You are on page 1of 10

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL INDONESIA

PENGERTIAN  Menurut UU RI No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundangundangan memberikan definisi peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.  Menurut S.J. Fockema Andrea dalam bukunya Rechtsgeleerd handwoorden book perundangan-undangan atau legislation, mempunyai dua pengertian yang berbeda, yaitu : a. perundang-undangan merupakan proses pembentukan/proses membentuk peraturanperaturan negara baik ditingkat pusat maupun daerah; b. perundangan-undangan merupakan semua peraturan-peraturan negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah.

LANDASAN HUKUM
1. LandasanFilosofis Nilai-nilai yang bersumber pada pandangan filosofis Pancasila yakni : a. Nilai-nilai religius bangsa Indonesia yang terangkum dalam sila pertama Pancasila b. Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan terangkum dalam sila kedua Pancasila. c. Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh terangkum dalam sila ketiga Pancasila d.Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat terangkum dalam sila keempat Pancasila e. Nilai-nilai keadilan baik individu maupun sosial terangkum dalam sila kelima Pancasila 2. Landasan Sosiologis Pembentukan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat. 3. Landasan Yuridis Menurut Lembaga Administrasi Negara landasan yuridis dalam pembuatan perundang-undangan memuat keharusan: a. Adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan b. Adanya kesesuaian antara jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan c. Mengikuti cara-cara atau prosedur tertentu

d. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.

ASAS-ASAS

 Dalam hukum terdapat azas perundang-undangan, antara lain : 1. Azas legalitas, berisikan "nullum delictum nula poena sine praevia lege poenali", yang artinya tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali telah ada ketentuan atau undangundangnya. Hal ini dapat dipahami bahwa segala perbuatan pelanggaran atau kejahatan apapun tidak dapat dipidana atau diberi hukuman bila tidak ada undang-undang yang mengaturnya. 2. "Lex specialis derogat legi generali", artinya hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum. Atau segala undang-undang ataupun peraturan yang khusus mengabaikan atau mengesampingkan undang-undang yang umum. Contoh : Apabila terdapat kekerasan dalam rumah tangga, maka pelaku dapat dikenai UU KDRT, bukan KUHPidana. Pemakaian hukum yang khusus ini antara lain karena hukumannya yang lebih berat dibandingkan dengan KUHPidana 3. "Lex posteriori derogat legi priori", artinya hukum yang baru mengesampingkan hukum yang lama. Maksudnya ialah, UU yang baru mengabakan atau mengesampingkan UU yang lama dalam hal yang sama. Dengan kata lain UU yang baru ini dibuat untuk melengkapi dan menyempurnakan serta mengoreksi UU yang lama. Sehingga UU yang lama sudah tidak berlaku lagi. 4. "Lex superior derogat legi inferiori", artinya hukum yang urutan atau tingkatnya lebih tinggi mengesampingkan atau mengabaikan hukum yang lebih rendah. Bila terdapat kasus yang sama, akan tetapi ketentuan undang-undangnya berbeda, maka ketentuan undang-undang yang dipakai adalah UU yang tingkatnya lebih tinggi. Contoh : UU lebih tinggi dari PP, maka PP diabaikan dan harus berpatokan pada UU. .  UU RI No. 10 Tahun 2004 pasal 5 menyebutkan bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus berdasarkan pada asas pembentuk perundang-undangan sebagai berikut : 1. Kejelasan tujuan . Setiap pembentukan peraturan perundang - undangan harus memiliki tujuan yang jelas yang ingin dicapai .

2. Kelembagaan atau organisasi pembentuk yang tepat . Setiap jenis peraturan perundang undangan harus dibuat oleh lembaga atau kantor pembentuk peraturan perundang undangan yang berwenang , bila tidak demikian maka peraturan perundang - undangan dapat dibatalkan demi hukum . 3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan . Pembentukan peraturan perundang undangan harus benar - benar memperhatikan ketepatan atau kesesuaian antara materi muatan dan jenis peraturan perundang - undangannya . 4. Dapat dilaksanakan . Peraturan perundang - undangan harus memperhatikan efektifitasnya terhadap masyarakat baik secara filosofis , yuridis , dan sosiologis . 5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan . Setiap peraturan perundang - undangan dibuat karena memang benar - benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat , berbangsa , dan bernegara . 6. Kejelasan rumusan . Setiap peraturan perundang - undang harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang - undangan , sistematika , terminologi , dan memiliki bahasa hukum yang jelas dan tidak multitafsir sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi dalam pelaksanaannya . 7. Keterbukaan . Pembentukan peraturan perundang - undangan dimulai dari perencanaan , persiapan , penyusunan , dan pembahasan harus bersifat transparan dan terbuka kepada publik .

MATERI MUATAN
Materi muatan peraturan perundang-undangan, tolok ukurnya hanya dapat dikonsepkan secara umum. Semakin tinggi kedudukan suatu peraturan perundang-undangan, semakin abstrak dan mendasar materi muatannya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kedudukan suatu peraturan perundang-undangan, semakin rinci dan konkrit pula materi muatannya. Kesemuanya itu mencerminkan adanya tingkatan-tingkatan tentang materi muatan peraturan perundangundangan dimana undang-undang merupakan salah satu bentuk peraturan perundang-undangan yang paling luas jangkauannya. Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, mengatur materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang berisi hal-hal yang: 1. Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi: a. Hak-hak asasi manusia; b. Hak dan kewajiban warga negara; c. Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara; d. Wilayah negara dan pembagian daerah;

e. Kewarganegaraan dan kependudukan; f. Keuangan negara. 2. Diperintahkan oleh suatu Undang-undang untuk diatur dengan Undang-undang. Sedangkan materi muatan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang sama dengan materi muatan undang-undang (Pasal 9 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004). Pasal 10 menyatakan bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Kemudian sesuai dengan tingkat hierarkinya, bahwa Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh undang-undang atau materi yang melaksanakan Peraturan Pemerintah (Pasal 11). Mengenai Peraturan Derah dinyatakan dalam Pasal 12 bahwa materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Materi muatan peraturan perundang-undangan juga mengandung asas-asas yang harus ada dalam sebuah peraturan perundang-undangan. Asas-asas tersebut sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004. Ayat (1) sebagai berikut, Materi Muatan Peraturan Perandang-undangan mengandung asas pengayoman, kemanusian, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Sedangkan ayat (2), menyatakan Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Apa yang dimaksudkan dengan asas-asas yang berlaku dalam materi muatan peraturan perundang-undangan tersebut dijelaskan dalam penjelasan Pasal 6 ayat (1) sebagai berikut: 1. Asas pengayoman; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat. 2. Asas kemanusian; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. 3. Asas kebangsaan; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia. 4. Asas kekeluargaan; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

5. Asas kenusantaraan; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundangundangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila. 6. Asas bhinneka tunggal ika; Bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 7. Asas keadilan; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali. 8. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial. 9. Asas ketertiban dan kepastian hukum; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum. 10. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara. Penjelasan Pasal 6 ayat (2) menjelaskan bahwa Yang dimaksud dengan asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan, antara lain: 1. Dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah; 2. Dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan iktikad baik. Selain kedua ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 tersebut, pembentukan peraturan perundangundangan juga harus berpedoman, serta bersumber dan berdasar pada Pancasila dan Undangundang Dasar 1945. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 yang dirumuskan sebagai berikut, Pasal 2 berbunyi, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum Negara. Selanjutnya Pasal 3 ayat (1) berbunyi, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Kedua pasal tersebut dapat dipahami atau dimaknai agar setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan Pancasila sebagai Cita Hukum (rechtsidee) dan Norma Dasar Negara, sehingga kedua pasal tersebut berkaitan erat dengan Penjelasan Umum UUD 1945. Dari rumusan Penjelasan UUD 1945 menjadi jelaslah bahwa

pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang tidak lain adalah Pancasila merupakan Norma Dasar Negara atau Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm) dan sekaligus merupakan Cita Hukum. Pembukaan UUD 1945 sebagai suatu Norma Fundamental Negara, yang menurut istilah Notonagoro merupakan Pokok Kaidah Fundamental Negara Indonesia atau menurut Hans Nawiasky adalah Staatsfundamentalnorm, ialah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar dari suatu negara (Staatsverfassung), termasuk norma pengubahnya. Hakikat hukum suatu Staatsfundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi atau undang-undang dasar. Ia terlebih dahulu ada sebelum adanya konstitusi atau undang-undang dasar. Sedangkan konstitusi, menurut Carl Schmitt merupakan keputusan politik (eine Gessamtenschiedung uber Art und Form einer polistichen Einheit), yang disepakati oleh suatu bangsa. Apabila Penjelasan UUD 1945 menyatakan bahwa pokok-pokok pikiran yang terkandung Pembukaan UUD 1945 sebagai suatu Cita Hukum (Recthsidee), maka Pancasila adalah juga berfungsi sebagai suatu pedoman dan sekaligus tolok ukur dalam mencapai tujuantujuan masyarakat, yang dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

JENIS DAN HIERARKI


Undang-undang dalam arti formil adalah undang-undang yaitu keputusan tertulis sebagai hasil kerja sama antara pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden) dan legislative (DPR) yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat umum. Hal ini dipertegas dalam rumusan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 yang dimaksud dengan undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama Presiden. Sedangkan undang-undang dalam arti materil adalah peraturan perundangan-undangan yaitu setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat yang berwenang yang berisi aturan tingkah laku atau mengikat secara umum disebut juga undang-undang dalam arti materil. Dapat disimpulkan untuk membedakan antara undang-undang dalam arti materil dan formil tidak lain adalah menyangkut organ pembentuk dan isinya. Jika organ yang membentuk itu adalah pejabat yang berwenang dan isi berlaku dan mengikat umum maka disebut sebagai undangundang dalam arti materiil. Hal ini berarti jika ada ketentuan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang namun isinya tidak bersifat dan mengikat umum maka ketentuan tersebut tidak dapat disebut sebagai undang-undang dalam arti materil atau perundang-undangan. Sedangkan berkaitan dengan pertanyaan saudara yang kedua dapat saya jelaskan bahwa istilahistilah yang saudara sebutkan diatas adalah benar merupakan jenis peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia atau sering juga disebut jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan. Dalam hukum tata negara kita sejarah tentang jenis dan hirarki diatur dulu diatur dalam TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 jo TAP MPR No. V/MPR/1973. Adapun jenis dan hirarki dimaksud sebagai berikut :

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Undang-Undang Dasar 1945; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia; Undang-undang; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu); Peraturan Pemerintah; Keputusan Presiden; Peraturan pelaksana lainnya yang meliputi Peraturan menteri, instruksi menteri dan lainnya

Selanjutnya setelah reformasi berdasarkan TAP MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan jenis peraturan perundang-undangan adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Undang-Undang Dasar 1945; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia; Undang-undang; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu); Peraturan Pemerintah; Keputusan Presiden; Peraturan Daerah.

Penyebutan jenis peraturan perundang-undangan di atas sekaligus merupakan hirarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan. Artinya, suatu peraturan perundang-undangan selalu berlaku, bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi lagi, dan seterusnya sampai pada peraturan perundang-undangan yang paling tinggi tingkatannya. Konsekuensinya, setiap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. TAP MPR Nomor III/MPR/2000 diatas melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan mengalami perubahan lagi. Menurut UU No. 10 tahun 2004 jenis dan hirarki peraturan perundnag-undangan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia1945; 2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu); 3. Peraturan Pemerintah; 4. Peraturan Presiden; 5. Peraturan Daerah. 6. Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud diatas meliputi: a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama Gubernur; b) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah c) Kabupaten/Kota bersama

Bupati/Walikota; d) Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat dengan itu, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya. Selain peraturan perundang-undangan sebagaimana yang telah disebutkan diatas, dan keberadaanya diakui dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama Gubernur. Jenis dan hirarki menurut UU No. 10 tahun 2004 ini yang sekarang masih berlaku.

ARTI PENTING
Peraturan perundang-undangan dalam suatu negara adalah suatu hal yang penting bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Pentingnya perundang-undangan nasional bagi warga negara adalah sebagai berikut : 1. Memberikan Kepastian Hukum bagi Warga Negara Sebuah peraturan berfungsi memberikan kepastian hukum bagi warga negara. Apabila di suatu negara tidak ada kepastian hukum, maka semua orang akan bertindak sesuka hatinya. Namun bila ada kepastian hukum, maka orang yang melanggar hukum di negara tersebut akan dikenai sanksi. Contohnya jika seseorang bertindak aniaya terhadap orang lain maka dia akan mendapatkan hukuman sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Melindungi dan Mengayomi Hak-Hak Warga Negara Perundang-undangan berfungsi melindungi dan mengayomi hak-hak warga negara. Hakhak tersebut memang telah ada sebelum peraturan dibuat, misalnya hak untuk hidup. Hak hidup merupakan hak asasi dari Tuhan yang sudah ada sebelum perundang-undangan dibuat manusia. Walaupun demikian, negara tetap melindungi hak hidup warganya. 3. Memberikan Rasa Keadilan bagi Warga Negara Perundang-undangan diadakan untuk memberikan rasa keadilan bagi warga negara. Sulit bagi warga negara untuk menyadari adanya rasa keadilan apabila tidak ada undang-undang. Undang-undang merupakan sebuah jaminan tertulis akan adanya rasa keadilan. Contohnya penyelesaian masalah tentang PKL dengan diterbitkannya sebuah perda yang tidak menimbulkan konflik antara PKL, masyarakat, dan pemerintah. 4. Menciptakan Ketertiban dan Ketenteraman Perundang-undangan menjadi hal yang sangat penting bagi warga negara karena dapat

menciptakan ketertiban dan ketenteraman. Undang-undang mampu merapikan kekacauan yang terjadi di dalam masyarakat. Ketertiban dan keteraturan akan tercipta bila hukum ditegakkan. Peraturan Perundang-undangan Peraturan perundang-undangan dibuat karena memiliki arti penting bagi masyarakat. Adapun arti penting peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan tingkat daerah bagi masyarakat adalah: 1. Memberi kepastian hukum bagi masyarakat. 2. Melindungi dan mengayomi hak-hak masyarakat. 3. Memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. 4. Menciptakan ketertiban dan ketenteraman dalam masyakarat. 5. Mewujudkan kesejahteraan bersama.

PKN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL INDONESIA

Nama

: Via Aprillya

No Absen : 25 Kelas : VIII G : Pak Suyatno, BA.

Pembimbing

You might also like