You are on page 1of 7

PENGARUH STORY TELLING TERHADAP KEMAMPUAN BICARA PADA ANAK

Disusun Oleh : Ariesya Surya Astuti Dyah Suryaning Sukmajati Anggi Cita Sendy (2010 60 009) (2010 60 033) (2010 60 036)

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2011

PENGARUH STORY TELLING TERHADAP KEMAMPUAN BICARA PADA ANAK

LATAR BELAKANG Masa anak-anak adalah masa perkembangan, dimana kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik mulai berkembang. Anak-anak mengembangkan kemampuan mereka melalui banyak jalan. Antara lain dari apa yang mereka lihat, dengar, atau alami. Dengan kata lain, metode modeling adalah metode yang sering dipakai anak-anak untuk belajar. Contohnya saja, anak-anak mulai mengembangkan kemampuan bicara saat usia dua tahun. Dimana mereka mulai belajar merangkai kata, menambah kosakata, dan menguasai pengucapan kata-kata. Saat memasuki masa perkembangan bicara, anak-anak akan menjelma sebagai tukang ngobrol. Dimana mereka akan terus mengoceh tentang apa yang mereka lihat meskipun dengan kosakata yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru ataupun orangtua untuk memberikan stimulus bagi anak-anak agar kemmapuan bicara terutama dalam hal kosakata daan merangkai kalimat dapat berkembang pesat. Banyak media yang bisa digunakan sebagai stimulus untuk mengembangkan kemampuan bicara pada anak. Antara lain melalui interaksi komunikasi yang intens, musik, film, permainan, dan dongeng. Mendongeng atau storytelling merupakan sebuah seni bercerita yang dapat digunakan sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai pada anak yang dilakukan tanpa perlu menggurui sang anak. (Asfandiyar, 2007: 2), storytelling merupakan suatu proses kreatif anak-anak yang dalam perkembangannya, senantiasa mengaktifkan bukan hanya aspek intelektual saja tetapi juga aspek kepekaan, kehalusan budi, emosi, seni, daya berfantasi, dan imajinasi anak yang tidak hanya mengutamakan kemampuan otak kiri tetapi juga otak kanan. Berbicara mengenai storytelling, secara umum semua anak-anak senang mendengarkan

storytelling, baik anak balita, usia sekolah dasar, maupun yang telah beranjak remaja bahkan orang dewasa. Dalam kegiatan storytelling, proses bercerita menjadi sangat penting karena dari proses inilah anak mempelajari kosakata dan bentuk kalimat yang baru. Pada saat proses storytelling berlangsung terjadi sebuah penyerapan pengetahuan yang disampaikan pencerita kepada audience. Pengalaman yang diperoleh anak saat mulai belajar membaca, akan

melekat pada ingatannya. Kegiatan story telling dapat dilakukan oleh anak-anak dengan

tujuan memperbaiki ketrampilan komunikasi menyongsong pertumbuhan imajinasi anak, memotivasi anak untuk mengisahkan cerita yang dialami, dan memberi hiburan pada anak.

KETERKAITAN ANTAR VARIABEL Kemajuan berbicara pada anak berkembang pesat pada masa awal kanak kanak karena selama itu anak anak memiliki keinginan yang kuat untuk belajar berbicara. Hal ini dipengaruhi oleh dua hal, yaitu pertama belajar berbicara merupakan sarana pokok dalam bersosialisasi , kedua belajar berbicara merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian Menurut Harlock (1980) ada 8 faktor yang mempengaruhi kemampuan berbicara pada anak, yaitu : (1). Intelligence; (2). Jenis disiplin; (3). Posisi urutan; (4). Besarnya keluarga; (5). Status social ekonomi; (6). Status ras; (7). Berbahasa dua; (8). Penggolongan peran seks. Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, gagasan, atau isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud trsebut dapat dipahami oleh orang lain (Depdikbud, 1984/1985: 7). Menurut Tarigan (1981:15) bahwa Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Kemampuan bicara adalah salah satu komponen yang harus dikembangkan dalam perkembangan bahasa, sebab manusia merupakan mahkluk social yang selalu ingin berkomunikasi dengan orang lain. Agar komunikasi bisa berjalan dengan baik anak harus membentuk hubungan sosial sehingga anak dapat memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam hubungan sosial dengan temannya. Kegiatan storytelling dapat memperbaiki daya nalar anak dan memperluas komunikasi anak dengan orang dewasa, anak dengan temannya, atau anak itu sendiri. Fisher (1985) menyatakan bahwa storytelling adalah bentuk kreativitas yang menyenangkan yang terbentuk dalam lintas negara dan budaya-budaya. Storytelling dapat dijadikan media untuk mengembangkan kemampuan bicara pada anak usia dini. Melalui kegiatan mendengarkan storytelling, anak mendapat banyak contoh pengucapan lafal, kosakata, dan rangkaian kalimat. Storytelling juga mengajarkan anak untuk menjadi pendengar yang baik, menaruh perhatian pada ucapan orang lain, dan memberikan

pengalaman belajar.Sehingga dapat meningkatkan perkembangan bicara pada anak secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifitasan metode storytelling dalam meningkatkan perkembangan bicara pada aanak dengan rentang usia 3-4 tahun. Perkembangan bicara yang diamati adalah aspek ucapan atau lafal, kosa kata/ungkapan, dan variasi/struktur kalimat.

HIPOTESIS Berdasarkan landasan teori di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ada perbedaan tingkat perkembangan bicara pada anak usia prasekolaah antara yang mendapatkan stimulus melalui metode story telling dengan yang tidak mendapatkan stimulus melalui metode storytelling. Anak yang mendapatkan stimulus mellaui storytelling memiliki tingkat kemmapuan bicara yang lebih tinggi dibandingkan anak yang tidaak mendapatkan stimulus. 2. Ada perbedaan tingkat perkembangan bicara pada anak usia prasekolah sebelum mendapatkan stimulus bicara melalui metode storytelling dan setelah mendapatkan stimulus bicara terhadap tingkat pencapaian melalui metode storytelling. Kemampuan bicara sebelum mendapatkan storytelling lebih rendah dibandingkan kemampuan bicara setelah mendaptkan stimulus berupa storytelling.

METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melakukan kajian mengenai factor yang mempunyai kontribusi terhadap tingkat pencapaian dan perkembangan bicara anak pada usia dini. Variabel bebas menggunakan metode storytelling. Metode storytelling adalah teknik bercerita yang dilakukan pada anak usia pra sekolah dengan menceritakan kisah atau cerita anak anak yang terdapat pada buku cerita. Variable tergantung adalah kemampuan bicara pada anak usia pra sekolah yang berarti kemampuan anak untuk berbicara atau menceritakan sesuatu.

Subjek penelitian adalah anak prasekolah (3 4 tahun) yang belum mengikuti pendidikan di sekolah. Rancangan penelitian ini menggunakan model Desain Eksperimen Seri yang merupakan bagian dari desain eksperimen kuasi. Desain Eksperimen Seri (Equivalent Time Samples Design) merupakan desain eksperimen yang dilakukan berdasarkan satu seri (beberapa) pengukuran variabel tergantung terhadap suatu kelompok subjek, yaitu O1, O2, O3. Kemudian terhadap kelompok subjek tersebut dikenakan perlakuan. Selanjutnya dilakukan satu seri perlakuan ulang, yaitu: O4, O5, O6. Jumlah kali pengukuran yang diberikan baik pretest maupun post-test dapat dilakukan lebih banyak lagi. Desain rancangan eksperimen NonR O1 Keterangan : O1 O2 O3 X O4 O5 O6 : pre test 1 : pre test 2 : pre test 3 : perlakuan (metode storytelling) : post test 1 : post test 2 : post test 3 O2 O3 (X) O4 O5 O6

Penelitian ini menggunakan metode test untuk mengumpulkan data tentang kemampuan bicara anak usia prasekolah. Tes ini dibuat untuk mengukur secara umum kemampuan bicara anak melalui penilaian terhadap aspek aspek kemampuan bicara yang tertuang dalam Perkembangan bicara yang mencakup (1) aspek ucapan atau lafal, (2) kosa kata/ungkapan, dan (3) variasi/struktur kalimat. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah pengajaran dengan metode storytelling. Beberapa cerita dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan

bicara. Proses storytelling ini disusun dengan mengajak anak mendengarkan cerita yang terdiri dari pengenalan kosakata dan kalimat sederhana. Eksperimen ini dilakukan sebanyak 5 kali dengan cerita yang berbeda di tiap pertemuan. Waktu yang digunakan dalam satu kali pertemuan adalah 15 menit. Proses eksperimen dilaksanakan dirumah subjek agar subjek merasa nyaman. Hal ini dikarenakan subjek eksperimen kali ini adalah anak anak yang berusia 3 4 tahun. Adapun proses eksperimennya disusun sebagai berikut : Pertemuan Ke 1 2 3 4 5-9 10 11 12 Kegiatan Yang dilakukan Menjalin rapot dan pengenalan stimulus.

Meminta subyek bercerita tentang gambar sederhana. Meminta subyek bercerita tentang gambar yang lebih kompleks Meminta subyek bercerita tentang pengalamannya tanpa stimulus gambar Memberikan perlakuan story telling Meminta subyek bercerita tentang gambar berobyek tunggal Meminta subyek bercerita tentang gambar yang lebih kompleks Meminta subyek bercerita tentang pengalamannya tanpa stimulus gambar

Untuk menguji hipotesis yang diajukan, kami mendesain post test dengan ketentuan memberikan point pada setiap kalimat yang subjek katakan. Misal :  1 kalimat = 10 point  2 kalimat = 20 point dst.

Kemudian hasil disetiap post test, akan dibandingkan dengan hasil pre test sebelumnya. Misal :  Hasil pre test pertama (.) Hasil post test 1.  Hasil pre test kedua (.) hasil post test 2.  Hasil pre test ketiga (.) hasil post test 3 Keterangan : () tersebut diisi dengan tanda lebih besar (>), lebih kecil (<), atau sama dengan (=) Dengan demikian akan didapatkan perbandingan antara pre test dan post test sehingga akan terlihat perbedaan kemampuan bicara sebelum dan sesudah diberi perlakuan.

DAFTAR PUSTAKA http://eprints.uns.ac.id/74/1/169881211201008491.pdf http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196010151987101ZULKIFLI_SIDIQ/KETERAMPILAN_BICARA_ATG__ZENAL_.pdf

You might also like