawas pasar (hisbah), polisi dan penjaga pintu
gerbang (hajib).
Munculnya beberapa aparat hukum dalam sebuah pemerintahan bukanlah
sebuah persoalan bagi tumbuhnya peradaban. Bagi Ibnu Khaldun, semua jawaban itu
bisa dijalankan asalkan tetap berpegang teguh kepada syariat dan kembali kepada
masyarakat. Akan tetapi, mengikuti perkembangan suatu persoalan menjadi watak
yang menetap, aparat-aparat hukum ini ternyata diciptakan untuk membatasi gerak
masyarakatnya dan pada batas tertentu memberatkan kondisi sosial ekonomi mereka.
Penarikan pajak, bea-cukai lewat aparat ini juga dilakukan. Dengan
perkembangannya, aparat-aparat ini juga, posisi pemerintah atau raja di tengah
masyarakat semakin eksklusif dengan penjagaan baik di pintu gerbang maupun di
istana.
Maka sistem hukum yang dibuat oleh Ibnu Khaldun adalah berlandaskan pada
syariat yang telah diturunkan oleh Allah kepada para Rasul dan kemudian digantikan
oleh khalifah. Inilah landasan dari semua landasan hukum akan tetapi, perkembangan
zaman kemudian berimplikasi pada meluasnya pembagian tugas dan wewenang
dalam hukum. Hukum-hukum yang didasarkan kepada kebutuhan praktis manusia
dan bersifat keduniaan semakin diluaskan. Maka lahirlah perangkat-perangkat hukum
di atas.
lxxix
Pendapat Ibnu Khaldun mengenai posisi-posisi aparat ini yang bukan saja
sebagai penegak hukum, akan tetapi juga sebagai motivasi bagi penduduk untuk
melakukan perbuatan yang berguna bagi sesamanya dan meniadakan kemungkaran
antar sesama mereka. Di sinilah letak impact hukum yang harus ditekankan oleh para
aparat hukum. Hal ini dijelaskan olehnya dalam menerangkan tugas seorang
pengawas pasar (hisbah) :
Pengawas pasar adalah jabatan keagamaan. Dia mencari kemungkaran dan
mengaplikasikan hukuman yang tepat dan dibarengi dengan tindakan
korektif. Dia mengurusi hal itu sambil memberikan motivasi agar orang mau
melakukan hal-hal yang berguna bagi kepentingan umum. Dia tidak punya
kekuasaan untuk mengurusi klaim hukum-hukum secara mutlak, kecuali
terhadap perkara penipuan.
59



























59
Ibid., hlm. 274.
lxxx

BAB IV
RELEVANSI PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TERHADAP PERANAN HUKUM
DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NEGARA

A. Rekonstuksi Pemikiran Peranan Hukum Ibnu Khaldun sebagai Dasar
Kebijakan Negara Dalam Pembangunan Ekonomi Negara
Untuk melakukan analisis korelatif pemikiran Ibnu Kaldun dalam
hubungannya dengan peranan hukum untuk kesejahteraan ekonomi suatu negara
sebagaimana dalam muqaddimah, di perlukan analisa pribadi Ibnu Khaldun, baik
melalui karya ilmiahnya maupun kondisi obyektif sistem pemerintahaan yang
terapresiasikan dalam sejarah situasi-kondisi negara di masa Ibnu Khaldun hidup.
Sebagaimana disebutkan dalam Bab II, secara panjang lebar di paparkan
tentang situasi social pada masa Ibnu Khaldun. Dalam masa aktivitas akademik dan
kehakiman sebagai fase terakhir dari tahapan perjalanan kehidupannya yang
dihabiskan di Mesir kurang lebih 24 Tahun antara tahun 1382-1406 M. tiba di Kairo,
Mesir pada 6 Januari 1383 M. pada masa ini dinasti Mamluk sedang berkuasa.
Selain berjuang dalam dunia akademik, Ibnu Khaldun juga melakukan
kegiatan yang berkaitan dengan reformasi hukum. Pada tanggal 8 Agustus 1384 M,
Ibnu Khaldun diangkat oleh Sultan Mesir, Al-Zahir Barqa sebagai hakim Agung
Madzhab Maliki padsa mahkamah Mesir, jabatan yang dipegang dengan penuh
antusias ini dimanfaatkan oleh Ibnu Khaldun untuk melakukan reformasi hukum. Ia
berupaya membasmi tindak korupsi dan hal-hal yang tidak beres lainnya di
mahkamah tersebut. Akan tetapi, reformasi ini ternyata telah membuat orang-orang
lxxxi
yang merasa dirugikan menjadi marah dan dengki. Mereka kemudian berusaha
memfitnah Ibnu Khaldun dengan berbagai tuduhan, sehingga ia dicopot dari jabatan
ini setelah satu tahun memangkunya. Fitnah yang tuduhkan terhadap Ibnu Khaldun
sebenarnya tidak dapat dibuktikan, tetapi ia bermaksud mengundurkan diri dari
jabatan tersebut
60

Ibnu Khaldun merupakan produk dari sejarah masyarakatnya denga cukup
menguasai beberapa disiplin ilmu pengetahuan yaitu ilmu filsafat, logika dan
metafisika. Namun jelas dan pasti bahwa pemikiran Ibnu Khaldun tidak akan bisa
dilepas dari pemikiran Islamnya.
Ibnu Khaldun menyelaraskan suatu makna penting dengan fenomena yang
berkaitan dengan masyarakat. Bahwa dalam pemikiran ekonomi di abad pertengahan,
doktrin ekonomi diperkenalkan sebagai peran pembantu untuk menjelaskan
ketentuan-ketentuan hukum, atau dikalangan teolog, doktrin-doktrin tersebut
berfungsi untuk mendukung ketentuan-ketentuan moral. Dengan mengatakan:
Sebuah pemerintahan yang baik dapat meningkatkan pemasukan-pemasukan secara
terhormat. Yang bisa diartikan bahwa dalam mengambil sebuah kebijakan ekonomi
negara, tidak sekedar menghadirkan keseluruhan fakta, namun juga harus memahami
dengan baik landasan moral yang terbingkai dalam kaidah-kaidah hukum.
Maka upaya rekonstruksi subyektif pemikiran Ibnu Khaldun bila dikaitkan
dengan upaya pemerintah dalam mengusung pembangunan ekonomi warga memiliki
kedekatan dengan ilmu sosial. Hal ini berkaitan pada sebuah klasifikasi pemikiran
yang mendefinisikan bahwa ilmu ekonomi sebagai pelajaran tentang bagaimana

60
Toto Suharto, Epistemologi Sejarah Kritis Ibnu Khaldun, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru,
2003), hlm. 53.
lxxxii
orang-orang, kelompok masyarakat dan negara mengadakan pilihan, dengan atau
tanpa uang, untuk menggunakan sumber-sumber produktif yang langka dan memiliki
berbagai alternative penggunaan, untuk menghasilkan bermacam-macam komoditi
dan membaginya untuk konsumsi masa sekarang atau masa depan.
Sementara sosiologi diposisikan sebagai upaya sistematis untuk menerangkan
keteraturan dan keberagaman berbagai tujuan dan perilaku perseorangan, struktur
social, sanksi-sanksi, norma-norma, dan nilai-nilai, lebih khusus lagi,
menghubungkan beberapa bentuk variabel saru dengan yang lainnya.
Salah satu studi kasus adalah persoalan budaya korupsi yang bersifat polotis
dikalangan birokrat pemerintahan adalah penyalahgunaan kekuasaan umum untuk
keuntungan pribadi atau kelompok, sehingga menyulitkan hakim yang bertugas
mengadili tindak pidana korupsi. Jika pengadilan tidak berhasil membuktikan secara
hitam diatas putih, atau tidak adanya saksi-saksi dikalangan birokrat yang benar-benar
bersedia untuk membantu memperkuat tuduhan korupsi, maka niscaya hakim tidak
mempunyai alasan kuat untuk menghukum
61

Dari pemaparan diatas, konstruksi Ibnu Khaldun yang bisa diambil penyusun
adalah ketika kondisi yang korup dalam system dan pelaku pemerintahan yang telah
mendominasi kebijakan suatu negara, maka dibutuhkan suatu kekuatan struktur
hukum yang independent dan progresif yang diberlakukan, sehingga keseimbangan
terpenuhi. Ketetapan hukum serta kebijakan ekonomi juga mempertimbangkan
kondisi sosiologi masyarakat, sehingga kesejahteraan tidak hanya bersifat ekonomis
melainkan juga nilai-nilai moral-budaya menjadi benteng pertahanan yang kuat.


61
Mubyarto, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Primaduta, 1995), hlm. 88
lxxxiii
B. Relevansi Pemikiran Peranan Hukum Ibnu Khaldun sebagai Dasar Kebijakan
Negara Dalam Pembangunan Ekonomi Negara
Salah satu hal yang bisa dipelajari dari penjelasan diatas adalah di tengah
situasi dan kondisi distorsi implementasi kebijakan Mesir saat itu, khususnya dalam
kebijakan hukum, lembaga peradilan Mesir yang ketika itu mengalami kebobrokan
dikuasai oleh hawa nafsu dan kepentingan-kepentingan pribadi, Ibnu Khaldun dengan
segala kekuatannya berupaya meluruskannya.
Hal tersebut kiranya mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam upaya
pemerataan akses ekonomi bagi warga negara secara umum saat itu. Diabad
pertengahan, doktrin-doktrin ekonomi hanya memainkan peran pembantu, di
kalangan juris. Dimana doktrin-doktrin ini berfungsi untuk memperjelas ketentuan
hokum tertentu, maupun dikalangan teolog di mana doktrin-doktrin ini berfungsi
sebagai argument untuk mendukung ketentuan-ketentuan moral tertentu
62
.
Hal tersebut kiranya menjadi indikasi ketika kondisi dan situasi pelaksana
pemerintah korup jelas mempengaruhi konsentrasi kebijakan negar khususnya
dalam perihal kebijakan dalam upaya peningkatan kesejahteraan ekonomi warga.
Kepentingan politik kelompok maupun pribadi menjadi lebih dominant disbanding
upaya pemerataan kesejahteraan.
Sebagaimana dalam masalah keadilan ekonomi, dimana Ibnu Khaldun
menyatakan bahwa kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat pada
hakekatnya merupakan rangkaian berbagai perbuatan hukum yang luar biasa banyak

62
Gaston Bouthoul. Teori-Teori Filsafat Sosial Ibnu Khaldun, (Yogyakarta: Titian Illahi
Press, 1998), hlm. 28.
lxxxiv
jenis, ragam, kualitas, dan variasinya, yang dilakukan oleh antar pribadi, perusahaan,
antar negara, dan antar kelompok dalam berbagai volume denga frekuensi uang tinggi
setiap saat di berbagai tempat terorganisir secara baik
63

Kegiatan ekonomi pada umumnya dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi baik
perorangan yang menjalankan perusahaan atau badan-badan usaha yang mempunyai
kedudukan sebagai badan hukum atau badan bukan hukum. Kegiatan ekonomi ini
dapat hidup dan berkembang apabila memperoleh dukungan dari masyarakat, karena
pada dasarnya masyarakatlah yang merupakan pemasok utama kebutuhan perusahaan
sekaligus konsumen produksi. Jadi, sesungguhnya secara timbale balik antara
perusahaan sebagai pelaku kegiatan ekonomi atau siapapun yang mewakili dengan
masyarakat berada dalam keadaan saling bergantung yang sangat besar satu terhadap
yang lain.
Lebih lanjut Ibnu Khaldun menegaskan, bahwa ketetapan hukum politik harus
bisa diterima dan diikuti rakyat, sebagaimana yang terjadi dibangsa Persia dan
bangsa-bangsa lain. Tidak ada suatu negara bisa tegak dan kuat tanpa hukum. Karena
baginya hukum Allah berlaku bagi orang-orang yang telah lalu dan yang akan
datang
64

Dari berbagai konsep hukum ekonomi kotemporer diatas, penyusun mencoba
mengkolaborasi relevansi pemikiran Ibnu Khaldun tentang peranan hokum dalam
pembangunan ekonomi negara. Secara lebih jauh dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Landasan Demokrasi Politik

63
Ibnu Khaldun, Muqoddimah., hlm. 231.
64
Ibid., hlm.34.
lxxxv
Dalam mewujudkan masyarakat otonom, swakarsa, swadaya, haruslah
demokratis walaupun demokrasi tetap merupakan konsep yang masih di
perdebatkan. Salah satu tokoh Mac Pherson membedakan tiga model demokrasi
liberal yang menurutnya terjadi dalam waktu yang berlainan; pertama, demokrasi
protektif yang dirancang untuk melindungi pihak yang di perintah dari penindasan
oleh pemerintah; kedua, demokrasi developmental sebagai sarana bagi diri
individu; ketiga, demokrasi equilibrium yang didasarkan pada kompetisi anta
relit-elit dengan partisipasi rakyat yang kecil. Dia juga mengajukan sebagai model
yang layak bagi masa depan, yaitu demokrasi partisipatif.
Supaya demokrasi menjadi real, tidak sekedar formal, maka rakyat harus
berpartisipasi dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi dirinya.
Mengingat pokok soal yang di maksud pembahasan ini adalah upaya
perencanaan pembangunan yang berbasis pada peranan hukum, maka wacana
tentang teori demokrasi ini tidak dapat di hindari. Dilain pihak, tidak satupun
diantara keduanya yang dapat di bahas secara tuntas atau di pecahkan. Perhatian
utama adalah eksplorasi kemungkinan-kemungkinan bagi control rakyat secara riil
dalam masyarakat dan dalam ekonomi khususnya, untuk mendapatkan suatu garis
besar bagi kemungkinan menyediakan bentuk-bentuk institusional yang layak
65

Sebagaimana dengan pentingnya kerja sama antar ilmu ekonomi
(kesejahteraan) dan ilmu sosiologi, dibutuhkan upaya konkrit untuk saling
mendekati dan bekerjasama guna memecahkan masalah-masalah sosial

65
Ahmad Erani Yustika, Perekonomian Indonesia: Deskripsi, Preskripsi, Kebijakan,
(Malang: Bayumedia,2003), hlm. 8.
lxxxvi
masyarakat yang semakin berat. Masalah inflasi misalnya, masalah ini merupakan
sustu gejala ketidak seimbangan ekonomi. Hal ini menunjuk pada keadaan krisis
dalam suatu masyarakat, lembaga atau kelompok yang mengundang pemecahan.
Dalam hubungannya dengan peranan hukum atau norma-norma dalam
kesetabilan ekonomi dan sosial dianggap berlaku diterima sebagai pengatur
tingkah laku social, harga-harga pasar yang umum mengatur perilaku ekonomi,
status quo diakui. Sementara ketidaksetabilan ekonomi, norma-norma kehilangan
fungsi pengaturannya, pembatasan-pembatasan status quo kurang diperhatikan
dan tentang harga-harga pasar kehilangan pengaturan, situasi status quo mulai
dipertanyakan
66

Oleh karaena itu, maka dalam mekanisme pembagian kekuasaan dalam
kondisi kestabilan ekonomi dan social, struktur yang sudah melembaga disahkan
oleh norma-norma, pembagian pendapatan sebagai hasil bekerjanya mekanisme
pasar diterima apa adanya. Sementara dalam kondisi ketidakstabilan, struktur
sosila yang sudah melembaga disahkan oleh norma-norma internal normative,
pelaksanaan kekuasaan dianggap sebagai paksaan. Maka pembagian pendapatan
ditentang, pembagian oleh pasar tidak lagi dianggap normal tetapi dianggap tidak
adil, usaha pemerataan dihambat dengan cara meneruskannya dalam bentuk
kenaikan upah
67

Cukup relevan jika salah satu pemikiran Ibnu Khaldun negara dan
masyarakat periode sebelumnya, bahwa daulah (negara) dan mulk (kekuasan
wibawa) itu mempunyai hubungan yang sama terhadap umran (peradaban atau

66
Ibid, hlm. 35.
67
Ibid, hlm. 17
lxxxvii
masyarakat) sebagai hubungan bentuk dengan benda. Yang secara filosofis
diterngkan, tidak bisa dibayangkan suatu daulah tanpa umran, sedanga satu umran
tanpa daulah adalah tidak mungkin, karena suatu umat manusia menurut wataknya
haruslah saling membantu, dan ini meminta adanya satu kewibawaan. Artinya,
kepemimpinan politik yang disarkan atas kekuasaan syariat ataupun diraja,
adalah keharusan sebagai pemegang wibawa sebagai daulah. Oleh karenanya,
tidak bisa dierai pisahkan, maka dihancurkan salah satunya itu mempengaruhi
yang lainnya. Sebagaimana juga tidak adanya yang satu, akan mengakibatkan
tidak adanya yang lain
68

Di sinilah kemudian relevansi pemikiran Ibnu Khaldun dalam peran
pentingnya demokrasi politik sebagai upaya menciptakan peran serta konsep
kesejajaran dan kemitraan dalam bingkai peran aktif partisipatif elemen
masyarakat menuju terciptanya tatanan sosial ekonomi yang terus berkembang
sesuai dengan tuntutan kemajuan zaman.
2. Demokrasi Ekonomi
Demokrasi ekonomi telah di tempatkan dalam agenda histories dengan
urgensi yang semakin meningkat karena dua perkembangan yang saling berkaitan.
Pertama, adanya pengalaman histories para buruh dalam mengajukan tuntutan
bahwa mereka lebih sering hanya mendapatkan janji-janji mengenai kondisi-
kondisi kerja dan keputusan yang mempengaruhi mereka. Ini terjadi mula-mula
ditempat kerja atau perusahaan dan biasanya dikaitkan dengan demokrasi
industrial. Belakangan para buruh telah mengajukan pandangan-pandangan dan

68
Osman Ralibi, Ibnu Khaldun Tentang Masyarakat dan Negara, (Jakarta: Bulan Bintang,
1965), hlm. 143.
lxxxviii
konsep-konsepnya tentang demokrasi industrial untuk diperluas dengan
keterlibatan buruh, melalui serikat-serikat buruh mereka. Kedua, ada kesadaran
yang meningkat diantara para teoritisi bahwa demokrasi politik tidak sejalan
dengan kapitalisme
Dalam tataran praktisnya, suatu kondisi yang diperlukan bagi demokrasi
ekonomi pada tingkat masyarakat secara keseluruhan merupakan unsure public
dalam hubungan sosial sebagai pemilihan alat produksi. Unsur publik inilah yang
memungkinkan perencanaan menyeluruh dalam system ekonomi. Dengan
demokrasi partisipatif yang dikembangkan secara penuh, akan memungkinkan
keputusan-keputusan mengenai seluruh prioritas dan alokasi sumber daya manusia
yang terkait untuk ditentukan oleh masyarakat secara keseluruhan. Swakuasa oleh
masyarakat secara keseluruhan dalam lingkup ekonomis mencakup perencanaan
ekonomi dan demokrasi ekonomi
Maka sebagai akibat dari demokrasi ekonomi tingkat ini adalah, rakyat akan
lebih menaruh perhatian pada keputusan-keputusan tingkat makro dan lebih
memerlukan kerjasama satu sama lain dalam rangka mengimplementasikan
keputusan-keputusan tersebut. Sehingga perolehan kesempatan dalam
memanfaatkan asset potensi ekonomi bisa diterima sesuai kapasitas dan
kapabilitas masyarakat
Ibnu Khaldun dipandang sebagai penggagas ekonomi liberal. Aliran liberal
didasarkan pada prinsip bahwa hendaknya ekonomi dibiarkan bebas tanpa campur
tangan atau pengarahan Negara. Menurut Ibnu Khaldun, penguasa dan
perangkatnya dari satu pihak dan Negara dari pihak lain adalah sama. Sebab
lxxxix
pemegang kekuasaan berada dipuncak aristokrasi yang memerintah negara dan
menguasainya sepenuhnya. Lebih jauh lagi Ibnu Khaldun menyatakan bilamana
Negara membutuhkan uang lebih banyak maka ia akan menempuh berbagai cara,
diantaranya lewat pertanian dan perdagangan, seperti kritik terhadap monopoli
dalam kitab muqaddimah
69

Oleh Karen Ibnu Khaldun hidup dalam sistem negara aritokrasi, maka
seruan ekonomi liberal Ibnu Khaldun dalam kegiatan ekonomi dewasa ini tidak
lagi dipandang sesuai dengan teori sosilisme. Karena dalam teori sosilaisme,
Negara perlu ikut campur dalam kegiatan ekonomi dalam kedudukannya sebagai
wakil seluruh masyarakat.
Dalam Muqaddimah Ibnu Khaldun mengatakan bahwa perdagangan raja akan
merusak perdagangan rakyat dan akibatnya mengeilkan pendapatan pajak. Hal ini
disebabkan beberapa hal, pertama, kompetisi antara raja dan rakyat terjadi tidak
seimbang karena perbedaan modal antara raja dan rakyat yang berdagang. Kedua,
raja kadangkalamemaksa para pedagang untuk menjual dagangannya kepada raja
dengan harga murah, atau dengan merampas tanpa imbalan apapun. Ketiga,
produksi pertanian dan kerajinan seperti sutra, jagung, madu, gula dan lain-lain
dipaksakan untuk dibeli oleh rakyat karena desakan kebutuhan negara. Keempat,
barang dagangan raja bebas dari pajakdan bea cukai. Maka pola bisnis negara
secara berlebihan akan menghasilkan implikasi destruktif bagi peradaban (umran)
dan mengancam disintegrasi bangsa. Yang perlu bagi raja untuk meningkatkan
pendapatan adalah cukup dari pajak, bukan dengan melakukan perdagangan

69
Zainab Khudairi, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun, (Bandung: Pustaka, 1987), hlm. 136.
xc
Lebih lanjut Ibnu Khaldun menegaskan bahwa umran, kesejahteraan dan
kemakmuranperdagangan bergantung kepada produktifitas dan usaha manusia
dalam semua arah. Karena itu, apabila orang mandeg dalam mencari penghidupan
dan berpangku tangan untuk memperoleh pekerjaan, maka pasar-pasar peradaban,
akan merosot dan setiap hal akan runtuh. Rakyat akan berpencar keseluruh
pelosok daerah untuk mencari penghidupan. Sehingga ketidakteraturan status raja
dalam sebuah negara muncul dan mengakibatkan disintegrasi. Ketika pilar umran
(peradaban) ini hancur juga, maka semua bangunan akan hancur pula
Dari konstruksi pemikiran Ibnu Khaldun diatas, penyusun menilai bahwa
Ibnu Khaldun menginginkan keterlibatan negara dalam persoalan ekonomi secara
terukur atau terbatas dalam skala umum (makro) karena keuntungan yang
diperoleh dari campur tangan yang dalam gerak ekonomi lebih sedikit disbanding
keuntungan yang diperolehnya tanpa mencampurinya. Hal ini logis dalam
kompetisi ekonomi global seperti era saat ini di beberapa negara maju dan negara
berkembang. Inilah titik pertama relevansi pemikiran Ibnu Khaldun dalam konteks
pembangunan ekonomi negara.
70

3. Supremasi hukum sebagai elemen dan indikasi kesejahteraan
Bila dicermati, pembangunan memiliki sifat ganda, pada satu sisi,
pembangunan berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia (progresif),
sedangkan disisi lain dapat memerosotkan hidup manusia (regresif).
Pembangunan dapat melakukan perubahan yang bermakna positif, ataupun
bermakna negatif. Pembangunan dapat meningkatkan kualitas hidup manusia,
tetapi dampak buruknya terhadap masyarakat dan lingkungan juga mengancam

70
Ibnu Khaldun, Muqoddimah.,hlm.353-360.
xci
kelangsungan hidup manusia. Karena fungsi dari perencanaan pembangunan
adalah penetapan desain, termasuk perhitungan terhadap resiko dan cara
mengatasi resiko pembangunan itu
71

Didalam suatu masyarakat hukum, fungsi perencanaan dan penanggulangan
itu dilakukan dengan memanfaatkan hukum. Pertama, hukum merupakan hasil
penjelajahan ide dan pengalaman manusia dalam mengatur hidupnya. Hukum
merupakan bentuk pengaturan kehidupan manusia yang paling tua, yang pada
abad ke- XX telah diyakini sebagai desain pengaturan hidup manusia paling
modern dan representative. Hampir tidak terdapat satupun negara yang tidak
berbentuk negara hukum.
Kedua, terbawa oleh hakikat pengadaan dan keberadaan hukum dalam
suatu masyarakat, terutama untuk mengatur kehidupan masyarakat, terutama
untuk mengatur kehidupan masyarakat. Termasuk didalamnya pengaturan
terhadap perubahan yang terjadi, atau yang hendak dilakukan oleh masyarakat.
Ketiga, fungsi mengatur itu telah didukung oleh potensi dasar yang terkandung
dalam hukum yang melampaui fungsi mengatur, yaitu juga berfungsi sebagai
pemberi kepastian, pengamanan, pelindung dan penyeimbang, yang sifatnya tidak
sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Potensi
hukum ini terletak pada dua dimensi utama dari fungsi hukum, yaitu fungsi
preventif dan fungsi represif.
Keempat, dalam isu pembanguna global, hukum dipercaya untuk
mengemban misinya yang baru, yaitu sebagai sarana perubahansosial atau sarana

71
Lili Rasjidi, Hukum Sebagai Suatu Sistim, (Jakarta:Bulan Bintang,1993), hlm.123.
xcii
pembangunan. Kepercayaan ini didasarkan pada hakekat dan potensi hukum
sebagai inti kehidupan masyarakat.
Dalam upaya mendukung isu pembangunan global, diperlukan teori-teori
hukum pembangunan. Dalam misi-misi hukum ekonomi, terdapat hubungan
saling mempengaruhi yang sangat erat antara teori hukum pembangunan, konsep
hukum pembangunan dan pelaksanaan hukum pembangunan serta hasil hukum
pembangunan.
Dalam pembahasan mengenai supremasi hukum ini, Ibnu Khaldun mendekatinya
dengan mengelaborasi tentang kedaulatan negara. Baginya, kedaulatan negara
adalah titik tonggak bagi terciptanya peradaban masyarakat. Kedaulatan inilah
yang memaksa dan mendorong masyarakat untuk membangun kondisi negara dan
kedaulatan inilah yang akan membayarnya
Menurut Ibnu Khaldun, kedaulatan ini diperoleh dari kepedulian negara
atas rakyatnya. Pembelaan kepada rakyat adalah alasan dasar dari pemerintahan
dan sikap lemah lembut dan kasih saying adalah jalan untuk merebut kecintaan
rakyatnya. Penguasa yang cerdas dan pintar lebih enderung bersifat menindas.
Oleh karenanya, Nabi menyuruh untuk mengikuti orang yang paling lemah
diantaramu. Karena kecerdasan menunjukkan kelanjutan dari sifat tidak perasa
atau fesponsif. Akan tetapi, yang paling baik adalah yang tengah-tengah.
Kedermawanan adalah jalan tengah, dan keberanian yang terbatas adalah jalan
terbaik
Dari kedaulatan inilah konsep kepemilikan atas rqakyat bisa terwwujud.
Dan dari kedaulatan inilah kemakmuran dan peradaban bisa tercapai. Sehingga
xciii
Ibnu Khaldun mensyaratkan kedaulatan yang kuat dalam pembangunan sebuah
kota beserta perangkat-perangkatnya seperti monument, sebagai sebuah tanda
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Disinilah supremasi hokum yang
dijalankan Negara secara profesional bisa menguatkan kedaulatnnya dan akhirnya
bisa berimplikasi secara logis dan bisa dijadikan sebuah indicator dari
kesejahteraan rakyat.
72

4. Peranan negara sebagai elemen utama perlindungan ekonomi
Jika keadilan social menjadi tujuan akhir dari proses pembangunan
(ekonomi) suatu negara, maka strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi yang
dipilih haruslah menuju kepada kemaslahatan bersama, tidak diijinkan ada satu
manusia yang lebih sejahtera secara mencolok daripada individu lainnya.
Hal tersebut diartikan bahwa, dalam pengelolaan negara, filsafat politik
dalam politik keseharian tersebut selalu harus berhadapan dengan pertanyaan
tentang legitimasi dalam pengertian etis. Maksud dari legitimasi etis adalah jangan
sampai setiap kebijakan negara hanya mendapat pasokan dukungan dari segi-segi
yang amat pragmatis. Maka jika pembenaran etis merupakan alat ukur sampai
sejauh mana filsafat politik telah dijalankan, maka kebijakan public adalh tongkat
yang menghubungkan legitimasi dengan filsafat politik.
Selanjutnya, isu lain yang harus dikejar berkenaan dengan kebijakan public
secara teknisbisa dikontrol oleh pembuat kebijakan. Sekurangnya terdapattiga
katagori pengawasan tersebut, yaitu patronase (patronage), regulasi (regulatory)
dan kebijakan redistribusi (redistribute policies). Kebijakan redistribusi mungkin
merupakan kebijakan yang paling popular diantara tipe-tipe kebijakan yang lain.

72
Ibnu Khaldun, Muqoddimah.,hlm. 231-232.
xciv
Walaupun tidak semencolok negara-negara eropa yang sebagian merupakan
penganjur praktik negara kesejahteraan, walau masih dalam taraf biasa yang tidak
memiliki kekuatan apa-apa karena tidak memiliki paying hokum, misalnya
undang-undang.
Disisi lain, tidak bisa disangkal, disamping memiliki fungsi rasional,
Negara wajib mengemban peran etis untuk menyelamatkan setiap jengkal wilayah
dan penduduk yang menjadi bagian eksistensinya.
Dalam perguliran pemikiran ekonomi, secara konservatif terdapat beberapa
argumentasi yang muncul berkenaan dengan pentingnya peran Negara untuk
melindungi setiap pelaku ekonomi. Madzhab non-klasik, misalnya menijinkan
peran negara dalam perekonomian jika terdapat kasus eksternalitas dan barang-
barang publik. Dalam kasus, misalnya operasi sebuah perusahaan menimbulkan
pencemaran air, sehingga merugikan pihak ketiga. Disinilah peran negara dituntut
untuk membuat regulasi agar perusahaan tersebut ditindak atau masyarakat diberi
ganti rugi. Artinya, peran regulatif tersebut untuk menyelamatkan sebagianrakyat
dari tindakan tidak etis yang dilakukan oleh sebagian penduduk lainnya.
Sedangkan paham Keynesian berpandangan bahwa fungsi negara
diperlukan untuk mencegah resesi ekonomi akibat rendahnya agregat permintaan.
Bagi Keynes, jika negara dibiarkan diam, maka selamanya resesi secara
periodik akan muncul, karena rendahnya agregat permintaan tersebut bersifat
sistematis. Paham ini memberikan ilustrasi, bahwa negara dalam momentum
tertentu harus menjaga tingkat kehidupan dan kesejahteraan rakyatnya, yang
xcv
dalam keadaan normal sebenarnya sudah terbiasa dijalankan masyarakat secara
sukarela
73
.
Dalam konteks menjaga kesetabilan ekonomi ini, Ibnu Khaldun
mengajukan peranan negara dalam mengatur perekonomian masyarakat dengan
menggerakkan aparat-aparat hukum, bukan hanya tugasnya menyelesaikan
persoalan hokum, akan tetapi sampai pada tahap memotivasi masyarakat untuk
terus bekerja dan berinisiatif dalam penghidupan dan perekonomian. Dari
tumbuhnya inisiatif ini, maka agregat permintaan masyarakat akan hasil produksi
juga meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi dalam proses ekonomi
masyarakat.
Dalam kaitannya dengan kondisi pasar, Ibnu Khaldun menengarai
terjadinya kenaikan dan penurunan harga yang bisa menyebabkan kerugian, baik
terhadap pedagang, petani atau tukang. Ia mengatakan:
..karena itu kita lihatlah bahwa kerendahan harga yang melampaui batas
merugikan mereka yang berdagang dealam barang-barang yang harganya turun.
Kenaikan harga yang melampaui batas juga merugikan, sekalipun dalam hal-hal
yang luar biasa, sehingga menimbulkan penumpukan kekayaan. Kenaikan harga
yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan merugikan masyarakat, baik petani
atau pedagang
74
.

Pada sisi nilai etis negara dalam melindungi pelaku ekonomi, ditemukan
konstruksi subyektif yang bisa didapatkan dalam pemikiran Ibnu Khaldun
mengenai perdagangan masyarakat. Menurut Ibnu Khaldun, dalam perdagangan
biasa terjadi kompetisi yang bisa saja berujung pada konflik dan merampas harta
orang lain. Maka dibutuhkan peraturan yang tegas untuk membatasi langkah para

73
Suseno, Etika Sosial, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm.130.
74
Ibnu Khaldun, Muqoddimah.,hlm. 274.
xcvi
pedagang. Karena watak dasar manusia adalah selalu ingin memiliki dan
menguasai harta orang lain.
Disinilah titik penting pemikiran Ibnu Khaldun khususnya berkaitan dengan
perlindungan ekonomi masyarakat lewat negara dengan instrument hokum.
Dengan hukum ini atau peraturan ini, maka konflik yang lahir dari kompetisi tidak
sehat antar pelaku ekonomi bisa diminimalisir. Sebagaimana dikatakan diatas,
Ibnu Khaldun tidak menginginkan terjadinya penimbunan, kenaikan dan
penurunan harga yang terlalu drastic dan penumpukan kekayaan pada segelintir
orang. Dari rekonstruksi subyektif inilah relevansi pemikiran Ibnu Khaldun pada
lapangan hukum negara dalam mengatur pembangunan ekonomi masyarakat
terlihat jelas.
75

Ada empat jenis intervensi pemerintah yang bertujuan untuk mewujudkan
peran pragmatis dan etisnya, yakni:
a. Cistodium yaitu mengacu pada fungsi negara untuk melindungi, mengawasi,
dan mencegah terjadinya perilaku ekonomi tertentu yang dipandang
merugikan.
b. Demiurge yaitu mengharap negara berfungsi maksimal dalam wujud
keterlibatannya memproduksi barang dan jasa.
c. Midwife yaitu peran negara untuk menjadi mitra dari sektor swasta.
d. Husbandry yaitu meyakinkan bahwa peran negara yang sangat vital adalah
menyediakan informasi untuk mobilisasi ekonomi, mengidentifikasi sumber
daya negara, mengorganisasi riset dan pengembangan serta jaminan hutang.

75
Ibid.., hlm. 276.
xcvii
Dari keempat tipe peran negara tersebut, menggambarkan negara sebagai
institusi rasional mengawal proses pembangunan seacra tepat. Namun, dalam
banyak kejadian, Negara seringkali luput untuk mendata satu persatu nisbah dari
hasil pembangunan yang telah di selenggarakan. Akibatnya, seperti yang telah
dilihat, pembangunan yang digelontorkan sekian lama bukannya semakin
menampilkan wajah kemakmuran bersama, tetapi malah menyodorkan
kemelaratan dan kenestapaan pada sebagian besar rakyat
76

Disini, Ibnu Khaldun menunjukkan kecondongannya pada peran negara
sebagai pelindung masyarakat ekonomi lemah supaya terjadi keseimbangan
didalamnya, dengan tidak adanya penimbunan (al-ikhtikar) dan penumpukan
kekayaan pada segelintir orang. Bahkan lebih dalam, Ibnu Khaldun menegaskan
tentang pentingnya sebuah catatan atau dokumentasi dalam konteks perdagangan,
sehingga diketahui secara jelas perkembangan dari pembangunan ekonomi yang
tengah dilaksanakan dan juga duduk persoalan dalam persengketan antar pedagan.
Mengenai ini Ibnu Khaldun mengatakan:
Sifat tidak jujur dalam suatu segi mengaraha kepada penipuan dan
pemalsuan barang dagangan dan dari segi yang lain mengkibatkan kelambatan
kelambatan dalam pembayaran.suatu perbuatan yang merugikan
perdaganagn ....apabila tidak ada bukti tertulis, maka kantor kantor pengadilan
tidak bisa membantu apa apa, karena kantor itu hanya menghukumi apabila
berdasarkan bukti-bukti yang terang.
77


Apa yang dikatakan oleh Ibnu Khaldun di atas sungguh merupakan sebuah
bukti persoalan pembagunan ekonomi negara sangat mebutuhkan ketegasan
hukum yang didasarkan kepada kondisi konkrit yang terekam lewat bukti bukti

76
Ahmad Erani Yustika, Perekonomian Indonesia., hlm. 10.

77
Ibnu Khaldun, Muqoddimah., hlm. 468-469.
xcviii
obyektif dan tertulis. Sehingga hal ini bisa menjamin rasa keadilan yang
terpinggirkan sebagai akses dari proses ekonmomi yang tidak seimbang di dalam
masyarakat.




























xcix
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan di atas, maka bagian ini dicoba tarik
garis besar pemikiran Ibnu Khaldun tentang persoalan peranan hukum dalam
pembagunan ekonomi negara sebagi berikut:
1. Peranan Hukum dalam pembaguanan ekonomi negara menempati posisi yang
urgens. Oleh karena itu dalam mengambil suatu kebijakan ekonomi, negara juga
harus melihat aspek sosial dan moral masyarakat dengan mengedepankan
landasan dan tujuan hukum islam.
2. Pemikiran Ibnu Khaldun tentang hukum dalam pembangunan ekonomi negara
diatas menemukan relevansinya dengan konsep demokrasi ekonomi-politik yang
harus dijalankan baik oleh negara maupun masyarakat. Keterbukaan negara dan
peran aktif masyarakat menjadi titik tekannya. Di sisi lain, penegakan hukum juga
bisa diarahkan dalam rangka mewujudkan demokrasi ekonomi dan untuk
memotivasi masyarakat agar tetap bekerja dalam wilayah produksi masing-
masing. Ketegasan dalam wilayah hukum bagi Ibnu Khaldun akan mempengaruhi
kondisi perekonomian masyarakat.
Oleh karena itu, bagi Ibnu Khaldun, kearifan dan kebijaksanaan dalam
menjembatani ketegasan, disatu sisi yang lain, menjadi hal yang niscaya demi
terwujudnya pembangunan ekonomi oleh negara dan masyarakat sebagai pilar
utama umran. Tanpa ini semua, maka kezaliman, baik yang dilakukan oleh
negara maupun oleh masyarakat sendiri akan lahir, dan akhirnya akan berujung
pada hancurnya peradaban secara bersama-sama.
c

B. Saran-saran
1. Melihat realitas seperti diterangkan secara panjang lebar diatas, maka hendaklah
segera melakukan sebuah penguatan kedalam dengan mewujudkan tatanan hukum
yang lebih bijak dan mengena. Karena pada kenyataannya persoalan Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN) hingga saat ini ternyata masih jauh dari yang
namanya tuntas dan menjadi persoalan yang semakin pelik bagi bangsa ini, karena
tidak adanya aturan hukum yang tegas dan juga karena tidak adanya kebijakan
yang mengena. Oleh karena itu, penegakan hukum menjadi hal yang sangat
penting, terutama pada persoalan yang bersangkutan dengan perekonomian
negara, seperti KKN, perbankan, ekspor-impor, dan sebagainya.
2. Gelombang arus neo-liberalisasi di negeri ini harus dihadapi dengan kesiapan
internal secara ekonomi, politik, sosial-budaya, dan pertahanan. Oleh karena itu,
kebijakan-kebijakan negara yang justru menyengsarakan masyarakat seharusnya
segera dicabut, baik yang menyangkut aspek ekonomi, sosial-budaya, maupun
politik.














ci

DAFTAR PUSTAKA




Ali, Mukti, Ibnu Khaldun dan Asal Usul Sosiologi, Yayasan Nida Yogyakarta: 1970.

Baali Fuad dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikirannya, Alih Bahasa Ahmadie
Thata, Pustaka Firdaus Jakarta: 1989.

Bouthoul, Gaston, Teori-Teori Filsafat Sosial Ibnu Khaldun. Titian Ilahi Press
Yogyakarta: 1998.

Hadjon P.M, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Tiara Wacana Surabaya:
1987.

Hartono, Hukum Asuransi. Sinar Grafika Jakarta: 1992.

Khaldun Ibn, Muquddimah. Alih bahasa Ahmadie Thaha. Pustaka Firdaus Jakarta: 2000.

Kudairi, Zainab, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun. Pustaka Bandung: 1987.

Maarif Ahmad safiI, Ibnu Khaldun Dalam Pandangan Penulis Barat Dan Timur. Gema
Issani Press Jakarta: 1996.

Madjid, Nurcholis, Kaki Langit Peradapan. Yayasan Paramadina Jakarta: 1997.

Nasution, Andi Halim, Pengantar ke Filsafat Sains. Lentera Antar Nusa Jakarta: 1999.

Qardhawi, Yusuf, Peranan Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam. Robbani Press
Jakarta: 1997.

Raliby, Osman, Ibnu Khaldun Tentang Masyarakat Dan Negara. Bulan Bintang Jakarta:
1965.

Rasjidi, Lili, Hukum Sebagai Suatu Sistim. Bulan Bintang Jakarta: 1993.

Rejeki, Sri, Hukum Asuransi. Sinar Grafika Jakarta: 1992.

Suhardi, Karya Ilmiah Sosial : Menyiapkan, Menulis dan Mencermati. Yayasan Obor
Indonesia Jakarta: 1997.

Suharto, Toto, Epistemologi Sejarah Kritis Ibnu Khaldun. Fajar Pustaka Baru
Yogyakarta: 2003.

cii
Sumaryono, Hermeuneutik ; Sebuah metode filsafat. Kanisius Yogyakarta: 1993.

Suseno, Etika Sosial. Gramedia Pustaka Utama Jakarta: 1993.

Syadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara. UI Press Jakarta: 1993.

Wafi, Ali Abdulwahid, Ibnu Khaldun : Riwyat dan Karyanya, Alih Bahasa Ahmadie
Thaha. Grafiti Press Jakarta: 1985.

Yustika, Ahmad Erani, Perekonomian Indonesia: Deskripsi, Preskripsi, Kebijakan.
Bayumedia Malang: 2003.



































ciii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP



Nama : Bayu Rohmanto
Tempat Tanggal Lahir : Sukuharjo, 15 Agustus 1984
Jenis Kelamin : Laki Laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Diponegoro No.18, Joho, Sukuharjo
Telp : 02715872324


RIWAYAT PENDIDIKAN
1. MIN Jetis, Lulus Tahun 1996
2. SLTP MUH 1 Sukoharjo Lulus Tahun 1999
3. MAN 1 Sukoharjo Lulus Tahun 2002
4. STAIN Surakarta, Jurusan Syariah, Lulus Tahun 2008

You might also like