You are on page 1of 3

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis yang bersifat mutualistik antara akar

tumbuhan dan cendawan. Nama mikoriza berasal dari bahasa Yunani yang artinya secara harfiah ialah cendawan akar (Gunawan, 1993). Berdasarkan bentuk dan cara infeksinya terhadap tumbuhan inang, mikoriza dikolompokkan menjadi 2 tipe yaitu ektomikoriza dan endomikoriza (Rao, 1994). Karakteristik ektomikoriza adalah; a) perakaran yang terinfeksi akan membesar dan bercabang serta rambutrambut akar tidak ada, b) dalam suatu penampang melintang nampak permukaan akar ditutupi oleh miselia yang disebut dengan fungal sheat (mantel), c) terdapat beberapa hifa yang menjorok ke luar. Hifa ini berfungsi sebagai alat untuk penyerapan unsur hara dan air, d) hifa tidak masuk ke dalam sel, tetapi hanya berkembang diantara dinding-dinding sel jaringan korteks (Setiadi, 1989). Karakteristik endomikoriza adalah; a) perakaran yang terkena infeksi tidak membesar, b) cendawan tidak membentuk struktur lapisan hifa pada permukaan akar, c) hifa menginfeksi sel korteks secara intra dan inter seluler, d) adanya struktur khusus sistem percabangan hifa yang disebut arbuskula (Ervayenri, 1998). Menurut Gunawan (1993) endomikoriza dicirikan oleh adanya hifa-hifa cendawan yang menembus akar secara intraselular, jenis mikoriza ini kini lebih dikenal sebagai Mikoriza Arbuskula. - Cendawan Mikoriza Arbuskula tergolong ke dalam family Endogonaceae, ordo Endogonales, kelas Zygomycetes. Perkembangan Mikoriza Arbuskula dapat dibagi dalam dua fase miselium : 1. miselium eksternal yang ada di dalam tanah dengan spora yang dibentuknya dan tersebar disekitar akar. 2. miselium internal yang ada di dalam akar tana man yang bermikoriza, terdiri atas hifa tidak bercabang yang intraselular, hifa interselular, hifa intraselular yang bercabang-cabang seperti pohon kecil (arbuskula), hifa membengkak menjadi bentuk bulat atau bulat memanjang (vesikula) dan hifa yang melingkar- lingkar (hifa gelung). Pada fase miselium eksternal, kolonisasi cendawan mikoriza arbuskula pada akar dimulai dari penetrasi hifa cendawan yang berasal dari propagul-propagul cendawan mikoriza arbuskula dari daerah rizosfer ke permukaan akar. Penetrasi ini didahului oleh pembentukan apresorium akar atau hifa yang digunakan untuk melekatkan diri pada inang-inangnya. Kemudian pada fase miselium internal, setelah pembentukan apresorium, hifa akan menembus sel-sel korteks akar melalui sel epidermis atau rambut akar. Masuknya hifa dapat secara interselular dan atau intraselular (Gunawan,1993). - Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) banyak menyebar terutama pada famili Gramineae dan Leguminosae. CMA terdistribusi secara luas pada semua kingdom tanaman, juga secara geografi terdapat pada tanaman yang tumbuh pada daerah artik, iklim sedang dan tropik (Fakuara,1988). Spora cendawan mikoriza arbuskula terdapat didalam tanah di seluruh dunia. Pada musim kemarau dapat ditemukan jumlah spora yang lebih banyak dibandingkan dengan musim hujan. Pada musim kemarau untuk mengatasi lingkungan yang kering, CMA membentuk spora untuk bertahan hidup. Sedangkan air yang cukup banyak di musim hujan akan merangsang spora berkecambah. Dengan adanya air yang cukup, tanaman juga distimulasi membentuk akar dan kemungkinan eksudat akar tanaman akan merangsang perkecambahan spora (Gunawan, 1993). - Manfaat penambahan CMA yaitu meningkatkan pertumbuhan tanaman, serta meningkatkan serapan hara P dan hara-hara yang relatif tidak mobil di dalam tanah. Pada kondisi kahat fosfor, tanaman bermikoriza mampu memanfaatkan sumber fosfor yang tidak tersedia melalui peningkatan laju pelarutan fosfor anorganik yang tidak larut dan hidrolisis fosfor organik menjadi fosfor anorganik larut yang dapat diserap oleh tanaman dengan bantuan enzim fosfatase (Yusniani dkk., 1999). Anatomi dan Morfologi CMA (Cendawan Mikoriza Arbuskular ) Schubler et al. (2001) dengan menggunakan data molekuler telah menetapkan kekerabatan diantara CMA dan cendawan lainnya. CMA sekarang menjadi filum tersendiri, yang memiliki perbedaan tegas, baik ciri-ciri genetika maupun asal-usul nenek moyangnya, dengan Ascomycota dan Basidiomycota. Taksonomi CMA berubah menjadi filum Glomeromikota yang memiliki empat ordo yaitu 1) Archaeosporales (famili Arachaeosporaceae dan Geosiphonaceae), 2) Paraglomerales (famili Para-glomerace), 3) Diversisporales (famili Acaulosporaceae, Diversisporaceae, Gigaspora-ceae, dan Pacisporaceae) dan 4) Glomerales (famili Glomerace). Dewasa ini filum Glomeromikota disepakati memiliki dua belas genus yaitu Archaeo-spora, Geosiphon,

Paraglomus, Gigaspora, Scutellospora, Acaulospora, Kuklospora, Intraspora, Entrophospora, Diversipora, Pacispora, dan Glomus sp. Cendawan ini membentuk spora di dalam tanah dan dapat berkembang bika jika berassosiasi dengan tanamn inang. Sampai saat ini berbagi usaha telah dilakukan unutk menumbuhkan cendawaan ini dalam media buatan, akan tetapi belaum berhasil. Faktor ini merupakn suatu kendala yang utama sampai saat ini yang menyebabkan CMA belum dapat dipoduksi secar komersil dengan menggunakan media buatan, walaupun pengaruhnya terhadp pertumbuhan tanaman sangat mengembirakan. Spora cendawan ini sangat bervariasi dari sekitar 100 mm sampai 600 mm. oleh karena ukuranya yang cukup besar inilah maka spora ini dapat dengan mudah diisolasi dari dalam tanah dengan menyaringnya (Pattimahu, 2004).
Spora cendawan ini sangat bervariasi dari sekitar 100 mm sampai 600 mm oleh karena ukurannya yang cukup besar inilah maka spora ini dapat dengan mudah diisolasi dari dalam tanah dengan menyaringnya (Pattimahu, 2004). Cendawan CMA membentuk organ-organ khusus dan mempunyai perakaran yang spesifik. Organ khusus tersebut adalah arbuskul (arbuscule), vesikel (vesicle) dan spora. Berikut ini dijelaskan sepintas lalu mengenai struktur dan fungsi dari organ tersebut serta penjelasan lain (Pattimahu, 2004). 1. Vesikel (Vesicle) Vesikel merupakan struktur cendawan yang berasal dari pembengkalan hifa internal secara terminal dan interkalar, kebanyakan berbentuk bulat telur, dan berisi banyak senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan makanan dan pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk mempertahankan kehidupan cendawan. Tipe CMA vesikel memiliki fungsi yang paling menonjol dari tipe cendawan mikoriza lainnya. Hal ini dimungkinkan karena kemampuannya dalam berasosiasi dengan hampir 90 % jenis tanaman, sehingga dapat digunakan secara luas untuk meningkatkan probabilitas tanaman (Pattimahu,2004). 2. Arbuskul Cendawan ini dalam akar membentuk struktur khusus yang disebut arbuskular. Arbuskula merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang (Pattimahu, 2004). Arbuskul merupakan percabangan dari hifa masuk kedalam sel tanaman inang. Masuknya hara ini ke dalam sel tanaman inang diikuti oleh peningkatan sitoplasma, pembentukan organ baru, pembengkokan inti sel, peningkatan respirasi dan aktivitas enzim. Hifa intraseluler yang telah mencapai sel korteks yang lebih dalam letaknya akan menembus dinding sel dan membentuk sistem percabangan hifa yang kompleks, tampak seperti pohon kecil yang mempunyai cabang-cabang yang dibenamkan Arbuskul. Arbuskul berperan dua arah, yaitu antara simbion cendawan dan tanaman inang. Mosse dan Hepper (1975) mengamati bahwa struktur yang dibentuk pada akar-akar muda adalah Arbuskul. Dengan bertambahnya umur, Arbuskul ini berubah menjadi suatu struktur yang menggumpal dan cabang-cabang pada Arbuskul lama kelamaan tidak dapat dibedakan lagi. Pada akar yang telah dikolonisasi oleh CMA dapat dilihat berbagai Arbuskul dewasa yang dibentuk berdasarkan umur dan letaknya. Arbuskul dewasa terletak dekat pada sumber unit kolonisasi tersebut. 3. Spora Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara tunggal, berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis cendawannya. Perkecambahan spora sangat sensitif tergantung kandungan logam berat di dalam tanah dan juga kandungan Al. kandungan Mn juga mempengaruhi pertumbuhan miselium. Spora dapat hidup di dalam tanah beberapa bulan sampai sekarang beberapa tahun. Namun untuk perkembangan CMA memerlukan tanaman inang. Spora dapat disimpan dalam waktu yang lama sebelum digunakan lagi (Mosse, 1981). Mirip dengan cendawan patogen, hifa cendawan CMA akan masuk ke dalam akar menembus atau melalui celah antar sel epidermis, kemudian apresorium akan tersebar baik inter maupun intraseluler di dalam korteks sepanjang akar. Kadangkadang terbentuk pula jaringan hifa yang rumut di dalam sel-sel kortokal luar. Setelah proses-proses tersebut berlangsung barulah terbentuk Arbuskul,vesikel dan akhirnya spora (Mosse, 1981). Schubler et al. (2001) dengan menggunakan data molekuler telah menetapkan kekerabatan diantara CMA dan cendawan lainnya. CMA sekarang menjadi filum

tersendiri, yang memiliki perbedaan tegas, baik ciri-ciri genetika maupun asal-usul nenek moyangnya, dengan Ascomycota dan Basidiomycota. Taksonomi CMA berubah menjadi filum Glomeromikota yang memiliki empat ordo yaitu 1) Archaeosporales (famili Arachaeosporaceae dan Geosiphonaceae), 2) Paraglomerales (famili Para-glomerace), 3) Diversisporales (famili Acaulosporaceae, Diversisporaceae, Gigaspora-ceae, dan Pacisporaceae) dan 4) Glomerales (famili Glomerace). Dewasa ini filum Glomeromikota disepakati memiliki dua belas genus yaitu Archaeo-spora, Geosiphon, Paraglomus, Gigaspora, Scutellospora, Acaulospora, Kuklospora, Intraspora, Entrophospora, Diversipora, Pacispora, dan Glomus sp. CMA tidak memiliki inang yang spesifik. Fungi yang sama dapat mengkolonisasi tanaman yang berbeda, tetapi kapasitas fungi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman bervariasi. Satu spesies fungi dipertimbangkan efisien ketika pada beberapa kondisi lingkungan yang berbeda: 1) dapat mengkolonisasi akar secara cepat dan ekstensif, 2) mampu berkompetisi dengan mikroorganisme yang lain untuk tempat menginfeksi dan mengabsorpsi nutrisi. 3) segera membentuk miselium secara ekstensif dan ekstraradikal, 4) mengabsorpsi dan mentransfer nutrisi ke tanaman, 5) meningkatkan keuntungan non nutrisi kepada tanaman, seperti agregasi dan stabilisasi tanah. Walaupun demikian, biasanya evaluasi hanya mencakup respon tanaman terhadap inokulasi fungi yang berbeda. Oleh karena itu, jarang sekali satu spesies akan efisien pada semua kondisi lingkungan, sehingga memungkinkan bahwa inokulasi multi-spesies menunjukan hasil yang terbaik dibandingkan dengan hanya satu spesies. Hal ini menunjukan adanya kerjasama coexist secara harmonis di dalam akar (Sagin Junior & Da Silva, 2006). CMA beradaptasi secara edaphoclimatic serta dengan kondisi kultur teknis tanaman. CMA yang beradaftasi dengan baik tersebut merupakan fungi indigen yang terseleksi dari ekosistem pada tanaman tersebut. Selanjutnya fungi indigen yang terisolasi harus dievaluasi dalam kaitan respon inokulasi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman pada kondisi tanah yang berbeda. (Sagin Junior & Da Silva, 2006). Hal ini sejalan dengan penelitian lapangan yang dilakukan Lukiwati (2007) dan Sieverding (1991) bahwa keberhasilan inokulasi CMA tergantung kepada spesies CMA indegen serta potensi dari inokulan sendiri. Lebih jauh dikemukakan bahwa keefektifan populasi CMA indigen berhubungan dengan beberapa faktor seperti status hara tanah, tanaman inang, kepadatan propagula, serta kompetisi antara CMA dan mikroorganisme tanah lainnya. Kepadatan CMA tidak dipengaruhi oleh jenis tanaman penutup tetapi dipengaruhi interaksi antara jenis tanaman penutup dengan interval kedalaman tanah. Kepadatan CMA tertinggi terdapat pada tanaman penutup herba (Chromolaena odorata dan Stoma malabathricum) dengan interval kedalaman 0 5 cm. Sedangkan kepadatan terendah terdapat pada tanaman penutup rumput dengan kedalaman 5-15 cm. Hal ini menunjukan bahwa kedalaman tanah merupakan faktor penting dalam identifikasi dan isolasi propagula CMA (Handayani et al., 2002). Tingkat kolonisasi akar merupakan prasyarat CMA pada tanaman inang. Tingkat kolonisasi di lapangan tergantung pada spesies tanaman inang, kondisi tanah serta spesies CMA indigen. Persentase kolonisasi juga tergantung kepada kepadatan akar tanaman. Lebih jauh dikatakan bahwa tingkat kolonisasi memberikan gambaran seberapa besar pengaruh luar terhadap hubungan akar dan CMA (Sieverding,

You might also like