You are on page 1of 17

KHUTBAH PERTAMA

. { 102 : { } [1 : { * } [7 : 0 71].
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah SWT, Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan nikmat-Nya pada kita. Nikmat yang senantiasa menyertai kehidupan kita; dalam tidur dan terjaga, saat istirahat maupun beraktifitas, saat kita bergerak maupun diam. Semua nikmat yang kita rasakan kemudian menjadi nikmat yang hakiki tatkala nikmat iman masih mendominasi dalam diri kita. Maka tidak ada yang pantas untuk kita saling nasehatkan kecuali pesan taqwa. Agar kita mensyukuri segala nikmat Allah dan mengoptimalkannya untuk beribadah kepada-Nya. Berusaha meninggalkan seluruh larangan-Nya dan berupaya menjalankan perintah-Nya beserta sunnah Nabi-Nya; sekuat kemampuan kita. Ma'asyiral muslimin rahima kumullah, Hidup bagi seorang muslim, sejak ia akil baligh sampai malaikat maut menjemputnya, adalah ujian. Ujian yang tidak hanya sekedar untuk dilalui, tetapi juga akan dinilai oleh Allah Azza Wa Jalla. Dengan ujian itu, secara nyata Allah akan mendapati siapa diantara hamba-hamba-Nya yang paling baik amalnya.

}[ ]. ].

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya (QS. Al-Mulk : 2) Bahkan kehidupan sebelum baligh pun merupakan ujian. Seperti seseorang yang terlahir dalam keadaan tidak sempurna. Kondisi ini akan disikapi berbeda oleh masing-masing orang, dan karenanya penilaian Allah pun berbeda tergantung sikap hamba-Nya. Ujian terhadap fisik ini termasuk kategori fi anfus dalam bahasa AlQur'an saat menjelaskan tentang ujian.

Kamu benar-benar akan diuji pada hartamu dan dirimu (QS. Ali Imran : 186) Akhwatal iman hafidzakumullah, Ujian yang diberikan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya yang muslim bisa berupa dua hal: ujian yang berbentuk musibah dan ujian kenikmatan. Sering kali yang pertama disebut oleh manusia sebagai ujian yang buruk dan yang kedua disebut sebagai ujian yang baik. Namun, pada hakikatnya keduanya merupakan ujian dari Allah. Keduanya memiliki potensi yang sama. Jika lulus menghadapinya akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Bagi orang yang beriman, sebenarnya ada rumus umum tentang ujian itu. Bahwa seorang yang lebih kokoh keimanannya akan mendapatkan ujian yang lebih berat. Dengan mudah kita bisa menganalogikan bahwa ujian murid SD lebih mudah daripada ujian murid SMP. Sama halnya UAS BN bagi SMU lebih sulit daripada UAS BN bagi siswa SMP. Kaidah itu berlaku dalam ujian hidup bagi seorang mukmin; semakin besar keimanan, semakin berat ujiannya. Rasulullah SAW pernah menjawab pertanyaan Saad bin Abi Waqash mengenai tingkatan ujian itu.

Aku (Sa'ad bin Abi Waqash) bertanya: "Ya Rasulullah! Siapakah yang paling berat Ujiannya?" Beliau menjawab, "Para Nabi, kemudian orang-orang yang semisalnya, kemudian orang yang semisalnya. Seseorang akan diuji sesuai kadar

agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujiannya akan bertambah berat. Jika agamanya lemah maka akan ...diuji sesuai kadar kekuatan agamanya." (HR. Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah; Shahih menurut Al-Albani) Maka kita melihat betapa sejarah telah menceritakan bahwa ujian-ujian yang paling berat dialami oleh para Nabi dan Rasul. Demikian pula ujian yang telah dihadapi oleh salafus shalih dan para ulama'. Jika keimanan berbanding lurus dengan besarnya ujian, sesungguhnya besarnya pahala juga berbanding lurus dengan besarnya ujian. Semakin berat ujian seseorang semakin besar pula pahala yang diperolehnya manakala ia lulus dalam mengahadapinya. Dan ujian itu juga merupakan tanda cinta dari Allah buat hambahamba terkasih-Nya.
Rasulullah SAW bersabda:

Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. sesungguhnya, apabila Allah mencintai suatu kaum, maka Dia mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapatkan keridhaan-Nya. Siapa yang membenci ujian itu, maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan Al-Albani dalam As-Shahihah) Ikhwani fiddin rahimakumullah, Jangan dikira bahwa ujian itu hanyalah musibah; sakit, kemiskinan, kesusahan, keterbatasan, penderitaan, kecelakaan, dan sejenisnya. Kekayaan, kesenangan, popularitas, jabatan, kepemimpinan, kekuasaan, dan sejenisnya juga merupakan ujian. Bahkan ujian tipe kedua ini sering kali lebih berat. Dalam arti, tidak banyak yang bisa menghadapinya dengan sikap yang benar lalu keluar sebagai pemenang dalam pandangan Allah; lulus ujian. Abdurrahman bin Auf pernah menggambarkan betapa beratnya ujian ini, dan betapa banyaknya orang yang tidak lulus menghadapinya:

Kami diuji dengan kesusahan-kesusahan (ketika) bersama Rasulullah SAW dan kami dapat bersabar. Kemudian kami diuji dengan kesenangan-kesenangan setelah beliau wafat, dan kami pun tidak dapat bersabar. (HR. Tirmidzi; hasan menurut Al-Albani) Tampaknya demikianlah sejarah mengatakan kepada kita; menguatkan apa yang dikatakan Abdurrahman bin Auf. Banyak orang yang ketika diuji dengan kemiskinan ia mampu menghadapinya dan justru kemiskinan itu semakin meningkatkan ibadahnya dan menambah kedekatannya kepada Allah. Namun, begitu kaya, ia lupa dengan ibadah-ibadah yang dulu dijalaninya. Ada pula orang yang sebelumnya rajin ke masjid dan gemar berinfaq sewaktu menjadi orang biasa. Namun saat Allah memberinya jabatan, ia justru lupa kepada Allah dan menjadi tidak peka terhadap orang-orang yang dulu mendukungnya. Secara institusi, ujian kenikmatan itu juga kerap mendekontruksi bangunan kebaikan dalam organisasi yang dulunya bisa bersabar dalam keterbatasan. Kasus kontroversi pencalonan artis dan selebritis dalam pilkada, yang membuat partai berbasis Islam pecah adalah contoh betapa kekuasaan itu lebih berat daripada ujian ketidakamanan saat berada di bawah pemerintahan yang represif. Pendek kata, apapun yang menimpa kaum muslimin; baik itu ia sukai atau tidak ia sukai, sesungguhnya adalah ujian. ada yang lulus ada yang tidak lulus dalam menghadapinya. Dan kenikmatan, seringkali justru menjadi ujian yang lebih berat dibandingkan kesusahan.

KHUTBAH KEDUA

. { { * }[ : 102]

} [7 : 0 71].
Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah, Sebenarnya Allah telah memberikan petunjuk umum dalam menghadapi ujian, agar hamba-hamba-Nya bisa lulus ujian dan mendapatkan pahala serta meningkat derajatnya. Ada dua hal yang harus dimiliki atau dilakukan dalam menghadapi ujian itu; apapun. Baik berbentuk ujian kesusahan maupun ujian kenikmatan. Dua hal itu adalah kesabaran dan ketaqwaan. Allah SWT berfirman:

Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (QS. Ali Imran : 186) Bersabar dan bertaqwa. Itulah kunci sukses menghadapi ujian. tentu saja bentuk kesabaran ini akan berbeda saat ia berhadapan dengan ujian kesusahan dibandingkan saat menghadapi ujian kenikmatan. Bentuk kesabaran saat menghadapi ujian kesusahan adalah dengan mengedepankan sikap ridha pada Allah atas takdir-Nya, mengambil hikmah dari ujian itu, serta mengeluarkan segala ikhtiar untuk keluar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Sementara kesabaran dalam menghadapai kenikmatan, entah itu berupa kekayaan, jabatan, ataupun hal lainnya adalah dengan berhati-hati agar tidak terjerumus pada hal-hal yang berlebihan, hal yang diharamkan, serta menyadari sepenuhnya bahwa itu adalah dari Allah semata, lalu mempergunakannya di jalan Allah Azza Wa Jalla. Jika yang demikian bisa dilakukan, insya Allah akan didapati hasil akhir yang sangat memuaskan sebagaimana hadits Nabi:

Ujian itu akan selalu menimpa seorang hamba sampai Allah membiarkannya

berjalan di atas bumi dengan tidak memiliki dosa. (HR. Tirmidzi dan An-Nasai, dishahihkan Al-Albani)

Khutbah pertama

. .

Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah SWT, Seluruh satuan waktu yang kita lalui dalam dunia ini tidak pernah lepas dari nikmat Allah SWT. Sejak kita berada dalam rahim ibu kita, saat kita dilahirkan, masa kanak-kanak, remaja, sampai dengan hari ini. Semuanya tidak lepas dari nikmat Allah SWT. Karena itulah wajib bagi kita untuk bersyukur kepada Allah SWT. Dan bentuk syukur itu tidak lain adalah taqwa. Yakni berupaya menjalankan segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya. Saat kita sendiri maupun dalam kondisi bersama manusia. Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah SWT, Berita yang selama bulan-bulan terakhir ini mengemuka diantaranya adalah kasus mafia pajak. Karenanya dalam khutbah jum'at kali ini, khatib mengajak kita untuk mencermatinya dua hal penting di dalam kasus ini secara Islam. Khatib tidak hendak membahas pajak dalam perspektif Islam. Tetapi khatib hendak mengajak kita bersama membahas suap dan korupsi. Ma'asyiral muslimin rahimakumullah, Suap yang dalam istilah fiqih dikenal dengan nama risywah ( ) adalah pemberian sesuatu kepada pihak yang berkuasa atas urusan tertentu agar pihak itu memutuskan urusan sesuai kehendak pemberi suap, menggagalkan kebenaran, maupun mewujudkan suatu kebathilan. Jika ada seorang hakim, misalnya. Ia hendak mengadili suatu perkara kita. Lalu kita memberinya sesuatu agar keputusannya memenangkankan kita padahal sebetulnya kita di pihak yang salah, itu

termasuk suap. Sama halnya jika seorang petugas pajak datang kepada kita untuk memeriksa pajak. Lalu kita memberinya sesuatu agar ia meringankan tagihan pajak kita, itu juga termasuk suap. Contoh yang kedua ini tampaknya yang saat ini sedang mencuatkan banyak kasus ke permukaan. Ada ratusan mafia pajak yang bergentayangan. Mereka menerima suap dari sekian banyak wajib pajak. Dan kasus Gayus katanya masih kelas teri. Na'udzubillah. Kelas teri saja miliaran rupiah, lalu berapa angkanya untuk kelas kakap? Kasus ini persis seperti kasus pada zaman nabi, meskipun yang dipungut berbeda. Saat itu Rasulullah SAW menugaskan Ibnu Luthbiyah, salah seorang dari suku Azdi untuk menghimpun zakat. Ketika menghadap Rasulullah ia menyerahkan sebagian harta itu, dan sebagian yang lain tidak diserahkan. Ia berkata: "(Harta) ini untuk engkau (zakat), dan yang ini dihadiahkan buatku." Lalu Rasulullah SAW bersabda:

Mengapa kamu tidak duduk di rumah ayahmu atau ibumu saja, lalu menunggu kamu diberi hadiah atau tidak. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang darimu mengambil sedikitpun dari (hadiah) itu, kecuali akan dia pikul nanti pada hari kiamat di lehernya, jika (hadiah) itu unta, maka dia (memikul unta) yang bersuara, jika (hadiah) itu sapi, maka (dia memikul sapi) yang bersuara, jika (hadiah) itu kambing, maka dia (memikul kambing) yang mengembik. (HR. Bukhari) Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah SWT, Hukum suap atau risywah ( ) adalah haram. Baik bagi orang yang menyuap ( ) maupun orang yang menerima suap ( ). Adapun dalil dari Al-Qur'an adalah firman Allah SWT:

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 188) Larangan Allah yang bersifat umum dalam ayat ini juga termasuk suap. Karena suap adalah cara yang bathil, memakan harta suap termasuk dilarang oleh Allah SWT. Kedua, adalah hadits Rasulullah SAW yang secara tegas beliau melaknat baik orang yang menyuap ( ) maupun orang yang menerima suap ( ). -

Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap dan penerima suap. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad) Ketiga, adalah ijma' para shahabat, tabi'in dan tabiut tabi'in, yang tidak ada seorang pun diantara mereka yang membolehkan suap atau risywah ( ) ini. Ma'asyiral muslimin rahimakumullah, Seringkali orang-orang ragu-ragu dalam hal suap karena menyangka bahwa itu semacam hadiah saja. Sementara hadiah itu sendiri justru disunnahkan Rasulullah SAW dan bisa menimbulkan saling cinta. Beliau SAW bersabda :

Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian saling mencintai. (HR. Baihaqi, Thabrani, dan Bukhari dalam Adabul Mufrad) Sesungguhnya suap berbeda dengan hadiah. Untuk membedakannya, kita bisa melihatnya dari beberapa sisi: Pertama, suap itu diberikan dengan tujuan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan pemberi suap. Entah itu agar memberikan keputusan yang menguntungkan maupun memberikan keputusan yang merugikan pihak lain. Sedangkan hadiah itu ikhlas, tanpa niatan seperti itu. Sehingga, kalau pun namanya hadiah tapi ada motif seperti itu dibaliknya, ia telah berubah menjadi suap. Kedua, suap itu membuat orang yang diberi menjadi tidak adil. Ia lebih condong kepada pemberi suap dan cenderung menguntungkannya. Pada aspek ini, sangat tipis perbedaan hadiah dan suap. Jika seorang guru mendapatkan pemberian dari muridnya, misalnya. Lalu dengan pemberian itu ia mengubah nilai dari semestinya, maka pemberian itu telah menjadi suap baginya. Ketiga, suap itu akan merugikan salah satu pihak. Sedangkan hadiah tidak berpengaruh pada pihak manapun. Contoh yang mudah dalam hal ini adalah ketika memutuskan sesuatu atas dua orang atau lebih. Dengan adanya pemberian dari salah seorang diantaranya kemudian keputusan menjadi berubah dan merugikan orang lain yang tidak memberikan apaapa, itu termasuk suap. Keempat, biasanya suap itu dilakukan dengan sembunyi-sembunyi sementara hadiah diberikan secara terang-terangan. Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah SWT, Suap atau risywah ( ) ini selamanya haram kecuali untuk mengembalikan hak. Inipun bagi yang memberi suap ( ) karena alasan ini yang pasti dan jelas. Sedangkan bagi pihak yang menerimanya

( ) tetap menjadi haram baginya. Contohnya, seseorang sudah diterima menjadi karyawan. Namun SK-nya tidak diberikan oleh seorang pejabat. Pejabat ini akan tetap menahan SK selama tidak mendapatkan pemberian tertentu. Di sini boleh bagi karyawan yang diterima tadi untuk memenuhi permintaan pejabat (karena terpaksa) namun bagi pejabat, pemberian itu tetap haram baginya. Beberapa dalil yang menunjukkan ini adalah apa yang dilakukan Ibnu Mas'ud ketika beliau berada di Habasyah. Beliau tidak diperbolehkan lewat, padahal beliau berhak lewat jalan itu. Ternyata penjaganya meminta disuap. Maka Ibnu Mas'ud memberikan dua dinar supaya diperbolehkan lewat. Beliau berkata:

Dosanya hanya untuk yang mengambil, bukan yang memberi. Kedua, Jabir bin Zaid, Sya'bi, Atha' dan Ibrahim An-Nakha'i, mereka berpendapat "Tidak mengapa seseorang memberikan suap untuk membela diri dan hartanya jika dia takut perbuatan zhalim menimpanya." Demikian pula banyak atsar para tabi'in yang memperbolehkan hal ini. Ma'asyiral muslimin rahimakumullah, Adapun korupsi, yakni perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka, merupakan hal yang juga diharamkan dalam Islam. Bahkan tergolong dosa besar. Karena hakikat korupsi adalah mencuri, bahkan dalam skala besar. Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil... (QS. An-Nisa : 29) Sedangkan korupsi adalah memakan harta dengan cara yang paling bathil. Tentu tingkat keharamannya bahkan lebih besar dari mencuri. Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Maidah : 38) Jika mencuri hukumannya adalah potong tangan, korupsi juga mendapatkan ancaman serupa, bahkan lebih berat. Ini karena betapa besar dosanya, yang mereka tidak hanya menzalimi jutaan rupiah tetapi sampai miliaran bahkan triliunan rupiah. Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah SWT, Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa suap dan korupsi adalah hal yang haram dalam Islam dan dosanya amat besar di sisi Allah SWT. Semoga kita mendapat hidayah dari Allah SWT sehingga bisa menghindar dari suap, baik menyuap maupun menerima suap, serta dari korupsi.

KHUTBAH KEDUA

} [1 : 02

. ]

* } [7 70 : 1 ].

Jama'ah jum'at yang dirahmati Allah, Lalu bagaimana untuk mengatasi dua problem besar tersebut. Suap dan Korupsi. Yang keduanya seakan telah berakar kuat dan menyebar ke berbagai bidang pekerjaan dan hampir semua daerah. Pertama, tentu saja membentengi diri kita dan keluarga kita agar tidak terlibat dalam suap dan korupsi. Sebagaimana firman Allah SWT:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (QS. At-Tahrim : 6) Jika Anda seorang pegawai, pemimpin, atau pejabat hendaklah mengingat sabda Rasulullah SAW dan berhati-hati karenanya:

Hadiah-hadiah buat para pegawai/pejabat adalah termasuk ghulul (mencuri). (HR. Ahmad) Kedua, berupaya memperbaiki sistem. Agar tidak ada kesempatan dan ruang bagi para pejabat publik untuk menerima suap maupun melakukan korupsi. Inilah pekerjaan penting bagi para dai politisi Islam yang berupaya melakukan perbaikan pemerintahan (islahuh hukumah). Ketiga, bagi para dai, para murabbi, hendaklah lebih giat untuk membentuk masyarakat dan kaum muslimin sehingga mereka menjadi berkepribadian islami (shakhsiyah islamiyah) dan kemudian terwujud masyarakat islami (mujtama' muslim). Insya Allah jika demikian yang bisa dilakukan, tidak lama kemudian

negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur. Setelah itu, hanya keberkahan Allah yang akan memenuhi kehidupan ini.

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al-A'raf : 96)

Tiap orang ingin hidup bahagia, sehingga mereka berusaha untuk menggapainya. Pertanyaannya, bahagia seperti apa yg diinginkan, atau bahagia seperti apa yg hendak dicapai? Apakah uang yg banyak? Jabatan? Dengan demikian, bahagia adalah sesuatu yg relatif. Hadits tentang kebahagiaan,Ada 4 faktor kebahagiaan, yakni mempunyai istri yg sholehah, anak yg berbakti, teman yg baik, dan rejeki (halal) yg diusahakan sendiri. Istri Sholehah Sifat-sifat istri sholehah terdapat di An Nisa(4):34,Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (lakilaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. Sebaik-baik istri adalah istri (shalehah) yg membahagiakan, sebagaimana disebut dalam hadits,Sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri salehah, jika kamu lihat maka menyenangkanmu wajahnya, jika kamu minta sesuatu darinya maka memuaskanmu akhlaknya, jika kamu tak dirumah maka dijaganya dirinya, hartamu & anak2mu, jika kamu dekat dengannya maka sayang & ridho kamu padanya, jika kamu jauh darinya maka rindu kamu padanya. Dengan demikian, seorang istri hendaknya: - Bermuka manis (tidak cemberut bila uang belanja kurang) - Patuh dan setia (selama perintah suami tidak bertentangan dengan agama) - Memelihara amanah dari suami - Memelihara silaturahim dengan lingkungan sekitar - Tidak pergi tanpa ijin suami - Menyimpan aib (suami dan keluarga) Anak Berbakti Anak merupakan masalah yg mesti dihadapi hari ini dan masa depan. Harapan

orang tua terhadap anak adalah si anak menjadi kebanggaan. Oleh karenanya, seorang anak mesti berbakti, dengan mematuhi perintah orang tua selama tidak bertentangan dengan agama. Orang tua mesti membekali dengan pendidikan dunia dan akhirat. Dengan demikian, anak menjadi anak sholeh, yg berguna bagi masyarakat dan agama. Jadikan anak sebagai anak sholeh dan bermanfaat, agar menjadi tabungan akhirat kelak. Doa-doa untuk mendapatkan anak yg sholeh: Dan orang-orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. Al Furqaan(25):74 Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orangorang yang saleh. Ash Shaaffaat(37):100 Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. Asy Syura(42):49-50

You might also like