You are on page 1of 14

MAKALAH SEJARAH KERAJAAN SAFAWI DI PERSIA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM

DOSEN PEMBIMBING: Dr. Muh. Idris. M.Ag

DI SUSUN OLEH : Muhammad Ilham Jurusan Tarbiyah P.A.I 3 (Semester III)

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) MANADO 2011

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

Secara akademis, pendidik adalah tenaga kependidikan, yakni anggota masyarakat mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan yang berkualifikasi sebagai pendidik, dosen, konselor, pamong belajar, dll. Sedangkan secara istilah, pendidik adalah orang-orang yang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta didik dengan dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotor sesuai dengan ajaran islam. Al-Ghazali menggunakan istilah pendidik dengan berbagai kata seperti, alMuallimin(guru), al-Mudarris(pengajar), al-Muaddib(pendidik), dan al-Wallid(orang tua).menurut al-ghazali pekerjaan mengajar adalah kegiatan yang paling dibutuhkan dan paling sempurna peranannya, karena seorang guru menyempurnakan dan menyucikan hati manusia, yang paling utama seorang guru harus membimbing anak didiknya agar beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Menurut al-Ghazali seorang pendidik harus memiliki sikap yang sabar dalam menerima masalah-masalah yang ditanyakan siswa, bersifat kasih dan tidak pilih kasih, menanamkan sifat yang bersahabat di dalam hatinya terhadap semua murid-muridnya, adanya minat dan perhatian terhadap proses belajar mengajar serta membimbing dan mendidik murid dengan sebaik-baiknya. Al-Ghazali berpendapat kewajiban mengajar untuk orang yang berilmu pengetahuan yang mampu hanya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah serta mempreroleh pahala dari-Nya. Tetapi bukan semata-mata untuk mendapatkan gaji(upah). Al-Qobisi memberikan kesimpulan bahwa seorang guru boleh menerima gaji(upah). Sedangkan al-Ghazali berpendapat lain kalau dia mengharamkan gajiguru, karena gaji yang tercela (diharamkan) sebagai yang dikecam al-Ghazali itu adalah apabila Al-Quran (ilmu-ilmu yang lain ) dijadikan sebagai alat untuk mencari rezeki, menumpuk kekayaan, bahkan satu-satunya tujuan mengajar

(dari seorang guru) hanya untuk mencari nafkah dan mencukupi segala kebutuhan rumah tangganya.

B. Rumusan Masalah 1. pengertian pendidik dalam pendidikan islam 2. syarat pendidik dalam pendidikan islam 3. kedudukan pendidik dalam pendidikan islam 4. tugas dan kewajiban pendidik dalam pendidikan islam 5. sifat pendidik dalam pandangan islam

BAB II Pembahasan
1. Pengertian Pendidik dalam Pendidikan islam Dalam konteks pendidikan Islam pendidik sering disebut dengan murabbi, muallim, muaddib, mudarris, dan mursyid. menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, Kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas masingmasing. Murabbi adalah: orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya. Muallim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya sertamenjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi. Muaddib adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan. Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat , minat dan kemampuannya. Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya.1

1 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 74-75.

Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa). Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Dan mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu yang mandiri. Pendidik pertama dan utama adalah orangtua sendiri. Mereka berdua yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung kepada pengasuhan, perhatian, dan pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cermin atas kusuksesan orangtua juga. Firman Allah SWT. Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. At-Tahrim: 6) Pendidik disini adalah mereka yang memberikan pelajaran peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah. orangtua sebagai pendidik pertama Dan utama terhadap anak-anaknya, tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain karena kesibukan kerja, tingkat efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Oleh karena itu, anak lazimnya dimasukkan ke dalam lembaga sekolah. Penyerahan peserta didik ke lembaga sekolah bukan berarti melepaskan tanggung jawab orangtua sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi orangtua tetap mempunyai saham yang besar dalam membina dan mendidik anak kandungnya.

2. Syarat Pendidik dalam Pendidikan islam Syaikh Ahmad Ar Rifai mengungkapkan, bahwa seseorang bisa dianggap sah untuk dijadikan sebagai pendidik dalam pendidikan Islam apabila memenuhi dua criteria berikut : 1. Alim yaitu mengetahui betul tentang segala ajaran dan syariahnya Nabi Muhammad Saw, sehingga ia akan mampu mentransformasikan ilmu yang komprehenshiv tidak setengah-setengah. 2. Adil riwayat yaitu tidak pernah mengerjakan satupun dosa besar dan mengekalkan dosa kecil, seorang pendidik tidak boleh fasik sebab pendidik tidak hanya bertugas mentransformasikan ilmu kepada anak dididiknya namun juga pendidik harus mampu menjadi contoh dan suri tauladan bagi seluruh peserta didiknya. Di khawatirkan ketika seorang pendidik adalah orang fasik atau orang bodoh, maka bukan hidayah yang diterima ank didik namun justru pemahaman-pemahaman yang keliru yang berujung pada kesesatan2 Al-Ghazali mengemukakan syarat-syarat kepribadian seseorang pendidik adalah : a. Sabar menerima masalah masalah-masalah yang ditanyakan murid dan harus diterima baik b. Senantiasa bersifat kasih dan tidak pilih kasih c. Jika duduk harus sopan dan tunduk, tidak riya/ pamer d. Tidak takabur, kecuali terhadap orang yang alim, dengan maksud mencegah tindakannya. e. Bersikap tawadhu dalam pertemuan-pertemuan f. Sikap dan pembicaraannya tidak main-main g. Menanamkan sifat bersahabat di dalam hatinya terhadap semua murid-muridnya h. Menyantuni serta tidak membentak-bentak orang-orang bodoh

2 Suryosubrata B., Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), h.26

Ahmad Tafsir, Op.cit., h.75

i. j.

Membimbing dan mendidik murid yang bodoh dengan cara yang sebaik-baiknya Berani berkata : saya tidak tahu, terhadap masalah yang tidak dimengerti

3.

Kedudukan pendidik dalam pendidikan islam

Pendidik adalah spiritual father (bapak rohani), bagi peserta didik yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu, pendidik memiliki kedudukan tinggi. Dalam beberapa Hadits disebutkan: Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar atau pendengar atau pecinta, dan Janganlah engkau menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak. Dalam Hadits Nabi SAW yang lain: Tinta seorang ilmuwan (yang menjadi guru) lebi berharga ketimbang darah para syuhada. Bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul. Al-Syawki bersyair: Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul. Al-Ghazali menukil beberapa Hadits Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar yang aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun (perhatikan QS. At-Taubah:122).selanjutnya Al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmiahannya. Andaikata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab: pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan (baik binatang buas maupun binatang jinak)kepada sifat insaniyah dan ilahiyah.3

3 Ahmad Ar RifaI, Takhyirah Mukhtashor, Tanpa Tahun, hal.10

M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasr Pokok Pendidikan Islam, terj..Bustami A. Ghani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 135-136

4.

Tugas dan Kewajiban pendidik dalam pendidikan islam

Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam paradigma Jawa , pendidik diidentikan dengan (gu dan ru) yang berarti digugu dan ditiru. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (di ikuti) karena guru mempunyai kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta didiknya. Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas memindahkan atau mentrasfer ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Sebagai instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan 2. Sebagai educator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya. 3. Sebagai managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.4

4 Zainuddin, Seluk-Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990) Al-Jumbulati, Ali, Abdul Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1990)

Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa: 1. Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memerhatikan: kesediaan, kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan peserta didik. 2. Membangkitkan gairah peserta didik 3. Menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik 4. Mengatur proses belajar mengajar yang baik 5. Memerhatikan perubahan-perubahankecendrungan yang mempengaruhi proses mengajar 6. Adanya hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar. Kewajiban yang harus diperhatikan oleh guru menurut pendapat Imam Ghazali yaitu :

1) Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid dan memperlakukan mereka seperti anak sendiri. 2) Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi bermaksud dengan mengajar mencari keridhaan Allah. 3) Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran dan jangan dengan cara terus terang, dengan jalan halus dan jangan mencela. 4) Supaya diperhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya dan jangan disampaikan sesuatu yang melebihi tingkat tangkapannya. 5) Jangan timbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu yang lain. 6) Sang guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlain kata dengan perbuatann

5.

Sifat pendidik dalam pendidikan islam

Agar seorang pendidik dapat menjalankan fungsi sebagaimana yang telah dibebankan Allah kepada Rasul dan pengikutnya, maka dia harus memiliki sifat-sifat berikut ini : 1) Setiap pendidik harus memiliki sifat rabbani sebagaimana dijelaskan Allah. Jika seorang pendidik telah bersifat rabbani, seluruh kegiatan pendidikannya bertujuan menjadikan anak didiknya sebagai generasi rabbani yang memandang jejak keagungan-Nya. 2) Seorang guru hendaknya menyempurnakan sifat rabbaniyahnya dengan keikhlasan. Artinya, aktifitas sebagai pendidik bukan semata-mata untuk menambah wawasan keilmuannya, lebih jauh dari itu harus ditujukan untuk meraih keridhaan Allah serta mewujudkan kebenaran. 3) Seorang pendidik hendaknya mengajarkan ilmunya dengan sabar. 4) Ketika menyampaikan ilmunya kepada anak didik, seorang pendidik harus memiliki kejujuran dengan menerapkan apa yang dia ajarkan dalam kehidupan pribadinya.5 5) Seorang guru harus senantiasa meningkatkan wawasan, pengetahuan dan kajiannya. 6) Seorang pendidik harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode pengajaran yang variatif serta sesuai dengan situasi dan materi pelajaran. 7) Seorang guru harus mampu bersikap tegas dan meletakkan sesuatu sesuai proporsinya sehingga dia akan mampu mengontrol dan menguasai siswa. 8) Seorang guru dituntut untuk memahami psikologi anak, psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan sehingga ketika dia mengajar, dia akan memahami dan memperlakukan anak didiknya sesuai kadar intelektual dan kesiapan psikologisnya. 9) Seorang guru dituntut untuk peka terhadap fenomena kehidupan sehingga dia mampu memahami berbagai kecenderungan dunia beserta dampak dan akibatnya terhadap anak didik, terutama dampak terhadap akidah dan pola pikir mereka. 10) Seorang guru dituntut memiliki sikap adil terhadap seluruh anak didiknya.

5 Abuddin Nata, M.A.1997.Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

BAB III Penutup Kesimpulan


Pendidik disini adalah mereka yang memberikan pelajaran peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah. orangtua sebagai pendidik pertama Dan utama terhadap anak-anaknya, tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain karena kesibukan kerja, tingkat efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Oleh karena itu, anak lazimnya dimasukkan ke dalam lembaga sekolah. Penyerahan peserta didik ke lembaga sekolah bukan berarti melepaskan tanggung jawab orangtua sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi orangtua tetap mempunyai saham yang besar dalam membina dan mendidik anak kandungnya. a. Sabar menerima masalah masalah-masalah yang ditanyakan murid dan harus diterima baik b. Senantiasa bersifat kasih dan tidak pilih kasih c. Jika duduk harus sopan dan tunduk, tidak riya/ pamer d. Tidak takabur, kecuali terhadap orang yang alim, dengan maksud mencegah tindakannya. e. Bersikap tawadhu dalam pertemuan-pertemuan f. Sikap dan pembicaraannya tidak main-main g. Menanamkan sifat bersahabat di dalam hatinya terhadap semua murid-muridnya h. Menyantuni serta tidak membentak-bentak orang-orang bodoh i. Membimbing dan mendidik murid yang bodoh dengan cara yang sebaik-baiknya j. Berani berkata : saya tidak tahu, terhadap masalah yang tidak dimengerti

Al-Ghazali menukil beberapa Hadits Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar yang aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun (perhatikan QS. At-Taubah:122).selanjutnya Al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmiahannya

Daftar pustaka

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 74-75. Suryosubrata B., Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), h.26 Ahmad Tafsir, Op.cit., h.75 Ahmad Ar RifaI, Takhyirah Mukhtashor, Tanpa Tahun, hal.10 M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasr Pokok Pendidikan Islam, terj..Bustami A. Ghani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 135-136 Zainuddin, Seluk-Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990) Al-Jumbulati, Ali, Abdul Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1990) Abuddin Nata, M.A.1997.Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

You might also like