You are on page 1of 10

Kelainan Kromosom Kelainan kromosom adalah semcam deviasi dari (1) jumlah kromosom diploid normal, yaitu 46 atau

(2) morfologi kromosom normal. Kelainan ini mungkin mengenai kromosom seks atau mengenai autosom. Seperti telah disebutkan, kelainan kromosom yang bermula pada tingkat sel benih akan mencirikan semua sel tubuh dank arena itu pada umumnya dikethaui dengan membuat kariotip. Kelainan yang terjadi pada tingkat sel somatik,karena tidak khas untuk selusuh tubuh, bisanya ditemukan dengan cara lain. Kelainan yang Timbul pada Tingkat Sel Benih Aberasi kromosom yang tidak konsisten dengan perkembangan cukup bulan ini utero menimbulkan oburtus spontan atau keguguran. Penelitian kariotip mengungkapkan bahwa kurang lebih 50% kasus aboruts spontan disertai salah satu jenis kelainan kromosom pada fetus itu. Namun terdapat variasi yang sangat besar pada aberasi kromosom yang tidak mengecualikan perkembangan cukup-bulan, dan kurang 1 dari setiap 160 bayi baru lahir mawarisi salah satu kelaianan sitogenik. Konstitusi Kromosom Seks Bertugas Menentukan Seks Primer. Konstitusi kromosom seks,yang berbeda pada laki-laki dan perempuan, menentukan seks gonad seseorang. Gen tertentu pada kromosom Y berpengaruh mengarahkan difrensiasi gonad embrio yang semula masih indiferen ke arah pembentukan testis. Satu pegangan penting yang sudah lama diketahui tentang pengembangan testis ialah bahwa ia diikuti oleh penampakan suatu unsur permukaan-sel jelas yag disebut antigen H-Y. Namun manfaat petanda khusus ini belum jelas dan memerlukan penjelasan lebih lanjut. Selama berlangsungnya perkembangan normal,testis fetus menghasilkan cukup banyak hormone seks pria yang mengakibatkan terjadinya diferensiasi duktus genital pria dan genitalia eksterna pria. Namun bila penentu pengorgansisr-testis primer yang terdapat pada kromosom Y tidak ada. Dan sekurang-kurangnya terdapat satu kromosom X, maka gonad pra-kembang malah mengalami pembentukan ovarium. Kromosm X juga penting bagi seluruh tubuh karena mengandung cukup banyak gen lain. Kelainan Khas Kromosom Seks. Salah satu kelainan kromosom seks yangpaling umum ialah terdapatnya kromosom X ektsra pada seorang laki-laki., sehingga memiliki konstitusi kromosom seks XXY. Pria dengan kombinasi kelainan ini biasanya memiliki testis kecil dan mandul. Dalam kehidupannya kemudian mereka memperlihatkan tanda-tanda kemunduruan intelektual. Kondisi ini, yang disbut sindrom Klinefelter, dapat diakibatkan gagalnya kedua kromosom X pada biang (precursor) sel benih diploid maternal memisahkan diri dan masuk sel-sel berbeda pada meiosis; malah kedua kromosom itu menuju ovum yang dibuahi spermatozoa yang membawa kromosom Y. Lebih jarang konstitusi XXY terjadi bilal spermatozoa-XY (terjadi akibat gagalnya pemisahan kromosom X dan Y sewaktu meiosis) membuahi ovum pembawa X normal. Kromosom seks sel-sel ayah dapat pula gagal memisahkan diri pada kedua pembelahan meiosis, dan hal ini menghasilkan konstitusi kromosom XXXY atau XXXXY. Varian sindrom Klinefelter demikian ditandai perkembangan mental yang sangat terbelakang.

Kelainan lain pada pria ialah susunan XYY. Laki-laki dengan kombinasi khusus ini cenderung bertubuh tinggitinggi, dan terdapat indikasih bahwa beberapa di antaranya mempunyai predisposisi berkelakuan agresfi atau antisocial. Tingkat inteligensianya dapat sub-normal, namun umumnya tetap dapat mempunyai anak. Dalam hal ini pemisahan kromosom seks ayah yang kurang sempurna pada pembelahan meiosis kedua selama spermatogenesis menghasilkan spermatozoas YY yang pada pembuahan memberi dua kromosom Y dan bukannya satu. Perempuan yang lahir dengan kromosom X tambahan (dengan kata lain perempuan dengan XXX) dapat pula disertai retardasi mental dan sejumlah di antaranya mandul. Kasus dengan kromosom X yang lebih banyak lagi (misalnya XXXX dan XXXXX) hanya memperburuk keadaan. Perempuan yang dilahirkan dengan satu kromosom X dan bukannya dua, menampakkan kondisi yang leibh jarang yang disebut Sindrom Turner. Istilah umum yang dipakai untuk menyatakan bahwa kurang satu pasang kromosom homolog pada sel diploid adalah monosomi. (Yun, monos, tunggal). Selain beberapa bayi dengan monosomi pada kromosom X dan sejumlah kasus monosomi 21, monosomi tidak dapat bertahan hidup. Diperlukan dua kromosom X agar ovarium dapat berkembang sempurna. Perempuan yang lahir dengan konstitusi XO ( huruf O menunjukan bahwa homolog kromosom X tidak ada) hanya memiliki ovarium yang kurang berkembang dan selain itu bertubuh pendek dan menampakkan ciri fisik khas lainnya. Payudara tidak membesar dan tanda-tanda kelamin sekunder lainnya tidak nampak sebagaimana biasanya pada umur pubertas . Individu demikian memiliki tingkat inteligensia normal namun jarang bermenstruasi dan hampir semuanya mandul. Contoh Kelainan pada Autosom. Lebih kurang 1 di antara 800 bayi dilahirkan dengan trisomi 21, yang nama lainnya adalah sindrom down. Kelainan ini merupakan kelainan kromosom yang paling banyak didapat pada bayi yang dilahirkan. Lagi pula risiko seorang ibu mendapat bayi dengan sindrom Down sangat meningkat dengan bertambah umurnya, erutama bila dia hamil dalam masa akhir masa reproduksinya. Individu dengan sindrom down bertubuh pendek dan mudah dikenali oleh ciri mukanya yang khas dan tanda fisik lainnya yang kurang mencolok.Walaupun pada umumnya bersifat riang gembira, mereka semua mengalami retardasi mental. Pada kebanyakan kasus, individu dengan sindrom down ketambahan satu kromosom utuh di dalam selnya. Sewaktu dapat dipastikan bahwa kromsom ini termasuk kelompok G maka disepakati menggolongkannya sebagai kromosom 21 tambahan. Teknik pemberian pita-pita kemduian memastikan bahwa yang bersangkutan memang kromosom 21 lain. Namun trisomi 21 sekarang secara luas dipakai karena menunjukkan bahwa dalam kasus sindrom Down klasik terdapat tiga kromosom 21 dalam setiap sel. Simbol yang dipakai Menggambarkan Kariotip dan Kelainan Kromosom. Untuk dapat menunjukkan konstitusi kromosom seseorang, jumlah total kromosomnya harus dicatat dulu, diikuti komplemen kromosom seks. Tidak ada penjelasan khusus tentang autosom, kecuali bila ditemukan kelainan padanya. Jadi kariotip pria normal digambarkan sebagai 46. XY. Konstitusi kromosom perempuan dengan sindrom Down, yagn memilki kelebihan

kromosom 21, akan digambarkan sebagai 47.XX, + 21 (tana + menunjukkan adanya autosom tambahan). Kariotip laki-laki dengan sindrom Klinefelter dengan dua kromosom X akan dicatat sebagai 47.XXY. Perempuan dengan sindrom Turner akan dilukiskan dengan 45.X atau 45.XO (keduanya dapat diterima). Kelainan yang Timbul pada Tingkat Sel Somatik Pada tingkat sel somatik dapat terjadi dua jenis kelamin numerik. Pada yang disebutpolilpoidi, setiap sel mengandung lebih dari dua set kromosom haploid, tetapi jumlah kromosm tetap berupa kelipatan jumlah haploid. Misalnya sel tetraploid memiliki dua kali jumlah kromosm diploid. Jenis kelainan kedua ialah kondisi yang disebut aneuploidi. Dalam hal ini jumlah kromosom tidak beraturan akibat adanya kesalahan sebelumnya dalam pemisahan kromosom anak. Akibat adanya kesalahan itu ialah bahwa jumlah kromosom tidak sesuai dengan kelitapan tepat jumlah haploid. Seperti telah kita lihat, aneuploidi dapat pula terjadi dalam turunan pada tingkat sel benih, yang menghasilkan jumlah kromosom seperti 45 dan 47. Poliploidi pun dapat terjadi pada sel benih, namun hal ini hampir pasti berakhir sebagai abortus spontan. Sekalipun fetus tripoid sampai lahir, yang dapat terjadi, mereka tidak dapat hidup terus. Poloploidi yang Timbul dalam Sel Somatik. Walaupun poliploidi yang timbul dalam sel somatik merupakan kelainan kromosom dalam arti bahwa ia merupakan penyimpangan dari jumlah kromosom tipis (diploid), ia agaknya tidak disertai gangguan fungsional. Jadi adalah kejadian biasa menemukan poliploidi pada sel tubuh tertentu, dan sel itu tetap berfungsi secara normal. Kasus poliploidi paling ekstrem adalah megakariosit, sel biang (precursor) untuk trombosit, yang dapat mencapai sampai 64 kali jumlah haploid kromosom. Populasi hepatosit pada hati menunjukkan poliploidi yang lebih ringan tingkatannya, yang tampak berupa inti yang cukup besar dengan banyak nukleolus. Banyak yang percaya bahwa poliploidi adalah hasil kegagalan pemisahan dua kromatid setiap kromosm pada anafase, suatu kesalahan yang disebut nondisjunction, dengan akibat bahwa kedua set kromosom anak tetap tinggal di daerah ekuator sel, tempat membran inti dibentuk kembali dan membungkus semuanya dalam inti yang sama. Namun telah pula dikemukakan mekanisme terjadinya poliploidi. Misalnya pada epitel pelapis kandung kemih, kromosom sel berinti dua yang mengalami mitosis mungkn semua mengelompok kembali menjadi inti tunggal yang dengan demikian memiliki kromosm berjumlah tetrapoid. Aneuploidi yang Timbul dalam Sel Somatik. Pengkajian sel-sel mamalia dalam biakan memberi kesan kuat bahwa mungkin terdapat semacam pembatasan yang diwariskan terhadap berapa kali sebuah sel somatik normal dapat membelah, paling tidak kondisi biakan dilaksanakan. Misalnya populasi sel yang diperoleh dari individu yang lebih tua ternyata mengalamil lebih sedikit pembelahan in vitro bila dibandingkan dengan yagn diperoleh dari individu yang leibh muda. Pembatasan yang nyata ini terhadap potensi proliferatif total sel-sel somatik diduga merupakan sejensi keadaan menua yang telah diprogram dan mungkin merupakan faktor penting yang menentukan jangka hidup total seseorang. Walaupun rupa-rupanya ditentukan untuk berbagai jenis sel normal (sel seperti sel induk dan limfosit mungkin merupakan perkecualian), pembatasan ini bukan hal

yang tak dapat dielakkan. Pemindahan sel-sel somatik dari satu biakan ke biakan lain secara berulang dapat berakibat timbulnya turunan sel yang agaknya memilki potensi yang dapat membelah terus menerus. Namun berkali-kali analisis kromosom memperlihatkan bahwa sel dalam biakan yang begitu mudah dilipatgandakan itu telah mendapatkan jumlah kromosom aneuploid, dan dalam hal ini mereka tidak lagi dianggap sebagai sel normal. Jadi proliferasi yang berlangsung berulang-ulang pada sel somatik agaknya disertai risiko mengalami perubahan genetik yang membuatnya kurang responsif terhadap faktor-faktor yang secara biasanya mengatur porliferasi atau mengurangi reproduksinya. Lagi pula perubahan demikian agaknya menjadi awal terjadinya aneuploidi. Aneuploidi pada Umumnya Terdapat pada Sel Kanker. Sperti yang dapat diperkirakan, insidens aneuploidi adalah khas tinggi untuk sel-sel ganas yang dapat dikatakan teru menerus mengalami proliferasi. Diduga bahwa terjadi keganasan bila sel somatik mengalami perubahan genetik yagn memungkinkannya berproliferasi dalam keadaan, yang biasanya tidak mengalami Proliferasi. Lagi pula setiap kehilangan pengaturan fungsi khusus tertentu yang sebenarnya dapat dilakukan sel atau turunannya, dapat bertentangan dengan kebutuhan badan sebagai satu kesatuan. Karena transformasi sel normal menjadi sel kanker merupakan perubahan genetik, sel-sel kanker dapat meneruskan sifat-sifat ganas dan invasinya kepada semua turunannya. Tambahan pula, kecuali tumor ganas itu seluruhnya diangkat melalui cara bedah atau dimusnahkan secara total dengan cara lain, sel-selnya dapat menyebar melalui darah atau getah bening ke bagian-bagian tubuh lain yang terletak berjauhan dari letak asalnya. Pada tempat-tempat demikian sel-sel kanker itudapat membentuk pusat desktruksi dan penumbuhan invasif baru, peristiwa penyebaran ini disebut metastasis, dan dengan cara demikian sel-sel kanker dapat menjalar ke seluruh tubuh. Dengan tidak adanya respons terhadap pengaruh yang biasanya menghambat proliferasi sel, maka sel-sel kanker akan tetap berproliferasi karena mereka tidak perlu memperhatikan dan mengalah terhadap kematian tuan rumahnya. Sel-sel kanker begitu seringnya menunjukkan aneuploidi sehingga ditemukannya kondisi ini pada sel-sel somatik seseorang yang sebenarnya secara kromosom normal dapat dikatakan sebagai sel-sel kanker. Namun tiadanya aneuploidi pada sel-sel demikian tidaklah menutup kemungkinan bahwa sel-sel itu mungkin sel kanker, karena tidak semua sel kanker bersifat aneuploid. Kemungkinan berubah menjadi kromosom aneuploid agak bertambah dengan makin seringnya berproliferasi. Jadi aneuploidi yang timbul pada tingkat se somatik dapat merupakan hasil akhir perubahan genetik yang melepaskan sel dari kendala terhadap proliferasi sel. Contoh, Kelainan Struktur Kromosom yang Timbul pada Tingkat Sel Somatik.Penderita dengan leukemia mielogen menahun, penyakit ganas (malignan) yang ditandai produksi berlebihan sel darah putih tertentu, secara khas memiliki kromosom unik dalam komplemen kromosom sel-sel sumsum tulang, ang,karena ditemukan di Philadelphia, disebut kromosom Philadelphia Atah P.Ia merupakan kromosom 22, yang kehilangan hampir setengah lengan panjangnya. Teknik penampakan gurat-gurat pada kromosom menunjukkan bahwa bagian yang hilang itu hampir selalu ditranslokasi pada kromosom 9. Tambahan lagi, sebagian kecil kromosom 9 juga

ditranslokasi pada kromosom 22, sehingga keadaan ini sebenarnya merupakan suatu translokasi timbalbalik (reciprocal). Namun jumlah total kromosom tidak mengalami perubahan. Kromosom Philadelphia dapat ditemukan pada kebanyakan penderita dengan luekemia mielogen menahun dan merupakan petanda sitogenetik berharga yang membantu dalam mendiagnosis penyakit ini. Walaupun aberasi kromosom khusus ini berhubungan dengan evolusi leukemia mielogen menahun dan mungkin juga jenis leukemia lain, manfaat sebenarnya masih tetap belum jelas. Karena kromosom Philadelphia timbul pada tingkat sel somatik, keadaan ini tidak diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya, dan tidak terdapat dalam setiap sel tubuh. Macam2 kelainan dan gejala: 1. Sindroma Cri Du Chat

Definisi Sindroma Cri Du Chat (Sindroma Tangisan Kucing, Sindroma 5p) adalah sekelompok kelainan yang terjadi akibat hilangnya kromosom nomor 5. Penamaan sindroma ini didasarkan kepada tangisan bayi yang bernada tinggi dan terdengar seperti suara seekor kucing. Tangisan ini terdengar segera setelah bayi lahir dan berlangsung selama beberapa minggu, kemudian menghilang. Sindroma ini ditemukan pada 1 diantara 20.000 dan 1 diantara 50.000 bayi.

Penyebab Sindroma ini terjadi karena adanya penghapusan informasi pada kromosom 5. Penyebab terjadinya penghapusan ini tidak diketahui, tetapi pada sebagian besar kasus, diperkirakan penyebabnya adalah hilangnya 1 keping kromosom 5 pada saat pembentukan sel telur atau sperma. Kasus lainnya terjadi karena salah satu orang tua membawa kromosom 5 yang telah mengalami translokasi (penyusunan ulang).

Gejalanya berupa: - Tangisan bernada tinggi seperti suara kucing - Berat badan lahir yang rendah dan pertumbuhan yang lambat - Bayi tampak lemas - Kepalanya kecil (mikrosefalus) - Wajah asimetris dan mulutnya tidak dapat menutup rapat - Hidungnya lebar - Lehernya pendek - Beberapa bayi memiliki wajah yang bundar (moon face) - Hipertelorisme (kedua mata terpisah jauh)

- Fissura palpebra (mata sipit ke bawah) - Mikrognatia (rahang kecil) - Letak telinga lebih rendah (mungkin bentuknya juga abnormal) - Skin tag di depan telinga - Di sela jari kaki maupun tangan terdapat kulit tambahan (seperti selaput) atau jari-jarinya menyatu - Simian crease (garis tangan pada telapak tangan hanya satu) - Keterbelakangan mental - Perkembangan kemampuan motoriknya lambat atau tidak lengkap - Sering disertai kelainan jantung.

Diagnosa Selain gejala-gejala tersebut, pada pemeriksaan fisik juga bisa ditemukan: - Hernia inguinalis - Diastasis rekti (otot-otot perut terpisah) - Otot kendur - Lipatan epikantus (lipatan pada kulit di sudut mata sebelah dalam) - Lipatan telinga yang tidak lengkap atau abnormal.

Analisa kromosom menunjukkan hilangnya lengan pendek pada kromosom 5. Analisa FISH menunjukkan adanya bagian kromosom 5 yang hilang. Rontgen tulang tengkorak lateral menunjukkan sudut yang abnormal pada dasar tulang tengkorak.

pengobatan Tidak ada pengobatan khusus untuk sindroma cri du chat. 2. Down syndrome Ini merupakan kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, [1] yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama. Gejala atau tanda-tanda: Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.

Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jarijarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. 3. Trisomy 18 / Edward Syndrome Trisomi 18 adalah sindrom yang relatif umum mempengaruhi sekitar 1 dari 3.000 kelahiran hidup.Sindrom ini adalah tiga kali lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Sindrom ini disebabkan oleh adanya materi tambahan dari kromosom 18. Bahan tambahan tersebut mengganggu perkembangan normal.

Gejala * Tangan terkepal * Crossed legs (preferred position) Menyilangkan kaki (posisi yang dipilih) * Penyakit jantung (kongenital) * Koloboma * Masalah Ginjal * Berat lahir rendah * Kekurangan mental * Pemisahan antara sisi kiri dan kanan dari otot rektus abdominis (diastasis recti) * Kepala kecil (microcephaly) * Rahang kecil (micrognathia) * Pectus carinatum

Perawata: Pengelolaan medis anak-anak dengan trisomi 18 adalah direncanakan pada kasus-per-kasus tertentu dan tergantung pada situasi masing-masing pasien. 4. Trisomy 13 / PATAU Syndrome Trisomi 13, Juga Disebut Sindrom Patau, Adalah Kelainan Genetik Yang Terkait Dengan Kehadiran Bahan Tambahan Dari Kromosom 13.

Trisomi 13 Terjadi Ketika Ekstra DNA Dari 13 Kromosom Muncul Dalam Beberapa Atau Semua Sel-Sel Tubuh. * Trisomi 13 - Kehadiran Ekstra (Ketiga) Kromosom 13 Dalam Semua Sel. * Trisomi 13 Mosaicism - Adanya Ekstra Kromosom 13 Dalam Beberapa Sel. * Parsial Trisomi - Kehadiran Bagian Dari Kromosom 13 Ekstra Dalam Sel.

Bahan Tambahan Mengganggu Perkembangan Normal. Gejala: * Bibir Sumbing Atau Langit-Langit Menjadi Satu * Otot Menurun * Ekstra Jari Tangan Atau Kaki (Polydactyly) * Hernia: Hernia Umbilikalis, Hernia Inguinalis * Lubang, Split, Atau Celah Dalam Iris (Koloboma) * Keterbelakangan Mental, Parah * Scalp Defects (Absent Skin) Cacat Kulit Kepala (Absen Kulit) * Kejang * Lipatan Palmar Tunggal * Kelainan Tulang (Anggota Badan) * Mata Kecil * Kepala Kecil (Microcephaly) * Rahang Bawah Kecil (Micrognathia) * Kriptorkismus

Pengobatan Pengelolaan Medis Anak-Anak Dengan Trisomi 13 Adalah Direncanakan Pada Kasus-Per-Kasus Tertentu Dan Tergantung Pada Situasi Masing-Masing Pasien. 5. Sindrom Kleinefelter Ini sebenarnya dapat dikenali sejak dini melalui gejala-gejala yang tampak. Tanda dan gejala-gejala sindrom Klinefelter sangat bervariasi. Pada beberapa pria, sindrom ini akan menimbulkan dampak besar pada pertumbuhan dan penampilan.

Seperti yang dipaparkan dalam situs Mayoclinic, pada sejumlah kasus, sindrom Klinefelter juga dikaitkan dengan masalah kemampuan belajar dan berbahasa. Namun begitu, banyak penderita sindrom Klinefelter yang tidak menunjukkan gejala. Pada banyak kasus, kelainan ini tidak dapat didiagnosa hingga mencapai usia dewasa.

Salah satu gejala yang tampak pada remaja pengidap Sindrom Klinefelter adalah keterlambatan dalam memasuki masa pubertas atau masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual.

Berikut ini gejala-gejala sindrom Klinefelter berdasarkan usia :

Bayi : Pada saat dilahirkan, gejala dan tanda awal kelainan ini belum akan tampak. Seiring pertambahan usia, mereka tampak memiliki otot yang lemah. Perkembangan motoriknya pun terlambat. Bayi penderita sindrom ini butuh waktu yang lama untuk mencapai fase duduk, merangkak atau berjalan dibandingkan bayi lainnya.

Remaja : Postur penderita sindrom Klinefelter akan tampak lebih tinggi dan memiliki kaki yang panjang dibanding anak laki-laki lain. Tetapi mereka lebih lambat mengalami masa pubertas dibandingkan remaja lainnya. Ketika mencapai pubertas, mereka justru punya tubuh yang tidak berotot, tidak banyak tumbuh bulu pada tubuh dan wajahnya dibandingkan remaja lain.

Ukuran testis mereka pun lebih kecil dan keras dibandingkan laki-laki seusianya. Pada beberapa kasus, rendahnya kadar testosteron akibat sindrom Klinefelter dapat menyebabkan pembesaran jaringan payudara (gynecomastia), tulang yang lebih rapuh dan rendahnya tingkat energi. Anak pengidap sindrom cenderung pemalu dan tidak seberani seperti anak lainnya

Dewasa : Penampilan pria penderita sindrom Klinefelter biasanya tampak normal, meskipun postur mereka mungkin lebih tinggi dari rata-rata. Jika mereka tidak diterapi dengan testosteron, mereka cenderung akan memiliki tulang yang rapuh (osteoporosis). Pria dengan sindrom Klinefelter syndrome biasanya memiliki fungsi seksual yang normal tetapi mereka infertil sehingga tidak dapat membuahi untuk memberikan anak. 7. Sindrom Turner Turner Syndrome adalah kelainan genetik yang ditemukan terutama pada wanita. Hal ini disebabkan karena tidak adanya sebagian atau seluruh kromosom X. Hal ini menghambat pertumbuhan dan perkembangan karakteristik seksual sekunder ketika gadis mencapai pubertas. Bahkan ovarium berkembang menuju ketidaksuburan.

Gangguan dapat bervariasi dalam keparahan dan jika sel-sel yang lebih sedikit terpengaruh, kelainan ringan. Penyakit terjadi secara acak dan tidak memiliki apa-apa hubungannya dengan usia ibu, obat-obatan, virus atau bakteri. Berikut adalah gejala sindrom Turner pada anak-anak: 1. Karakteristik perawakan pendek

2. Anyaman dari kulit di daerah leher 3. Terkulai kelopak 4. Perkembangan tulang abnormal yang mengarah ke dada rata luas 5. Kurangnya karakteristik seksual sekunder pada masa pubertas dan ini mencakup hampir tidak ada rambut kemaluan dan payudara sangat kecil 6. Penyempitan aorta 7. Geraham muka katup aorta 8. Tidak menstruasi pada pubertas 9. Infertility 10. Mata kering Biasanya betina dengan sindrom Turner tidak tumbuh terlalu tinggi. Tinggi rata-rata sekitar 147 cm atau 57,8 inci. Mereka adalah sekitar 20 cm (7,8 inci) lebih pendek daripada rata-rata tinggi perempuan yang normal dan tidak memiliki kelainan. Anak-anak dengan sindrom Turner sangat rentan terhadap kondisi terkait lainnya. Fraktur lebih sering terjadi selama masa kanak-kanak dan osteoporosis patah tulang ketika mereka menjadi dewasa. Penyebab utama osteoporosis saat usia dewasa tidak mencukupi jumlah estrogen dalam darah. Selain itu, Type II diabetes, gangguan tiroid, juvenile rheumatoid arthritis, tekanan darah tinggi dan masalah ginjal dapat ditemukan pada beberapa perempuan.

You might also like